Hipotesis Metode Analisis METODOLOGI PENELITIAN

Dalam menelaah masalah rumahtangga miskin, digunakan beberapa alat analisis yaitu analisis deskriftif, garis kemiskinan, regresi logistik, gini rasio, distribusi pendapatan ukuran bank dunia, dan Foster –Greer-Thorbeeke FGT Model.

3.2. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah karakteristik rumahtangga mempengaruhi kemiskinan rumahtangga secara nyata. Lebih rinci hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: a. Tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di RW kumuh lebih tinggi dibandiingkan di yang tidak kumuh. b. Ketimpangan pendapatan di RW kumuh lebih rendah dibandingkan dengan di yang tidak kumuh c. Besaran rumahtangga, jenis kelamin kepala rumahtangga, proporsi anak usia di bawah 15 tahun mempengaruhi kemiskinan secara positif. d. Proporsi anggota rumahtangga yang bekerja dan pendidikan mempengaruhi kemiskinan secara negatif. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di seluruh DKI Jakarta kecuali Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Lima wilayah kota yang diteliti adalah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Tidak dicakupnya Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dalam penelitian ini karena di wilayah tersebut tidak dilakukan pendataan RW kumuh, sehingga tidak dapat dilakukan studi komparatif tentang kemiskinan pada RW kumuh dan yang tidak kumuh. Alasan pemilihan lokasi penelitian di DKI Jakarta karena permasalahan kemiskinan di DKI Jakarta merupakan prioritas utama untuk ditangani. Penelitian ini pun akan membandingkan kondisi kemiskinan di daerah kumuh dan tidak kumuh. Jangka waktu penelitian ini berlangsung selama 6 enam bulan terhitung semenjak bulan April 2005 sampai dengan September 2005, meliputi tahap persiapan hingga pelaporan.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data utama penelitian ini adalah hasil survei yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik, baik yang berupa data publikasi maupun data mentah, yaitu: a. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 b. Hasil Evaluasi RW Kumuh DKI Jakarta 2004 a. Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS Susenas merupakan survei yang dirancang untuk mengumpulkan data sosial ekonomi kependudukan yang relatif luas. Data yang dikumpulkan antara lain menyangkut bidang pendidikan, kesehatangizi, perumahanlingkungan hidup, ketenagakerjaan, dan konsumsi rumahtangga. Pengumulan data di DKI Jakarta dilakukan dengan metoda sampling terbatas dengan jumlah sample 6.493 rumahtangga yang terdiri 2270 rumahtangga di permukiman kumuh, dan 4223 rumahtangga di permukiman tidak kumuh. c. Evaluasi RW Kumuh DKI Jakarta 2004 Identifikasi atau penelitian terhadap wilayah kumuh di DKI Jakarta dilakukan pada tahun 1993. Penelitian dilaksanakan pada lingkungan yang terkecil, yaitu pada rukun warga RW yang kumuh, untuk mempermudah dilakukannya stratifikasi wilayah kumuh. Kemudian penelitian ke dua dilakukan pada tahun 1997, yang merupakan kegiatan evaluasi terhadap RW kumuh untuk melihat sejauh mana dampak berbagai program pembangunan telah memperlihatkan hasil, khususnya terhadap lingkungan kumuh. Kegiatan yang sama dilaksanakan kembali pada tahun 2001, dan terakhir pada tahun 2004. Di samping itu dikumpulkan pula informasi mengena i program pengentasan kemiskinan yang telah dilaksanakan di DKI Jakarta. Informasi diupayakan diperoleh dari intansi pemerintah di lingkup Propinsi DKI Jakarta yaitu : Badan Perencanaan Daerah Bapeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat BPM dan instansi- instansi lainnya yang terkait

3.3.3. Konsep dan definisi

a. Garis kemiskinan : sejumlah uang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minimal makanan dan bukan makanan untuk tetap hidup. Kebutuhan makanan adalah 2.100 kal per hari. Rata-rata konsumsi atas makanan dan bukan makanan yang tergabung dalam “keranjang” makanan dan bukan makanan dari reference population. Reference population adalah penduduk dengan pengeluaran sedikit di atas garis kemiskinan, garis kemiskinan yang lalu dideflate dengan tingkat inflasi. Garis kemiskinan sangat tergantung dari penentuan kelompok ini dan tingkat inflasi. b. Penduduk miskin : adalah penduduk yang tidak dapat hidup sesuai standar hidup minimum c. Kemiskinan absolut : adalah persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. d. Kemiskinan relatif : adalah ketimpangan antara kelompok berpendapatan rendah dengan kelompok berpendapatan tinggi. e. Permukiman kumuh adalah lokasi dengan tingkat kepadatan tinggi yang dicirikan oleh perumahan yang di bawah standar struktur dan layanan publik dan kejorokan. BPS menetapkan 10 kriteria dalam penentuan RW Kumuh yaitu : 1. kepadatan penduduk 2. tata letak bangunan 3. keadaan bangunan tempat tinggal 4. ventilasi perumahan 5. kepadatan bangunan 6. keadaan jalan 7. drainase 8. pemakaian air bersih 9. pembuangan limbah manusia 10. pengelolaan sampah. f. Rumahtangga: adalah seseorang atau sekumpulan orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisiksensus, dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah jika pengurusan kebutuhan sehari- harinya dikelola bersama menjadi satu. g. Anggota rumahtangga : adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumahtangga, baik ada pada saat pencacahan maupun sementara tidak ada. Batasan biasa tinggal adalah enam bulan, apabila sudah pergi lebih dari enam bulan maka sudah tidak dimasukkan sebagai anggota rumahtangga lagi. h. Kepala rumahtangga : adalah seorang dari sekelompok anggota rumahtangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari- hari dalam rumahtangga tersebut atau orang yang dianggapditunjuk sebagai kepala rumahtangga i. Penduduk bekerja Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam selama seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Melakukan pekerjaan dalam konsep bekerja adalah melakukan kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa. k. Pengeluaran konsumsi rumahtangga untuk makanan Pengeluaran untuk makanan adalah nilai pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga selama sebulan yang lalu baik berasal dari pembelian, produksi sendiri, ataupun pemberian.

3.4. Metode Analisis

Dalam penelitian ini digunakan beberapa macam analisis sesuai dengan ketersediaan data. a. Analisis deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif dan karakteristik rumahtangga miskin. Selain itu akan diulas pula mengenai program-program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data cross section hasil Susenas 2004. Berdasarkan data yang dihasilkan oleh BPS melalui Susenas akan dijelaskan karakteristik rumahtangga miskin dan yang rentan terhadap kemiskinan di DKI Jakarta. b. Analisis ketimpangan pendapatan 1 Gini Rasio dengan pendekatan Atkinson Pengukuran ketimpangan menggunakan konsep ketimpangan Atkinson. Atkinson 1970, diacu dalam Rusli, Sumardjo dan Syaukat editor 1982 mendefinisikan ketimpangan pendapatan sebagai perbedaan, persebaran, atau pemusatan pendapatan, yang keseluruhannya berpangkal pada ketidaksamaan dilihat secara kuantitatif. Pengukuran pendatan dilakukan dengan rasio Gini yang dengan pendekatan Atkinson dapat dihitung dengan persamaan : [ ] n 2 1 2 ny ... y 2 y n 2 n 1 1 G + + + µ − + = untuk y 1 ≥ y 2 ≥ …. ≥ y n Dimana : n : populasi y : pendapatan µ : nilai tengah pendapatan Koefisien bervariasi antara 0 – 1, 0 mengindikasikan pemerataan yang sempurna sedangkan angka 1 mencerminkan ketimpangan yang sempurna satu orang mendapatkan semua pendapatan sedangkan yang lainnya tidak sama sekali. Ketimpangan tinggi berkisar antara 0,50 – 070 dan ketimpangan merata berkisar antara 0,20-0,35 Todaro dan Smith, 2003. 2 Distribusi pendapatan ukuran Bank Dunia Dalam pengukuran pemerataan pendapatan, Bank Dunia membagi penduduk atas 3 kelompok, yaitu kelompok 40 persen penduduk pendapatan rendah, 40 persen penduduk pendapatan menengah, dan 20 persen penduduk kelas atas. Ketimpangan pengeluaran dilihat berdasarkan besarnya pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen terbawah dengan kriteria : 1 Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen terbawah lebih kecil dari 12 persen , maka dikatakan ketimpangan tinggi. 2 Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen pendapatan terbawah ada diantara 12-17 persen dikatakan ketimpangan sedang 3 Bila persentase pendapatan yang diterima oleh kelompok 40 persen pendapatan terbawah ada di atas 17 persen dikatakan ketimpangan rendah. c. Analisis kedalaman dan keparahan kemiskinan Foster –Greer-Thorbeeke FGT telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk tingkat kemiskinan sebagai berikut : α − α ∑     − = q i i z y z n P 1 1 dimana : α = 0,1,2 z = garis kemiskinan y i = rata-rata pengeluaran per kapita sebulan pend uduk yang berada di bawah garis kemiskinan i=1,2,…..,q, y i z q = banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan n = jumlah penduduk Jika α = 0, maka akan diperoleh Head Count Index P0 yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. P1 α = 1 adalah Poverty gap yaitu ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing- masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin besar nilai indeks, maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks ini mencerminkan kedalaman kemiskinan. P2 α =2 adalah disbutionally sensitive index, nilai indeks ini sampai batas tertentu dapat memberi gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. d. Model regresi logistik Model ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peluang kemiskinan sehingga dapat dilihat peluang rumahtangga menjadi miskin. Prob Y=1 = F Σβ h X h Prob Y=0 = 1 - F Σβ h X h         ∑β + α − + = = = h h X h e 1 1 1 i Y P i P Dan dalam bentuk umum adalah sebagai berikut : L 1 =ln h h h X h i P 1 i P ε + ∑β + α =     − Peluang menjadi miskin: ∑ ∑ β = α β = α + = h h h h h h X X e 1 e p Interpretasi dari koefisien peubah kontinu adalah dengan menghitung efek marginal dari peubah tersebut terhadap peluang menjadi miskin dengan rumus sebagai berikut Morris, Sutton, Gravelle, 2003: 2 X X h h h h h h h e 1 e         + β ∑ ∑ β = α β = α Interpretasi dari koefisien peubah boneka dengan menghitung odds ratio yaitu : p 1 p − Odds ratio adalah perbandingan antara probabilitas sukses terjadinya peristiwa y =1 dengan probabilitas gagal terjadinya peristiwa y =0. Dimana : X h : berkas karakteristik rumahtangga yang diteliti yaitu : Peubah kontinu : art : besaran rumahtangga proker : proporsi anggota rumahtangga usia 15 tahun ke atas yang bekerja um_1564 : proporsi anggota rumahtangga usia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. p_bbm : proporsi pengeluaran untuk bahan bakar minyak BBM terhadap total pengeluaran p_mkn : proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran Peubah boneka : d_jk : 1 = kepala rumahtangga perempuan 0 = kepala rumahtangga laki- laki d_sd : 1 = kepala rumahtangga berpendidikan tamat SD 0 = lainnya dengan tidak tamat SD sebagai pembanding d_smp : 1 = kepala rumahtangga berpendidikan tamat SMP 0 = lainnya d_sma : 1 = kepala rumahtangga berpendidikan tamat SMA ke atas 0 = lainnya d_jual : 1 = kepala rumahatangga bekerja sebagai tenaga penjualan 0 = lainnya dengan bekerja sebagai tenaga usaha jasa sebagai pembanding d_kasar : 1 = kepala rumahatangga bekerja sebagai tenaga produksi, operator dan pekerja kasar 0 = lainnya d_prof : 1 = kepala rumahatangga bekerja sebagai profesional, kepemimpinan dan pejabat pelaksana 0 = lainnya d_lainnya : 1 = kepala rumahatangga bekerja sebagai tenaga lainnya 0 = lainnya d_under : 1 = kepala rumahatangga setengah penganggur 0 = lainnya dengan bukan setengah penganggur sebagai pembanding d_pp : 1 = kepala rumahatangga penerima pendapatan 0 = lainnya age_mpn : 1 = kepala rumahatangga berusia mapan 0 = lainnya usia muda sebagai referensi age_tua : 1 = kepala rumahatangga berusia tua 0 = lainnya d_lt : 1 = luas lantai per kapita 8 m2 0 = lainnya j_lti : 1 = jenis lantai tanah 0 = lainnya d_jbn : 1 = tidak mempunyai akses terhadap jamban 0 = lainnya d_air : 1 = tidak mempunyai akses terhadap air bersih 0 = lainnya rmh : 1 = rumah milik sendiri 0 = lainnya Yi : 1 = rumahtangga miskin 0 = lainnya Hipotesis untuk menguji kelayakan model adalah : H = tidak ada perbedaan yang nyata antara antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. H a = ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Model dikatakan layak apabila nilai goodness of fit test yang diukur dengan nilai chi square pada uji Hosmer and Lemeshow: - jika probabilitas 0,05 maka H diterima - jika probabilitas 0,05 maka H ditolak

IV. KEMISKINAN DI DKI JAKARTA

4.1. Kejadian Kemiskinan di DKI Jakarta

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang menjadi titik perhatian masyarakat dunia khususnya negara-negara dunia ketiga. Di Indonesia, permasalahan kemiskinan lebih banyak ditemui di daerah perdesaan, namun di daerah perkotaan pun permasalahan ini menjadi salah satu isu pokok khususnya di DKI Jakarta. Secara umum kemiskinan diGambarkan sebagai kondisi ketidakmampuan untuk hidup yang memadai. Hidup yang memadai ini sangat tergantung pada ruang dan waktu. Lokasi dan waktu sangat mempengaruhi pada penetapan batas garis kemiskinan, oleh karena itu garis kemiskinan akan selalu berubah tiap waktu dan berbeda untuk tiap lokasi. Ada dua cara utama untuk membuat garis kemiskinan yaitu cara absolut dan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan menggunakan berapa besar uang yang harus dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan makanan dan non makanan agar tetap hidup. Bank Dunia menyatakan bahwa di negara- negara sedang berkembang lebih relevan untuk menggunakan garis kemiskinan absolut dari pada garis kemiskinan relatif Couduel et al, 2001. Gambar 4.1 Persentase Penduduk Miskin di DKI Jakarta Tahun 2000-2004 4.96

2.95 3.42

3.42 3.18

2 3 4 5 6 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun penduduk miskin