kelamin kepala rumahtangga, status pendidikan kepala rumahtangga dalam tahun, pendapatan per kapita dan besaran ruma htangga. Penelitian yang
dilakukan Cuna 2004 menyebutkan bahwa peubah-peubah yang mempengaruhi konsumsi per kapita adalah karakteristik demografi besaran rumahtangga,
komposisi, dan status tempat tinggal kepala rumahtangga, pendidikan anggota rumahtangga di atas 15 tahun, pekerjaan anggota rumahtangga termasuk yang
pengangguran, lokasi rumahtangga perdesaan atau perkotaan. Beberapa penelitian mengkaji mengenai faktor-faktor yang memungkinkan
rumahtangga menjadi rumahtangga miskin. Ghazouani dan Goaied 2001 meneliti bahwa jenis kelamin kepala rumahtangga, tingkat pendidikan kepala
rumahtangga, komposisi rumahtangga, tempat tinggal rumahtangga dan jumlah anggota rumahtangga per kamar merupakan faktor- faktor yang dapat
memungkinkan suatu rumahtangga menjadi miskin. Garza-Rodriguez 2002 meneliti bahwa jenis kelamin, lokasi rumahtangga, besaran rumah tangga, jenis
pekerjaan kepala rumahtangga, dan tingkat pendidikan kepala rumahtangga dapat memungkinkan rumahtangga menjadi rumahtangga miskin.
2.5. Permukiman kumuh
Kata kumuh biasa digunakan untuk mengidentifikasi kualitas perumahan yang miskin dan kondisi yang tidak sehat. Permukiman kumuh adalah lokasi
dengan tingkat kepadatan tinggi yang dicirikan oleh perumahan yang di bawah standar struktur dan layanan publik dan kejorokan. Kawasan kumuh adalah sisi
gelap dari perkotaan dimana terkumpul kemiskinan, kriminalitas, dan polusi. Keberadaan kawasan kumuh merupakan salah satu masalah di perkotaan,
sehingga diperlukan studi atau penelitian mengenai kawasan ini. BPS menetapkan 10 kriteria dalam penentuan RW Kumuh yaitu :
1 kepadatan penduduk
2 tata letak bangunan
3 keadaan bangunan tempat tinggal
4 ventilasi perumahan
5 kepadatan bangunan
6 keadaan jalan
7 drainase
8 pemakaian air bersih
9 pembuangan limbah manusia
10 pengelolaan sampah.
Studi mengenai kawasan kumuh telah dilakukan oleh Bani dan Rawal 2002 di Kota Anand India. Dalam studi tersebut dikemukan bahwa keberadaan
kawasan kumuh berkaitan dengan faktor geografi, yaitu kedekatan dengan mata air, tempat kerja, pinggiran sungai, terowongan, lahan tak terpakai, kawasan
industri, kedekatan dengan stasiun kereta dan lain sebagainya. Daerah sepanjang pinggiran sungai dan rel kereta api menjadi tempat berkembangnya kawasan
kumuh. Indikator sosial dari perkembangan kawasan kumuh adalah meningkatnya
kepadapatan di kawasan ini. Baik dilihat dari kepadatan bangunan maupun kepadatan penduduk. Di Kota Anand ini telah terjadi peningkatan kawasan
kumuh apabila dilihat dari kepadatan bangunan dan kepadatan penduduknya. Studi lain tentang kawasan kumuh menitikberatkan pada karakteristik
penduduk yang tinggal di kawasan tersebut. Mata pencaharian yang banyak dikerjakan oleh kepala rumahtangga di kawasan kumuh adalah sopir, pemilik
warung, buruh pabrik garmen, pekerja di bidang jasa, dan buruh bangunan. Prilaku manusia pun sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan
kumuh. Dalam kajian mengenai prilaku manusia dalam upaya perbaikan linkungan kumuh oleh peneliti Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Faperta IPB
1991, menyebutkan bahwa lingkungan kumuh terjadi karena degradasi lingkungan. Degradasi lingkungan hidup tersebut dipengaruhi oleh ketimpangan
dalam interaksi antara pemukim lingkungan kumuh dan lingkungan alamiahnya, sehingga keseimbangan antara keduanya menjadi terganggu. Gejala degradasi
terlihat pada profil lingkungan fisik dan lingkungan sosial sebagai interaksi antara manusia pemukim lingkungan kumuh dengan lingkungan hidupnya.
III. METODOLOGI PENELITIAN