Tabel 9 Persentase Nelayan Menurut Penggunaan Alat Tangkap Alat Tangkap
Jaring Pancing
Perangkap bubu
Pengumpul bagan
Muroami Persentase
34,76 44,99
14.,29 4,76 1,2
Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu 2005 Umumnya 62 persen nelayan di Pulau Panggang melakukan
perjalananpenangkapan dalam satu hari perjalanan satu trip dilakukan satu hari,ini terutama nelayan ikan hias. Hanya sekitar 10 persen yang melakukan
penangkapan lebih dari satu minggu dalam satu tripnya. Berdasarkan klasisifikasi melaut, Nelayan Pulau Panggang dapat dibedakan atas:
• Melaut satu hari pagi sampai sore dan pada hari keduanya libur, • Melaut tiap hari melaut, tetapi hanya setengah hari.
• Bila berencana melaut lebih dari satu hari maka yang mereka lakukan umumnya adalah melaut enam hari. Mereka tidak melaut pada hari Jumat
{namun ketentuan hari Jumat tidak melaut sudah mulai tidak diberlakukan lagi sejak akhir tahun 80-an
5.3 Nelayan dan Pembudidaya di Pulau Panggang
Aktivitas nelayan di Pulau Panggang terdiri dari nelayan pancing, nelayan bubu, pengusaha nelayan jaring muroami, dan pengusaha nelayan jaring tegur.
Nelayan dapat dikategorikan dalam dua bagian, pertama adalah kelompok nelayan
tangkap, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok nelayan budidaya yang hanya menekuni budidaya rumput laut dan budi daya ikan kerapu.
Dalam hal memanfaatkan peluang yang ada, dukungan keterampilan dan pengalaman sangat menentukan. Saat ini kegiatan perikanan budidaya telah
dilakukan oleh masyarakat Pulau Panggang, namun keberhasilan budidaya rumput laut yang pernah dinikmati, saat ini telah surut, karena masalah penyakit
ice-ice yang belum diketahui cara mengatasinya. Demikian pula pembudidayaan ikan kerapu yang telah dicobakan atas bantuan pemerintah selama empat tahun
terakhir, sebagian besar gagal. Kegagalan yang terjadi diidentifikasi karena aspek teknis maupun penyebab aspek non teknis. Beberapa aspek teknis yang menjadi
penyebab kegagalan pembudidayaan kerapu adalah : kualitas benih yang rendah dan teknik budi daya yang belum tepat. Sedang aspek non teknis diantaranya
adalah : institusi kelompok dalam pengelolaan yang gagal, penguasaan teknologi budidaya yang belum dikuasai pembudidaya ikan sepenuhnya, dan lain-lain.
Kekurangan dari berbagai bantuan proyek selama ini adalah 1 Pendampingan; dari pihak dinas terkait dalam implementasi proyek, sehingga
kesulitan teknis di lapangan tidak dapat diantisipasi oleh nelayan; 2 Organisasi; dalam hal pengorganisasian nelayan belum mengenal budaya organisasi yang
baik, sehingga masing-masing anggota saling menyalahkan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan perencanaan, hal ini berpengaruh besar pada
keberhasilan proyek-proyek terdahulu; 3 Aturan main; antara pihak yang terlibat
belum bisa dijalankan, karena kepentingan-kepentingan yang berbeda belum terkoordinasikan dengan baik. Untuk aturan main konservasi sudah ada inisiasi
daerah perlindungan laut DPL, sedangkan jaring tegur yang diinisiasikan
nelayan ikan hias sudah berjalan lebih lama, seiring dengan penggantian alat tangkap dari penggunaan sianida dan potas ke jaring tegur.
Berbagai proyek yang gagal lebih banyak disebabkan oleh aturan main yang tidak jelas atau tidak dijalankan oleh si pembuat. Pengalaman berkelompok
selama ini tidak begitu mengesankan bagi orang pulau, mungkin disebabkan oleh homgenitas masyarakat yang tinggi, sehingga kohesifitas sosial yang berkaitan
dengan evaluasi dan saling tegur menjadi rendah, sebab utamanya mereka enggan dan sungkan karena sebagian masyarakat Pulau Panggang adalah bersaudara
memiliki hubungan kekerabatan. Sebab lain adalah pihak pembina atau pemerintah kurang optimal
menyiapkan kelembagaan terlebih dahulu sesuai dengan aspirasi dan kondisi masyarakat. Pengertian tentang organisasi dan aturan main adalah pemahaman
mereka dinas bukan pemahaman orang pulau. sehingga, misalnya, pengertian tentang koperasi cooperative-kerjasama lebih banyak dipahami sebagai
membangun organisasi Badan Hukum kopeasi dibadingkan menanamkan aturan main—nilai-nilai koperasi itu sendiri.
Permasalahan lain terutama dalam kaitannya dengan budidaya sebagai alternatif budaya tangkap adalah 1 Kurangnya kesabaran pembudidaya dalam
pemeliharaan ikan, maupun pemeliharaan fasilitas karamba 2 Tidak ada insentif selama masa produksi dan panenan, sehingga pembudidaya masih enggan
mengembangkan budaya tangkap, 3 Ketidakpercayaan dikalangan mereka sendiri jika ladangkaramba terlalu banyak yang mengurus, mereka sampai saat ini
memiliki keyakinan bahwa kelompok yang paling baik adalah dua. Dua orang
atau banyak namun memiliki tanggungjawab sendiri-sendiri di dalam mengelola karamba, baik dalam hal pemberian pakan, pemelihraan dan lain-lain.
Dampak yang terlihat dalam pengelolaan karambabagan selama ini adalah dampak lingkungan dimana banyak bangkai karamba yang dibiarkan, sehingga
mengganggu arus lalu lintas kapal dan mengganggu pemandangan bagi turis yang ingin menikmati pemandangan.
Dilihat dari sisi penghasilan para nelayan berdasarkan alat tangkap maka terlihat bahwa nelayan jaring kecil dan nelayan muroami memiliki keuntungan
rata-rata terbesar, sedangkan nelayan perangkap memiliki keuntungan terkecil pertrip-nya sehari. Penghasilan rata-rata nelayan berdasarkan alat tangkap secara
jelas diterangkan pada Tabel 10. Tabel 10 Penghasilan Rata-rata Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap
Lama Trip Hari Alat tangkap Nilai
tangkap Biaya
Untung 1 Pancing
655.000 56.000
599.000 6 Muroami 2.000.000
464.000 1.536.000
1 Perangkap 24.000 23.500 500
6 Jaring Kecil
2.180.000 560.000
1.620.000 1 Bubu
69.000 16.923
52.077 Sumber : Sudin Perikanan Kepulauan Seribu, 2005
5.4 Permasalahan Nelayan di Pulau Panggang