3
B. TUJUAN
Penelitian bertujuan mengembangkan produk baru keripik nanas di Palangka Raya, mengetahui atribut yang menjadi titik berat dalam penilaian
terhadap produk keripik nanas, dan penerimaan dan preferensi konsumen terhadap keripik nanas.
C. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah meningkatkan potensi agroindustri di Palangka Raya, memberikan alternatif pilihan bagi pengusaha untuk
mengembangkan sumber daya alam di Palangka Raya, dan merupakan salah satu alternatif makanan ringan bagi konsumen.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PALANGKA RAYA
Secara geografis Kota Palangka Raya terletak pada 113 29’ – 114
07’ Bujur timur dan 1
35’ – 2 25’ Lintang selatan, dengan luas wilayah 2678.51 km
2
267.851 Ha, dan dengan topografi terdiri dari tanah datar dan berbukit dengan kemiringan
kurang dari 40. Secara administratif Kota Palangkaraya terbagi menjadi 5 wilayah kecamatan yang terdiri dari 30 kelurahan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Gunung Mas
Sebelah timur : Kabupaten Pulang Pisau
Sebelah selatan : Kabupaten Pulang pisau
Sebelah barat : Kabupaten Katingan
Berdasarkan hasil registrasi penduduk akhir tahun 2003, jumlah penduduk Kota Palangka Raya adalah 168449 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 62.89 jiwa
tiap km2. Anonim a, 2006 Pendapatan regional per kapita Kota Palangka Raya pada tahun 2002 sebesar
Rp. 5.082.007,00 meningkat menjadi Rp. 6.534.697,00 pada tahun 2003 atau naik sebesar 28.58. Struktur ekonomi Kota Palangka Raya mengalami pergeseran dari
ekonomi agraris tradisional menjadi perekonomian yang lebih maju dengan sruktur lebih kokoh, yaitu perekonomian yang didukung oleh industri yang makin kuat dan
sektor jasa yang tangguh sehingga perekonomian relatif stabil Anonim a, 2006. Jumlah industri pangan skala kecil dan menengah di Palangka Raya adalah 82
industri yang terdiri dari industri roti, tahu, makanan ringan, minuman segar, dan produk pangan lainnya Disperindagkop, 2005.
Menurut Bappeda 2002, titik berat pembangunan industri dalam Repelita VI diarahkan pada kegiatan memanfaatkan kekayaan alam yang ada serta pengembangan
industri kecil yang dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lahan yang ada di Palangka Raya sangat cocok untuk
pengembangan usaha di bidang budidaya nanas dan pengolahannya.
5
B. BOTANI TANAMAN NANAS
Menurut Muljohardjo 1984, tanaman nanas sudah lama dikenal di Indonesia, namun bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika
Selatan dan Hindia Barat. Sistematika tanaman nanas sesuai dengan taksonominya adalah sebagai berikut Collins, 1960
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Klas :
Monocotyledone Ordo
: Farinosae
Familia : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus L. Merr.
Menurut Pracahya 1985, tanaman nanas merupakan tanaman berbentuk semak yang mempunyai batang semu dengan tinggi 30–50 cm, berdaun tepi panjang dengan
tepi berduri atau runcing. Buah nanas sesungguhnya merupakan buah majemuk. Buah yang tampak merupakan gabungan dari buah-buah kecil yang berjumlah 100–200
buah yang ditutupi daun-daun buah kecil. Buah-buah kecil tersebut dihubungkan dengan hati buah yaitu kelanjutan dari tangkai buah yang berserat Pracahya, 1985.
Buah nanas yang biasa ditanam hanyalah dua jenis, yaitu nanas yang mempunyai mata buah menonjol dan rata. Pracahya, 1985.
Daerah persebaran nanas ialah antara 30 LU dan 30
LS dari khatulistiwa. Di Indonesia, tanaman nanas pada umumnya tumbuh baik di dataran rendah yang
suhunya antara 29 C – 32
, dan curah hujan antara 1000 – 3000 mmtahun dan merata sepanjang tahun dengan pH antara 5.5 – 6. Akan tetapi nanas toleran terhadap pH
rendah sehingga di daerah–daerah transmigrasi yang keadaan lahannya asam, tanaman nanas masih mampu tumbuh dengan subur dan berbuah baik Collins,1960.
Varietas Ananas comosus yang penting : Collins, 1960 1. Spanish berdaging putih. Jenis ini mempunyai daun yang panjang kecil, berduri
halus sampai kasar, buah bulat bermata pipih dan besar. Jenis ini cocok untuk dikalengkan atau dikonsumsi segar contoh : Red spanish, Sugar loaf, Singapore
spanish, Ananas vermelo, Amarelo, dan Monte livio
6 2. Queen berdaging kuning. Jenis ini mempunyai daun yang pendek dan berduri
tajam membengkok ke belakang, buah berbentuk kerucut, mata buah menonjol, beraroma menarik, dan rasanya manis. Buah nanas Palembang dan Nanas Bogor
termasuk jenis ini. 3. Cayenne. Jenis ini memiliki buah yang berbentuk silindris dengan berat 2.3 – 3.6
kg, penampilan buah bagus dan bermata datar. Nanas ini baik untuk dikalengkan atau diawetkan.
C. KERIPIK
Chips menurut Siahaan 1988 adalah keripik, keping, dan bilah. Istilah keripik lebih cocok sebagai terjemahan chips bila yang dimaksud adalah produk pangan.
Produk-produk yang berkategori keripik sudah lama dikenal di masyarakat Indonesia, baik yang bersifat tradisional sampai yang sudah berskala industri, misalnya seperti
keripik singkong, emping melinjo dan keripik jagung Siahaan, 1988. Nuraini 2003 mengemukakan suatu metode pembuatan keripik snack food
dari buah atau sayuran dengan metode penggorengan. Dalam proses ini, buah dicuci, dibelah dan dipotong-potong dalam ukuran yang dikehendaki. Jika diperlukan, dapat
dilakukan inaktivasi enzim oksidase yang dikandungnya dan kemudian digoreng pada tekanan atmosfer atau tekanan hampa. Salah satu buah yang dapat dibuat keripik
adalah apel. Analisis proksimat apel dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Analisis proksimat buah apel Downing, 1989
Parameter Hasil analisis proksimat
Kadar air 84.46
pH 3.23 – 6.54
Kadar gula 13.5
Total asam tertitrasi 0.15 – 0.91ml NaOH100gram
Brix 9.8 – 16.9
Reksabuana, et al 1991 dalam Hidayati 1998 melakukan penelitian pembuatan keripik nangka dengan metode pengeringan beku freeze drying. Buah
nangka matang setelah ditambahkan minyak goreng kemudian dibekukan dan dikeringkan dalam ruang hampa udara. Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa
produk terbaik diperoleh pada suhu pengeringan 70 C – 80
C.
7 Nuraini 2003 juga melakukan penelitian pembuatan keripik labu jepang
menggunakan penggorengan vakum. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa suhu dan waktu untuk mendapatkan produk yang baik adalah 90
C, 120 menit.
D. PENGGORENGAN VAKUM
Penggorengan suatu produk merupakan proses untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak Robertson,
1967 dalam Nuraini 2003. Sedangkan Azkenazi, et al.1984 dalam Surya 1999 mengemukakan definisi penggorengan sebagai suatu proses pengeringan melalui
kontak dengan minyak panas dan melibatkan pindah panas dan massa secara simultan. Definisi lain dikemukakan oleh Halstrom 1980 dalam Hidayati 1998
dimana penggorengan adalah suatu teknik pengolahan pangan dimana bahan dimasukkan ke dalam minyak panas dan seluruh bagian permukaan bahan mendapat
perlakuan panas yang sama sehingga berwarna seragam. Kata vakum berasal dari bahasa latin, vacuus yang berarti kosong Erwin,
2004. Kata ini menunjukan kondisi vakum ideal atau vakum sempurna tekanan absolut nol. Proses dikatakan bekerja pada kondisi vakum bila tekanan di dalam
sistem tersebut lebih rendah daripada tekanan normal Erwin, 2004. Penggorengan dengan metode vacuum frying dilakukan pada suhu yang lebih
rendah daripada suhu pada tekanan atmosfer Anonim b, 2006. Penggorengan vakum adalah suatu alat penggoreng yang beroperasi pada kondisi vakum sekitar 70 cmHg
anonim d dalam Paramita, 1999. Titik didih minyak pada kondisi tersebut turun lebih rendah dibandingkan titik didih minyak goreng pada tekanan normal yaitu
180 C anonim d. Pengggorengan dengan menggunakan mesin penggoreng hampa
atau vakum vacuum fryiing memungkinkan pengolahan buah atau komoditi yang sensitif terhadap panas seperti buah dan sayur menjadi hasil olahan berupa keripik
buah dan keripik sayur seperti keripik nangka, keripik apel, keripik pisang, keripik nanas, keripik pepaya, dan lain-lain. Pada kondisi vakum, suhu penggorengan dapat
diturunkan sebesar 50-60 C karena penurunan titik didih air. Dengan demikian
produk yang dapat mengalami kerusakan baik warna, aroma, rasa, dan nutrisi akibat panas dapat diproses menggunakan teknologi ini. Selain itu, kerusakan minyak dan
8 akibat-akibat yang ditimbulkan dapat diminimalisir, karena proses dilakukan pada
suhu dan tekanan rendah. Bahan yang digoreng dengan metode vacuum frying menggunakan mesin
penggoreng hampa, memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut antara lain : 1 memiliki warna, rasa, dan aroma seperti bahan aslinya 2 gizi tidak rusak, karena
diproses dengan suhu rendah 80 – 85 C 3 tidak perlu menggunakan bahan
pengawet, zat pewarna, dan bahan-bahan kimia sintetis 4 memiliki tekstur yang renyah Anonim b, 2006
Menurut Lastriyanto 1997, desain fungsional mesin vacuum fryer terdiri dari : 1 pompa vakum, 2 ruang penggoreng, 3 unit pengkondensasi uap air kondensor
yang dilengkapi dengan pendingin, 4 unit pemanas, dan 5 unit pengendali. Adapun fungsi masing-masing komponen adalah:
1. Pompa vakum: merupakan komponen terpenting dari sistem penggoreng hampa, dimana pompa vakum sistem water-jet memiliki kelebihan, yaitu tidak
mempergunakan oli, seal, bantalan, dan poros sehingga rendah biayanya. 2. Ruang penggoreng: berfungsi untuk mengkondisikan bahan yang diproses agar
sesuai dengan kondisi proses yang diinginkan. Ruang penggoreng berisi minyak sebagai media pindah panas yang dilengkapi dengan mekanisme
angkat celup. 3. Kondensor: berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama
penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai media pendingin yang dilengkapi dengan sistem pendingin udara.
4. Unit pemanas: merupakan sumber panas, dimana mesin penggoreng ini mempergunakan LPG sebagai bahan bakar yang sistem kendalinya tidak
terlalu sulit. 5. Unit pengendali operasi: unit yang sangat penting keberadaannya karena
merupakan bagian yang mengatur kondisi proses penggorengan yang dikehendaki.
9
E. PERILAKU, PREFERENSI DAN HARAPAN KONSUMEN
Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis Kottler, 1990 dalam
Djuanda 2003. Perilaku konsumen merupakan bagian dari manajemen pemasaran yang
berhubungan dengan manusia sebagai pasar sasaran. Oleh karena itu, riset perilaku konsumen juga merupakan bagian dari riset pemasaran Simamora, 2002. Riset
pemasaran adalah desain, pengumpulan, analisis, dan pelaporan yang sistematis atas data dan segala penemuan yang relevan dengan situasi pemasaran tertentu Kottler,
1990 dalam Djuanda 2003 Sumber data dalam riset perilaku konsumen dapat berupa data primer atau data
sekunder, dengan menggunakan pendekatan riset observasi, survei, dan eksperimental. Pendekatan observasi dilakukan dengan mengamati perilaku dan
lingkungan dan lingkungan sumber data. Pendekatan ini sangat bermanfaat bagi riset yang bersifat penyelidikan. Pendekatan survei cocok untuk riset deskriptif, yang
bertujuan untuk mempelajari pengetahuan, kepercayaan, pemilihan, kepuasan konsumen, serta mengukur besaran-besarannya dalam populasi. Pendekatan
eksperimental bertujuan untuk menjangkau hubungan sebab akibat dengan menyisihkan keterangan-keterangan dari segi lain mengenai penemuan-penemuan
yang didapatkan. Perangkat riset yang biasa digunakan yaitu kuesioner dan peralatan mekanis Kottler, 1990 dalam Djuanda 2003.
Untuk mengetahui apakah suatu produk telah memenuhi kebutuhan konsumen dapat dilakukan dengan menentukan atribut produk dan mengukur tingkat
kepentingan suatu atribut. Konsumen memberikan penilaian yang merupakan gambaran persepsi dan sikapnya.
Sikap terdiri atas tiga komponen. Komponen pertama adalah kognitif, yaitu pengetahuan dan keyakinan seseorang mengenai sesuatu yang menjadi obyek sikap.
Komponen kedua adalah afektif, yang berisikan perasaan terhadap obyek sikap. Komponen ketiga adalah behavioral, yaitu respon seseorang terhadap obyek atau
10 aktivitas. Teori sikap lainnya adalah bahwa sikap memiliki sifat multidimensi dan
multiatribut, artinya sikap terhadap suatu obyek didasarkan pada penilaian seseorang terhadap atribut-atribut yang berkaitan dengan obyek sikap tersebut Simamora,
2004. Food preference didefinisikan sebagai derajat kesukaan terhadap makanan
dimana preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisikokimia yang
ditentukan oleh ingridien proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indera manusia sehingga membentuk preferensi Cardello, 1994.
Faktor-faktor yang mempengaruhi food preference menurut Stepherd dan Sparks 1994 dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas, kuantitas, dan cara penyajian makanan.
2. Faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan sosial, iklan produk, dan waktu penyajian. 3. Faktor biologis, fisik dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan
psikis, aspek psikologis dan biologis. 4. Faktor personal, yaitu tingkat pendugaan, pengaruh dari orang lain, prioritas,
selera, mood, dan emosi. 5. Faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga makanan, status
sosial, dan keamanan. 6. Faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan individu dan keluarga dan
pengetahuan tentang gizi. 7. Faktor kultur, agama, dan daerah, yaitu asal kultur, latar belakang agama,
kepercayaan, tradisi serta letak daerah. Cardello 1994 menyatakan bahwa dari berbagai penelitian yang telah
dilakukan, tekstur dan flavor lebih banyak menjadi sebab disukai atau tidak disukainya makanan. Pemilihan flavor perlu diperhatikan karena rasa dan aroma
makanan mempunyai pengaruh terhadap penerimaan dan konsumsi. Penampakan visual seperti warna, bentuk, logo simbol dan nama pada pengemas makanan
mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penerimanya.
11
F. ATRIBUT
Menurut Solomon 1992, atribut adalah karakteristik dari suatu produk. Karakteristik dari suatu produk dalam hal ini adalah rasa, harga, kemasan, informasi
kandungan zat gizi, dan lain-lain. Kesan dari panca indera konsumen terhadap makanan dimulai di pasar dimana
bentuk–bentuk visual, odor, dan rasa, digunakan dalam seleksi terhadap makanan yang akan dibeli dan dikonsumsi konsumen Watts, 1989. Rasa dari makanan
dideteksi dengan kuncup rasa pada lidah yang dapat mendeteksi perbedaan rasa: asin- asam-pahit-manis. Beberapa makanan hanya mempunyai satu rasa, tetapi yang
lainnya mempunyai lebih dari satu rasa. Rasa makanan dari suatu pabrik penting karena makanan itu dibuat untuk manusia dalam jumlah besar Cameron,1985.
Lewin 1940 dalam Suhardjo 1989 mempelajari apa yang dianggap nilai dasar dalam menentukan pilihan pangan agar dapat ditentukan dengan lebih baik apa
yang dikonsumsi dan diperbuat oleh konsumen. Nilai dasar tersebut ditentukan oleh empat faktor penting, yaitu: cita rasa, nilai sosial, manfaat bagi kesehatan dan harga.
Harga adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk barang dan jasa. Lebih luas, harga adalah jumlah dari nilai–nilai konsumen yang ditukarkan dengan keuntungan
memiliki atau menggunakan barang atau jasa tersebut. Menurut sejarahnya, harga telah menjadi faktor penting yang berpengaruh terhadap pemilihan produk oleh
konsumen Kotler, 1991. Harga dapat berarti ongkos untuk ”sesuatu”. Sesuatu itu dapat berupa produk fisik dalam tingkatan yang beragam, dengan atau tanpa jasa
pendukung, dengan atau tanpa garansi kualitas, dan lain–lain Mc Carthy, 1990. Menurut Dewi 1997, harga yang dibayarkan oleh konsumen terhadap produk
yang dibeli merupakan tanggapan atau apresiasi konsumen terhadap kepuasan yang diperoleh dari pembeliannya tersebut. Oleh karena itu, harga yang ditawarkan
produsen harus sesuai dengan variabel–variabel produk yang dapat menjadi pertimbangan konsumen. Sangat penting bagi produsen untuk mempelajari harga jual
atau mutu dari setiap pesaingnya dan bagaimana tanggapan konssumen terhadap kualitas dan harga produknya.
Menurut Kassarjian dan Robertson 1968 karena harga produk meningkat, beberapa pembeli akan memutuskan utnuk membeli produk lain, dan pembeli yang
12 tetap membeli produk tersebut akan mengatur untuk membeli produk lebih sedikit
dari sebelumnya. Karena itu, telah menjadi asumsi bahwa harga digunakan hanya sebagai alat ukur dari biaya pembelian pengorbanan oleh pembeli. Lebih jauh,
diasumsikan bahwa pembeli sensitif terhadap harga sehingga mereka akan mencari pilihan harga yang lebih rendah.
Lebih lanjut Suhardjo 1989 menyatakan bahwa pengendalian harga pasaran bahan pangan yang disertai kelancaran distribusi pangan, biaya transport yang rendah
secara langsung dapat mempengaruhi harga hasil industri makanan serta pemilihan konsumen terhadap jenis makanan untuk keluarga sehari-hari.
G. ANALISIS EKONOMI
Analisis biaya merupakan suatu kegiatan meliputi identifikasi biaya, pengukuran, alokasi, dan pengendalian yang merupakan kegiatan penting dalam suatu
perusahaan. Prosedur analisis biaya menurut William di dalam Revinaldo 1992 dapat dibagi empat, yaitu memecah total biaya menurut fungsinya, semua biaya
diperkirakan digunakan untuk tujuan khusus: menghubungkan biaya dengan kapasitas perusahaan, jumlah bisnis atau kombinasi dari kedua elemen tersebut; menentukan
secara tepat sumber daya yang digunakan untuk melayani kegiatan dan mengidentifikasi biaya khusus yang bergabung dengan tiap sumber daya; dan
mengalokasikan biaya ke berbagai bentuk atau pelayanan sesuai dengan kewajibannya masing-masing.
Analisis biaya juga dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu produk bila dipasarkan dan dijual kepada konsumen dalam produksi skala industri atau skala yang
lebih kecil. Analisis yang diperlukan antara lain kebutuhan modal awal modal investasi, praoperasional, dan modal kerja, dan biaya produksi biaya tetap dan tidak
tetap berdasarkan asumsi–asumsi tertentu. Dalam akuntansi terdapat dua metode untuk menentukan harga pokok. Metode
pertama disebut Full Costing Method, yaitu semua unsur biaya dimasukkan dalam perhitungan harga pokok, dan metode kedua disebut Variable Costing Method, yaitu
biaya yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok hanyalah biaya variabel. Metode pertama digunakan untuk menentukan harga pokok produksi, sedangkan
13 metode kedua dipakai untuk menentukan efisiensi penggunaan sumber daya
Mulyadi, 1979. Harga pokok merupakan suatu hal yang penting. Produsen dalam menjalankan
produksinya perlu mempunyai gambaran tentang pengorbanan yang dilakukan agar mempunyai dasar dalam menawarkan produknya di pasar. Selain sebagai dasar
penentu harga jual, harga pokok ini dapat digunakan untuk memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh.
Schroeff 1973, mendefinisikan harga pokok sebagai gambaran kuantitatif bagi pengorbanan–pengorbanan yang bertujuan ekonomis rasional yang harus dilakukan
seorang produsen pada penukaran barang atau jasa yang ditawarkan di pasar. Selanjutnya dikatakan bahwa tujuan kalkulasi harga pokok adalah 1 sebagai dasar
penetapan harga jual, 2 untuk menetapkan besarnya laba yang akan diperoleh pada penukaran, dan 3 sebagai alat untuk menilai efisiensi proses produksi.
Soemarso di dalam Revinaldo 1992 menyatakan, bahwa penetapan harga pokok produk dapat dilakukan secara ex ante kalkulasi pendahuluan dan ex post
kalkulasi kemudian. Kalkulasi pendahuluan dilakukan apabila harga pokok akan digunakan sebagai dasar penetapan harga jual, sedangkan untuk tujuan penetapan
laba atau pengendalian biaya digunakan kalkulasi kemudian. Selanjutnya Simangunsong 1989 menyatakan, bahwa dalam menentukan
harga pokok, masing–masing biaya produksi ditentukan dengan cara: 1 penentuan biaya bahan baku ditaksir kuantitas bahan baku yang akan dipakai untuk setiap
satuan produk yang akan diproduksi, dan harga bahan baku yang berlaku di pasar, 2 ditentukan biaya tenaga kerja, dan 3 ditentukan biaya overhead.
Break Even Point merupakan suatu titik keseimbangan yang menggambarkan jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga
perusahaan tersebut tidak mengalami keuntungan atau kerugian, disebut juga titik impas
π = 0. Agar memperoleh keuntungan, perusahaan harus mampu memproduksi dan memasarkan produknya lebih dari nilai BEP Achtiaji, 2002.
Menurut Pramudya 1992, beberapa hal dalam pengambilan keputusan yang dapat memanfaatkan analisis titik impas, diantaranya penentuan volume produksi,
14 pemilihan dua alat atau mesin yang sejenis, dan pemilihan antara sewa atau beli suatu
alat atau mesin. Pramudya, 1992
15
III. BAHAN DAN
METODE
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan keripik nanas ini adalah buah nanas paon kebun dan nanas madu, garam dan minyak goreng. Bahan untuk
analisa produk adalah dietil eter, Pb-asetat, Na-fosfat 10, larutan Luff-Schoorl, aquades, larutan KI 30, asam sulfat 25, dan Na-tiosulfat 0.1N, indikator pati.
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan keripik nanas dengan penggorengan vakum ini adalah vacuum fryer, pisau, sealer, plastik dan talenan.
Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa adalah alat ekstraksi soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak, alat pemanas listrik, oven, timbangan analitik,
cawan porselen, desikator, penjepit cawan, labu ukur 100 ml, pipet, erlenmayer 250 ml, gelas ukur, kertas saring, buret, Minolta chromameter CR-310, dan Texture
analyzer .
B. METODE PENELITIAN
Secara garis besar, metodologi penelitian terdiri dari pemilihan buah nanas untuk bahan baku keripik, pembuatan keripik nanas, pembandingan dengan keripik nanas
komersil, dan pendekatan aspek konsumen untuk memperoleh informasi potensi penerimaan produk keripik nanas. Analisis yang dilakukan adalah analisis kadar air,
analisis kadar gula, analisis kadar lemak, analisis rendemen, analisis total asam tertitrasi, analisis kerenyahan, dan analisis warna. Skema metodologi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.
16 • Analisis fisiko kimia :
a. Analisis rendemen b. Analisis kadar air
c. Analisis kadar lemak d. Analisis kadar gula
e. Analisis kekerasan f. Analisis warna
Analisis kadar air Analisis kadar gula
Analisis total
asam tertitrasi 5 jenis nanas Palangka Raya
----------------Æ
2 jenis nanas terpilih
Pembuatan keripik nanas
-
--------------Æ
----------Æ
yang terpilih
Informasi potensi penerimaan produk keripik nanas
Gambar 1 . Diagram alir metodologi penelitian
2 jenis nanas terpilih
Keripik nanas Palangka Raya yang
terpilih Keripik nanas
Palangka Raya
Pembandingan dengan keripik nanas komersil
• Pendekatan aspek konsumen
a. Pembuatan dan pengujian kuesioner
b. Pemilihan tempat dan penentuan responden
c. Penyebaran kuesioner d. Wawancara :
- Rencana pemerintah
terhadap pengembangan buah
nanas
- daya beli konsumen
• Analisis harga pokok dan BEP
a. Penentuan harga pokok
b.
Penentuan BEP Break
17
1. Pemilihan Buah Nanas untuk Bahan Baku Keripik