29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PEMBUATAN VULKANISAT KARET SIKLO
Bahan baku awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks kebun yang kemudian diolah untuk menjadi lateks pekat, lateks deproteinasi
dan lateks depolimerisasi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan karet siklo.
Karet siklo dibuat dengan memodifikasi karet alam secara kimia melalui reaksi siklisasi. Siklisasi merupakan proses perubahan bentuk struktur rantai
molekul dari keadaan rantai lurus menjadi rantai siklik cincin. Siklisasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah siklisasi dengan bantuan katalis asam.
Asam yang digunakan adalah asam sulfat karena asam sulfat lebih murah dan mudah diperoleh. Kadar asam sulfat yang ditambahkan sebanyak 70.
Proses siklisasi berlangsung sebagai akibat dari adanya pemanasan campuran lateks dengan katalis asam sulfat teknis. Siklisasi menyebabkan
adanya perubahan bentuk struktur rantai molekul dari keadaan rantai lurus menjadi rantai siklik. Pemanasan dilakukan dengan cara memanaskan
campuran lateks-asam sulfat di atas pemanas hot plate dengan suhu pemanasan berkisar antara 100-105˚C.
Sebelum proses siklisasi perlu dilakukan penambahan surfaktan emulgen sebanyak 2 bsk. Penambahan surfaktan bertujuan untuk menghindari
terjadinya penggumpalan lateks yang disebabkan karena turunnya pH pada saat penambahan asam sulfat dimana turunnya pH menyebabkan gaya tolak-
menolak antar partikel karet menjadi terganggu sehingga menyebabkan lateks menggumpal.
Pada saat penambahan asam sulfat, lateks berubah warna dari putih susu menjadi ungu. Menurut Naunton 1961, reaksi siklisasi ditandai dengan
terbentuknya warna ungu pada campuran lateks-asam sulfat. Hal ini senada dengan yang disampaikan Alfa 2002 yang menyatakan bahwa perubahan
warna lateks dari semula putih susu menjadi ungu merupakan tanda berlangsungnya reaksi siklisasi.
30 Proses penambahan asam sulfat perlu dilakukan pada kondisi dengan
suhu yang rendah karena reaksi ini bersifat eksotermis sehingga pendinginan diperlukan untuk mencegah panas yang terlalu tinggi. Pencampuran antara
lateks pekat dengan asam sulfat mengakibatkan timbulnya banyak panas. Campuran selama berlangsungnya reaksi siklisasi perlu didinginkan untuk
mencegah terjadinya penggumpalan atau bahkan pengarangan charring. Penambahan asam sulfat dalam lateks adalah sebesar 70 dalam
dispersi karena jika kadar kurang dari 70 maka proses siklisasi tidak dapat berjalan meskipun suhu pemanasan 100˚C. Campuran lateks-asam sulfat
dipanaskan di atas pemanas hot plate dengan kisaran suhu 100-105˚C. Digunakan hot plate agar suhu pemanasan dapat dipertahankan pada kisaran
suhu yang diinginkan. Pada saat pencampuran lateks-asam sulfat akan terbentuk warna ungu muda dan saat dipanaskan warna ungu muda berubah
menjadi ungu pekat. Proses pemanasan bertujuan agar karbokation yang terbentuk akibat penambahan katalis asam sulfat dapat bereaksi dengan ikatan
rangkap pada poliisopren lainnya membentuk polisiklik. Lama pemanasan campuran lateks pekat-asam sulfat adalah 2,5 jam
dengan suhu 100-105˚C, untuk campuran lateks deproteinasi-asam sulfat waktu pemanasan yang diperlukan lebih sedikit yaitu hanya 1,5 jam
sedangkan untuk campuran lateks depolimerisasi-asam sulfat, lama pemanasan sama dengan lama pemanasan campuran lateks pekat-asam sulfat
yaitu 2 jam. Proses pemanasan campuran lateks DPNR-asam sulfat lebih pendek waktunya disebabkan oleh jumlah protein dalam lateks DPNR lebih
sedikit dibandingkan dengan jenis lateks lainnya sehingga proses siklisasi dapat berjalan lebih cepat. Menurut Janssen 1956, protein dalam karet alam
juga dapat menghambat reaksi siklisasi, sehingga untuk mendapat hasil yang memuaskan sebaiknya digunakan karet yang kandungan proteinnya rendah.
Pemanasan dihentikan bila karet siklo sudah matang yaitu dengan tanda warna dispersi karet siklo adalah ungu pekat. Selain itu juga dilakukan
pengujian menggunakan air di mana sedikit karet siklo diteteskan dalam air akan mengalami pemisahan antara serum dengan dispersi siklo. Serum yang
31 terbentuk berwarna bening. Kepekatan menunjukkan banyaknya kandungan
asam dalam serum. Proses selanjutnya adalah proses pencucian menggunakan air hangat
dengan perbandingan campuran lateks-asam sulfat dengan air adalah 1:5 karena air hangat dapat lebih mempercepat proses pemisahan serum dengan
dispersi siklo. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali untuk meminimalkan kadar asam sulfat dalam dispersi siklo.
Penetralan siklo dilakukan dengan menambahkan amonia 25 ke dalam dispersi siklo sehingga didapatkan siklo dengan pH antara 6-7. Banyaknya
amonia yang digunakan tergantung tingkat keasaman dipersi siklo, semakin asam dispersi siklo maka akan semakin banyak pula amonia yang diperlukan.
Setelah dispersi siklo netral, maka dilakukan pencucian sekali lagi untuk menghilangkan amonia yang terdapat dalam dispersi tersebut. Proses
pengeringan siklo menggunakan oven dengan suhu 70˚C selama 6-12 jam atau sampai kering. Karet siklo yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Karet Siklo dari Berbagai Jenis Lateks Rendemen karet siklo menunjukkan jumlah karet siklo yang dihasilkan
dengan perbandingan jumlah karet kering yang terdapat dalam lateks.
32
87,34 91,24
97,92
10,00 20,00
30,00 40,00
50,00 60,00
70,00 80,00
90,00 100,00
R e
nde m
e n
Pekat DPNR
Depolimerisasi
Je nis Late k s
Gambar 9. Histogram Rendemen Karet Siklo dari Beberapa Jenis Lateks Rendemen karet siklo yang dihasilkan berkisar antara antara 87,34-
97,02. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan oleh Goonetillake et.al 1999 dan Ulpah 2005 yang hanya dapat
menghasilkan rendemen sekitar 60-90 atas dasar bobot karet kering mula- mula.
Adanya perbedaan rendemen yang didapat disebabkan oleh cara pencucian dispersi siklo yang dilakukan dengan mengalirkan serum dari
bagian bawah wadah yang telah dilubangi yang memungkinkan ikut terbuangnya siklo. Selain itu proses penyaringan dispersi siklo juga dapat
membuat adanya perbedaan perolehan rendemem, penyaringan dilakukan menggunakan saringan biasa yang saat pemindahan siklo tersaring ke dalam
loyang terjadi pengurangan jumlah siklo. Pengujian tingkat kelarutan karet siklo dalam pelarut karet dilakukan
untuk mengetahui berapa persen karet siklo dapat larut dalam pelarut karet. Pelarut yang digunakan adalah toluen karena toluen mudah didapat dan
murah. Prinsip pengukuran kelarutan yang dilakukan adalah dengan membuat larutan siklo sampai tingkat kejenuhannya atau secara visual sampai larutan
tersebut mengejel. Hasil kelarutan siklo dapat dilihat pada Gambar 10.
33
9,7 7,85
10
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
K e
la r
u ta
n
Pekat DPNR
Depolimerisasi
Jenis Siklo
Gambar 10. Histogram Tingkat Kelarutan Karet Siklo Hasil pengujian menunjukkan bahwa karet siklo yang dihasilkan
memiliki tingkat kelarutan dalam pelarut sebesar 7,85-10 saja. Nilai tersebut dirasa kurang karena biasanya tingkat kelarutan siklo sampai 30.
Karet siklo dengan bahan baku lateks DPNR memiliki nilai tingkat kelarutan yang paling kecil yaitu hanya 7,85 , karet siklo dengan baku lateks pekat
mampu larut dalam pelarut sampai 9,7 sedangkan lateks depolimerisasi sebagai bahan baku karet siklo memiliki tingkat kelarutan yang paling tinggi
yaitu sebesar 10. Karet siklo yang sukar larut dapat disebabkan karena reaksi siklisasi yang terjadi tidak terkontrol atau tidak sebagaimana mestinya
sehingga rantai siklik yang terbentuk acak atau terjadi ikatan silang antar rantai molekul. Pada saat dilarutkan kemungkinan rantai siklik yang acak atau
ikatan silang yang terbentuk tersebut sukar atau bahkan tidak dapat melepaskan ikatannya sehingga karet siklo yang terlarut sedikit sekali atau
bahkan tidak larut sama sekali. Analisa spektroskopi infra merah dilakukan untuk mengetahui dan
menentukan gugus penyusun dalam karet. Metode spektroskopi infra merah ini didasarkan pada penyerapan sinar inframerah oleh molekul senyawa.
Karena panjang gelombang infra merah lebih pendek daripada sinar tampak maupun sinar ultra violet UV, maka energi infra merah tidak dapat
mentransmisikan elektron, tetapi hanya menyebabkan molekul bergetar,
34 karena atom-atom di dalam suatu molekul tidak diam melainkan
bervibrasibergetar. Penyerapan radiasi infra merah ini menyebabkan perubahan tingkat vibrasi. Pada pengujian FTIR, serbuk siklo yang dioleskan
pada plat KBr bukan larutan siklo. Hasil spektroskopi lateks kebun dan karet siklo dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil analisis spektroskopi pada lateks kebun tersebut memperlihatkan adanya puncak yang khas pada lateks kebun, yaitu di 2961 cm
-1
, 2854 cm
-1
, 1449 cm
-1
, 1376 cm
-1
dan 836 cm
-1
. Puncak 2961 cm
-1
dan 2854 cm
-1
terlihat sangat kuat dan menunjukkan adanya gugus C-H, yaitu CH
3
dan CH
2
. Sedangkan pada 1449 cm
-1
dan 1376 cm
-1
memperlihatkan puncak yang sangat tajam yang menunjukkan adanya gugus C=C. Puncak yang tajam pada
836 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-C. Hal ini berarti dalam latekskaret tersebut yang paling dominan adalah gugus C-H, C=C dan C-C.
Hasil analisis FTIR ,menunjukkan bahwa spektrum infra merah semua sampel karet siklo relatif sama karena memperlihatkan adanya puncak yang
khas pada karet siklo yaitu di daerah sekitar 880 cm
-1
. Puncak yang dihasilkan lebih pendek dibandingkan dengan puncak sebelumnya sehingga dapat
disimpulkan bahwa ikatan rangkap pada karet telah berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa proses siklisasi telah terjadi pada lateks pekat, lateks
deproteinasi dan lateks depolimerisasi. Menurut Goonetileke et al.,1993, semakin rumit struktur suatu
molekul akan semakin banyak bentuk vibrasi yang mungkin terjadi, sehingga akan semakin banyak pita-pita absorbsi yang dihasilkan pada spektrum infra
merah. Bila hasil penelitian tidak muncul spektrum ciri khas sesuai berarti sampel yang terbentuk bukan karet siklo tetapi masih karet alam atau karet
pekat, karet DPNR dan karet depolimerisasi. Selain itu, bila dari hasil spektrum muncul puncak yang asing tetapi masih menunjukkan ciri khas
sebagai karet alam atau karet siklo, kemungkinan puncak tersebut adalah pengotor yang berasal dari pelarut atau bahan kimia yang digunakan.
Karet siklo yang dihasilkan kemudian dicampur dengan krep karet alam untuk dijadikan masterbat siklo dengan perbandingan 30:70. Masterbat siklo
ditambah dengan bahan-bahan kimia kompon dengan metode ASTM IA yaitu
35 formula yang tidak menggunakan bahan pengisi dan ASTM IIA formula yang
menggunakan bahan pengisi kemudian di vulkanisasi sesuai dengan waktu vulkanisasi optimumnya sehingga menghasilkan vulkanisat yang nantinya
akan diuji untuk mengetahui sifat fisika vulkanisat karet siklo. ASTM IA digunakan untuk mengetahui sifat karet yang terdapat dalam vulkanisat
sedangkan ASTM IIA untuk mengetahui sifat vulkanisat karet siklo bila diaplikasikan sebagai barang jadi karet.
B. KARAKTERISTIK VULKANISAT KARET SIKLO