Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Beberapa Jenis Karet Siklo

(1)

PERBANDINGAN SIFAT VULKANISAT

DARI BEBERAPA JENIS KARET SIKLO

Oleh :

Cicilia Bingar Kusumastuti

F34102067

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Cicilia Bingar Kusumastuti. F34102067. Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Berbagai Jenis Karet Siklo. Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Ary Achyar Alfa. 2007.

RINGKASAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan karet terluas di dunia. Sebagian besar karet alam diekspor dalam bentuk bahan mentah, karena industri barang-barang jadi dari karet dalam negeri belum berkembang dengan baik. Pada tahun 2005, Indonesia dapat mengekspor 2,025 juta ton karet dari total produksi sebesar 2,271 juta ton. Karet yang diperdagangkan berupa karet konvensional dan karet spesifik teknis serta dalam bentuk cairan yang disebut lateks (Badan Pusat Statistik, 2005).

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kelemahan karet alam antara lain dengan memodifikasi atau mendegradasi struktur karet alam sehingga diperoleh karet alam dengan bobot molekul yang lebih rendah dan mengurangi jumlah protein yang terdapat di dalam karet. Salah satu cara memodifikasi karet alam secara kimia adalah melalui proses depolimerisasi dan deproteinasi (Deproteinized Natural Rubber).

Modifikasi selain dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat karet, dapat juga menghasilkan suatu produk baru. Modifikasi untuk menghasilkan produk baru adalah dengan proses siklisasi. Karet siklo dapat dihasilkan dari berbagai jenis bahan baku lateks antara lain lateks pekat, lateks depolimerisasi dan lateks deproteinasi (DPNR).

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan perbandingan karakteristik vulkanisat dari berbagai karet siklo yang dihasilkan dan mendapatkan perbandingan biaya produksi karet siklo dari lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi.

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pengadaan lateks kebun, pengolahan lateks kebun menjadi lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi, pembuatan karet siklo, karakteristik vulkanisat karet siklo dan analisis biaya produksi.

Rendemen karet siklo menunjukkan jumlah karet siklo yang dihasilkan dengan perbandingan jumlah karet kering yang terdapat dalam lateks. Rendemen karet siklo yang dihasilkan berkisar antara antara 87,34-97,02%. Untuk tingkat kelarutan hasil pengujian menunjukkan bahwa karet siklo yang dihasilkan memiliki tingkat kelarutan dalam pelarut sebesar 7,85%-10%.

Karet siklo yang diperoleh kemudian divulkanisasi dengan metode ASTM IA yaitu formula yang tidak menggunakan bahan pengisi dan ASTM IIA formula yang menggunakan bahan pengisi. Vulkanisat karet siklo tersebut diuji sifat fisikanya yang meliputi kekerasan, tegangan putus, modulus 300 persen, perpanjangan putus, ketahanan sobek, bobot jenis, ketahanan kikis, perpanjangan tetap 50 persen dan ketahanan retak lentur. Vulkanisat yang dihasilkan selain dibandingkan dengan kontrol juga dibandingkan dengan SNI sol karet.

Nilai kekerasan karet siklo yang didapat berkisar antara 52,5-55 untuk metode ASTM IA dengan nilai kekerasan kontrol 37. Nilai kekerasan karet siklo yang menggunakan metode ASTM IIA berkisar antara 79-87,5 dengan nilai


(3)

kekerasan kontrol sebesar 55. Nilai rata-rata tegangan putus tertinggi adalah pada karet siklo dengan bahan baku lateks depolimerisasi baik untuk metode ASTM IA maupun ASTM IIA dengan besar masing-masing adalah 4,35 N/mm2 dan 6,9 N/mm2. Dari hasil pengujian, hanya vulkanisat kontrol (ASTM IA dan ASTM IIA) dan karet siklo dari lateks depolimerisasi dengan metode ASTM IA yang nilai modulus 300 persennya dapat tercapai sedangkan yang lainnya tidak tercapai. Nilai rata-rata perpanjangan putus vulkanisat yang diperoleh berkisar antara 210-670% untuk metode ASTM IA dan 110-560% untuk metode ASTM IIA. Nilai rata-rata ketahanan sobek vulkanisat kontrol, karet siklo lateks pekat, lateks DPNR dan lateks depolimerisasi berturut-turut untuk metode ASTM IA adalah 2,1 N/mm2, 2,55 N/mm2, 2.4 N/mm2 dan 2,45 N/mm2, sedangkan untuk metode ASTM IIA masing-masing bernilai 9,2 N/mm2, 5,2 N/mm2, 5,1 N/mm2 dan 5,25 N/mm2. Nilai rata-rata bobot jenis yang diperoleh berkisar antara 0,9665 g/cm3 sampai 1,1275 g/cm3. Nilai rata-rata ketahanan kikis vulkanisat kontrol, karet siklo lateks pekat, lateks DPNR dan lateks depolimerisasi berturut-turut untuk metode ASTM IA adalah 373,2 mm3, 178,9 mm3, 250,75 mm3 dan 330,5 mm3, sedangkan untuk metode ASTM IIA masing-masing bernilai 232,22 mm3, 211,8 mm3, 122,5 mm3 dan 139,05 mm3. Nilai rata-rata ketahanan kikis yang diperoleh dalam hasil penelitian ini lebih rendah daripada nilai rata-rata ketahanan kikis kontrol. Nilai rata-rata perpanjangan tetap 50 persen berkisar antara 0-5,8%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua vulkanisat yang menggunakan metode ASTM IA mempunyai nilai ketahanan retak lentur diatas 150 Kcs, sedangkan untuk metode ASTM IIA nilai ketahanan retak lenturnya berkisar antara 10-35 Kcs.

Karet siklo dengan bahan baku lateks deproteinasi mempunyai biaya produksi yaitu Rp. 18.836,26 per kg-nya, karet siklo dengan bahan baku lateks depolimerisasi mempunyai biaya produksi sebesar Rp. 17.345,30 per kg-nya dan karet siklo dengan bahan baku lateks pekat mempunyai biaya produksi sebesar Rp. 16.096,80 per kg-nya. Harga jual karet siklo dihitung dengan membagi biaya produksi karet siklo dengan rendemen sehingga harga jual karet siklo dari lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi masing-masing sebesar Rp. 30.716,74 per kg, Rp. 34.407,90 per kg dan Rp. 29.522,91 per kg.


(4)

Cicilia Bingar Kusumastuti. F34102067. The Comparison of Vulcanizatee Properties from Cyclised Rubbers Variety. Supervised by Ade Iskandar and Ary Achyar Alfa. 2007.

SUMMARY

Indonesia is one of country that has the largest rubber plantation in the world. The greater parts of natural rubber are exported as raw materials because natural rubber industry was been not developed greatly yet in Indonesia. At year 2005, Indonesia exported 2,025 millions ton natural rubber from total production 2,271 millions ton. Commercialized rubber consists of conventional rubber, technical specific rubber and in the form of liquid or latex. (Badan Pusat Statistik, 2005)

The way to improve natural rubber weakness is by modify or degrade natural rubber structures to get natural rubber with low molecular weight and reduced protein of natural rubber. One of way to modify natural rubber chemicaly is by depolymerization and deproteination.

Modification processes not only improve rubber properties but also produce new product. Modification to produce new product is do by cyclisation process. Cyclised natural rubber is produced from some latex variety for the example is cream latex, depolymerization latex and deproteination latex.

The aims of this research are compare vulcanizate properties from cyclised rubber variety were produce and compare production cost of cyclised rubber from cream latex, depolymerization latex and deproteination latex.

The research was conducted in some phase there are natural latex stock, processing natural latex to become cream latex, depolymerization latex and deproteination latex, manufacturing cyclised rubber, characteristiction cyclised rubber vulcanizate and analysis production cost.

Cyclised rubber yield is cyclised rubber number that produced in comparison with dry rubber in latex. Cyclised rubber yield was produced in the amount of 87,34-97,02%. Cyclised rubber have 7,85%-10% solubilityin toluene.

Cyclised rubber was vulcanized using ASTM IA and ASTM IIA method. ASTM IA method which is formula not use filler and ASTM IIA method which formula use filler. Cyclised rubber vulcanizate are thr physical properties of parametric test such as hardness, tensile strength, modulus 300 percent, elongation at break, tear strength, specific gravity, abrasion resistance, permanent set 50 percent and flexing resistance. Vulcanizate which was produced was compare with control vulcanizate.

Hardness value was in the amount of 52,5-55 using ASTM IA method with control value in the amount of 37. By using ASTM IIA method, hardness value was in the amount of 79-87,5 with control value is 55. The highest average tensile strength was produced by cyclised rubber which using depolimerization latex as the raw material. The average tensile strength was in the amount of 4,35 N/mm2 and 6,9 N/mm2. Research result shown control (ASTM IA and ASTM IIA) and depolymerization cyclised rubber ASTM IA method vulcanizate only can reach modulus 300 percent but the other cannot. Mean value for elongation at break of vulcanizate is 210-670% for ASTM IA method and 110-560% for ASTM IIA method.


(5)

The average tear strength value for vulcanizate control, cream latex cyclised rubber, deproteination latex cyclised rubber and depolymerization latex cyclised rubber with ASTM IA method are 2,1 N/mm2, 2,55 N/mm2, 2.4 N/mm2 and 2,45 N/mm2. For ASTM IIA method the value are 9,2 N/mm2, 5,2 N/mm2, 5,1 N/mm2 and 5,25 N/mm2. The average of density value between 0,9665 g/cm3 and 1,1275 g/cm3.

The average abrasion resistance value for vulcanizate control, cream latex cyclised rubber, deproteination latex cyclised rubber and depolymerization latex cyclised rubber with ASTM IA method are 373,2 mm3, 178,9 mm3, 250,75 mm3 and 330,5 mm3. For ASTM IIA method the value are 232,22 mm3, 211,8 mm3, 122,5 mm3 and 139,05 mm3. The results of abrasion resistance value in this research less that the average abrasion resistance of control vulcanizate. The average permanent set 50 percent value between 0-5,8%.

Test result showed all of vulcanizate which use ASTM IA method have flexing resistance value is upper 150 Kcs, in the same time for ASTM IIA method the flexing resistance value showed between 10-35 Kcs.

Cyclised rubber from deproteination latex has production cost Rp. 18.836,26/kg, Cyclised rubber from depolymerization latex has production cost Rp. 17.345,30/kg and cyclised rubber from cream latex has production cost Rp. 16.096,80 /kg. Selling price for cyclised rubber is divide production cost with cyclised rubber yield. So selling price cyclised rubber, which comes from cream latex, deproteination latex and depolymerization latex, are Rp. 30.716,74 per kg, Rp. 34.407,90 per kg and Rp. 29.522,91 per kg.


(6)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PERBANDINGAN SIFAT VULKANISAT

DARI BEBERAPA JENIS KARET SIKLO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Cicilia Bingar Kusumastuti F34102067

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Beberapa Jenis Karet Siklo” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing, dan kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Januari 2007 Yang membuat pernyataan

Cicilia Bingar Kusumastuti F34102067


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 6 Mei 1984, anak kedua dari dua bersaudara dari ayah bernama Soetrisno dan Ibu Patricia Tuti Hartini. Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Santa Theresia Semarang pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 6 Semarang dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Semarang hingga lulus tahun 2002.

Pada tahun yang sama, penulis kemudian menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Juli-Agustus 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT. DUA KELINCI, Pati dan menyelesaikan laporan Praktek Lapangan dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Dan Pengemasan Di PT. DUA KELINCI, Pati”

Penulis melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor dan menyusun skripsi dengan judul “Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Beberapa Jenis Karet Siklo”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Beberapa Jenis Karet Siklo”. Penulisan ini dilakukan berdasarkan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor selama sepuluh bulan terhitung dari bulan Februari 2006 sampai dengan November 2006. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Ade Iskandar, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

2. Ir. Ary Achyar Alfa, Msi selaku pembimbing selama di Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ono Suparno, STP, MT, Ph.D selaku penguji yang telah memberikan masukan, arahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan kakak serta seluruh keluarga atas segala dukungan, kesabaran, doa dan pengorbanan yang tiada hentinya untuk penulis.

Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini sebaik mungkin, namun kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Februari 2007


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas anugerah luar biasa yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan hasil yang sangat memuaskan.

Semua ini takkan pernah terjadi tanpa dukungan, kasih sayang, dorongan spiritual dan material, cinta serta doa yang tak henti-hentinya dari orang yang paling penulis sayangi di dunia ini yaitu kedua orang tua penulis. Beribu-ribu rasa terima kasih penulis ucapkan kepada mama dan papa atas semua yang telah diberikan kepada penulis. Tak lupa juga untuk kakak tersayang, terima kasih untuk kasih sayang dan perhatian yang sudah dicurahkan untuk penulis.

Untuk sahabat-sahabat penulis “Yuli, Evi, Kurnia dan Desi”. “Terima kasih Sahabat untuk semua hal yang tidak akan pernah terlupakan, perhatian dan bantuan yang begitu besar yang sudah kau berikan untuk sahabatmu ini”. Untuk semua teman-teman penulis di TIN 39 “Fariz, Yannita, Makki, Arin, Anastia, Maria Ulfah, Arban, Hera, Rian, Harti, Diah, Eva, Fifi, Vina, Asep, Irfan dan semua teman-teman yang lain yang tidak mungkin penulis ucapkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan yang begitu indah, kenangan itu takkan pernah hilang dari ingatan.

Untuk teman-teman di Wisma Blobo “Endang, Yanti, Dian, Yanti ‘Agung’, Deia, Diah dan semuanya, terima kasih untuk hari-hari penuh canda di Blobo, empat tahun di Blobo tidak pernah membosankan karena ada kalian semua yang selalu membuat Blobo penuh warna.

Untuk Nuri, Kiki dan Popy, terima kasih karena kalian selalu menemani hari-hari penulis di Semarang, terima kasih untuk persahabatan luar biasa yang sudah lebih dari 20 tahun kita jalani bersama. Untuk Yudha Putra, terima kasih karena tidak pernah bosan mendengarkan keluhan dan cerita penulis, terima kasih atas nasehat, perhatian dan kasih sayang yang untuk penulis.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih untuk seluruh peneliti dan pegawai Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Pak Dadang, Pak Yoharmus, Pak Sinurat, Pak Bambang, Pak Henry, Pak Arif, Pak Irfan dan Pak Adi. Mbak Desi, mbak Woro, mbak Trie, Syarief, Ijal, Pak Ridwan, Pak Aos,


(11)

PERBANDINGAN SIFAT VULKANISAT

DARI BEBERAPA JENIS KARET SIKLO

Oleh :

Cicilia Bingar Kusumastuti

F34102067

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Cicilia Bingar Kusumastuti. F34102067. Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Berbagai Jenis Karet Siklo. Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Ary Achyar Alfa. 2007.

RINGKASAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan karet terluas di dunia. Sebagian besar karet alam diekspor dalam bentuk bahan mentah, karena industri barang-barang jadi dari karet dalam negeri belum berkembang dengan baik. Pada tahun 2005, Indonesia dapat mengekspor 2,025 juta ton karet dari total produksi sebesar 2,271 juta ton. Karet yang diperdagangkan berupa karet konvensional dan karet spesifik teknis serta dalam bentuk cairan yang disebut lateks (Badan Pusat Statistik, 2005).

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kelemahan karet alam antara lain dengan memodifikasi atau mendegradasi struktur karet alam sehingga diperoleh karet alam dengan bobot molekul yang lebih rendah dan mengurangi jumlah protein yang terdapat di dalam karet. Salah satu cara memodifikasi karet alam secara kimia adalah melalui proses depolimerisasi dan deproteinasi (Deproteinized Natural Rubber).

Modifikasi selain dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat karet, dapat juga menghasilkan suatu produk baru. Modifikasi untuk menghasilkan produk baru adalah dengan proses siklisasi. Karet siklo dapat dihasilkan dari berbagai jenis bahan baku lateks antara lain lateks pekat, lateks depolimerisasi dan lateks deproteinasi (DPNR).

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan perbandingan karakteristik vulkanisat dari berbagai karet siklo yang dihasilkan dan mendapatkan perbandingan biaya produksi karet siklo dari lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi.

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pengadaan lateks kebun, pengolahan lateks kebun menjadi lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi, pembuatan karet siklo, karakteristik vulkanisat karet siklo dan analisis biaya produksi.

Rendemen karet siklo menunjukkan jumlah karet siklo yang dihasilkan dengan perbandingan jumlah karet kering yang terdapat dalam lateks. Rendemen karet siklo yang dihasilkan berkisar antara antara 87,34-97,02%. Untuk tingkat kelarutan hasil pengujian menunjukkan bahwa karet siklo yang dihasilkan memiliki tingkat kelarutan dalam pelarut sebesar 7,85%-10%.

Karet siklo yang diperoleh kemudian divulkanisasi dengan metode ASTM IA yaitu formula yang tidak menggunakan bahan pengisi dan ASTM IIA formula yang menggunakan bahan pengisi. Vulkanisat karet siklo tersebut diuji sifat fisikanya yang meliputi kekerasan, tegangan putus, modulus 300 persen, perpanjangan putus, ketahanan sobek, bobot jenis, ketahanan kikis, perpanjangan tetap 50 persen dan ketahanan retak lentur. Vulkanisat yang dihasilkan selain dibandingkan dengan kontrol juga dibandingkan dengan SNI sol karet.

Nilai kekerasan karet siklo yang didapat berkisar antara 52,5-55 untuk metode ASTM IA dengan nilai kekerasan kontrol 37. Nilai kekerasan karet siklo yang menggunakan metode ASTM IIA berkisar antara 79-87,5 dengan nilai


(13)

kekerasan kontrol sebesar 55. Nilai rata-rata tegangan putus tertinggi adalah pada karet siklo dengan bahan baku lateks depolimerisasi baik untuk metode ASTM IA maupun ASTM IIA dengan besar masing-masing adalah 4,35 N/mm2 dan 6,9 N/mm2. Dari hasil pengujian, hanya vulkanisat kontrol (ASTM IA dan ASTM IIA) dan karet siklo dari lateks depolimerisasi dengan metode ASTM IA yang nilai modulus 300 persennya dapat tercapai sedangkan yang lainnya tidak tercapai. Nilai rata-rata perpanjangan putus vulkanisat yang diperoleh berkisar antara 210-670% untuk metode ASTM IA dan 110-560% untuk metode ASTM IIA. Nilai rata-rata ketahanan sobek vulkanisat kontrol, karet siklo lateks pekat, lateks DPNR dan lateks depolimerisasi berturut-turut untuk metode ASTM IA adalah 2,1 N/mm2, 2,55 N/mm2, 2.4 N/mm2 dan 2,45 N/mm2, sedangkan untuk metode ASTM IIA masing-masing bernilai 9,2 N/mm2, 5,2 N/mm2, 5,1 N/mm2 dan 5,25 N/mm2. Nilai rata-rata bobot jenis yang diperoleh berkisar antara 0,9665 g/cm3 sampai 1,1275 g/cm3. Nilai rata-rata ketahanan kikis vulkanisat kontrol, karet siklo lateks pekat, lateks DPNR dan lateks depolimerisasi berturut-turut untuk metode ASTM IA adalah 373,2 mm3, 178,9 mm3, 250,75 mm3 dan 330,5 mm3, sedangkan untuk metode ASTM IIA masing-masing bernilai 232,22 mm3, 211,8 mm3, 122,5 mm3 dan 139,05 mm3. Nilai rata-rata ketahanan kikis yang diperoleh dalam hasil penelitian ini lebih rendah daripada nilai rata-rata ketahanan kikis kontrol. Nilai rata-rata perpanjangan tetap 50 persen berkisar antara 0-5,8%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua vulkanisat yang menggunakan metode ASTM IA mempunyai nilai ketahanan retak lentur diatas 150 Kcs, sedangkan untuk metode ASTM IIA nilai ketahanan retak lenturnya berkisar antara 10-35 Kcs.

Karet siklo dengan bahan baku lateks deproteinasi mempunyai biaya produksi yaitu Rp. 18.836,26 per kg-nya, karet siklo dengan bahan baku lateks depolimerisasi mempunyai biaya produksi sebesar Rp. 17.345,30 per kg-nya dan karet siklo dengan bahan baku lateks pekat mempunyai biaya produksi sebesar Rp. 16.096,80 per kg-nya. Harga jual karet siklo dihitung dengan membagi biaya produksi karet siklo dengan rendemen sehingga harga jual karet siklo dari lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi masing-masing sebesar Rp. 30.716,74 per kg, Rp. 34.407,90 per kg dan Rp. 29.522,91 per kg.


(14)

Cicilia Bingar Kusumastuti. F34102067. The Comparison of Vulcanizatee Properties from Cyclised Rubbers Variety. Supervised by Ade Iskandar and Ary Achyar Alfa. 2007.

SUMMARY

Indonesia is one of country that has the largest rubber plantation in the world. The greater parts of natural rubber are exported as raw materials because natural rubber industry was been not developed greatly yet in Indonesia. At year 2005, Indonesia exported 2,025 millions ton natural rubber from total production 2,271 millions ton. Commercialized rubber consists of conventional rubber, technical specific rubber and in the form of liquid or latex. (Badan Pusat Statistik, 2005)

The way to improve natural rubber weakness is by modify or degrade natural rubber structures to get natural rubber with low molecular weight and reduced protein of natural rubber. One of way to modify natural rubber chemicaly is by depolymerization and deproteination.

Modification processes not only improve rubber properties but also produce new product. Modification to produce new product is do by cyclisation process. Cyclised natural rubber is produced from some latex variety for the example is cream latex, depolymerization latex and deproteination latex.

The aims of this research are compare vulcanizate properties from cyclised rubber variety were produce and compare production cost of cyclised rubber from cream latex, depolymerization latex and deproteination latex.

The research was conducted in some phase there are natural latex stock, processing natural latex to become cream latex, depolymerization latex and deproteination latex, manufacturing cyclised rubber, characteristiction cyclised rubber vulcanizate and analysis production cost.

Cyclised rubber yield is cyclised rubber number that produced in comparison with dry rubber in latex. Cyclised rubber yield was produced in the amount of 87,34-97,02%. Cyclised rubber have 7,85%-10% solubilityin toluene.

Cyclised rubber was vulcanized using ASTM IA and ASTM IIA method. ASTM IA method which is formula not use filler and ASTM IIA method which formula use filler. Cyclised rubber vulcanizate are thr physical properties of parametric test such as hardness, tensile strength, modulus 300 percent, elongation at break, tear strength, specific gravity, abrasion resistance, permanent set 50 percent and flexing resistance. Vulcanizate which was produced was compare with control vulcanizate.

Hardness value was in the amount of 52,5-55 using ASTM IA method with control value in the amount of 37. By using ASTM IIA method, hardness value was in the amount of 79-87,5 with control value is 55. The highest average tensile strength was produced by cyclised rubber which using depolimerization latex as the raw material. The average tensile strength was in the amount of 4,35 N/mm2 and 6,9 N/mm2. Research result shown control (ASTM IA and ASTM IIA) and depolymerization cyclised rubber ASTM IA method vulcanizate only can reach modulus 300 percent but the other cannot. Mean value for elongation at break of vulcanizate is 210-670% for ASTM IA method and 110-560% for ASTM IIA method.


(15)

The average tear strength value for vulcanizate control, cream latex cyclised rubber, deproteination latex cyclised rubber and depolymerization latex cyclised rubber with ASTM IA method are 2,1 N/mm2, 2,55 N/mm2, 2.4 N/mm2 and 2,45 N/mm2. For ASTM IIA method the value are 9,2 N/mm2, 5,2 N/mm2, 5,1 N/mm2 and 5,25 N/mm2. The average of density value between 0,9665 g/cm3 and 1,1275 g/cm3.

The average abrasion resistance value for vulcanizate control, cream latex cyclised rubber, deproteination latex cyclised rubber and depolymerization latex cyclised rubber with ASTM IA method are 373,2 mm3, 178,9 mm3, 250,75 mm3 and 330,5 mm3. For ASTM IIA method the value are 232,22 mm3, 211,8 mm3, 122,5 mm3 and 139,05 mm3. The results of abrasion resistance value in this research less that the average abrasion resistance of control vulcanizate. The average permanent set 50 percent value between 0-5,8%.

Test result showed all of vulcanizate which use ASTM IA method have flexing resistance value is upper 150 Kcs, in the same time for ASTM IIA method the flexing resistance value showed between 10-35 Kcs.

Cyclised rubber from deproteination latex has production cost Rp. 18.836,26/kg, Cyclised rubber from depolymerization latex has production cost Rp. 17.345,30/kg and cyclised rubber from cream latex has production cost Rp. 16.096,80 /kg. Selling price for cyclised rubber is divide production cost with cyclised rubber yield. So selling price cyclised rubber, which comes from cream latex, deproteination latex and depolymerization latex, are Rp. 30.716,74 per kg, Rp. 34.407,90 per kg and Rp. 29.522,91 per kg.


(16)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PERBANDINGAN SIFAT VULKANISAT

DARI BEBERAPA JENIS KARET SIKLO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Cicilia Bingar Kusumastuti F34102067

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(17)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Beberapa Jenis Karet Siklo” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing, dan kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Januari 2007 Yang membuat pernyataan

Cicilia Bingar Kusumastuti F34102067


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 6 Mei 1984, anak kedua dari dua bersaudara dari ayah bernama Soetrisno dan Ibu Patricia Tuti Hartini. Penulis menamatkan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Santa Theresia Semarang pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 6 Semarang dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Semarang hingga lulus tahun 2002.

Pada tahun yang sama, penulis kemudian menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan Juli-Agustus 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di PT. DUA KELINCI, Pati dan menyelesaikan laporan Praktek Lapangan dengan judul “Mempelajari Teknologi Proses Dan Pengemasan Di PT. DUA KELINCI, Pati”

Penulis melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor dan menyusun skripsi dengan judul “Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Beberapa Jenis Karet Siklo”, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbandingan Sifat Vulkanisat Dari Beberapa Jenis Karet Siklo”. Penulisan ini dilakukan berdasarkan penelitian di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor selama sepuluh bulan terhitung dari bulan Februari 2006 sampai dengan November 2006. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Ade Iskandar, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

2. Ir. Ary Achyar Alfa, Msi selaku pembimbing selama di Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ono Suparno, STP, MT, Ph.D selaku penguji yang telah memberikan masukan, arahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan kakak serta seluruh keluarga atas segala dukungan, kesabaran, doa dan pengorbanan yang tiada hentinya untuk penulis.

Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini sebaik mungkin, namun kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, Februari 2007


(20)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas anugerah luar biasa yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan hasil yang sangat memuaskan.

Semua ini takkan pernah terjadi tanpa dukungan, kasih sayang, dorongan spiritual dan material, cinta serta doa yang tak henti-hentinya dari orang yang paling penulis sayangi di dunia ini yaitu kedua orang tua penulis. Beribu-ribu rasa terima kasih penulis ucapkan kepada mama dan papa atas semua yang telah diberikan kepada penulis. Tak lupa juga untuk kakak tersayang, terima kasih untuk kasih sayang dan perhatian yang sudah dicurahkan untuk penulis.

Untuk sahabat-sahabat penulis “Yuli, Evi, Kurnia dan Desi”. “Terima kasih Sahabat untuk semua hal yang tidak akan pernah terlupakan, perhatian dan bantuan yang begitu besar yang sudah kau berikan untuk sahabatmu ini”. Untuk semua teman-teman penulis di TIN 39 “Fariz, Yannita, Makki, Arin, Anastia, Maria Ulfah, Arban, Hera, Rian, Harti, Diah, Eva, Fifi, Vina, Asep, Irfan dan semua teman-teman yang lain yang tidak mungkin penulis ucapkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan yang begitu indah, kenangan itu takkan pernah hilang dari ingatan.

Untuk teman-teman di Wisma Blobo “Endang, Yanti, Dian, Yanti ‘Agung’, Deia, Diah dan semuanya, terima kasih untuk hari-hari penuh canda di Blobo, empat tahun di Blobo tidak pernah membosankan karena ada kalian semua yang selalu membuat Blobo penuh warna.

Untuk Nuri, Kiki dan Popy, terima kasih karena kalian selalu menemani hari-hari penulis di Semarang, terima kasih untuk persahabatan luar biasa yang sudah lebih dari 20 tahun kita jalani bersama. Untuk Yudha Putra, terima kasih karena tidak pernah bosan mendengarkan keluhan dan cerita penulis, terima kasih atas nasehat, perhatian dan kasih sayang yang untuk penulis.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih untuk seluruh peneliti dan pegawai Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Pak Dadang, Pak Yoharmus, Pak Sinurat, Pak Bambang, Pak Henry, Pak Arif, Pak Irfan dan Pak Adi. Mbak Desi, mbak Woro, mbak Trie, Syarief, Ijal, Pak Ridwan, Pak Aos,


(21)

Repal, Aris, Teh Vera, Teh Yati, bapak di pabrik percobaan dan bapak-bapak di Laboratorium Fisika dan Kimia. Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

Seperti kata pepatah lama “tak ada gading yang tak retak”, demikian juga dengan penulis yang jauh dari sempurna, untuk itu penulis meminta maaf apabila penulis telah melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Bogor, Februari 2007


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………...… i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ……….. iv

DAFTAR TABEL ……….. vi

DAFTAR GAMBAR ………. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii

I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4 A. Karet Alam ... 4 B. Lateks Kebun ... 6 C. Lateks Pekat ... 8 D. Depolimerisasi Lateks ... 9 E. Deproteinasi (DPNR) ... 9 F. Karet Siklo ... 10 G. Cara Pembuatan Karet Siklo ... 13 H. Teknologi Proses Pengolahan Karet Siklo ... 14 I. Bahan-Bahan Kimia Karet ... 16 J. Mastikasi dan Pencampuran Kompon ... 18 K. Vulkanisasi ... 20 III.METODOLOGI ... 21 A. Bahan dan Alat ... 21 B. Metode Penelitian ... 21 C. Rancangan Percobaan ... 27 D. Waktu dan Tempat ... 28 IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29 A. Pembuatan Vulkanisat Karet Siklo ... 29 B. Karakteristik Vulkanisat Karet Siklo ... 35


(23)

1. Kekerasan ... 35 2. Tegangan Putus ... 37 3. Modulus 300 Persen ... 38 4. Perpanjangan Putus ... 39 5. Ketahanan Sobek ... 41 6. Bobot Jenis ... 42 7. Ketahanan Kikis ... 43 8. Perpanjangan Tetap 50 Persen ... 45 9. Ketahanan Retak Lentur ... 45 C. Biaya Produksi Karet Siklo ... 47 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52 A. Kesimpulan ... 52 B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN ... 58


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Spesifikasi sifat karet siklo... 13 Tabel 2. Susunan Formulasi Vulkanisat Karet ... 26


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur ruang 1,4 cis poliisoprena ... 4 Gambar 2. Pohon Industri Tanaman Karet ... 6 Gambar 3. Struktur Molekul Karet Siklo ... 11 Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Lateks Pekat ... 22 Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Lateks DPNR ... 23 Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Lateks Depolimerisasi ... 24 Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Karet Siklo ... 25 Gambar 8. Karet Siklo dari Beberapa Jenis Lateks ... 31 Gambar 9. Histogram Rendemen Karet Siklo dari Beberapa Jenis

Lateks ...

32

Gambar 10. Histogram Tingkat Kelarutan Karet Siklo ... 33 Gambar 11. Histogram Kekerasan Karet Siklo ... 36 Gambar 12. Histogram Tegangan Putus Karet Siklo ... 37 Gambar 13. Histogram Modulus 300 Persen Karet Siklo ... 39 Gambar 14. Histogram Perpanjangan Putus Karet Siklo ... 40 Gambar 15. Histogram Ketahanan Sobek Karet Siklo ... 41 Gambar 16. Histogram Bobot Jenis Karet Siklo ... 43 Gambar 17. Histogram Ketahanan Kikis Karet Siklo ... 44 Gambar 18. Histogram Perpanjangan Tetap 50 Persen Karet Siklo ... 45 Gambar 19. Histogram Ketahanan Retak Lentur Karet Siklo ... 46 Gambar 20. Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Menggunakan

Lateks Pekat ...

49

Gambar 21. Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Menggunakan Lateks DPNR ...

50

Gambar 22. Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Menggunakan Lateks Depolimerisasi ...

51

Gambar 23. Contoh Hasil Uji Rheometer ... 61 Gambar 24. Potongan Uji Berbentuk Dayung (Dumbbel) ... 63 Gambar 25. Contoh Uji Ketahanan Sobek ... 66 Gambar 26 Contoh Uji Yang Akan Diukur Lebar Bagian Yang

Tidak Tersobek ...


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Pengujian Karakteristik Lateks ... 59 Lampiran 2. Prosedur Pengujian Karakteristik Karet Siklo ... 60 Lampiran 3. Prosedur Pengujian Karakteristik Vulkanisasi Kompon

(ISO 3417) ...

61

Lampiran 4. Prosedur Pengujian Sifat Fisika Vulkanisat Karet Siklo 63 Lampiran 5. Data Rendemen Karet Siklo Dan Data Hasil Pengujian

Tingkat Kelarutan Karet Siklo Terhadap Toluen ...

70

Lampiran 6. Hasil analisis Spektroskopi ... 71 Lampiran 7. Data Sifat Fisika Vulkanisat Karet Siklo ... 73 Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan ... 75 Lampiran 9. Tabulasi Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo

Dengan Bahan Baku Lateks Pekat ...

83

Lampiran 10. Tabulasi Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Dengan Bahan Baku Lateks Deproteinasi (DPNR) ...

84

Lampiran 11. Tabulasi Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Dengan Bahan Baku Lateks Depolimerisasi ...

85

Lampiran 12 Tabulasi Kebutuhan Air Untuk Produksi Karet Siklo 1000 ml Lateks ...

86

Lampiran 13. Tabulasi Harga Bahan Baku Karet Siklo Untuk Produksi Karet Siklo 1000 ml Lateks ...

87

Lampiran 14. Tabulasi Harga Karet Siklo Untuk Produksi Karet Siklo 1000 ml Lateks ...


(27)

I. PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Karet alam merupakan salah satu komoditas yang menunjuang perekonomian Indonesia. Tahun 2005, Indonesia dapat mengekspor 2,025 juta ton karet dari total produksi sebesar 2,271 juta ton. Ragam karet yang diekspor berupa karet konvensional dan karet spesifik teknis serta dalam bentuk cairan yang disebut lateks (Badan Pusat Statistik, 2005). Saat ini konsumsi karet sebagai bahan baku dalam industri domestik masih rendah yaitu hanya sekitar 10%, dan 72% diantaranya diserap oleh industri ban (IRSG, 2006).

Karet alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan karet seperti lemak, glikolipida, fosfolipida, protein dan bahan organik lainnya. Kelebihan karet alam atau natural rubber (NR) dibandingkan dengan karet sintetis yaitu memiliki daya elastis dan daya pantul yang baik serta memiliki daya tahan terhadap keretakan. Selain memiliki kelebihan, karet alam juga memiliki kelemahan seperti mutunya tidak konsisten, tidak tahan terhadap panas, oksidasi dan minyak (Arizal, 1990).

Kelemahan ini karena sifat fisik karet yang mengandung ikatan karbon tidak jenuh yang tinggi dan mengandung sejumlah bahan non karet, terutama protein. Ikatan karbon tidak jenuh yang tinggi dapat mengakibatkan struktur molekul karet tidak stabil. Ikatan rangkap tersebut mudah terdegradasi oleh panas dan suhu tinggi, sehingga dapat menurunkan ketahanan karet. Ikatan rangkap pada rantai polimer karet merupakan gugus yang dapat mengalami berbagai reaksi kimia (Alfa, 1999). Selain itu karet alam juga merupakan makromolekul alam dari susunan teratur monomer isopren dan memiliki bobot molekul mencapai 1-2 juta. Karet dengan bobot molekul besar ini memiliki viskositas Mooney tinggi, karena rantai molekulnya panjang. Viskositas Mooney yang tinggi kurang disukai karena menyulitkan pencampurannya dengan bahan kimia selama proses pengolahan barang jadi karet (Solichin 1995).


(28)

Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kelemahan karet alam antara lain dengan memodifikasi struktur karet alam. Deproteinasi dan depolomerisasi merupakan salah satu cara untuk memodifikasi karet alam secara kimia. Deproteinasi merupakan suatu proses untuk mengurangi jumlah protein di dalam karet sedangkan depolimerisasi adalah proses pemutusan polimer dengan cara menghilangkan kesatuan monomer secara bertahap.

Modifikasi selain dapat dilakukan untuk memperbaiki sifat karet, dapat juga menghasilkan suatu produk baru. Modifikasi untuk menghasilkan produk baru adalah dengan proses siklisasi. Karet alam siklis (cyclized natural rubber) atau yang lebih sering disebut dengan karet siklo adalah produk karet yang diperoleh dari hasil siklisasi yang termasuk dalam modifikasi tipe pertama karena modifikasi berlangsung tanpa masuknya senyawa lain ke dalam molekul karet (Alfa, 2000). Sifat karet alam siklis tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan untuk modifikasi karet alam secara kimia dapat berupa karet padat, larutan karet atau lateks.

Sifat karet siklo yaitu ringan, lebih kaku, dapat digunakan sebagai bahan pengisi barang jadi karet dan mempunyai daya rekat yang baik telah menarik perhatian industri hilir karet untuk memanfaatkannya. Karet siklo banyak digunakan sebagai bahan baku industri cat, perekat dan bahan pengisi untuk sol sepatu dan barang jadi karet lainnya.

Karet siklo dapat dihasilkan dari berbagai jenis bahan baku lateks antara lain lateks pekat, lateks depolimerisasi dan lateks deproteinasi. Ketiga bahan baku tersebut akan menghasilkan sifat karet siklo yang berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk itu perlu diketahui karakteristik karet siklo dari ketiga bahan baku lateks yang digunakan melalui sifat vulkanisatnya.

Selain itu, juga diperlukan perhitungan terhadap biaya produksi karet siklo yang dapat membantu industri hilir karet dalam pengembangannya dalam menentukan harga jual karet siklo.


(29)

II. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mendapatkan perbandingan karakteristik vulkanisat karet siklo dari lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi.

2. Mendapatkan perbandingan biaya produksi karet siklo dari lateks pekat, lateks deproteinasi dan lateks depolimerisasi.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karet Alam

Tanaman karet adalah tanaman tropis, berkembang dengan baik pada zona antara 15˚LS dan 15˚LU dengan curah hujan tidak kurang dari 2000 mm per tahun. Tanaman ini tumbuh secara optimal pada ketinggian 200 m di atas permukaan laut, suhu pertumbuhan antara 25-35˚C dengan suhu optimal 28˚C (Setyamidjaja, 1993).

Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting bagi Indonesia. Pada tahun 1956, Indonesia berhasil menjadi penghasil karet alam terbesar di dunia. Tetapi karena kurangnya penggelolaan yang memadai produksi karet Indonesia mengalami penurunan.

Karet alam sebagai senyawa hidrokarbon, tersusun dari makromolekul poliisoprena (C5H8) yang bergabung secara head to tail. Rantai poliisoprena

tersebut membentuk konfigurasi dengan susunan ruang yang teratur dengan rumus kimia cis 1,4 poliisoprena. Gambar Struktur ruang 1,4 cis poliisoprena dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur ruang 1,4 cis poliisoprena (Honggokusumo, 1978)

Penggunaan karet alam sebagai bahan baku barang jadi karet sangat disukai karena keunggulan sifat-sifatnya. Keunggulan karet alam antara lain memiliki kepegasan pantul yang baik, tegangan putus yang tinggi, daya lengket yang istimewa, fleksibilitas pada suhu rendah yang cukup baik, ketahanan sobek yang baik, ketahanan kikis yang cukup baik serta kalor timbul yang rendah. Namun demikian, karet alam juga memiliki beberapa kekurangan yaitu tidak tahan terhadap minyak dan pelarut hidrokarbon, tidak tahan terhadap panas, ozon, oksidasi dan sinar matahari (Arizal, 1990).

CH3

CH2 C CH CH2

CH3

CH2 C CH CH2


(31)

Jenis karet alam sebagai bahan olahan setengah jadi yang siap untuk diproses lebih lanjut untuk membuat barang jadi adalah sebagai berikut : ƒ Karet konvensional (Rubber smoke sheet, white crepes, dan estate brown

crepe) ƒ Lateks pekat

ƒ Karet bongkah atau block rubber ƒ Karet spesifikasi teknis

Kelemahan karet alam dibandingkan dengan karet sintetis yaitu ketidakkonsistenan sifat-sifat yang dimiliki pada klon-klon yang berbeda atau pada klon yang sama tetapi berbeda kondisi sekelilingnya misalnya tanah, musim, cuaca, pemupukan dan lain-lain (Solichin, 2000). Klon adalah tanaman yang diperoleh dari hasil perbanyakan vegetatif atau aseksual melalui teknik okulasi sehingga memiliki sifat yang lebih baik daripada tanaman hasil perbanyakan generatif. Tanaman klon dari bibit yang terseleksi lebih seragam, umur produksinya lebih cepat dan jumlah lateks yang dihasilkan lebih banyak. Akan tetapi klon juga memiliki kekurangan yaitu daya tahan masing-masing klon terhadap penyakit tidak sama. Selain itu, pertumbuhan klon sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya (Anonim, 1999).

Upaya modifikasi diperlukan untuk mengatasi kelemahan karet alam, yaitu melalui pencampuran dengan karet sintetis atau plastik yang disebut modifikasi secara fisika. Upaya modifikasi lainnya dilakukan secara kimia, yaitu dengan cara mengurangi atau menghilangkan ikatan rangkapnya melalui upaya memodifikasi struktur kimia molekulnya (Alfa, 2000).

Modifikasi atau perubahan struktur kimia karet alam dapat berlangsung dengan masuk atau terikatnya senyawa atau gugus lain ke dalam rantai molekul karet, tetapi juga dapat berlangsung tanpa masuk atau terikatnya senyawa lain. Secara umum tipe dan cakupan modifikasi karet alam secara kimia dapat dikelompokkan sebagai berikut (Barnard, 1984) :

a. Modifikasi tipe 1, mencakup modifikasi atau perubahan struktur molekul


(32)

b. Modifikasi tipe 2, meliputi peristiwa atau reaksi adisi dan substitusi

senyawa atau gugus suatu fungsi lain pada rantai molekul karet

c. Modifikasi tipe 3, merupakan peristiwa atau reaksi pencangkokan

(grafting) polimer lain pada rantai molekul karet alam.

Modifikasi-modifikasi tersebut menghasilkan berbagai jenis turunan bahan olah karet.

Gambar 2 . Pohon Industri Tanaman Karet (SI-PUK)

B. Lateks Kebun

Menurut Nobel (1963) di dalam Goutara et al. (1985), lateks merupakan suspensi suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam media yang mengandung banyak macam zat. Warna lateks adalah putih susu sampai kuning tergantung dari klon tanaman karet.


(33)

tergabung dengan globula karet. Senyawa lain adalah protein dan lemak yang menyelebungi partikel karet sebagai pelindung karet.

Lateks kebun rata-rata mempunyai kadar karet kering 35%. Kadar karet kering (KKK) yang terkandung dalam lateks sangat dipengaruhi oleh faktor tanaman, musim (curah hujan) dan tenggang waktu terhadap penyadapan (Morton, 1964 dalam Goutara et al., 1985). Menurut Goutara et al. (1985), lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah (crude rubber) dan 60-75% serum (air dan zat yang larut). Partikel karet tersuspensi (tersebar secara merata) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04-3 mikron atau 0,2 milyar partikel karet per milimeter lateks. Bentuk partikel lonjong sampai bulat. Berat jenis lateks 0,945 (pada 70˚F), serum 1,02 dan karet 0,91. Dengan adanya perbedaan berat jenis tersebut maka menyebabkan timbulnya “cream” pada permukaan lateks. Lateks membeku pada suhu 32˚F karena terjadi koagulasi.

Lateks jika disentrifugasi dengan kecepatan 1800 putaran per menit akan terpisah menjadi empat fraksi utama. Urutan fraksi dari bawah ke atas adalah fraksi karet, fraksi partikel Frey Wyssling, fraksi serum dan fraksi dasar. Fraksi karet berwarna putih dan mengandung partikel karet.

Fraksi karet ini mengandung 37% KKK. Fraksi Frey Wyssling berwarna kuning jingga dan mengandung partikel Frey Wyssling yang berbentuk bulat dengan ukuran lebih besar dari partikel karet (diameter mencapai 8 mikron). Kandungan Frey Wyssling adalah 1-3%. Partikel Frey Wyssling sering terkurung diantara partikel karet dan di dalam fraksi bawah. Fraksi serum mengandung karbohidrat dan inositol, air, protein dan turunannya, ion anorganik dan ion logam, asam nukleat dan nukleosida serta nitrogen. Kandungan fraksi serum adalah 48-53%. Fraksi dasar atau fraksi bawah terdiri atas partikel lutoid berbentuk bulat yang berukuran relatif besar dengan garis tengah 2 mikron. Lutoid bersifat kental dan diselubungi oleh membran semipermeabel, mengandung senyawa nitrogen yang terdispersi dalam suatu cairan yang disebut serum B dan ion-ion logam kalsium dan mangnesium. Kandungan fraksi bawah sekitar 10-15% (Honggokusumo, 1978).


(34)

C. Lateks Pekat

Lateks pekat adalah lateks yang diperoleh dari hasil pemekatan lateks kebun dengan suatu metode pemekatan tertentu hingga dihasilkan kadar karet kering mencapai 60% dan tetap merupakan koloid yang stabil (Handoko, 2002). Pemekatan lateks menyebabkan sebagian bahan bukan karet yang terdapat di dalamnya berkurang sehingga menghasilkan lateks pekat yang mutunya lebih baik daripada mutu lateks kebun asalnya, karena lebih bermutu dan kandungan bahan bukan karetnya lebih rendah maka lateks pekat juga merupakan bahan baku yang cocok untuk modifikasi karet (Utami dan Siswantoro, 1989 dalam Alfa, 2002).

Pemekatan lateks dapat dilakukan dengan empat metode yaitu, metode pemusingan (sentrifugasi), pendadihan (creaming), penguapan (evaporasi) dan elektrodekantasi. Diantara keempat metode tersebut, metode sentrifugasi merupakan metode yang paling lazim digunakan. Pemekatan lateks kebun dengan alat sentrifugasi dapat membuat kandungan nitrogen dalam lateks kebun berkurang. Menurut Triwiyoso (1975) keuntungan cara pemekatan lateks menggunakan alat pemusing adalah lateks pekat yang diperoleh mengandung sedikit zat padat yang ada dalam serum dan juga kadar protein yang rendah serta bebas dari kotoran dan endapan.

Prinsip pembuatan lateks pekat dengan cara sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan berat jenis antara partikel karet dan serum. Partikel karet yang memiliki berat jenis yang lebih kecil dari serum memiliki kecenderungan untuk naik ke permukaan. Partikel karet dalam lateks mengalami gerak brown karena terjadi gaya tolak-menolak antara partikel karet yang bermuatan. Gerakan brown ini akan memperlambat terjadinya pemisahan antara partikel karet dan serum. Lateks kebun yang dimasukkan ke dalam alat sentrifugasi akan mengalami pemutaran yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal yang akan mengarah keluar. Gaya sentrifugal jauh lebih besar dari percepatan gaya berat dan gerakan brown, sehingga akan terjadi pemisahan partikel karet dan serum. Serum akan terlempar ke bagian luar dan partikel karet akan terkumpul pada bagian pusat dari poros alat sentrifugasi dan selanjutnya lateks pekat akan keluar dari bagian bawah. Lateks pekat yang keluar ini mengandung


(35)

KKK sekitar 60% dan lateks skim mengandung KKK 3-8%. Pemekatan dengan metode ini menyebabkan lateks pekat yang dihasilkan mengandung sedikit bahan bukan karet karena sebagian besar bahan-bahan bukan karet masuk kedalam lateks skim (Goutara et al., 1985).

D. Depolimerisasi Lateks

Depolimerisasi adalah reaksi pemutusan rantai molekul suatu polimer atau degradasi polimer melalui reaksi kimia. Putusnya ikatan rantai utama makromolekul menyebabkan terjadinya perubahan fisik polimer yang ditandai dengan pemendekan panjang rantai dan penurunan bobot molekul. Reaksi ini juga terjadi pada gugus samping, namun pengaruhnya tidak sebesar bila dibandingkan dengan reaksi pada gugus utama. Perubahan sifat fisik mengakibatkan pembentukan ikatan kimia baru melalui mekanisme ikatan silang sehingga konversi molekul menjadi lebih tinggi (Surdia, 2000).

Degradasi polimer dapat terjadi secara mekanik, termal, kimiawi fotokimiawi dan biodegradasi. Secara mekanik, degradasi polimer disebabkan oleh gaya-gaya luar yang bekerja pada rantai polimer sehingga ikatan putus. Secara kimiawi, degradasi polimer dapat terjadi dengan bantuan senyawa pemutus rantai molekul polimer (Surdia, 2000).

Degradasi polimer secara kimia dapat berlangsung dengan dua cara yaitu reaksi tahap tunggal dan reaksi rantai. Reaksi tahap tunggal terjadi akibat reaksi fotokimia, misalnya degradasi polimer secara enzimatik, sedangkan reaksi rantai merupakan reaksi degradasi polimer dengan bantuan radikal bebas karena adanya bahan oksidator seperti hidrogen peroksida (H2O2). H2O2

dalam karet akan membentuk radikal bebas melalui proses inisiasi.

E. Deproteinase (DPNR)

Lateks pekat berprotein rendah atau lateks DPNR (Deproteinnized Natural Rubber) merupakan lateks yang telah dikurangi kandungan proteinnya. Proses penurunan kandungan protein lateks dinamakan deproteinase. Deproteinase lateks dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain dengan


(36)

menggunakan enzim (Yapa dan Yapa, 1984 dalam Alfa, 1999). Deproteinase lateks secara enzimatis merupakan cara yang efisien karena dengan cara ini dapat dihasilkan peptida-peptida yang kurang kompleks dan mudah dipecah serta dapat melindungi produk yang dihasilkan dari kerusakan dan perubahan yang bersifat non hidrolitik (Johson dan Peterson, 1974 dalam Alfa, 1999).

Enzim yang paling umum digunakan dalam proses deproteinasi lateks adalah enzim papain. Papain merupakan salah satu jenis enzim protease atau

proteolitik yang dapat menguraikan atau memecah protein menjadi asam amino. Papain berasal dari getah pepaya yang telah dikeringkan dan biasanya disadap dari buah pepaya muda. Papain mempunyai daya tahan panas lebih tinggi dibandingkan dengan enzim lain. Keaktifan enzim papain hanya menurun 20% pada pemanasan 70˚C selama 30 menit pada pH 7,0 (Winarno, 1986 dan Muhidin, 1999). Untuk menghidrolisa protein, papain dapat bekerja secara efektif jika pH, suhu, kemurnian dan konsentrasi papain berada pada kondisi yang tepat.

Selain dengan deproteinase lateks menggunakan enzim atau secara kimia, kandungan protein dalam lateks juga dapat dikurangi dengan adanya pemusingan atau pemekatan (Tanaka, 1998). Kandungan protein dalam karet alam dihitung sebagai kadar nitrogen yang dikalikan dengan faktor 6,25.

F. Karet Siklo

Karet siklo (cyclised rubber) adalah produk yang diperoleh dari hasil siklisasi karet alam, termasuk ke dalam kelompok modifikasi tipe 1, karena modifikasi berlangsung tanpa masuknya senyawa lain ke dalam molekul karet (Alfa, 2000). Peristiwa lain yang juga termasuk modifikasi tipe 1 adalah peristiwa depolimerisasi karet alam yaitu terjadinya pemendekan rantai molekul karet alam hingga berat molekulnya turun, dan peristiwa perubahan struktur molekul karet alam dari keadaan isomer cis menjadi trans.

Karet siklo adalah turunan dari karet alam yang telah berubah menjadi resin atau bahan termoplastik yang keras dan rapuh, yang dihasilkan dari pemanasan karet alam dengan adanya katalis asam. Menurut Goonetileke et al. (1993), karet siklo pertama kali dibuat pada tahun 1920 dan sejak itu


(37)

banyak hasil-hasil penelitian tentang karet siklo yang kemudian dikembangkan, baik dari karet alam maupun karet sintetik, dengan menggunakan katalis asampara toluen sulfonik, asam sulfat dan asam stannit.

Fisher dan McColm (1927) menambahkan, apabila karet alam dicampur dengan asam sulfat atau asam p-sulfonat pada gilingan kemudian dipanaskan maka akan dihasilkan karet siklo. Menurut Janssen (1956) penambahan asam sulfat juga dapat dilakukan pada lateks kebun, dimana setelah menggumpal karet digiling sehingga berwujud lembaran, kemudian dipanaskan. Metode lain pembuatan karet siklo adalah dengan cara melarutkan karet terlebih dahulu dalam pelarut karet, lalu dipanaskan bersama katalis yang bersifat asam (Edward, 1955).

Dalam proses siklisasi, pengurangan ikatan rangkap dalam struktur molekul karet alam berhubungan dengan pembentukan struktur cincin (Goonetileke et al. 1993). Siklisasi yang ideal akan menghasilkan struktur cincin karet siklo yang tidak lagi memiliki ikatan rangkap dalam struktur molekulnya. Pada kenyataannya, keadaan tersebut sulit tercapai, karena pada struktur molekul karet siklo yang diperoleh dari berbagai penelitian masih terdapat ikatan rangkap, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.

CH3 C C

CH2 CH2

H H

CH2 CH2

C C CH3 CH3 CH2 CH2 +C CH2 CH2 CH2 CH2 CH3 CH2 +C +C +C

CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3 CH3 CH3 +C CH2 CH2 +C CH2 CH3 CH3 CH2 C CH2 CH2 C CH3 CH3 CH3 CH2 CH CH2 CH2 CH CH2 CH CH2 CH2 CH2 C C C CH2 CH3 C CH CH2 CH2 C CH2 CH2 CH3


(38)

Menurut Naunton (1961) pemanasan karet alam dengan adanya katalis asam akan merubah karet menjadi bahan lain berupa resin, yaitu suatu isomer karet alam dengan pengurangan derajat ketidakjenuhan yang cukup besar. Asam sebagai katalis dianggap merupakan kelompok yang penting dalam pembuatan karet siklo secara komersial. Kelompok ini meliputi asam sulfat dan turunan organiknya dengan struktur umumnya R-SO2-X, dimana gugus X

adalah hidroksil atau halogen (seperti p-toluene sulphonic acid), fenol yang mengandung sulfur atau asam fosfat dan senyawa lainnya seperti hidrogen fluorida.

Naunton (1961) menambahkan, senyawa asam yang paling sering digunakan sebagai katalis dalam pembuatan karet siklo adalah asam sulfonat, sulfonil klorida dan asam sulfat. Produk hasil siklisasi secara umum dikenal dengan nama “Thermoprene”, dan diketahui bahwa aplikasi terpenting dari produk ini adalah sebagai perekat dan bonding agent.

Karet siklo bersifat non polar, polimer non kristalin yang rantai-rantai molekulnya telah dikeraskan oleh formasi cincin. Sifat penting yang dimiliki oleh karet siklo adalah daya rekat yang sangat baik pada permukaan logam dan permukaan licin lainnya. Sifat penting lainnya yang masih perlu dilihat adalah kemampuan larut karet siklo dalam pelarut karet (Goonetileke et al., 1993).

Coomarasamy et al.(1981) menambahkan bahwa penampakan dan sifat karet siklo tergantung dari metode pembuatannya dan jenis asamnya. Karet siklo yang dibuat dari karet padat, biasanya hanya sesuai digunakan sebagai bahan penguat, karena viskositas larutannya tinggi serta sukar larut dalam pelarut karet.

Karet siklo tidak larut dalam air sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan baku tinta cetak, selain itu karet siklo dapat juga digunakan sebagai bahan penguat pada pembuatan kompon karet alam, misalnya pengganti resin stiren yang biasanya digunakan sebagai bahan penguat pada pembuatan sol, pengisi barang jadi karet, kulit sintetik, pelapis tekstil dan kertas serta sebagai bahan isolator listrik (Alfa, 1999).


(39)

Menurut Nadarajah et al.(1975), terdapat dua kegunaan utama dari karet siklo, yaitu sebagai “organic reinforcing resin” untuk karet dan sebagai “binder” pada industri cat. Spesifikasi utama dari kegunaan karet siklo sebagai “ organic reinforcing resin” adalah karet siklo dengan tingkat siklisasi di atas 70% dan bersifat “brittle” (keras tetapi rapuh) sedangkan untuk penggunaan karet siklo sebagai “ binder” pada cat dan tinta cetak membutuhkan persyaratan antara lain resin karet siklo harus mempunyai ketahanan terhadap bahan-bahan kimia, ketahanan terhadap suhu yang tinggi dan abrasi, serta dapat dicampur (blending) (Nadarajah et al., 1975). Meskipun demikian, resin karet siklo kurang cocok bila dijadikan sebagai perekat untuk bahan-bahan yang lentur/fleksibel. Hal ini disebabkan karena karet siklo cair yang direkatkan pada suatu permukaan akan mengeras kembali.

Resin karet siklo memiliki derajat keasaman (pH) relatif netral dan mampu bertahan terhadap proses hidrolisis, pengikisan, panas, alkali, serta asam yang tidak memiliki sifat pengoksidasi. Resin karet siklo juga mudah larut dalam pelarut aromatik dan cukup larut dalam pelarut alifatik, serta memiliki tahan listrik yang cukup tinggi (1017 ohm) sehingga dapat dijadikan sebagai isolator yang baik dalam industri elektronik. Dari sisi kesehatan, resin karet siklo bersifat netral dan tidak memiliki sifat racun (non-toxic) serta tidak larut dalam air sehingga aman dan ramah bagi lingkungan.

Tabel 1. Spesifikasi sifat karet siklo menurut Goonetilleke et al. (1993)

Komponen Standar

Bobot molekul 15 400 – 79 000

Warna dan bentuk produk Putih, serbuk halus

Kelarutan Larut dalam pelarut karet

Bilangan iod (g I2/100 g polimer) 185 – 267

G. Cara Pembuatan Karet Siklo

Karet siklo dibuat melalui reaksi siklisasi. Siklisasi adalah perubahan bentuk struktur suatu rantai lurus menjadi rantai berupa cincin. Reaksi siklisasi karet alam didahului oleh reaksi isomerasi. Struktur cincin terbentuk


(40)

karena adanya pemanasan dan penambahan katalis asam pada lateks, reaksi ini menyebabkan ikatan rangkap yang terdapat pada struktur molekul karet terputus dan saling berikatan (Alfa, 1999).

Mekanisme reaksi siklisasi karet alam berhubungan dengan protonisasi ikatan rangkap secara acak. Pada tahap pertama akan terbentuk ion karbonium yang disebabkan oleh adanya donor proton yaitu asam sulfat atau katalis yang bersifat asam lainnya. Tahap kedua adalah terbentuknya struktur monosiklik atau polisiklik akibat adanya ion karbonium tidak stabil yang tersiklisasi. Karet siklo dengan struktur polisiklik adalah produk akhir dari reaksi siklisasi karet alam (Verseen, 1987).

H. Teknologi Proses Pengolahan Karet Siklo

Proses pengolahan karet siklo pertama kali dibuat pada tahun 1927. Pengolahan karet siklo dari karet alam dapat dilakukan pada karet dalam bentuk padat, larutan atau dalam bentuk lateks. Karet siklo pada awalnya dibuat berdasarkan teknologi siklisasi karet padat. Karet alam padat dicampur dengan katalis asam sulfat atau asam para toluen sulfonat pada gilingan karet, kemudian lembaran yang diperoleh dipanaskan sehingga dihasilkan karet siklo. Penambahan asam sulfat juga dapat dilakukan pada karet alam dalam keadaan berupa lateks (Fisher dan McColm, 1927).

Teknologi siklisasi yang paling banyak digunakan untuk memproduksi karet siklo secara komersial adalah siklisasi karet alam dalam keadaan larutan karet. Teknologi siklisasi larutan karet ini mempunyai keunggulan karena prosesnya terhindar dari pengaruh oksidasi dan mampu menghasilkan karet siklo yang mudah larut dalam pelarut karet, tetapi biaya pengolahannya sangat tinggi. Biaya pengolahan siklisasi larutan karet meliputi biaya pengolahan karet padat dari lateks kebun menjadi karet padat, biaya pelarutan karet padat dan penggunaan pelarut serta katalis asam dalam jumlah yang besar (Coomarasamy et al., 1981).

Menurut Coomarasamy et al. (1981), siklisasi yang paling ideal bagi negara penghasil lateks yang besar seperti Indonesia adalah siklisasi dalam


(41)

keadaan lateks. Teknologi ini sudah lama dikenal, namun produk karet siklo yang diperoleh mempunyai kelemahan yaitu sukar larut dalam pelarut karet.

Karet siklo yang diperoleh dari lateks sukar larut diduga disebabkan oleh karet alam sendiri yang merupakan rantai panjang dan adanya bahan bukan karet dalam karet terutama protein. Karet siklo yang sukar larut dapat juga terjadi akibat reaksi oksidasi, untuk memperoleh karet siklo yang mudah larut diperlukan pemutusan rantai molekul karet sebelum disiklisasi. Reaksi oksidasi selama siklisasi dapat dicegah dengan penambahan anti oksidasi (anti oksidan) atau direaksikan dalam suasana inert/lembam, dibawah lingkungan nitrogen (Alfa, 1999). Kandungan protein dalam lateks dapat menghambat reaksi siklisasi, sehingga diperlukan penurunan atau penghilangan terhadap kadar protein lateks. Penurunan kadar protein dilakukan dengan cara hidrolisis protein menggunakan enzim (Yapa dan Lionel, 1980).

Menurut Naunton (1961), karet siklo dapat dibuat dengan cara memperlakukan karet dengan katalis bersifat asam pada suhu antara 50o C-150oC. Asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat, asam para toluen sulfonat dan sulfonil klorida. Prinsip dari metode ini adalah pemanasan karet yang telah ditambah sejumlah asam pada suhu 125oC-145oC selama satu sampai empat jam.

Reaksi siklisasi sangat eksotermis khususnya pada awal reaksi, sehingga pendinginan diperlukan untuk mencegah panas yang terlalu tinggi (Naunton, 1961). Pencampuran antara lateks pekat dengan asam sulfat mengakibatkan timbulnya banyak panas. Campuran selama berlangsungnya reaksi siklisasi perlu didinginkan untuk mencegah terjadinya penggumpalan atau bahkan pengarangan (charring).

Menurut Veersen (1951), proses pengolahan karet siklo (siklisasi) dari bahan dasar berupa karet alam secara umum dilakukan dengan menggunakan

agent electrophil atau panas. Siklisasi karet alam dari bahan dasar berupa lateks dengan jenis agent electrophil yang digunakan yaitu asam sulfat (H2SO4). Ke dalam 134 gram lateks pekat yang telah dimantapkan dengan 2.0

persen surfaktan terik, ditambahkan 161 gram H2SO4 pekat. Lateks


(42)

dengan air sebanyak 3 kali volume campuran reaksi. Dispersi yang diperoleh disaring, dicuci kemudian dikeringkan (Veersen, 1951).

I. Bahan-Bahan Kimia Karet

Bahan kimia karet dapat digolongkan atas fungsinya selama vulkanisasi atau dalam barang jadi karet, dan secara umum dikelompokkan atas bahan kimia pokok, bahan kimia tambahan, dan bahan penunjang. Bahan kimia pokok adalah bahan kimia yang harus ada dalam setiap kompon karet. Bahan kimia tambahan adalah bahan yang hanya ditambahkan pada pengolahan barang jadi karet tertentu atau ditambahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan kompon karet. Bahan penunjang berfungsi sebagai penguat yang memberikan kekuatan pada bagian suatu barang jadi karet (Alfa, 2003). Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan kompon perekat antara lain :

1. Bahan pemvulkanisasi (vulkanisator)

Vulkanisator merupakan bahan yang digunakan dalam proses vulkanisasi primer. Proses vulkanisasi merubah struktur linier polimer menjadi jaringan tiga dimensi melalui peristiwa pembentukan ikatan silang antar molekul polimer. Pada proses vulkanisasi karet alam, vulkanisator bereaksi dengan gugus aktif molekul karet sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi (Anonim, 1984 dan Alfa, 2001).

Vulkanisator yang banyak digunakan untuk proses vulkanisasi karet alam adalah belerang. Jumlah belerang yang digunakan dalam vulkanisasi mempengaruhi karakteristik sistem vulkanisasi dan polimer yang divulkanisasi. Peningkatan jumlah belerang akan mempersingkat waktu vulkanisasi, menigkatkan derajat vulkanisasi, meningkatkan kekuatan tarik, meningkatkan daya lenting, menurunkan perpanjangan putus, dan meningkatkan ketahanan sobek (Alfa, 2001).

2. Bahan pencepat (accelerator)

Bahan pencepat, yang umumnya berupa bahan organik, adalah bahan yang biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit untuk mempercepat reaksi vulkanisasi kompon oleh belerang. Dalam sistem vulkanisasi belerang,


(43)

bahan pencepat membantu meningkatkan laju vulkanisasi kompon yang biasanya berlangsung lambat jika hanya menggunakan belerang. Pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis pencepat (Alfa, 2003).

3. Bahan penggiat (activator)

Bahan penggiat ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi untuk meningkatkan kecepatan proses vulkanisasi yang berjalan lambat bila hanya menggunakan belerang (Alfa, 2001). Bahan penggiat yang umum digunakan dalam sistem vulkanisasi karet alam menggunakan belerang adalah kombinasi antara ZnO dengan asam stearat. Kombinasi ini dapat meningkatkan jumlah ikatan silang dan kekakuan produk yang dihasilkan (vulkanisat) (Anonim, 1984).

4. Bahan pengisi (filler)

Bahan pengisi ditambahkan ke dalam kompon karet dalam jumlah besar dengan tujuan untuk meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan dan menurunkan biaya. Menurut Alfa (2001), bahan pengisi dibagi atas dua golongan, yaitu golongan bahan pengisi tidak aktif dan golongan bahan pengisi aktif atau bahan penguat. Bahan pengisi aktif akan meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikis, dan tegangan putus pada produk karetnya. Penambahan pengisi tidak aktif hanya akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan barang jadi karet, sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang. Bahan pengisi aktif contohnya antara lain karbon hitam, silika, aluminium silikat, dan magnesium silikat. Contoh bahan pengisi tidak aktif antara lain kaolin, berbagai jenis tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit (Abednego, 1990).

5. Bahan pelunak (plasticizer)

Plasticizer atau softening agent atau bahan pelunak merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam formula perekat untuk meningkatkan kelenturan dan memudahkan pekerjaan (SNI, 1999). Plasticizer berperan sebagai bahan yang mampu memodifikasi perubahan fase polimer terhadap perubahan suhu. Pada suhu rendah, polimer berbentuk padatan amorf atau


(44)

kristalin. Seiring dengan meningkatnya suhu, polimer akan berubah menjadi bahan yang bersifat karet (rubbery) dan pada akhirnya mejadi sebuah cairan yang elastis. Suhu dimana polimer kompleks memperlihatkan sifat rubbery

dapat diatur dan dimodifikasi melalui penambahan plasticizer (Wake, 1976).

6. Bahan antidegradasi (antioxidant)

Antioksidan berfungsi melindungi barang jadi karet dari kerusakan akibat oksigen dan ozon. Antioksidan umumnya digunakan dalam jumlah relatif kecil yaitu antara 1 – 2 bagian per seratus karet (Alfa, 2001). Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi golongan turunan difenil amina (contoh : octylated diphenilamine); fenil naftilamin (contoh : phenyl-α, β -naphtylamine); kondensat keton amina (contoh: poly-2,2,4-trymethyl-1,2,dihydroquinoline, Flectol H); kondensat aldehid amina (contoh : aldol-α-naphtylemine); fenil sulfida (contoh : santowhite crystal); turunan fenol (contoh: montaclere, ionol).

7. Bahan Bantu Olah

Bahan bantu olah adalah bahan kimia yang ditambahkan pada kompon untuk meningkatkan efektifitas pengolahan kompon tersebut, tanpa atau hanya sedikit akan mempengaruhi sifat fisika dan karakteristik vulkanisasi barang jadinya. Dalam tahap pencampuran berfungsi meningkatkan keseragaman blending karet, meningkatkan dispersi bahan pengisi dan bahan kimia karet lainnya. Contoh bahan bantu olah adalah dispergator FL, lilin hidrokarbon dan polietilen. Pemilihan bahan bantu olah harus mempertimbangkan efektifitas pengolahan, biaya dan kompatibilitasnya dengan karet (Alfa, 2003).

J. MASTIKASI DAN PENCAMPURAN KOMPON

Amir (1990) menjelaskan bahwa mastikasi adalah proses perlakuan pendahuluan terhadap karet yang bertujuan untuk melunakkannya hingga mudah bercampur dengan bahan-bahan lainnya. Pelunakkan ini diakibatkan oleh pemutusan rantai molekul polimer sehingga diperoleh berat molekul yang rendah.


(45)

Pencampuran adalah suatu tahapan utama dalam pembuatan kompon yang bertujuan untuk memasukkan bahan-bahan kimia ke dalam karet secara merata. Pencampuran tersebut dapat dilakukan dalam mesin pencampur terbuka (open roll mixer) atau pencampur tertutup (internal mixer).

Menurut Bhuana (1993),10pada proses pencampuran bahan kimia kompon karet termasuk bahan pengisi terdapat beberapa tahap yaitu :

1. Penurunan viskositas karet

Penurunan viskositas karet dilakukan pada tahap mastikasi dimana rantai polimer mengalami pemutusan.

2. Inkorporasi

Pada tahap ini karet yang telah mengalami penurunan viskositas siap untuk menerima bahan pengisi dan serbuk lainnya. Bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam karet akan diselimuti oleh lapisan-lapisan yang sudah bersifat palstis.

3. Distribusi/dispersi

Tenaga mekanis gilingan atau rotor yang dihasilkan dari gesekan antara dua rol (gilingan terbuka) atau antar rol dan dinding pencampur (gilingan tertutup) mampu memutuskan aglomerate bahan pengisi menjadi struktur yang lebih kecil. Struktur yang lebih kecil tersebut selanjutnya harus terdistribusi secara merata dalam matrik karet.

4. Plastisasi

Karet yang telah bercampur dengan bahan kimia termasuk bahan pengisi akan mengalami plastisasi lebih lanjut sehingga akan memudahkan proses lebih lanjut.

Selama proses pencampuran, suhu yang timbul pada kompon akibat tenaga mekanis akan tinggi hingga mencapai suhu vulkanisasi. Oleh karena itu, selain harus mengamati suhu pada gilingan rotor, urutan pencampuran terutama bahan pemvulkanisasi dan pencepat harus diperhatikan supaya resiko timbulnya vulkanisasi dini (scorch) dapat dihindarkan. Pada proses pencampuran karet alam dengan bahan kimia biasanya dilakukan sebagai berikut :


(46)

1. Mastikasi karet

2. Pemasukan sebagian bahan pengisi

3. Pemasukan bahan pelunak dan sisa bahan pengisi

4. Pemasukan bahan penggiat dan anti degradasi

5. Pemasukan bahan pencepat

6. Pemasukan bahan pemvulkanisasi

K. Vulkanisasi

Menurut Suparto dan Santosa (2003), vulkanisasi merupakan suatu proses pembentukan jaringan tiga dimensi pada struktur molekul karet sehingga karet berubah dari thermoplastik menjadi stabil terhadap panas dengan perbaikan sifat-sifat elastisitasnya. Long (1985) menambahkan vulkanisasi akan menurunkan plastisitas, kelekatan dan kepekaan karet terhadap panas dan dingin, serta dapat meningkatkan elastisitas, kekuatan dan kemantapannya.

Long (1985) menyatakan bahwa diantara berbagai sistem vulkanisasi karet yang diketahui, vulkanisasi belerang merupakan sistem vulkanisasi yang paling umum dan banyak digunakan. Vulkanisasi dengan belerang umumnya digunakan untuk jenis karet mentah yang mempunyai ikatan rangkap yang cukup di dalam makro molekulnya, diantaranya karet alam. Untuk meningkatkan laju vulkanisasi, maka diperlukan penambahan bahan pencepat dan bahan penggiat.

Karakteristik vulkanisasi untuk setiap jenis kompon karet berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, untuk setiap jenis kompon karet terlebih dahulu harus ditentukan suhu dan waktu vulkanisasi yang optimum dengan menggunakan alat rheometer. Hal ini perlu dilakukan agar dihasilkan vulkanisat yang sempurna matang (optimum cured).

Biasanya suhu vulkanisasi berkisar antara 140˚C sampai 160˚C dengan waktu vulkanisasi yang cukup lama, karena karet adalah penghantar panas yang buruk. Bila waktu vulkanisasinya kurang daripada waktu vulkanisasi optimum maka barang karetnya tersebut kurang matang (under cured), dan sebaliknya jika waktu vulkanisasi terlalu lama, barang karetnya akan terlampau matang (over cured).


(47)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks kebun dari kebun karet Ciomas. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan emulgen, toluen, hidrogen peroksida (H2O2), natrium hipoklorit

(NaOCl), asam sulfat pekat (H2SO4), enzim papain, amonia, aseton dan

akuades, seng oksida (ZnO), belerang, asam stearat, MBT, CBS (cyclohexylbenzthiazsulphenamide) dan carbon black.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik, panci, pengaduk, oven, saringan, cawan alumunium, neraca analitik, timbangan, cawan petri, loyang, desikator, alat sentrifugasi, open roll mill, penggiling karet, penangas air, gelas ukur, stopwatch, erlenmeyer, aluminium foil, termometer, kertas pH, pipet tetes, buret dan kertas saring.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pengadaan lateks kebun, pengolahan lateks kebun menjadi lateks pekat, lateks deproteinasi, dan lateks depolimerisasi, pembuatan karet siklo, karakteristik vulkanisat karet siklo dan analisis biaya produksi (biaya bahan baku dan biaya air).

a. Pengolahan lateks

Metodologi pengolahan lateks yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Prosedur yang diambil merupakan prosedur pengolahan lateks yang terbaik (optimal) dari penelitian-penelitian sebelumnya.

ƒ Lateks pekat

Lateks pekat dibuat dengan cara memekatkan lateks kebun dengan alat sentrifugasi. Lateks kebun yang dipekatkan adalah lateks kebun yang telah dilakukan penambahan surfaktan emulgen sebanyak 2 bsk (bobot per seratus karet). Lateks hasil sentrifugasi diuji kadar karet


(48)

kering (KKK). Diagram alir pembuatan lateks pekat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Lateks Pekat

ƒ Lateks Deproteinasi (DPNR)

Sebelum pembuatan lateks pekat DPNR, lateks kebun diuji Kadar Karet Kering (KKK) kemudian berikutnya adalah penambahan surfaktan emulgen sebanyak 2 bsk ke dalam lateks untuk mencegah penggumpalan. Lateks kemudian diencerkan sampai mencapai KKK 10 % lalu ditambahkan enzim papain sebanyak 0,06 bsk, penambahan enzim digunakan untuk menghidrolisa protein dalam lateks. Kemudian lateks diperam selama 24 jam dalam kondisi suhu ruang agar enzim papain dapat bekerja maksimal untuk menghidrolisa protein dalam lateks.

Selanjutnya lateks tersebut disentrifugasi untuk memekatkan lateks DPNR sampai KKK-nya mencapai 60 %. Lateks DPNR hasil sentrifugasi ditentukan karakteristiknya dengan pengujian KKK. Diagram alir pembuatan lateks DPNR dapat dilihat pada Gambar 5.


(49)

Lateks Kebun

Penyaringan

Lateks Kebun Bersih Emulgen 30% 2 bsk

Uji KKK Kotoran

Enzim Papain 0.06 bsk

Pengenceran hingga KKK 10% Air

Pemeraman 24 jam (suhu ruang)

Pemekatan

Lateks Pekat DPNR Uji KKK

Serum

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Lateks Pekat DPNR

ƒ Lateks Depolimerisasi

Setelah didapatkan lateks pekat maka selanjutnya dilakukan penambahan emulgen 1 bsk dan toluen sebanyak 10% sambil diaduk selama 15 menit pada suhu ruang. Kemudian ditambah dengan H2O2 sebanyak 2 bsk dan NaOCl sebanyak 1 bsk sambil

diaduk hingga homogen. Setelah homogen, lateks tersebut diperam dalam oven dengan suhu 70˚C selama 16 jam. Lateks hasil pemanasan inilah yang disebut sebagai lateks depolimerisasi. Diagram alir pembuatan lateks depolimerisasi dapat dilihat pada Gambar 6.


(50)

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Lateks Pekat Depolimerisasi

b. Pembuatan Karet Siklo

Pembuatan karet siklo adalah siklisasi lateks menggunakan asam sulfat teknis 98 % sebanyak 70% dalam larutan. Campuran lateks dengan asam sulfat selanjutnya dipanaskan selama 2-2,5 jam pada suhu 100 ºC agar terjadi pemutusan rantai lateks. Lateks yang sudah tersiklisasi didispersikan ke dalam air panas dengan perbandingan 1 : 5 untuk mencuci asam sulfat yang ada dalam campuran sebanyak 4 kali, lalu dinetralkan dengan amonia untuk menghilangkan sisa asam sulfat sampai diperoleh pH netral. Setelah netral, dilakukan pencucian lagi sebanyak satu kali untuk menghilangkan amonia penetral tersebut. Karet siklo kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu pengeringan 70˚C selama 6-12 jam atau kering sentuh dan dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan sinar matahari. Diagram alir pembuatan karet siklo dapat dilihat pada Gambar 7.


(51)

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Karet Siklo

c. Vukanisasi

Pembuatan vulkanisat dilakukan dengan cara menambahkan bahan-bahan kimia kompon karet dengan karet siklo yang sudah dibuat menjadi masterbat siklo dengan perbandingan karet alam dan karet siklo adalah 70:30.

Pembuatan vulkanisat dilakukan menggunakan formulasi ASTM IA dan ASTM IIA. Susunan formulasi ASTM IA dan ASTM IIA dinyatakan dalam bsk (bobot per seratus karet), artinya semua bahan kimia karet yang digunakan berdasarkan seratus bagian karet. Susunan formulasi sol karet disajikan pada Tabel 2. Selain itu juga dilakukan pembuatan vulkanisat pembanding yang berbahan baku karet alam tanpa ada penambahan bahan lainnya.


(52)

Tabel 2. Susunan Formulasi Vulkanisat Karet (bsk) Metode

Bahan ASTM IA ASTM IIA

ZnO 6 5

Sulfur 3,5 2,25

Asam Stearat 0,50 2

MBT 0,50 -

CBS - 0,70

Carbon Black - 35

Karet Siklo 30 30

Karet Alam 70 70

Masterbat siklo yang akan dijadikan vulkanisat karet dimastikasi yaitu digiling sambil dipanaskan sampai tingkat viskositas tertentu sehingga karet menjadi lunak. Pelunakan karet akan memudahkan pencampuran antara karet dengan bahan pengisi, sehingga pencampuran dapat homogen. Pembuatan kompon vulkanisat karet dilakukan dengan cara mencampurkan masterbat siklo yang telah dimastikasi dengan bahan kimia kompon pada open roll mill, suhu penggilingan yaitu antara 60°C - 70°C.

Kompon vulkanisat karet yang dihasilkan dan telah dibiarkan sedikitnya selama 16 jam kemudian diuji karakteristik vulkanisasinya pada suhu 150°C, yang bertujuan untuk mengetahui waktu vulkanisasi optimum kompon. Kompon tersebut kemudian divulkanisasi pada suhu 150°C dengan waktu vulkanisasi optimum dan hasilnya diuji sifat fisika vulkanisatnya.

d. Karakteristik karet siklo

Vulkanisat karet siklo yang dihasilkan kemudian diuji karakteristiknya. Vulkanisat dengan metode ASTM IA digunakan untuk menguji sifat karet yang terdapat dalam vulkanisat


(1)

Lampiran 9. Tabulasi Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Dengan Bahan Baku Lateks Pekat

No. Proses Aliran Masuk Aliran Keluar Asumsi

1 Pengadukan F1 (Lateks Pekat) 1000,00 ml F4 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml Kadar Kering Karet Lateks Pekat 60%

X1 Karet 600,00 ml X4 Karet 600,00 ml

X1 Serum 400,00 ml X4 Serum 958,52 ml

F2 (Emulgen) 12,00 g

F3 (H2SO4) 933,33 g

2 Pemanasan F5 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml F6 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml Tidak ada yang hilang

X5 Karet 600,00 ml X6 Karet 600,00 ml

X5 Serum 958,52 ml X6 Serum 958,52 ml

3 Pencucian F7 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml F9 (Dispersi Siklo) 9818,66 ml Dispersi siklo : Air = 1 : 5 X7 Karet 600,00 ml X9 Karet 600,00 ml Pencucian sebanyak 4 kali

X7 Serum 958,52 ml X9 Serum 9218,66 ml

F8 (Air) 31170,33 ml F10 (Serum) 22910,20 ml 4 Penetralan F11 (Dispersi Siklo) 9818,66 ml F14 (Dispersi Siklo) 9861,82 ml

X11 Karet 600,00 ml X14 Karet 600,00 ml

X11 Serum 9218,66 ml X14 Serum 9261,82 ml

F12 (Amoniak) 651,39 ml F15 (Serum) 8400,81 ml

F13 (Air) 7792,58 ml

5 Pengeringan F16 (Dispersi Siklo) 9861,82 ml F17 (Siklo Kering) 524,04 g BJ siklo 1

X16 Karet 600,00 ml F18 (Air) 9337,78 ml


(2)

Lampiran 10. Tabulasi Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Dengan Bahan Baku Lateks Deproteinasi (DPNR)

No. Proses Aliran Masuk Aliran Keluar Asumsi

1 Pengadukan F1 (Lateks Pekat DPNR) 1000,00 ml F4 (Dispersi Siklo) 1578,52 ml Kadar Kering Karet Lateks Pekat 60%

X1 Karet 600,00 ml X4 Karet 600,00 ml

X1 Serum 400,00 ml X4 Serum 978,52 ml

F2 (Emulgen) 18,00 g

F3 (H2SO4) 933,33 g

2 Pemanasan F5 (Dispersi Siklo) 1578,52 ml F6 (Dispersi Siklo) 1578,52 ml Tidak ada yang hilang

X5 Karet 600,00 ml X6 Karet 600,00 ml

X5 Serum 978,52 ml X6 Serum 978,52 ml

3 Pencucian F7 (Dispersi Siklo) 1578,52 ml F9 (Dispersi Siklo) 9944,66 ml Dispersi siklo : Air = 1 : 5 X7 Karet 600,00 ml X9 Karet 600,00 ml Pencucian sebanyak 4 kali

X7 Serum 978,52 ml X9 Serum 9344,66 ml

F8 (Air) 31570,33 ml F10 (Serum) 23204,20 ml 4 Penetralan F11 (Dispersi Siklo) 9944,66 ml F14 (Dispersi Siklo) 9984,15 ml

X11 Karet 600,00 ml X14 Karet 600,00 ml

X11 Serum 9344,66 ml X14 Serum 9384,15 ml

F12 (Amoniak) 651,93 ml F15 (Serum) 8505,02 ml

F13 (Air) 7892,58 ml

5 Pengeringan F16 (Dispersi Siklo) 9984,15 ml F17 (Siklo Kering) 547,44 g BJ siklo 1

X16 Karet 600,00 ml F18 (Air) 9436,71 ml


(3)

Lampiran 11. Tabulasi Neraca Massa Pembuatan Karet Siklo Dengan Bahan Baku Lateks Depolimerisasi

No. Proses Aliran Masuk Aliran Keluar Asumsi

1 Pengadukan F1

(Lateks Pekat

Depolimerisasi) 1000,00 ml F4 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml Kadar Kering Karet Lateks Pekat 60%

X1 Karet 600,00 ml X4 Karet 600,00 ml

X1 Serum 400,00 ml X4 Serum 958,52 ml

F2 (Emulgen) 12,00 g

F3 (H2SO4) 933,33 g

2 Pemanasan F5 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml F6 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml Tidak ada yang hilang

X5 Karet 600,00 ml X6 Karet 600,00 ml

X5 Serum 958,52 ml X6 Serum 958,52 ml

3 Pencucian F7 (Dispersi Siklo) 1558,52 ml F9 (Dispersi Siklo) 9818,66 ml Dispersi siklo : Air = 1 : 5 X7 Karet 600,00 ml X9 Karet 600,00 ml Pencucian sebanyak 4 kali

X7 Serum 958,52 ml X9 Serum 9218,66 ml

F8 (Air) 31170,33 ml F10 (Serum) 22910,20 ml

4 Penetralan F11 (Dispersi Siklo) 9818,66 ml F14 (Dispersi Siklo) 9861,82 ml

X11 Karet 600,00 ml X14 Karet 600,00 ml

X11 Serum 9218,66 ml X14 Serum 9261,82 ml

F12 (Amoniak) 651,39 ml F15 (Serum) 8400,81 ml

F13 (Air) 7792,58 ml

5 Pengeringan F16 (Dispersi Siklo) 9861,82 ml F17 (Siklo Kering) 587,52 g BJ siklo 1

X16 Karet 600,00 ml F18 (Air) 9274,30 ml


(4)

Lampiran 12. Tabulasi Kebutuhan Air Untuk Produksi Karet Siklo 1000 ml

Lateks

a.

Kebutuhan air pada produksi karet siklo dari lateks Pekat

No

Proses

Jumlah air (ml)

1 Pengadukan

0

2 Pemanasan

0

3 Pencucian

31170,33

4 Penetralan

7792,58

5 Pengeringan

0

Total

38962,92

b.

Kebutuhan air pada produksi karet siklo dari lateks DPNR

No

Proses

Jumlah air (ml)

1 Pengadukan

0

2 Pemanasan

0

3 Pencucian

31570,33

4 Penetralan

7892,58

5 Pengeringan

0

Total

39462,92

c.

Kebutuhan air pada produksi karet siklo dari lateks Depolimerisasi

No

Proses

Jumlah air (ml)

1 Pengadukan

0

2 Pemanasan

0

3 Pencucian

31170,33

4 Penetralan

7792,58

5 Pengeringan

0


(5)

Lampiran 13. Tabulasi Harga Bahan Baku Karet Siklo Untuk Produksi

Karet Siklo 1000 ml Lateks

a.

Karet Siklo dari Lateks Pekat

No Bahan Jumlah

Satuan

Harga Bahan Baku

Per Satuan

(Rp)

Harga Total Bahan

Baku

(Rp)

1 Lateks

Pekat 1,000 liter 12.485,00

12.485,00

2 Emulgen 0,012 kg

40.000,00

480,00

3 H2SO4 0,933 kg

800,00

746,66

4 Amoniak 0,651 liter

3.600,00

2.345,00

Total

16.056,67

b.

Karet Siklo dari Lateks DPNR

No Bahan Jumlah

Satuan

Harga Bahan

Baku Per

Satuan

(Rp)

Harga Total Bahan

Baku

(Rp)

1 Lateks

Pekat

DPNR 1,000

liter

14.982,00

14.982,00

2 Emulgen 0,018

kg 40.000,00

720,00

3 H2SO4 0,933

kg

800,00

746,66

4 Amoniak 0,652

liter 3.600,00

2.346,95

Total

18.795,61

c.

Karet Siklo dari Lateks Depolimerisasi

No Bahan Jumlah

Satuan

Harga Bahan

Baku Per

Satuan

(Rp)

Harga Total Bahan

Baku

(Rp)

1

Lateks Pekat

Depolimerisasi

1,000 liter

13.733,50

13.733,50

2 Emulgen 0,012

kg 40.000,00

480,00

3 H2SO4 0,933

kg

800,00

746,66

4 Amoniak 0,651

liter 3.600,00

2.345,00


(6)

Lampiran 14. Tabulasi Harga Karet Siklo Untuk Produksi Karet Siklo 1000

ml Lateks

Jenis Siklo

Biaya bahan

baku (Rp)

Biaya Air

(Rp)

Jumlah

siklo

(g)

Biaya

Produksi

(Rp)

Harga

Siklo per

gram(Rp)

Harga

Siklo per

kg (Rp)

Lateks Pekat

16.056,67

40,13

524,04 16.096,80

30,72

30.716,74

Lateks DPNR

18.795,61

40,65

547,44 18.836,26

34,41

34.407,90

Lateks