38 banyak pada vulkanisatnya. Selain itu juga disebabkan oleh kerapatan
ikatan silang vulkanisat tersebut terlalu tinggi serta sifatnya yang cukup keras. Pada vulkanisat kontrol tegangan putusnya paling baik
karena karet alam mempunyai sifat dasar tegangan putus yang sangat baik, jadi bila digunakan dalam pembuatan barang jadi karet akan
dihasilkan tegangan putus yang baik pula. Hasil keragamanan menunjukkan nilai bahwa faktor variasi
bahan baku dan kelompok memberikan pengaruh nyata pada metode ASTM IA dan memberikan pengaruh tidak nyata pada metode ASTM
IIA terhadap nilai tegangan putus pada taraf 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sifat tegangan putus karet alam pada vulkanisat dipengaruhi
oleh jenis bahan bakunya sedangkan jika diaplikasikan pada barang jadi karet, tegangan putus barang jadi karet tidak dipengaruhi oleh
jenis bahan bakunya. Berdasar uji lanjut Duncan, metode ASTM IA, vulkanisat karet siklo dari lateks pekat memberikan hasil yang berbeda
nyata dengan vulkanisat karet siklo dari lateks deproteinasi dan depolimerisasi. Vulkanisat karet siklo dari lateks deproteinasi dan
depolimerisasi juga memberikan hasil yang berbeda nyata.
3. Modulus 300 Persen
Modulus menunjukkan tenaga yang dibutuhkan untuk menarik vulaknisat sampai perpanjangan tertentu. Rodger 1979 menjelaskan
bahwa tegangan tarik menggambarkan kekuatan tarik dan akan meningkat dengan bertambahnya rapat ikatan silang pada proses
vulkanisasi. Dari hasil pengujian, hanya vulkanisat kontrol ASTM IA dan ASTM IIA dan karet siklo dari lateks depolimerisasi dengan
metode ASTM IA yang nilai modulus 300 persennya dapat tercapai sedangkan yang lainnya tidak tercapai. Hasil uji modulus 300 persen
karet siklo disajikan pada Gambar 13.
39
1 2
3 4
5 6
7 8
9
M od
u lu
s 300 P e
r se
n
N mm2
Kontrol Pekat
DPNR Depolimerisasi
Jenis Siklo
ASTM IA ASTM IIA
Gambar 13. Histogram Modulus 300 Persen Karet Siklo Tidak tercapai nilai modulus 300 persen karena vulkanisat yang
dihasilkan bersifat lebih keras dan kaku sehingga nilai modulusnya tidak mencapai 300 persen. Pada karet siklo depolimerisasi hanya
metode ASTM IA saja yang dapat tercapai nilai modulusnya karena pada metode ASTM IIA menggunakan bahan pengisi dalam formula
yang dapat meningkatkan kekerasan vulkanisat. Menurut Wasiyanto 2003, adanya karet siklo di dalam
vulkanisat dapat menyebabkan peningkatan kekerasan serta kekakuan vulkanisatnya sehingga mengakibatkan nilai modulus 300 persennya
menjadi lebih tinggi. Tetapi, pada hasil pengujian tidak menunjukkan hal demikian. Hal ini disebabkan adanya peningkatan ikatan silang
yang melebihi batas optimum sehingga malah menurunkan nilai modulusnya.
4. Perpanjangan Putus
Perpanjangan putus menunjukkan kemampuan vulkanisat meregang apabila ditarik sampai putus. Nilai rata-rata perpanjangan
putus vulkanisat yang diperoleh berkisar antara 210-670 untuk metode ASTM IA dan 110-560 untuk metode ASTM IIA. Hasil uji
perpanjangan putus karet siklo disajikan pada Gambar 14. Kontrol mempunyai nilai perpanjangan putus yang paling tinggi
dibandingkan dengan yang lain, hal ini disebabkan karena karet alam
Modulus 300 Persen
Nmm
2
40 mempunyai sifat dasar perpanjangan putus yang baik, sehingga barang
jadi karet yang menggunakan karet alam sebagai bahan bakunya akan mempunyai sifat perpanjangan putus yang baik pula. Selain itu juga
disebabkan pada kontrol tidak terdapat bahan penguat sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk menarik sampai putus juga rendah dan
vulkanisat yang dihasilkan mudah memanjang.
100 200
300 400
500 600
700
P e
r p
an ja
n g
an P
u tu
s
Kontrol Pekat
DPNR Depolimerisasi
Je nis Siklo
AST M IA AST M IIA
Gambar 14. Histogram Perpanjangan Putus Karet Siklo Nilai perpanjangan putus pada metode ASTM IIA lebih rendah
dibandingkan dengan metode ASTM IA karena sifat bahan pengisi yang dapat meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan
kikis, dan tegangan putus pada produk karetnya tetapi akan menurunkan nilai perpanjangan putusnya Alfa, 2001.
Hasil keragamanan menunjukkan nilai bahwa faktor variasi bahan baku dan kelompok memberikan pengaruh nyata pada metode
ASTM IA dan ASTM IIA terhadap nilai perpanjangan putus pada taraf 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sifat perpanjangan putus karet alam
pada vulkanisat dipengaruhi oleh jenis bahan bakunya dan jika diaplikasikan pada barang jadi karet, perpanjangan putus barang jadi
karet juga dipengaruhi oleh jenis bahan bakunya. Berdasar uji lanjut Duncan, metode ASTM IA dan ASTM IIA, vulkanisat karet siklo dari
lateks pekat memberikan hasil yang berbeda nyata dengan vulkanisat karet siklo dari lateks deproteinasi dan depolimerisasi. Vulkanisat
41 karet siklo dari lateks deproteinasi dan depolimerisasi juga
memberikan hasil yang berbeda nyata.
5. Ketahanan Sobek