BAB VI PEMBAHASAN UMUM
Pengelolaan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit LCPMKS yang kaya bahan organik, di Indonesia umumnya memanfaatkan teknologi
perombakan digesti anaerob kolam terbuka, yang sering disebut sistem konvensional. Sistem ini banyak kelemahan diantaranya tidak efisien, karena
membutuhkan lahan yang luas, biaya pemeliharaan tinggi, menimbulkan emisi gas metan yang menyebabkan dampak gas rumah kaca.
LCPMKS merupakan produk samping industri kelapa sawit yang kondisinya semakin melimpah seiring dengan peningkatan kapasitas olah
pabrik maupun produksi perkebunan kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit di Indonsia berjumlah 320 buah pabrik yang menghasilkan LCPMKS lebih 40
juta m
3
tahun. Sedang pengolahan 60 ton tandan buah segar TBSjam menghasilkan LCPMKS 700 m
3
hari, sehingga dipridiksi sangatlah melimpah LCPMKS yang tersedia. Pengolahan
LCPMKS secara konvensional umum dilakukan karena mudah dan tidak memerlukan teknologi tinggi, namun kurang
efisien, karena memerlukan lahan yang sangat luas, cepat mengalami pendangkalan, biaya pemeliharaan mahal, emisi gas metan meningkatkan
pencemaran udara, penyebab pemanasan global. LCPMKS sumber pencemar yang potensial, bersifat asam pH 4
mengandung bahan organik tinggi, dan total solit 4 - 5, berbahan baku lignoselulosa, pekat dengan nilai BOD, COD, SS, TS tinggi, sebagai sumber
pencemar potensial H-Kittikun et al. 2000, Yuliasari et al. 2001. Oleh karenanya upaya penanganan limbah tersebut agar memenuhi standart baku
mutu yang telah ditentukan, dan sumber energi terbarukan atau bioenergi menjadi pertimbangan utama penelitian ini.
Kondisi LCPMKS sangat potensial untuk produksi biogas melalui fermentasi anaerob, namun di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal,
karena keterbatasan teknologi yang tersedia. Perombakan bahan organik dari LCPMKS menjadi biogas melalui beberapa tahapan reaksi oleh bakteri
asetogenik dan metanogenik. Peningkatan sistem pengolahan LCPMKS yang
124 efisien dan efektif akan meningkatkan daya guna yang lebih baik, misalkan
produksi biogas dari LCPMKS, dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam pabrik, sehingga dapat menekan biaya produksi, secara tidak langsung
akan meningkatkan daya saing produk dipasaran. LCPMKS bagai tombak bermata dua, satu sisi sebagai bahan pencemar
yang potensial, karena emisi gas metan penyebab pemanasan global, disisi lain sebagai limbah yang kaya bahan organik, sebagai sumber energi terbarukan
yang aman dan bersih lingkungan, yang saat ini sedang digalakan. Selain sumber produksi biogas sebagai energi terbarukan, dapat menghasilkan pupuk,
full cell dll. Perkembangan industri kelapa sawit yang demikian pesat menuntut
penanganan limbah terutama LCPMKS yang lebih efektif, efisien sekaligus bernilai tambah, yaitu dengan mengembangkan teknologi digesti anaerob kolam
tertutup laju tinggi. Upaya penanganan limbah tersebut agar memenuhi standart baku mutu yang telah ditentukan, dan sumber energi terbarukan atau bioenergi
menjadi pertimbangan utama penelitian ini. Hasil penelusuran jurnal di Indonesia pengelolaan LCPMKS sistem digesti anaerob kolam tertutup
DAKT belum ditemukan, maka dikatakan bahwa penelitian pengelolaan LCPMKS dengan DAKT terbaru di Indonesia. Dengan penelitian tersebut
diharapkan memperoleh informasi baru tentang pengembangan sistem mengelolaan LCPMKS yang lebih efisien, efektif dan lebih berdaya guna.
Memperoleh informasi baru tentang metode pengukuran emisi gas metan LCPMKS sistem kolam, dan penerapan teknologi perombakan digester anaerob
kolam tertutup laju tinggi dengan resirkulasi pada pengelolaan LCPMKS skala industri.
Pengolahan LCPMKS yang umum dilakukan di Indonesia dengan sistem konvensional, dan sistem tersebut kurang efisien, karena masih
menimbulkan dampak gas rumah kaca, kebutuhan lahan lebih luas dan kualitas limbah tidak sesuai dengan baku mutu yang ditentukan oleh MenKLH 2005.
Kebutuhan luas lahan yang tidak efisien berakibat memperluas dampak negatif dan kerugian terhadap lingkungan, khususnya dampak GRK, serta
pembengkaan dana. Oleh sebab itu diperlukan inovasi pengolahan LCPMKS, salah satunya dengan modifikasi sistem anaerob tertutup laju tinggi.
125 Prinsip proses perombakan anaerob laju tinggi adalah dekomposisi
mikrobiologis dengan metabolisme bahan organik dalam lingkungan anaerob, dan menghasilkan biogas, yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
operasinal pabrik.Untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan penelitian terapan, yang bekerjasama dengan industri kelapa sawit PT Pinago Utama di
Palembang. Penelitian ini bertujuan untuk: 1 mempelajari karakteristik dan faktor biotik abiotik yang berpengaruh terhadap laju produksi biogas, total
produksi biogas dan efisiensi pengurangan bahan organik dari LCPMKS, 2 mengukur emisi gas metan LCPMKS kolam anaerob terbuka, memantau kualitas
kolam pengolahan LCPMKS, efisiensi pengurangan bahan organik, dan cara peningkatan kualitas atau pemurnian biogas, 3 merancang dan menguji
teknologi perombakan kolam anaerob tertutup laju tinggi dengan perlakuan resirkulasi dan peningkatan suhu gradasi untuk pengelolaan LCPMKS lebih
efisien , efektif, dan berdaya guna, 4 mengkaji kelayakan tekno-ekonomi anaerob tertutup laju tinggi secara ekonomis, dan mendapatkan teknologi
pengolahan LCPMKS untuk produksi biogas yang layak diaplikasikan sesuai analisis ekonomi secara sederhana.
Penelitian yang dilakukan dibagi tiga sub penelitian, yaitu skala laboratorium, yang menggunakan sistem anaerob tertutup sistem curah, yang akan
memberikan gambaran karakteristik LCPMKS PT Pinago Utama, dan memberikan gambaran faktor abiotik dan biotik yang berpengaruh terhaap
produksi biogas dan perombakan bahan organik substrat. Baseline study sebagai dasar melangkah pengelolaan LCPMKS dalam skala industri, serta mengukur
emisi biogas yang terjadi. Dari hasil penelitian laboratorium dan baseline study, akan dikembangkan pengolahan LCPMKS skala industri dengan anaerob tertutup
laju tinggi. Hasil percobaan laboratorium menunjukkan bahwa karakteristik
LCPMKS PT. Pinago Utama bersifat koloida, kental, coklat atau keabu-abuan, pH 4,4-4,6 dan mempunyai rerata kandungan COD 49,0-63,6; BOD 23,5-29,3;
TS 26,5-45,4 dan SS 17,1-35,9 g.l
-1
. Keseluruhan nilai parameter tersebut, di atas ambang baku mutu, sehingga LCPMKS berpotensi sebagai pencemar
lingkungan.
126 Jenis inokulum lumpur aktif kolam II konsentrasi 20 menghasilkan
biogas tertinggi yaitu 121 L. Lumpur aktif kolam II konsentrasi 10 menghasilkan biogas sebanding dengan lumpur aktif kotoran sapi 10, berturut-
turut 55 L dan 64,5 L. Dengan demikian lumpur aktif kolam II konsentrasi 20 sesuai untuk digunakan peningkatan awal start-up produksi biogas pada
digester anaerob skala pilot. Pada kondisi terbaik yaitu dengan inokulum lumpur aktif kolam II konsentrasi 20 dari seluruh perlakuan yang diuji dalam digester
anaerob sistim curah volume 20 L, hingga akhir pengamatan minggu ke-12 diperoleh penurunan COD, BOD dan total solid TS 85 pada minggu ke-2,
namun penurunan soluble solid SS baru bisa mencapai 80 setelah minggu ke-4 inkubasi. Penggunaan substrat LCPMKS segar dengan pH 4,4 tanpa bahan
penetral akan memperlambat proses terbentuknya biogas, dan hanya diperoleh total produksi biogas 15 L selama 12 minggu inkubasi. Produksi biogas akan
meningkat 3,6 kali lebih besar jika dilakukan penambahan bahan penetral pada awal inkubasi berupa CaOH
2
yang lebih baik, serta harganya lebih murah dibandingkan NaOH. Pemberian agitasi pada digester anaerob sistim curah dapat
meningkatan perolehan biogas 9,2 kali lebih besar dibandingkan tanpa agitasi. Hal ini disebabkan karena agitasi dapat meningkatkan kontak langsung antara
substrat utama LCPMKS dan substrat antara, berupa asam-asam organik dengan bakteri asidogenik, asetogenik dan metanogenik
. Peningkatan suhu reaksi dari
temperature rumah kaca 30 C menjadi 40
C dapat meningkatkan 1,25 kali produksi biogas. Pemberian substrat LCPMKS segar yang memiliki suhu antara
50 - 65 C pada digester anaerob kolam tertutup skala pilot diharapkan akan
meningkatkan suhu digester sehingga produksi biogas lebih tinggi. Faktor abiotik yaitu, penambahan bahan penetral pH CaOH
2
, pH awal substrat 7, penambahan agitasi dan penambahan suhu LCPMKS 40
o
C, mampu meningkatkan laju produksi biogas, total produksi biogas dan efisiensi
pengurangan bahan organik. Rerata efisiensi pengurangan bahan pencemar sistem curah relatif tinggi, masing-masing 88 , 74,8, 64,4 dan 61 untuk
COD, BOD, SS, dan TS. Hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor biotik dan abiotik berpengaruh terhadap laju dan total produksi biogas, efisiensi
pengurangan bahan organik substrat LCPMKS tinggi terkecuali TS. Hasil
127 karakteristik pengukuran parameter yang diperoleh menunjukkan bahwa
LCPMKS PT Pinago Utama Palembang jauh diatas baku mutu yang telah ditetukan oleh MenKLH 1995. Sehingga dikatakan bahwa LCPMKS sebagai
sumber pencemar. Peningkatan nilai pH dan suhu seiring dengan bertambahnya produksi
biogas, pH menjadi netral dan suhu menjadi kondisi termofil, memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan mikroba pencerna perombak bahan organik
terutama metanogen dalam limbah meningkat dan memacu laju reaksi kimia proses perombakan yang berjalan sangat baik, sehingga berdampak pada
produksi biogas. Akibat proses perombakan bahan organik yang terjadi ditunjukkan oleh perubahan atau perbedaan nyata nilai parameter. Polprasert
1996 dan Metcalf dan Eddy 2003 menyatakan bahwa kondisi anaerob, proses perombakan biokimia berjalan dengan baik pada rerata pH 7,3. Hal tersebut sesuai
hasil yang diperoleh bahwa produksi biogas terbaik dapat dicapai pada pH 7– 7,3 pH netral, dan suhu mesofil antara 30-35
o
C atau thermofil 40-60
o
C.
Mertz 2003 menyatakan bahwa faktor biotik yang berpengaruh
terhadap laju dan total produksi biogas adalah kumpulan konsorsium jasad renik, yang berperan dalam perombakan bahan organik dan produksi biogas.
Adrianto et al. 2001 menyatakan bahwa senyawa kompleks organik tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh bakteri di dalam proses metabolisme, karena
membran sel bakteri hanya dapat dilewati oleh senyawa organik sederhana seperti glukosa, asam amino dan asam lemak volatil. Pavlostatis dan G. Gomes
1991 dan Adrianto et al. 2001 menyatakan bahwa proses penguraian senyawa kompleks organik menjadi senyawa organik sederhana berlangsung pada proses
hidrolisis yang dilakukan oleh kelompok bakteri hidrolitik. Raj et al. 1989 menyatakan bahwa limbah cair yang mengandung
senyawa kompleks organik, pengendali proses terletak pada tahap hidrolisis, karena proses hidrolisis lebih lambat dibandingkan dengan tahap proses lain.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa proses hidrolisis merupakan salah satu tahapan proses sangat penting untuk kelangsungan proses biodegradasi anaerob.
Hidrolisis akan mempengaruhi kinetika proses perombakan secara keseluruhan.
128 Loubis dan Darnoko 1992 dan O’Flaherty et al. 2006 menyatakan
bahwa perombakan limbah cair secara biologis, tahap anaerobik merupakan tahapan yang sangat menentukan keberhasilan proses perombakan. Pada tahap
tersebut terjadi perombakan bahan-bahan organik menjadi asam-asam lemak rantai panjang, asam asetat dan akhirnya menjadi gas metana dan CO
2
, sehingga terjadi penurunan COD. Proses perombakan terjadi pada pH 6,8 – 8,0, jika pH
rendah bakteri metanogen akan mati. Mikroorganisme yang bekerja dalam proses perombakan secara anaerob memerlukan kondisi spesifik, sehingga
sangat peka terhadap perubahan yang dapat menyebabkan kegagalan dalam proses perombakan.
Perubahan komposisi bahan organik substrat yang diakibatkan oleh perombakan, berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mikroba
pencerna bahan organik menjadi anorganik, berdampak pada perubahan aktifitas mikroba. Sebaliknya mikroba yang berperan membentuk gas metan misalkan
bakteri metanogenik tumbuh dan berkembang baik, sehingga aktifitasnya boleh jadi meningkat. Oleh sebab itu dengan bertambah lama waktu fermentasi,
memungkinkan hasil produksi biogas meningkat. Kondisi demikian terkait dengan adanya variasi peran mikroba mikroba syntrofik dalam proses perombakan
LCPMKS sistem anaerob Werner et al. 1989. Proses perombakan terjadi empat tahap dengan golongan mikroba yang
berbeda. Tahap 1 hidrolisis diperankan oleh bakteri hidrolitik, 2. Fermentasi sederhana yang akan digunakan sebagai sumber energi mikroba, 3 reduksi dan
oksidasi dalam kondisi anaerob terbentuk asam asetat, CO
2
dan hidrogen, tahap akhir berupa fermentasi metana. Proses hidrolisis merupakan kunci dari proses
perombakan bahan organik, dan terdapat dua kelompok bakteri metanogen penting pada proses anaerob yaitu metanogen hidrogenotrofik menggunakan H
kemolitotrofik mengubah hidrogen dan CO
2
menjadi metana, dan metanogen asetotrofik asetoklastik metanogen pemisah asetat, mengubah asetat menjadi
metana dan CO
2
Bitton 1999. Demikian pula yang dinyatakan oleh Reith et al. 2003 bahwa ada empat
tahap dimana proses hidrolisis protein akan diubah menjadi asam amino, karbohidrat diubah menjadi gula, dan lipid akan diubah menjadi asam lemak
129 rantai panjang dan glyserol. Selanjutnya terjadi proses Acidogenesis dimana gula
akan diubah menjadi asam lemak volatil dan alkohol. Proses berlanjut dengan acetogenesis yang akan merombak asam asam lemak volatil membentuk asam
lain lebih sederhana, dan dilanjutkan dengan proses metanogenesis, yang menghasilkan metana dan CO
2
. Uraian tersebut menunjukkan bahwa proses perombakan yang terjadi di dalam kondisi anaerob dilakukan berbagai macam
jenis mikroba, sehingga banyak faktor berpengaruh terhadap proses tersebut, baik faktor abiotik maupun biotik.
Metcalf dan Eddy 2003 menyatakan bahwa temperatur air limbah yang hangat dapat meningkatkan reaksi biokimia pada kolam anaerob, dimana bahan
organik dirombak menjadi biogas pada kisaran temperatur hangat mesofilik antara 30 dan 38
o
C. Selanjutnya dinyatakan bahwa temperatur dapat dibedakan menjadi cryophilic 5-18
o
C, mesophilic 25-40
o
C dan thermophilic 55-65
o
C. Proses anaerob biasa berlangsung antara 6,8-7,6; bakteri metana tidak toleran
pada pH diluar 6,7-7,4; sedangkan bakteri non metana mampu hidup pada pH 5- 8,5 dan pengadukan Loebis dan Tobing 1984; Tobing et al. 1990; Yuliasari et
al. 2001.
Agitasi juga sangat penting karena perlakuan tersebut diduga berpengaruh pada intensitas kontak antara organisme dan substrat senyawa
organik lebih baik bila dibandingkan dengan tanpa pengadukan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Barford 1983 bahwa pengadukan dimaksudkan agar
kontak antara limbah segar dan bakteri perombak aktif lebih baik, dan menghindari padatan terbang atau mengendap, yang akan mengurangi efektifitas
perombakan dan menimbulkan ‘plugging’ gas dan luaran lumpur. Simorangkir et al.
1995 menyatakan bahwa pengaturan pH awal dan pengadukan atau agitasi 100 rpm, produksi biogas yang diperoleh lebih tinggi bila dibandingkan dengan
tanpa pengaturan pH awal dan agitasi. Hasil percobaan skala laboratorium memberikan rekomendasi bahwa jenis
inokulum dan komposisi inokulum yang digunakan faktor biotik berasal dari LCPMKS kolam II-B sebanyak 20 bv volume kerja 15 L berpengaruh
meningkatkan produksi biogas dan pengurangan konsentrasi bahan pencemar organik. Faktor abiotik yang berpengaruh meningkatkan produksi biogas dan
130 efisiensi perombakan adalah pH netral 6,9 – 7,3, peningkatan suhu substrat 35-
40
o
C, agitasi, dan hasil percobaan tersebut sebagai landasan pada percobaan berikutnya, baik baseline study maupun skala pilot
Sistem kolam atau konvensional yang digunakan saat ini untuk pengolahan LCPMKS PT. Pinago Utama terdiri dari beberapa jenis kolam di antaranya adalah
kolam I.1 – I.5 sebagai kolam cooling dan recovery, kolam II-A dapat disebut sebagai kolam overload, kolam II-B adalah kolam anaerob, dan kolam III–V
merupakan kolam aerob, dan kolam VI dipenuhi dengan limbah TKKS. Hasil penilaian cepat kualitas air limbah kolam areal pengelolaan LCPMKS menunjukkan
bahwa kolam II-B merupakan kolam anaerob yang berpotensi emisi biogas dan digunakan sebagai lokasi pengukuran produksi biogas, sebagai base line study.
Hasil pengukuran menunjukkan pH netral antara 6,9 – 7,3, dan suhu rerata mencapai 37
o
C. Kondisi tersebut memenuhi persyaratan kondusif keberlangsungan proses perombakan anaerob, dan bakteri metana toleran pada pH 6,5 – 7,6; sedang
bakteri non metana mampu hidup pada pH 5-8,5 Yuliasari et al. 2001. Base line study
yang dilakukan pada kolam perombakan anaerob terbuka yaitu kolam II-B, emisi gas metan diukur dengan metode pengambilan sampel
secara purpousive sampling, dengan enam titik sampling. Pengukuan emisi digunakan sungkup berukuran 4m x 6m x 0,65 m untuk menampung biogas.
Hasil pengukuran emisi gas metan kolam anaerob terbuka II-B dari pabrik kelapa sawit kapasitas 60 ton TBSjam, setara dengan 23.866 ton CO
2
equivalent tahun. Secara visual gelembung biogas terjadi pada kolam II-A, II-B, dan kolam III dengan intensitas yang sama. Total emisi gas metan diperkirakan
bisa mencapai dua kali lebih besar, bahkan lebih karena pengolahan LCPMKS secara konvensional dengan sistim kolam anaerob dan aerob merupakan
teknologi sederhana, mudah dan murah, memerlukan lahan yang luas ± 10 Ha serta dibutuhkan tenaga kerja yang banyak, terutama untuk membersihkan atau
memanen scum pada permukaan kolam anaerob dan pengurasan kolam akibat pendangkalan oleh lumpur LCPMKS.
Emisi gas metan dari pengolahan limbah cair di hampir seluruh pabrik kelapa sawit di Indonesia sangat potensial sebagai sumber pencemar GRK gas Rumah
kaca yang berdampak pada pemanasan global. Kualitas limbah cair pada outlet
131 kolam terakhir kolam I-VI sebagian besar belum memenuhi syarat baku mutu
yang ditetapkan oleh MenKLH 2005, yaitu COD kolam I- VI 44,1; 5,5; 7,9; 3,9; 0,9; 0,7. BOD 15,3; 3,0; 3,1; 1,3; 0,4; 0,3;. TS 30,0; 10,9; 9,8; 5,2; 5,6; 3,5.
SS 31,6; 7,8; 7,4; 2,1; 2,0; 1,6. Biogas yang dihasilkan dari perombakan anaerob memiliki kandungan gas metan 55 – 65, dan CO
2
berkisar antar 35 – 45. Biogas yang dihasilkan telah dicoba pemanfaatannya secara langsung untuk
pembakaran pada burner menggantikan bahan bakar minyak. Biogas yang dihasilkan dari LCPMKS yang ingin digunakan untuk bahan bakar mesin diesel
atau kendaraan bermotor, biogas harus dimurnikan dengan cara penjerapan CO
2
, uap air dan H
2
S untuk meningkatkan konsentrasi gas metan. Bahan penjerap CaOH
2
konsentrasi 50 mg per liter air memiliki efisiensi penjerapan ± 20 , sebanding namun lebih murah dibanding NaOH pada konsentrasi yang sama.
Emisi biogas kolam LCPMKS II-B berbagai titik pengukuran sebesar 3.555 m
3
hari dengan luas kolam 10.800 m
2
dan rerata komposisi gas metan CH
4
sebesar 53,4. Potensi emisi gas metan dengan kadar metan sebesar 1935,6 kghari, berpotensi pemanasan global sebesar 23.866 ton CO
2
ekivalentahun, untuk satu kolam II-B saja. Hasil monitor dari tiga kolam yaitu II-A, II-B dan III secara visual menunjukkan gejala yang sama, yaitu
terbentuknya gelembung gas dipermukaan kolam, sehingga dapat dikatakan bahwa pengolahan LCPMKS yang umum di Indonesia memberikan kontribusi
dampak pemanasan global sangat tinggi. Hasil pengukuran efiseinsi perombakan bahan organik dalam substrat
LCPMKS, rerata efisiensi pengurangan bahan organik COD, BOD, TS, VS dan SS berkisar antara 80-90 dengan waktu tingal relatif lama 10-12 bulan..
Sehingga dapat dikatakan sekalipun nilai efisiensinya pengurangan relatif tinggi, dengan waktu yang lama, dalam kondisi kolam terbuka, maka memberi dampak
emisi sangat tinggi. Selain hal tersebut juga mempercepat pendangkalan kolam, sehingga muatan limbah LCPMKS menurun, dan emisi biogas berlangsung terus
menerus. Hasil yang diperoleh pada Base line study, biogas yang dihasilkan dapat
digunakan sebagai mana bahan bakar gas BBG jenis lain, misalkan perebusan air dengan komporgas, pengeringan kompos, pemotongan besi dan lainnya,
132 bahkan dinegara maju, mobil mewahpun menggunakan bahan bakar gas BBG.
Bitton 1999 menyatakan bahwa biogas hasil proses perombakan bahan organik oleh jasad renik dalam kondisi anaerob berupa gas campuran metana, CO
2
, H
2
O serta senyawa gas sangat kecil konsentrasinya impuritis lainnya. Oleh sebab itu
diperlukan penjerap scrubber dengan berbagai bahan adsorbance, untuk meningkatkan kualitas biogas yang dihasilkan. Berbagai bahan scrubber yang
digunakan menunjukkan pemakaian CaOH
2
dan CaCl
2
sebagai penjerap CO
2
, H
2
O dan H
2
S relatif efektif, karena persentase metana dalam biogas meningkat menjadi 62,9 dari 41,35 sebelum penjerapan.
Hasil pemantauan selama 10 bulan, menunjukkan bahwa rerata kolam anaerob II-B mampu merombak COD LCPMKS sebesar 38,7 kg CODm
3
, atau rerata 13,5 ton CODhari, oleh karena kapasitas olah pabrik setiap hari 51 ton
TBSjam menghasilkan limbah cair sekitar 325-350 m
3
hari yang masuk ke kolam II-B, lebih kurang 86 COD berhasil dihilangkan sebelum LCPMKS
mengalir ke dalam kolam III. LCPMKS digestat dalam kolam III COD sebesar 2.894-7.662 mgl dan limbah yang keluar kolam VI sebesar 462-1.254 mgl,
juga parameter lainya seperti BOD, TS, TSS dan VS masih relatif tinggi dibanding baku mutu yang telah ditentukan. Hasil analisis BOD, COD, TS, SS
dan VS setiap bulan berfluktuatif, hal tersebut dapat dimengerti, karena nilai perombakan bergantung dari berbagai faktor diantaranya, hasil panen, proses
produksi minyak, dan kualitas buah. Selain itu juga faktor biotik dan abiotik, yang selanjutnya disebut faktor lingkungan Yacob et al. 2005b.
Pengelolaan LCPMKS secara konvensional, dari pabrik mengalir ke kolam-kolam penampungan yang disebut kolam pendinginan cooling pond
dan atau kolam pengutipan oil recovery. Pengolahan LCPMKS secara biologik dalam kolam anaerob menampung aliran kolam pengendapan, memanfaatkan
bakteri anaerob untuk menurunkan konsentrasi BOD, COD, TS, SS dan VS dan menetralisir keasaman limbah H-Kittikun et al. 2000.
Parameter COD, BOD, TS, SS dan VS tampak menurun dari kolam anaerob I ke kolam anaerob II, hal tersebut dapat dimengerti karena kolam
anaerob I, pH rendah dan kolam 2 pH netral. Kondisi pH netral aktifitas mikroba perombak lebih aktif bila dibandingkan dengan pH rendah, sehingga
133 pengurangan organik setiap parameter diukur rerata cukup besar. Hal tersebut
dapat dimengerti bahwa proses perombakan biofermentasi LCPMKS dilakukan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Dalam proses tersebut berbagai tingkatan,
mulai dari hidrolisis dimana protein diubah menjadi asam-asam amino dan karbohidrat menjadi sukrosa dan lemak akan menjadi senyawa lebih sederhana
yaitu asam lemak rantai panjang. Proses berlanjut dengan asidogenesis, senyawa yang lebih sederhana di
atas akan diubah semua menjadi asam volatil dan alkohol Reith et al. 2003. Dari proses tersebut dapat dipahami bahwa perombakan akan menurunkan bahan
organik, namun rerata nilai parameter yang digunakan masih di atas baku mutu yang telah ditetapkan oleh MenKLH 1995, sehingga dapat dinyatakan bahwa
pengelolaan LCPMKS sistem konvensional luaran limbah yang mengalir ke badan perairan umum berpotensi sebagai bahan pencemar.
Hal tersebut mungkin disebabkan aktifitas mikroba pada kolam anaerob terbuka belum intensif, karena percobaan belum mengalami perlakuan fisik
lainnya. Namun demikian telah menunjukkan adanya gambaran efisiensi penurunanpengurangan beban pencemar organik yang diukur dari perubahan
nilai parameter dan berpotensi mengemisi gas metan, sehingga perlu upaya peningkatan untuk pemanfaatan produksi biogas yang terbentuk lebih berdaya
guna. Bitton 1999 menyatakan bahwa bakteri campuran terlibat dalam proses
perubahan bentuk senyawa-senyawa organik kompleks, dengan berat molekul tinggi menjadi metana. Interaksi sinergi di antara berbagai kelompok mikroba
terjadi pada perombakan anaerob LCPMKS. Gas metana dibebaskan dalam suatu lingkungan anaerob dari asam cuka oleh bakteri metanogen. Dua
kelompok bakteri metanogen penting pada proses anaerob tersebut adalah metanogen hidrogenotrofik menggunakan H kemolitotrof mengubah hidrogen
dan CO
2
menjadi metana, dan metanogen asetotrofik asetoklastik metanogen pemisah asetat yang mengubah asetat menjadi metana dan CO
2.
Tobing dan Poeloengan 2003 menyatakan bahwa proses biologis dalam kondisi anaerob lebih efisien jika didasarkan pada waktu penahanan hidrolisis
optimum, keasaman dan alkalinitas pH optimum selama proses 7-7,5, suhu
134 optimum selama perlakuan, konsentrasi nutrisi cukup, karakteristik LCPMKS
sesuai, pengadukan dan resirkulasi optimum, serta dihindarkan senyawa – inhibitor
beracun. Penurunan efisiensi perombakan bahan organik anaerob sistem kolam
terbuka yang umum digunakan oleh banyak industri kelapa sawit di Indonesia, seiring dengan pertambahan kapasitas olah tandan buah segar dan produktifitas
perkebunan kelapa sawit yang sangat cepat. Pembuangan LCPMKS pada areal pengolahan limbah cair sistem kolam sering kali belum memenuhi ambang baku
mutu yang ditetapkan. LCPMKS sebagai produk samping proses produksi minyak mentah
merupakan sumber potensial pencemar. Sementara pengelolaan air limbah industri dengan cara fisika-kimia, yaitu koagulasi dan flokulasi sering kali
diperlukan biaya operasional tinggi walaupun hasilnya cukup memuaskan. Akibatnya selain banyak menyebabkan industri skala kecil tidak sanggup
melakukan kegiatan produksi lebih lanjut, karena dianggap mencemari lingkungan perairan sekitarnya. Juga diperlukan upaya segera pengembangan
dan peningkatan efisiensi perombakan organik, sesuai perkembangan teknologi perombakan anaerob, khususnya teknologi pengolahan limbah cair, untuk
mengatasi tekanan lingkungan yang disebabkan oleh LCPMKS yang melimpah Kittikun et al. 2001, Metcalf dan Eddy 2003.
Teknologi perombakan anaerob pada prinsipnya adalah dekomposisi anaerob secara mikrobiologik, dimana mikroorganisme tumbuh dan
menghasilkan energi dengan memetabolisme bahan organik dalam lingkungan anaerob, dan dihasilkan metana Werner et al. 1989.
Bitton 1999 menyatakan bahwa terdapat dua kelompok bakteri metanogen penting dalam proses anaerob
yaitu metanogen hidrogenotrofik, yang mengubah hidrogen dan CO
2
menjadi metana, dan metanogen asetotrofik asetoklastik metanogen pemisah asetat,
yang mengubah asetat menjadi metana dan CO
2
. Nilai pH 6,5–7,6 dan suhu 30-35
o
C cukup memenuhi persyaratan perkembangan mikroba penting dalam proses perombakan anaerob. Bakteri non
metanogen dapat berupa bakteri perombak substrat maupun bakteri yang mampu menghidrolisis substrat sebagai proses awal perombakan dan pembentukan
135 biogas. Proses hidrolisis berlangsung paling lambat, dan mempengaruhi kinetika
proses keseluruhan, sehingga dapat mempengaruhi laju tahap keseluruhan proses dalam substrat.
Yuliasari et al
. 2001 menyatakan bahwa LCPMKS terdiri dari sumber
air kondensat rebusan; pemisah lumpur klarifikasi; dan pencucian hidrosiklon yang umumnya dialirkan ke areal pengolahan LCPMKS secara konvensional,
biologis atau dalam system kolam. Akan tetapi sistem kolam masih menyisakan kekurangan, selain luasnya lahan yang diperlukan untuk menampung limbah
juga waktu retensi 3-4 bulan. Efisiensi perombakan relative rendah, karena sering mengalami pendangkalan, sehingga waktu retensi menjadi lebih singkat
dan baku mutu limbah tidak dapat tercapai. Dengan demikian sistem pengelolaan LCPMKS secara konvensional,
selain belum optimal untuk mengendalikan sifat pencemar limbah cair baik terhadap lingkungan udara, tanah maupun air permukaan sekitarnya, juga
terdapat kecenderungan kualitas luaran yang terolah semakin menurun. Pada sisi lain emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan berpotensi tinggi menyumbang
pemanasan global, oleh karenanya diperlukan segera upaya mengatasi kelemahan-kelemahan teknologi pengelolaan secara konvensional dengan
modifikasi komponen sistem sesuai perkembangan ilmu dan tepat guna. Sebelum diterapkan pengembangan sistem pengelolaan LCPMKS yang
lebih efisien skala pilot industri, telah dilakukan terlebih dahulu penelitian skala laboratorium dan semi pilot. Hasil penelitian laboratorium diantaranya
karakteristik limbah, dan faktor-faktor penting berpengaruh pada LCPMKS untuk peningkatan produksi biogas hasil perombakan anaerob dan baseline study
kolam anaerob serta potensi emisi gas metan menjadi landasan pengembangan sistem pengelolaan LCPMKS secara anaerob tertutup. Perancangan dan
pengalihan fungsi kolam serta penyesuaian kondisi kolam sebelum dimodifikasi menjadi pertimbangan utama penentuan kolam yang akan digunakan sebagai
bioreaktor. Rekomendasi hasil-hasil percobaan sebelumnya dan perkembangan
teknologi yang dapat diterapkan melandasi pengembangan teknologi pengolahan LCPMKS lebih berdaya guna. Teknologi perombakan anaerob laju rendah
136 umum terjadi, di lingkungan yang berkadar oksigen terlarut rendah, baik pada
dasar perairan maupun mikrohabitat daratan atau kondisi anaerob Bitton 1999. Hasil perancangan dan konstruksi serta adaptasi kondisi kolam sebagai reaktor
percobaan dilanjutkan dengan penerapan sistem perombakan anaerob laju tinggi melalui uji optimasi kinerja boreaktor yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi terbarukan. Keseimbangan proses terjadi dalam bioreaktor fermentasi dapat
dibedakan menurut komponen sistem biogas. Komponen tersebut di antaranya sistem pengumpanan feeding, penggunaan suhu, tingkat fermentasi, dan proses
fermentasi dua fase Chin dan Hee 1989. Percobaan dilakukan dengan menggunakan sistem pengumpanan, fermentasi kontinyu fermentasi satu tangki
1 fase, dan suhu yang digunakan sesuai rekomendasi hasil penelitian skala laboratorium yaitu suhu thermofilik 40-50
o
C. Kondisi suhu demikian dapat berfungsi untuk penghancuran dengan cepat dan produksi tinggi m
3
gasm
3
LCPMKS per hari serta waktu retensi pendek dengan intensitas kontak mikroba dan substrat meningkat melalui peningkatan agitasi resirkulasi Loebis dan
Tobing 1984, 1990, Metchalf dan Eddy 2003 Percobaan pada optimasi kinerja bioreaktor modifikasi dilakukan
pengumpanan feeding secara bertahap mulai dari 25 – 300 m
3
hari dengan interval 25 m
3
pada setiap 3 kali ulangan. Hasil optimasi menunjukkan pertambahan laju umpan ke dalam reaktor selama proses perombakan organik
dan produksi biogas yang ditampung menunjukkan fenomena yang meningkat. Terlihat bahwa perombakan optimal pada pemberian umpan beban organik
200-225 m
3
hari. Pada penambahan feeding berikutnya terjadi penurunan efisiensi perombakan, baik COD, BOD, TS dan SS, sedang produksi biogas
tetap meningkat sampai pada feeding 300 m
3
hari. Fenomena tersebut dapat dipahami karena proses perombakan dan proses produksi biogas dilakukan oleh
jenis mikroba berbeda, sehingga memberikan perbedaan hasil. Hasil perombakan mikroba akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga menyebabkan aktifitasnya berubah. Bitton 1999 menyatakan bahwa terdapat dua kelompok bakteri
metanogen penting pada proses anaerob, yaitu metanogen hidrogenotrofik
137 menggunakan H kemolitotrof mengubah hidrogen dan CO
2
menjadi metana, dan metanogen asetotrofik asetoklastik metanogen pemisah asetat yang
mengubah asetat menjadi metana dan CO
2
. Sehingga tampak bahwa proses perombakan dalam sistem anaerob, banyak macam bakteri yang terlibat, atau
bakteri campuran yang terlibat dalam proses perubahan bentuk tranformasi senyawa-senyawa organik kompleks dengan berat molekul tinggi menjadi
metana. Efisiensi perombakan dan produksi biogas antara anaerob tertutup laju
tinggi kolam I.1, dan kolam anaerob terbuka II-B diperoleh hasil rerata semua parameter yang diukur yaitu COD, BOD, TS dan SS, jauh lebih tinggi kolam
anaerob tertutup laju tinggi dibanding dengan kolam anaerob terbuka konvensional. Hal tersebut memperjelas bahwa inovasi teknologi anaerob
tertutup dengan laju tinggi memberikan hasil pengelolaan LCPMKS lebih baik dibanding dengan kolam anaerob terbuka. Sistem tertutup dan laju pencampuran
tinggi juga lebih efisien dan efektif, karena dapat menghasilkan biogas yang sangat menjanjikan, juga tidak memerlukan areal lahan luas, dan menekan
dampak negatif emisi biogas. Sistem pengelolaan LCPMKS anaerob laju tinggi dengan suhu thermofilik 40
o
C lebih berdayaguna baik untuk keperluan pabrik maupun rumah tangga karyawan. Dapat digunakan pemanas, pengganti
bahan bakar minyak, atau boleh jadi dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik lokal pabrik dan masyarakat sekitar. Namun demikian hasil perombakan
yang diperolehdari berbagai sistem yang dilakukan dalam penelitian tersebut, nilai COD, BOD, TS dan SS masih di atas baku mutu yang telah ditentukan oleh
MenKLH 2005. Hasil percobaan sistem DAKT skala pilot volume 4.500 m
3
telah berhasil dikonstruksi dan diujicoba untuk produksi biogas. Dengan laju pengumpanan
optimal ± 200 m
3
LCPMKS hari atau dengan HRT Hydrolyitic Retention Times 22,5 hari maka dapat diperoleh biogas sebanyak ± 10.000 m
3
hari atau setara dengan BBM bahan Bakar Minyak ± 7.000 literhari.
Hasil penerapan inovasi teknologi anaerob laju tinggi sangat memuaskan , mudah diaplikasikan,
dan menghasilkan biogas yang sangat banyak.
138 Bioreaktor ukuran 30 x 30 x 5,5m
3
, daya tampung 4.500 m
3
, diisi inokulum 20 dan 80 substrat dengan volume total 4.000 m3 menghasilkan
biogas sebanyak 13.300 m3 hari, dengan laju umpan optimal 200-225 m3hari. Rerata efsiensi perombakan bahan pencemar organik 90. Jika produksi
LCPMKS 650-700 m3 hari, ditampung dalam tiga bioreaktor, menghasilkan 40.000 m3 biogas hari, setara dengan 20. 000 L solar. Sehingga dapat
diasumsikan, menggunakan teknologi anaerob laju tinggi, dengan pengumpanan 200 – 225 m3hari, akan menghasilkan Rp 110 jutahari, atau Rp 33 Mtahun.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil biogas yang terbentuk dapat menekan biaya operasional pabrik cukup signifikan.
Namun demikian, hasil perombakan bahan pencemar yang diukur dari parameter COD, BOD, TS dan SS masih belum memenuhi kriteria ambang batas
mutu yang ditentukan oleh MenKLH 1995, Sehingga masih diperlu pengembangan lebih lanjut, agar produksi biogas lebih meningkat, dan kualitas
limbah sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan. Seperti disebutkan di atas bahwa limbah dari LCPMKS sebagai sumber pencemar, baik udara, air
maupun lingkungan. Inovasi teknologi yang digunakan yaitu anaerob tertutup laju tinggi sudah memberikan hasil menekan pencemaran udara dengan emisi
gasmetan, yang berdampak terhadap gas rumah kaca, yang mempunyai kontribusi terhadap pemanasan iklim global. Dengan penerapan teknologi
tersebut diharapkan industri minyak kelapa sawit lebih mampu bersaing didunia perminyakan. Selain itu, dengan teknologi bersih dapat mendukung pemerintah
dalam meratifikasi Protokol Kyoto. Berdasarkan perhitungan kelayakan tekno-ekonomi pembangunan DAKT
skala pilot, sangat layak diterapkan dengan Break Even Point = 120.992 m
3
, Net BC=173,48, Net Present Value NPV Bulan Rp 460.416.000 dan IRR di atas
35 . Selain diperoleh biogas sebagai energi terbarukan, digester anaerob kolam tertutup, terbukti sangat efektif dan dapat menurunkan COD, BOD, TS, dan SS,
masing-masing 95, 94, 78,2, 82,6. Selain itu effluent hasil perombakan DAKT yang telah mengalami penurunan bahan organik dengan pH 7,7 dapat
digunakan sebagai pupuk cair untuk tanaman kelapa sawit yang berada di sekitar
139 pabrik. Effluent juga dapat dipresipitasi untuk menghasilkan pupuk organik
padat dan cairan yang relatif jernih dapat diresirkulasi untuk boiler pabrik sawit.
Fenomena Hasil Penelitian
Dari ketiga tahapan percobaan, yaitu skala laboratrium, semi pilot dan pilot projek, masing-masing memberikan kontribusi yang berbeda, namun
berkesinambungan. Percobaan laboratorium memberikan gambaran karakteristik LCPMKS, yang akan memudahkan pelaksanaan percobaan dalam skala lapang,
dan memberikan informasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi biogas dan efisiensi perombakan bahan organik. Dari hasil percobaan skala
laboratorium, akan mendukung percobaan berikutnya, khususnya keberhasilan percobaan inovasi teknologi anaerob laju tinggi. Faktor abiotik dan biotik yang
diinformasikan dari pecobaan satu adalah peningkatan suhu, pH, agitasi, dan pengaruh bahan tambahan diantaranya CaOH
2
yang berfungsi untuk mempercepat pembusukan, sehingga akan meningkatkan nilai pH dan suhu,
yang sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan mikroba, yang berfungsi untuk merombak maupun membentuk biogas.
Hasil percobaan laboratorium memberikan rekomendasi untuk penerapan teknologi anaerob laju tinggi, bahwa pH terbaik adalah 6,9 – 7,3; dengan suhu
≥ 40
C. Agitasi juga merupakan faktor abiotik yang berpegaruh terhadap peningkatan kualitas limbah dan produksi biogas. Namun demikian kualitas
limbah masih diatas baku mutu yang telah ditentukan oleh MenKLH 1995. Sedang faktor biotik adalah peran mikroba dalam inokulum, baik jenis, kuantitas
maupun kualitas inokulum. Inokulum terbaik untuk perombakan dan produksi biogas adalah lumpur aktif kolam II B, sebanyak 20 bv dari jumlah substrat
yang digunakan 15 l. Untuk tahapan percobaan baseline study diperoleh gambaran emisi gas
metan kolam terbuka konvensonal dan pemantauan kualitas LCPMKS kolam anaerob I-III dan aerob IV-VI serta gambaran produksi biogas. Hasil yang
diperoleh baseline study skala semi pilot menggambarkan bahwa emisi gas metan kolam terbuka tinggi. Sistem tersebut umumnya digunakan seluruh pabrik kelapa
sawit di Indonesia yang sangat potensial sebagai sumber pencemar GRK gas
140 rumah kaca berdampak pada pemanasn global. Hasil pengukuran emisi gas metan
kolam anaerob terbuka II-B berkapasitas 60 ton TBSjam setara dengan 23.866 ton CO
2
equivalenttahun, total emisi gas metan bisa mencapai dua kali lebih besar, bahkan lebih, karena secara visual gelembung biogas terjadi dengan intensitas
yang sama pada kolam II-A dan kolam III. LCPMKS secara konvensional dengan sistim kolam anaerob dan aerob
merupakan teknologi sederhana, mudah dan murah, namun memerlukan lahan yang luas ± 10 Ha serta dibutuhkan tenaga kerja yang banyak, terutama untuk
membersihkan atau mengambil scum di permukaan kolam dan pengurasan kolam akibat pendangkalan lumpur LCPMKS. Selain itu kualitas limbah cair
pada outlet kolam terakhir kolam VI belum memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan oleh MenKLH 2005 baik COD, BOD, TS dan SS. Hasil pengukuran
tersebut menunjukkan bahwa kolam I-VI dari parameter yang terukur diatas ambang batas yang telah ditentukan oleh MenKLH 1995. Dari hasil
pemantauan selama 10 bulan, menunjukkan bahwa kualitas LCPMKS dengan metode pengelolan secara konvensional dapat mengurangi bahan organik relatif
tinggi, namun mamerlukan waktu yang relatif lama, dan hasil pengolahan limbah terakhir, yang terbuang dibadan air masih diatas amabang baku yang telah
ditentukan MenKLH 1995, sehingga masih membahayakan perairan. Dampak pembuangan air limbah ke dalam perairan umum tanpa pengolahan terlebih
dahulu mengandung BOD setara dengan BOD buangan populasi 10 juta manusia. LCPMKS berpotensi mncemari air minum, mengurangi kadar oksigen
terlarut, menurunkan kesehatan ikan dan udang dalam badan air sekitarnya atau biota perairan Qu dan Bathhacharya 1997
Biogas yang dihasilkan dari perombakan anaerob kolam terbuka konvensional memiliki kandungan gas metan 55 – 65, dan CO
2
berkisar antar 35 – 45. Biogas tersebut telah dicoba pemanfaatannya secara langsung
untuk pembakaran pada burner pengganti bahan bakar minyak. Namun jika ingin digunakan untuk bahan bakar mesin diesel atau kendaraan bermotor maka biogas
harus dimurnikan dengan cara penjerapan, sehingga konsentrasi gas metan meningkat. Bahan penjerap CaOH
2
konsentrasi 50 mg per liter air memiliki
141 efisiensi penjerapan ± 20 yang sebanding namun lebih murah dibanding NaOH
pada konsentrasi yang sama. Emisi gas metan sistem kolam terbuka sangat tinggi, sehingga
menyebabkan polusi udara, yang berdampak pada pemanasan global. Kapasitas produksi yang dihasilkan pada percobaan baseline study cukup baik, sehingga
dapat digunakan untuk keperluan pabrik maupun keluarga, misalkan untuk pemotongan besi, sterilisasi media jamur, pembuatan kompos dll. Biogas yang
dihasilkan dapat dimampatkan dalam tabung menggunakan kompresor. Hal tersebut dapat menggambarkan, bahwa gas yang dihasilkan dari LCPMKS tidak
jauh fungsinya seperti gas yang dihasilkan dari LNG. Di satu sisi harga gas LNG cukup tinggi.
Hasil yang diperoleh dari baseline study skala semi pilot, dapat memberikan gambaran bahwa teknologi yang diujicobakan dapat menghasilkan
biogas yang dapat ditingkatkan kualitasnya. Dapat menekan polusi udara sebagai dampak emisi gas metan maupun gas lain yang terbentuk. Dengan demikian maka
inovasi teknologi anaerob kolam tertutup dapat dilanjutkan dalam skala pilot, yaitu menutup permukaan kolam dengan plastik kedap udara ketebalan 0,3 cm.
Hasil yang diperoleh dari percobaan skala pilot menunjukkan bahwa produksi biogas sangat tinggi demikian pula effisiensi perombakan, yang ditunjukkan rerata
pengurangan bahan organik masing-masing parameter yang diukur lebih dari 90 .
Hasil perhitungan kelayakan aspek ekonomi tekno-ekonomi menunjukkan bahwa inovasi teknologi yang diujicobakan layak dikembangkan, karena
memberikan hasil yang lebih efisien, efektif, dan berdayaguna, serta dapat menekan biaya operasional pabrik, bermanfaat untuk meningkatkan pembedayaan
dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Hipotesis yang menyatakan LCPMKS berpotensi sebagai sumber pencemar lingkungan baik tanah, udara dan air.
Faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik berpengaruh terhadap peningkatan produksi biogas. Pengelolaan LCPMKS sistem konvensional menyebabkan
emisi metana dan gas efek rumah kaca, dan penerapan teknologi digester anaerob sistem kolam tertutup laju tinggi lebih berhasil guna dan berdaya guna dibanding
dengan pengelolaan konvensional telah terbukti. Tujuan penelitian yang
142 diprogramkan yaitu, 1 mempelajari karakteristik dan faktor biotik abiotik yang
berpengaruh terhadap laju produksi biogas, total produksi biogas dan efisiensi pengurangan bahan organik dari LCPMKS, 2 mengukur emisi biogas kolam
LCPMKS anaerob terbuka, memantau kualitas kolam pengolahan LCPMKS, efisiensi pengurangan bahan organik, dan cara peningkatan kualitas atau
pemurnian biogas, 3 merancang dan menguji teknologi perombakan kolam anaerob tertutup laju tinggi dengan perlakuan resirkulasi dan peningkatan suhu
gradasi untuk pengelolaan LCPMKS lebih efisien , efektif, dan berdaya guna 4 mengkaji kelayakan tekno-ekonomi anaerob tertutup laju tinggi secara
ekonomis, dan mendapatkan teknologi pengolahan LCPMKS untuk produksi biogas yang layak diaplikasikan sesuai analisis ekonomi secara sederhana
telah tercapai.
Hipotesis telah terbukti dan tujuan penelitian tercapai, maka penelitian penerapan inovasi teknologi pengelolaan LCPMKS telah berhasil, sehingga dapat
dikatakan bahwa penelitian yang terdiri dari tiga percobaan telah diselesaikan dan mempeoleh keberhasilan dalam penerapan inovasi teknologi skala industri,
maupun dalam khasanah ilmu pengetahuan. Hasil penelitian tersebut dapat memberi gambaran dan informasi jelas dan nyata bahwa inovasi teknologi
perombakan anaerob tertutup laju tinggi dapat menekan timbulnya dampak gas rumah kaca serta memberi kontribusi program pemerintah dalam pelaksanaan
perbaikan dalam pengelolaan limbah end of pipe. Produksi bersih merupakan salah satu kebijakan yang harus dijalankan industri didalam sertifikasi produksi
ramah lingkungan, yang mendukung mekanisme pembangunan bersih Clean Development MechanismCDM. Namun demikian inovasi teknologi tersebut
baru pertama diterapkan di Indonesia, maka masih diperlukan peningkatan dan
pengembangan penelitian lebih lanjut.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN