Tujuan : Luaran penelitian Bahan dan alat Peningkatan kualitas biogas dan pemanfaatannya 1. Peningkatan kualitas biogas

biogas efektif sebagai bahan bakar dengan konsentrasi metana meningkat. Hal ini dapat dilakukan terutama dengan menghilangkan karbondioksida, dan meningkatkan nilai energi gas melalui perbaikan sistem penyimpanan volume gas sehingga pemanfaatannya lebih lama. Kapdi et al. 2005 menyatakan menghilangkan karbondioksida memberi kualitas biogas konstan termasuk nilai energi. Ada beberapa metode berbeda secara komersil untuk menghilangkan CO 2, untuk mencapai baku mutu bahan bakar kualitas biogas diantaranya adalah proses perombakan dan proses peningkatan kualitas upgrading biogas hasil perombakan.

1.1. Tujuan :

1. Mengamati perubahan parameter dan memantau kualitas LCPMKS 2. Mengukur emisi gas metan kolam LCPMKS 3. Optimasi penjerapan scrubbing CO 2 dan H 2 O biogas LCPMKS 4. Ujicoba biogas dari LCPMKS secara kualitatif

1.2. Luaran penelitian

1. Mengetahui kondisi awal setiap kolam LCPMKS sistem konvensional 2. Mengetahui laju emisi gas metan LCPMKS sistem konvensional 3. Diperoleh metode dan bahan penjerap untuk pemurnian biogas 4. Memperoleh produksi energi terbarukan

2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di pabrik minyak kelapa sawit PMKS PT Pinago Utama, Kecamatan Babatoman Kabupaten Musi Banyuasin MuBa, lebih kurang 195 km sebelah barat daya Palembang dalam Propinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan di kolam pengelolaan LCPMKS, yang terdiri dari 6 kolam. Pengukuran emisi gas metan pada kolam anaerob II-B fakultatif anaerob dengan luas 10.800 m 2 , dan pemantauan kualitas limbah dilakukan selama 10 bulan dari bulan September 2005 – Juni 2006.

2.1. Bahan dan alat

Alat dan bahan yang digunakan untuk mengamati perubahan parameter dan sistem pengolahan LCPMKS antara lain, air dan lumpur LCPMKS, termometer, pH elektrik, alat pengambil lumpur dredge sampler, dan pengamatan visual diantaranya gelembung gas. Pengukuran emisi gas metan digunakan kolam II B fakultatif anaerob dengan luas permukaan 10.800 m 2 . Alat yang digunakan plastik impermiabel kedap udara 0,5 cm untuk membuat sungkup ukuran 6 x 4 x 1m 2 , kawat, scrubber, kompresor dual fuel tekanan 8 bar, tabung penyimpan biogas bekapasitas 8 liter, gas flowmeter, kantong plastik berukuran 5 m 3 . Penjerapan atau pemurnian biogas dari LCPMKS digunakan NaOH, CaO, Ethylglikol, CaOH 2 , CaCl 2, . Ujicoba biogas menggunakan kompor gas, dan tungku untuk sterilisasi media jamur beglog.

2.2. Percobaan dilakukan antara lain :

1. Mengamati perubahan parameter dan memantau kualitas LCPMKS 2. Mengukur emisi gas metan dari kolam anaerob terbuka 3. Optimasi penjerapan scrubbing CO 2 dan H 2 O biogas 4. Ujicoba biogas dari LCPMKS secara kualitatif 1 Mengamati perubahan parameter dan memantau kualitas LCPMKS Mengamati perubahan parameter dilakukan untuk evaluasi pendahuluan dengan mengukur pH, suhu air limbah, dan lumpur LCPMKS, serta pengamatan secara visual. Lumpur diambil dengan alat pengambil lumpur, selanjutnya dilakukan pengukuran pH, suhu, baik limbah maupun lumpur. Pengamatan secara visual dilihat dari warna limbah dan gelembung gas di permukaan kolam. Memantau kualitas kolam LCPMKS selama 10 bulan, dan parameter yang diukur adalah COD, BOD, TS, SS, dianalisis nilai efisiensi pengurangan bahan organik menggunakan metode baku Greenberg et al. 1992. 2 Pengukuran emisi gas metan dari kolam anaerob terbuka Pengukuran emisi gas metan menggunakan sungkup palstik kedap udara, yang diletakkan di permukaan kolam. Ditentukan 6 titik secara purpossive sampling, dengan jarak antar titik sampling 45 m dari tepi outlet maupun inlet, dan jarak 7 m dari tepi, maupun tengah kolam Gambar 40. Pengukuran pada keseluruhan titik sampling dilakukan selama lebih kurang 30 hari. Biogas yang dihasilkan ditampung menggunakan kantong plastik dengan volume 5 m 3 , yang diletakkan paling dekat dengan sungkup, didorong dengan kompresor Gambar 41. Laju alir biogas dicatat menggunakan gasflow meter Osaka 14068, Shinagawa Seiki, Co. Pengukuran produksi biogas secara kuantitatif menggunakan kompresor dan gasflow meter 3-5 m 3 jam. Perhitungan potensi pemanasan global CO 2 -e Suzuki et al. 2003, sedang pegukuran kualitatif menggunakan kompor gas berbahan bakar biogas LCPMKS 3 Optimasi penjerapan scrubbing CO 2 dan H 2 O biogas Optimasi penjerapan untuk peningkatan kualitas atau pemurnian biogas LCPMKS dilakukan dengan penambahan NaOH, CaO, Ethylglikol, CaOH 2 , CaCl 2, yang berfungsi sebagai skraber . Sampel diambil dari sungkup, dimasukkan dalam botol gelas ukuran 5 ml, sedang sampel lain diambil dari biogas yang telah diskaber. Sampel dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah IPB menggunakan metode Gas Chromatografi GC. 4 Uji coba biogas dari LCPMKS secara kualitatif Biogas yang dihasilkan dari kolam percobaan, diuji secara kualitatif sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM, setelah biogas dimampatkan menggunakan kompresor kedalam tabung berkapasitas 600 L, bertekanan 8 bar. Tabung yang berisi biogas dari LCPMKS akan diuji secara kualitatif menggunakan kompor gas atau keperluan lain. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Mengamati perubahan parameter dan memantau kualitas LCPMKS

3.1.1. Sistem pengelolaan air limbah

I.5 I.4 I.3 I.2 I.1 II-B II-A Keterangan: a. Nomor 0 – VI berturut-turut: 0 kolam pendinginan ; I kolam pengendapan; II kolam anaerob; III-VI kolam aerob b. dan : lokasi pengambilan lumpur, pengukuran pH dan temperatur c. arah aliran LCPMKS Gambar 28. Denah lokasi percobaan di areal pengelolaan LCPMKS Perusahaan minyak kelapa sawit PMKS swasta dengan kapasitas proses rata- rata 50 ton TBS jam, didirikan sejak 2003 dengan memproses produksi kelapa sawit perkebunan milik sendiri dan perkebunan rakyat areal sekitarnya. Fasilitas pengelolaan LCPMKS sebelum limbah dibuang ke perairan umum menggunakan III V IV VI sistem kolam terbuka konvensional, seluas 8-10 ha, terdiri dari 12 kolam dengan ukuran dan kondisi pengaturanpengolahan masing-masing kelompok berbeda serta aliran pembuangan menurut ketinggian permukan elevasigravitasi tanah Gambar 28. Pengelolaan LCPMKS menggunakan sistem kolam terbuka, dibedakan ke dalam tiga kelompok. Kelompok kolam primer atau kolam pendinginan dan pengutipan minyak kolam I, menerima aliran effluent pabrik melalui pipa berdiameter 20 cm sepanjang lebih kurang 500 – 700 m. Kelompok kolam I terdapat lima kolam masing-masing berukuran 28 x 28 x 5-6 m 3 , yakni kolam I.1- I.5, yang akan mengalir ke kolam II. Kolam II adalah bagian kelompok kolam anaerob sebanyak dua kolam, yakni kolam II-A dan II-B masing-masing berukuran 60 x 180 x 5-6 m 3 . Pada kolam anaerob II-A, memperoleh aliran buangan limbah cair dari kolam I.1 dan I.2. Sedang kolam II-B dari kolam I.3. dan I.4. Kelompok kolam aerob terdiri tiga kolam cukup besar yaitu Kolam III, IV dan V dengan kapasitas masing-masing kolam 55 x 135 x 5-6 m 3 , sedangkan kolam V telah dilengkapi kincir penyampur aerator 15 PK. Kolam VI telah penuh dengan timbunan tandan kosong kelapa sawit TKKS dan lama tidak difungsikan. Lokasi penelitian base line study menggunakan kolam II-B.

3.1.2. Mengamati perubahan parameter dan memantau kualitas LCPMKS

Fasilitas kolam dibuat sejak 2003, sampai dengan penelitian dilakukan telah berjalan lebih 2 tahun. Pertumbuhan proses produksi minyak kelapa sawit yang pesat, mempercepat pertambahan produk samping LCPMKS, dan mempersyaratkan peningkatan sistem pengelolaan yang lebih memadai. Mengamati perubahan parameter secara Penaksiran cepat sebagai evaluasi pendahuluan penting dilakukan, untuk melihat kondisi setiap kolam dengan beberapa parameter kualitas air antara lain suhu, pH air dan lumpur, secara visual warna limbah dan terbentuknya gelembung gas emisi gas metan. Hasil evaluasi pendahuluan dengan berbagai parameter ditabulasikan pada Tabel 8. Kelompok kolam primer atau kolam pendinginan dan pengutipan minyak kolam I terdapat lima kolam masing-masing berukuran 28 x 28 x 5-6 m 3 , yakni kolam I.1, I.2, I.3, I.4 dan I.5 dan kolam tersebut sebagai kolam pendinginan cooling dan oil recovery Gambar 28. Hasil pengukuran kualitas air limbah kolam I, pH dalam kondisi asam, temperatur relatif tinggi antara 36-65 o C. Temperatur tertinggi kolam 1.1 mencapat 65-70 o C, dan terendah kolam I.5 antara 36-39 o C. Kolam I.5 telah lama tidak digunakan karena buangan dari limbah pabrik fatpit tidak dimasukkan ke dalam kolam tersebut. Selanjutnya masing-masing limbah kolam I.1 dan I.2 dikeluarkan outlet mengalir ke kolam II-A, sedangkan kolam I.3 dan I.4 ke kolam II-B Tabel 8. Tabel 8. Profil awal temperatur dan pH pada berbagai titik pengukuran kolam LCPMKS PT. Pinago Utama No Kolam Air Limbah Lumpur Keterangan pH Suhu °C pH visual I.1 cooling dan oil recovery 4,5 65-70 5,1 Kuning kecoklatan hingga coklat - pekat I.2 cooling dan oil recovery 4,5 49-65 5,1 I.3 4,5 49-62 4,9 I.4 4,8 49-65 5,0 I.5 5,0 36-39 5,1 2 II-A overload 5,0 – 6,2 34,5 - 36 5,0-6,8 Scum dipermukaan kolam setebal 20- 25 cm, berwarna kuning kecoklatan sampai dengan coklat ke-hitaman 3 II-B fakultatif a naerob 6,8-7,7 35-38 7,0-7,2 inlet: kuning-keruh hingga abu-abu, outlet: Abu-abu - kehitaman 4 III Aerob 7,7 35 7,0 Abu-abu – kehitaman - bening 5 IV Aerob 8,0 30 7,2 Abu-abu kehitaman 6 V Aerob 6,6-6,9 30,5-31 7,0 -7,6 Kincir aerator Kolam II-A dapat dikatakan sebagai kolam dengan beban organik berlebih overload meskipun kemungkinan emisi metan relatif sangat kecil, tetapi kandungan asam organik ataupun asam lemak bebas sangat tinggi, juga lapisan minyak kasar tampak pada warna badan kolam kuning kecoklatan, pekat dan membeku pada permukaan dengan ketebalan 20-25 cm pada suhu lingkungan di bawah 26 o C. Hasil pengukuran pH menunjukkan pH asam, dan temperatur air limbah antara 35-38 o C. Kolam emisi gas metan II-B, memperoleh buangan limbah cair dari kolam I.3. dan I.4. Hasil pengukuran yang diperoleh pH netral antara 6,8 – 7,7, dan temperatur antara 35 – 38 o C. Selanjutnya buangan kolam II-A keluar bercampur dengan kolam anaerob II-B kedalam satu parit ukuran 1 m, kedalaman 75 cm, dan sepanjang 100 m, mengalir menurun dengan elevasi 30 o masuk kolam III, sebagai bagian dari kelompok kolam aerob. Kelompok kolam aerob terdiri tiga kolam cukup besar yaitu Kolam III, IV, V dan VI dengan kapasitas masing-masing kolam 55 x 135 x 5-6 m 3. Kolam V telah dilengkapi kincir agitatorpenyampur aerator bermesin daya listrik 15 PK. Kolam VI telah penuh dengan timbunan TKKS dan lama tidak difungsikan. Hasil pengukuran pH dan temperatur masing-masing menunjukkan nilai pH berkisar antara 6,8 – 7,3 netral dengan suhu antara 29 – 32 o C Tabel 9. Hasil pengukuran pH lumpur menunjukkan bahwa pH kolam I kolam pendinginan, dan kolam II-A overload dari berbagai titik menunjukkan pH asam 6. Kolam II-B facultative anaerob, III, IV dan, V kolam aerob dari berbagai titik cenderung mempunyai pH netral ≥ 7. Kondisi kedua kolam II-A dan II-B yang berbeda menyumbang potensi organik terlarut pada kolam III, yang pada awalnya digunakan sebagai kolam aerob dengan rerata pH 7,5 dan temperatur 33 o C. Kondisi kolam akhirnya berubah menjadi kolam fakultatif anaerob, dan secara visual terlihat gelembung gas metan dan muncul lapisan tebal skum-skum, diduga mengandung emisi gas metan. Hasil evaluasi pendahuluan dengan mengukur pH, suhu dan pengamatan visual secara cepat dapat diduga bahwa LCPMKS menimbulkan emisi gas metan, yang berdampak negatif yaitu efek rumah kaca. Hasil evaluasi pendahuluan secara umum terhadap kolam pengolahan LCPMKS menunjukkan bahwa perubahan parameter sistem kolam konvensional, belum memadai untuk menanggulangi permasalahan pencemaran yang ditimbulkan. Pertumbuhan proses produksi minyak sawit mentah yang pesat 50-55 ton TBSjam, diperlukan penambahan luas lahan untuk pengolahan LCPMKS. Kebutuhan penambahan luas lahan pengolahan limbah ini memerlukan areal yang luas, juga terjadi pendangkalan lumpur organik dan efisiensi proses perombakan anaerob menurun. Selain itu luaran digestat kolam anaerob masih cukup tinggi, di atas ambang baku mutu yang diperbolehkan. Gas efek rumah kaca yang ditimbulkan oleh emisi gas metan sistem konvensional belum terkendali. Di lain pihak potensi produksi biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif dan diperlukan pengembangan pembangkit biogas kolam anaerob. Hasil evaluasi awal menunjukkan bahwa kolam pengolahan LCPMKS yang ada berpotensi menghasilkan biogas, dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif, juga menurunkan beban limbah organik melalui peningkatan pH dari kondisi pH asam. Kolam pendinginan adalah kolam yang menampung limbah langsung dari proses pabrik. Limbah cair maupun lumpur mempunyai pH asam dan suhu tinggi, terkecuali kolam I.5, karena sudah tidak digunakan lagi tidak dialiri limbah. Kondisi limbah secara visual menunjukkan warna air kuning kecoklatan hingga coklat pekat, yang menunjukkan bahan organik tinggi. Kolam II-A dan II-B adalah kolam anaerob. Kondisi kolan II-A dan II-B berbeda, kolam II-A asam atau pH rendah, sedang kolam II-B lebih tinggi dibanding kolam II-A, demikian pula suhu lebih tinggi dibanding kolam II-A. Secara visual menunjukkan bahwa limbah kolam II-A dan II-B kaya bahan organik, mengandung lumpur aktif, Kolam III – VI kolam aerob, pH lumpur maupun cair bersifat basa, sedang suhu relatif rendah dibanding kolam II. Hasil perombakan kolam III-V, dibuang ke badan air, dan kolam VI digunakan untuk pembuangan TKKS. Hasil evaluasi pendahuluan, kondisi kolam pengolahan LCPMKS dengan sistem konvensional menghasilkan emisi gas metan, yang ditandai dengan adanya gelembung dipermukaan kolam. Yuliasari et al. 2001 menyatakan bahwa pengelolaan limbah di Indonesia lebih dari 70 menggunakan sistem konvensional, yang memberikan kontribusi relatif tinggi untuk emisi gas rumah kaca. Gelembung gas metan dipermukaan kolam secara visual dilihat pada Gambar 29.

3.1.3. Memantau LCPMKS Kolam I –VI

Memantau kualitas pengolahan LCPMKS sistem kolam terbuka sistem konvensional, terdiri dari kolam fakultatif anaerob kolam I-III, dan kolam aerob kolam IV-VI dilakukan selama 10 bulan 2005-2006. Hasil pantauan COD disajikan dalam Gambar 30 – 31, BOD 32-33, TS 34-35, SS 36-7, VS 38- 39. 10 20 30 40 50 60 70 C O D kol am f ak u lt at i anae ro b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB M AR APR M AY JUN Mmonitoring bulan ke ..2005-2006 Kolam I kolam II kolam III Gambar 30. COD LCPMKS kolam fakultatif anaerob kolam I – III Gambar 29. Visualisasi emisi gas metan kolam anaerob 1 2 3 4 5 6 7 8 9 C OD k o la m a er o b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitor bulan ke …2005-2006 kolam IV kolam V kolam VI Gambar 31. COD LCPMKS kolam aerob kolam IV – VI 5 10 15 20 25 B O D k o la m f ak u lta ti anaer ob g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitoring bulan ke ...2005-2006 Kolam I Kolam II kolam III Gambar 32. BOD LCPMKS kolam fakultatif anaerob kolam I – III 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 B O D k o lam ae ro b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitoring bulan ke ...2005-2006 kolam IV koam V kolam VI Gambar 33. BOD LCPMKS kolam aerob kolam IV – VI 5 10 15 20 25 30 35 40 45 T S kol am f aku lt at i an ae ro b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitoring bulan ke ... 2005-2006 Kolam I Kolam II kolam III Gambar 34. Total padatan TS LCPMKS kolam fakultatif anaerob kolam I-III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 T S k o lam aer o b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitoring bulan ke .... 2005-006 kolam IV kolam V kolam VI Gambar 35. Total padatan TS LCPMKS kolam aerob kolam IV-VI 5 10 15 20 25 30 35 40 45 S S k o la m f ak u lt atif a n ae ro b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB M AR APR M AY JUN Monitoring bulan ke ...2005-2006 Kolam I Kolam II kolam III Gambar 36. Padatan tersuspensi SS LCPMKS kolam fakultatif anaerob I-III 1 1 2 2 3 3 4 4 SS k o la m a er o b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB M AR APR M AY JUN Monitoring bulan ke ....2005-2006 kolam IV koam V kolam VI Gambar 37. Padatan tersuspensi SS LCPMKS kolam aerob kolam IV-VI Gambar 38. Padatan volatil VS LCPMKS kolam fakultatif anaerob I-III Gambar 39. Padatan volatil VS LCPMKS kolam aerob IV-VI Hasil pantau berbagai parameter di atas menunjukkan bahwa baik kualitas limbah masuk inlet maupun keluar outlet, kedua daerah aliran tersebut masih menunjukkan konsentrasi di atas ambang batas kualitas air limbah yang ditetapkan MenKLH no. 351995, dengan kata lain luaran limbah tersebut masih perlu ditingkatkan kualitas peruntukannya. Kualitas limbah secara umum dari bulan pengamatan pertama hingga terakhir cenderung tidak mengalami perbaikan. Demikian pula hasil analisis COD pada kolam I LCPMKS rerata sebesar 44,1gL, sedang limbah yang keluar dari kolam II-B rerata sebesar 5,5 gL. Hasil pengamatan selama 10 bulan, menunjukkan bahwa rerata kolam anaerob II-B mampu merombak COD LCPMKS sebesar 38,7 kg CODm 3 , atau 10 20 30 40 50 60 V S ko la m f aku lt at i an ae ro b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB M AR APR M AY JUN Monitoring bulan ke ..2005-2006 Kolam I Kolam II kolam III 1 2 3 4 5 6 7 8 V S k o la m a ero b g L SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitoring bulan ke..2005-2006 kolam IV koam V kolam VI rerata 13,5 ton CODhari, dengan kapasitas olah 51 ton TBSjam, menghasilkan limbah cair sekitar 325-350 m 3 hari masuk ke kolam II-B. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih kurang 86 COD berhasil dikurangi sebelum mengalir ke dalam kolam III. Digestat LCPMKS kolam III COD sebesar 2,9-7,7 gl dan limbah yang keluar dari kolam VI ke badan air sebesar 0,5-1,2 gl, nilai tersebut di atas ambang baku mutu yang diperbolehkan, demikian pula parameter lain seperti BOD, TS, SS dan VS. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa parameter BOD, COD, TS, SS dan VS setiap bulan tidak sama atau berfluktuatif, hal tersebut dapat dimengerti, karena pengurangan bahan orgaik bergantung dari berbagai faktor diantaranya, hasil panen, proses produksi minyak, dan kualitas buah. Selain itu juga faktor biotik dan abiotik, yang selanjutnya disebut faktor lingkungan Yacob et al. 2005b. Pengelolaan LCPMKS secara konvensional, dari pabrik mengalir ke kolam-kolam penampungan yang disebut kolam pendinginan cooling dan atau kolam pengutipan oil recovery. Pengolahan LCPMKS secara biologik dalam kolam anaerob menampung aliran kolam pengendapan, memanfaatkan bakteri anaerob untuk menurunkan konsentrasi BOD, COD, TS, SS, VS dan menetralisir keasaman limbah H-Kittikun et al. 2000. Parameter COD, BOD, TS, SS dan VS tampak menurun dari kolam anaerob I ke kolam anaerob II, hal tersebut dapat dimengerti karena kolam anaerob I, pH rendah dan kolam 2 pH netral. Kondisi pH netral aktifitas mikroba perombak lebih aktif bila dibandingkan dengan pH rendah, sehingga pengurangan organik setiap parameter diukur rerata cukup besar. Hal tersebut dapat dimengerti bahwa proses perombakan biofermentasi LCPMKS dilakukan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Dalam proses tersebut berbagai tingkatan, mulai dari hidrolisis dimana protein diubah menjadi asam-asam amino dan karbohidrat menjadi sukrosa dan lemak akan menjadi senyawa lebih sederhana yaitu asam lemak rantai panjang. Proses berlanjut dengan asidogenesis, senyawa yang lebih sederhana di atas akan diubah semua menjadi asam volatil dan alkohol Reith et al. 2003. Dari proses tersebut dapat dipahami bahwa perombakan akan menurunkan bahan organik dari parameter yang diukur kecuali padatan volatil. Meskipun demikian rerata penurunan bahan organik masih di atas baku mutu yang telah ditetapkan oleh MenKLH 1995, sehingga dapat dinyatakan bahwa pengelolaan LCPMKS sistem konvensional luaran limbah yang mengalir ke badan perairan umum berpotensi sebagai bahan pencemar. Tabel 9. Monitoring rerata nilai COD, BOD, TS, SS dan VS LCPMKS kolam anaerob dan kolam aerob selama 10 bulan Parameter Monitoring kualitas limbah kolam anaerob dan aerob Nilai standargL Kolam anaerob Kolam aerob I II III IV V VI COD Rerata gL 44,1 5,5 7,9 3,9 0,9 0,7 0,25 100 87,3 82,1 91,2 79,6 98,4 BOD Rerata gL 15,3 3,0 3,1 1,3 0,4 0,3 0,11 100 80,4 79,7 91,5 97,4 98,0 TS Rerata gL 30,0 10,9 9,8 5,2 5,6 3,5 0,25 100 63 67,3 82,7 81,3 88,3 SS Rerata gL 31,6 7,8 7,4 2,1 2,0 1,.6 0,10 100 75,3 76,6 93,4 93,7 94,9 VS Rerata gL 26,3 5,0 3,7 2,7 1,7 1,5 0,03 100 81 85,9 89,7 93,5 94,3 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari inlet kolam I dan outlet kolam VI menunjukkan efisiensi pengurangan bahan organik lebih dari 90, baik pada COD, BOD, SS , VS, terkecuali TS hanya 88,3. Mungkin karena kandungan bahan organik sangat tinggi, sehingga proses prombakan membutuhkan waktu relatif lama. Selain itu dengan proses kombinasi antara anaerob dan aerob juga belum memberikan hasil sesuai dengan baku mutu. Mungkin disebabkan proses perombakan atas jasa mikrobia yang sangat peka terhadap faktor lingkungan, sehingga aktifitasnya kurang stabil. Selain itu mikroba yang berperan heterogen, karena proses perombakan anaerob terjadi beberapa tingkat, dan setiap tingkatan jenis mikroba yang berperan berbeda Reith et al. 2003. Mungkin juga proses perombakan dalam kolam fakultatif anaerob, aktifitas mikroba belum bekerja secara optimal.

3.2. Pengukuran emisi gas metan kolam LCPMKS anaerob II-B

Kolam anaerob II-B dengan ukuran 60 m x 180 m dan kedalaman 5,5 m, pH berkisar antara 6,8 - 7,4. Laju pembebanan limbah sebesar ± 23 kali total limbah yang keluar dari proses produksi pabrik sebesar 25 m 3 per jam. Nilai pH netral merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba sehingga berdampak pada produksi biogas. Keterangan : Jarak antar titik sampling dari inlet ke outlet = 45 m 1-6 atau 6-5, titik sampling dari tepi kolam = 5 m. Ukuran kolam panjang 180 m, lebar 60 m. Gambar 40. Lokasi baseline study emisi gas metan kolam II-B Lokasi enam titik sampling kolam fakultatif anarob ditunjukkan dalam Gambar 4.3. Sungkup plastik yang digunakan untuk menampung produksi biogas ditunjukkan dalam Gambar 4.4. Hasil evaluasi pendahuluan diketahui kolam percobaan fakultastif anaerob II-B, terdapat emisi gas metan cukup besar. Hasil emisi gas metan kolam percobaan masing-masing titik ditabulasikan pada Tabel 10 1 5 6 3 2 4 Inlet Outlet Tabel 10. Emisi gas metan, pH dan suhu berbagai titik sampling kolam fakultatif anaerob Titik sampling Produksi Biogas, m 3 sungkup Kandungan metan CH 4 pH Suhu Keterangan posisi titik 1 10,6 ± 5,3 48,3 7,0 38 Dekat inlet 60 m 2 9,3 ± 4,6 48,8 7,0 38 Dekat inlet 45 m 3 8,3 ± 4,8 53,0 7,3 37 90 m dari inlet 4 6,8 ± 3,3 58,3 7,4 36 135 m dari inlet 5 3,6 ± 3,5 57,9 7,3 36 150 m dari inlet 6 8,9 ± 3,8 53,8 7,2 36 110 m dari inlet Rerata 7,9 53,4 7,2 36 Keterangan : Jumlah total biogas 3.555 m 3 hari dengan luas 10.800 m 2 Tabel 11. Bahan organik berbagai titik sampling kolam fakultatif anaerob Titik sampling Bahan organik substrat gL Keterangan posisi titik dari inlet ke outlet COD BOD TS SS 1 5,1 5,9 10,7 10,7 Dekat inlet 60 m 2 5,7 6,1 12,0 10,0 Dekat inlet 45 m 3 4,6 3,8 9,9 6,9 90 m dari inlet 4 2,7 2,4 4,7 4,8 135 m dari inlet 5 2,5 2,6 5,8 5,0 150 m dari inlet 6 4,6 3,6 9,1 6,7 110 m dari inlet Rerata 4,2 4,1 8,7 7,4 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa total produksi biogas dari enam titik sampel sebanyak 47,5 m 3 hari. Produksi biogas tertinggi dari enam titik sampling mencapai 10,6 m 3 sungkuphari, dan terendah adalah 3,3 m 3 sungkup hari. Sedang rerata produksi biogas kolam II-B dari seluruh titik sampling sebesar 7,9 m 3 sungkuphari. Dengan demikian dapat diasumsikan kolam dengan luas permukaan 10.800 m 2 berpotensi produksi biogas sebanyak 3.555 m 3 hari, ekivalen 228 mlm 2 menit, ekivalen dengan 7,9 m 3 sungkuphari Tabel 10. Hasil pengukuran komposisi metan dihasilkan persentase tertinggi pada titik sampling 4 dekat outlet, sedang terendah pada titik sampling 2 dekat inlet. Sebaliknya emisi biogas terbesar diperoleh pada titik sampling 2 sementara emisi biogas terendah pada titik sampling 4 Tabel 10. Perbedaan komposisi rerata metan pada kedua titik sampling terutama dekat inlet, karena pada daerah aliran masuk banyak asam-asam lemak volatil yang terombak dibanding asam-asam lemak sederhana, terutama asam asetat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi LCPMKS kolam II-B menghasilkan biogas dengan laju emisi 228 mlmenitm 2 dan gas kontaminan lain sebagai gas efek rumah kaca berpotensi mencemari udara, yang menyebabkan meningkatnya suhu udara atmosfer, dan berakibat perubahan iklim global. Hasil pengukuran rerata bahan organik COD, BOD, TS dan SS cukup tinggi, masing-masing 4,2; 4,1; 8,7; 7,4 gL Tabel 11 Gambar 41. Penampung emisi gas metan kolam II-B berupa sungkup ukuran 4 m x 6 m x 0,65 m . A. Sungkup menggembung berisi biogas Yacob et al. 2005a menyatakan bahwa emisi kolam anaerob PMKS Felda Serting Hilir Malaysia, kandungan metan berkisar antara 35-79,0 dan laju alir biogas berkisar antara 0,5 – 2,4 Lm 2 menit dan total emisi metan per kolam anaerob dihasilkan 1.043,1 kghari. Dari hasil penelitian yang dilakukan ternyata metan yang diemisikan lebih rendah dibanding hasil penelitian Yacob et al. 2005a. Hasil analisis potensi emisi gas metan dengan kadar metan sebesar 1935,6 m 3 hari, dan potensi pemanasan global sebesar 23.866 ton CO 2 -etahun, memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap potensi pemanasan global Suzuki et al. 2003. Pada titik sampling 4 dan 5 Gambar 40, Tabel 9 terdapat emisi gas metan lebih rendah dibanding titik lainnya, hal ini boleh jadi disebabkan oleh adanya proses permukaan kolam sebagai akibat akumulasi bahan organik padatan mudah melayang volatile solid mengerak dan menebal menutup permukaan A kolam. Kodisi ini menjadi hambatan emisi gas metan ke permukaan setelah sebagian atau hampir separo areal permukaan kolam percobaan tertutup skum. Hasil pengukuran komposisi metan, memberi gambaran bahwa emisi metan menunjukkan adanya perbedaan mendasar pada laju alir biogas, dan komposisi metan pada lokasi yang sama inlet maupun outlet kolam. Fenomena yang terlihat di kolam, gelembung aktif sering terjadi di dekat inlet, gelembung aktif menunjukkan indikasi laju emisi lebih tinggi. Hasil pengukuran laju alir biogas lebih tinggi di daerah inlet dibanding daerah outlet, namun kandungan metan lebih tinggi pada daerah outlet. Hal ini mungkin disebabkan banyaknya bahan organik yang ada di daerah inlet, yang dapat mempengaruhi aktifitas metanogenik. Masse dan Masse 2005 menyatakan bahwa konsentrasi bahan organik yang berlebihan, seperti asam-asam organik terbentuk akan mempengaruhi aktifitas metanogenik, sehingga metan yang diemisikan lebih rendah dan karbon dioksida lebih tinggi. Hasil analisis pengurangan bahan organik dalam substrat Tabel 10, memberikan fenomena yang relatif sama pada setiap titik sampling, yaitu titik sampling 1 dan 2 konsentrasi tinggi, dan titik 4 da 5 paling rendah dibanding titik yang lain. Hal tersebut karena kedua titik 1dan 2 berada di daerah inlet, dimana awal proses perombakan oleh mikroba baru dimulai, sehingga memperlihatkan nilai pengurangan bahan organik rendah, dan kebalikan dengan titik sampling yang terletak dekat outlet. Sedang suhu dan pH setiap titik relatif sama, yaitu menunjukkan pH netral dan suhu mesofilik yang dapat mendukung aktifitas mikroba perombak. Kondisi lingkungan yang mendukung untuk perombakan substrat LCPMKS, dan kondisi kolam terbuka, maka akan memberikan kontribusi meningkatnya emisi gas metan. PMKS dengan kapasitas proses produksi rerata 50 ton TBSjam dihasilkan LCPMKS rerata 650 m 3 hari. Kegiatan pengukuran potensi emisi metan dari kolam anaerob pada areal pengelolaan dapat diringkas dan disajikan pada Tabel 11. setiap bulan perlu diketahui dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran yang ditimbulkan baik terhadap lingkungan udara maupun air. Pengukuran dan monitoring efektifitas pengelolaan LCPMKS diringkas seperti pada Tabel 4.4 dan penjelasan disajikan pada Gambar 38 – 43. Tabel 12 Ringkasan baseline study kolam anaerob terbuka No Parameter Nilai rerata Satuan ukur 1. TBS 50 tonjam 2 CPO 5.995 tonbulan 3 LCPMKS 665 m 3 hari 4 Volume digestor kolam:anaerob II-B 48.000 m 3 5 Laju aliran limbah masuk: m 3 340 m 3 hari 6 Waktu tinggal hidrolitik 96 hari 7 Produksi biogas rerata 3.600 m 3 hari 8 Konsentrasi metan dalam biogas 53,4 9 Suhu digester kolam 37,5 °C 10 Konsentrasi COD limbah sebelum diolah 46 gl 11 Konsentrasi COD limbah terolah 2.5 gl 12 Reduksi COD 38.5 gl 13 Konsentrasi BOD limbah sebelum diolah 27 gl 14 Konsentrasi BOD limbah sesudah diolah 0,8 gl 15 Total padatan 21 gl 16 Total padatan menguap 8 gl 17 pH kolam inlet dan outlet 7,1 - 18 Total padatan tersuspensi 14 gl 19 Inokulum lumpur kolam -- 20 Potensi pemanasan global CO 2 -etahun 24.000 Ton CO 2 -eth

3.3.1. Efisiensi perombakan organik sistem kolam konvensional

Hasil pantauan efisiensi pengurangan organik pada setiap kolam Gambar 42. Kantong penyimpan sementara emisi gas metan kolam anaerob II-B 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitor 2005 - 2006 E ff is iens i p er om ba k an T S Kolam I-II kolam I-III kolam I-IV kolam I-V kolam I-VI 20 40 60 80 100 120 SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitoring 2005 -2006 E ff is iens i per om bak a n C O D Kolam I-II kolam I-III kolam I-IV kolam I-V kolam I-VI Gambar 43. Efisiensi pengurangan COD LCPMKS selama 10 bulan 20 40 60 80 100 120 SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitoring 2005 - 2006 E fi s ien s i pen gur anga n B O D Kolam I-II kolam I-III kolam I-IV kolam I-V kolam I-VI Ganbar 44. Efisiensi pengurangan BOD LCPMKS selama 10 bulan Gambar 45. Efisiensi pengurangan TS LCPMKS selama 10 bulan 20 40 60 80 100 120 SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitor 2005 - 2006 E ff is ien s i p e rom ba k a n S S Kolam I-II kolam I-III kolam I-IV kolam I-V kolam I-VI Gambar 46. Efisiensi pengurangan SS LCPMKS selama 10 bulan 20 40 60 80 100 120 SEPT OKT NOV DES JAN FEB MAR APR MAY JUN Monitor 2005 - 2006 Effi s ie n s i p e ro m b a k a n VS Kolam I-II kolam I-III kolam I-IV kolam I-V kolam I-VI Gambar 47. Efisiensi pengurangan VS LCPMKS selama 10 bulan Tabel 13. Rerata efisiensi pengurangan bahan organik 10 bulan pada kolam I- VI areal pengelolaan LCPMKS Parameter Efisiensi pengurangan bahan organik antar kolam I-VI Kolam anaerob Kolam aerob I-II I-III I-IV I-V I-VI COD 86,9 81,7 90,9 97,9 98,3 BOD 79,6 78,8 91,4 97,5 97,6 TS 69,5 79,5 80,8 84,7 87,2 SS 79,8 83,1 91,4 91,5 93,2 VS 81,5 87,0 87,7 92,7 93,5 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa efisiensi pengurangan yang terjadi setiap bulan tidak seragam berfluktuatif, namun rerata efisiensi pengurangan organik pada setiap parameter berkisar antara 80-91, Efisiensi pengurangan organik sistem kolam tersebut relatif tinggi, namun diperlukan waktu lama, karena setiap kolam diperlukan rerata waktu tinggal antara 60 – 90 hari, Efisiensi pengurangan organik kolam I-VI secara kumulatif diperlukan waktu tinggal 300 – 360 hari 10-12 bulan, efisiensi pengurangan setiap bulan tampak mengalami penurunan, hal ini boleh jadi sedikit demi sedikit kolam mengalami pendangkalan pelumpuran yang berakibat waktu penahanan hidrolitik semakin singkat, seiring pertambahan aktifitas proses produksi yang semakin intensif, tahun pertama aktifitas pabrik berkapasitas olah 40-45 ton TBSjam, dan setiap-tahun meningkat rerata mencapai 50-51 ton TBSjam, Ahmad et al. 2003b menyatakan bahwa LCPMKS yang kaya bahan organik, pekat, dengan konsentrasi BOD dan COD rata-rata sebesar 25,000 dan 50,000 mgl berpotensi sebagai sumber pencemar lingkungan. Pengolahan sistem kolam seringkali mengalami pendangkalan sehingga masa retensi lebih singkat Yuliasari et al. 2001. LCPMKS meningkat seiring dengan peningkatan produksi minyak sawit, yang berakibat mempercepat pendangkalan kolam dan penurunan kapasitas tampung. Oleh karenanya pengolahan LCPMKS secara konvensional membutuhkan lahan luas dan masa retensi lebih lama, sehingga dikatakan bahwa sistem kolam terbuka belum mampu mengendalikan dampak negatif terhadap lingkungan udara dan buangan akhir limbah belum memenuhi baku mutu lingkungan perairan umum, Sistem perombakan anaerob kolam terbuka kurang efisien menurunkan BOD dan COD LCPMKS, sementara itu emisi metan dan gas efek rumah kaca menjadi pencemar udara potensial. Sebaliknya penerapan teknologi perombakan anaerob dalam sistem kolam tertutup dengan penambahan laju beban limbah atau peningkatan aliran ke atas up flow merupakan teknologi kelola limbah cair yang lebih baik, Penerapan teknologi perombakan anaerob laju tinggi tidak membu- tuhkan lahan luas, masa retensi lebih singkat, efisiensi pengolahan limbah sangat tinggi dan dihasilkan biogas Lettinga dan Zeeman 1999, Yuliasari et al. 2001, 3.5. Peningkatan kualitas biogas dan pemanfaatannya 3.5.1. Peningkatan kualitas biogas Biogas hasil perombakan anaerob limbah organik terutama tersusun atas metana, CO 2 , hidorogen dan amonia. Beberapa senyawa tersebut sebagai pengotor, sehingga harus dihilangkan, karena dapat menyebabkan korosi, endapan dan beban peralatan Kottner 2002. Untuk peningkatan kualitas biogas dilakukan beberapa perlakuan, hasil yang diperoleh ditabulasikan pada Tabel 14 Tabel 14. Rerata hasil peningkatan kualitas biogas dalam persen sebelum dan sesudah penjerapan No Bahan penjerap optimum. 50mgl Kandungan gas metan Efisiensi penjerapan Harga bahan Rp kg Sebelum Sesudah 1 NaOH 32,1 ± 0,3 55,8 ± 5,8 23,7 12,000 2 CaO 45,9 ± 3,9 60,3 ± 3,1 14,4 4,000 3 Ethylglikol 40,8 ± 4,0 60,6 ± 3,9 19,8 20,000 4 CaOH 2 48,5 ± 5,8 68,5 ± 6,5 20 1,500 5 CaCl 2 41,4 ± 3,6 62,9 ± 6,4 21,5 9,000 Peningkatan kualitas biogas melalui penjerapan telah dilakukan dengan berbagai macam bahan penjerap diantaranya adalah CaOH 2 , NaOH, CaO dan Ethylglikol maupun CaCl 2 masing-masing dengan konsentrasi 50gL. Biogas yang dihasilkan dari LCPMKS umumnya tidak murni, demikian pula biogas yang diperoleh dari sungkup kolam limbah II-B. Konsentrasi gas metan sebelum dan sesudah penjerapan diukur menggunakan Khromatografi Gas GC Tabel 14. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa NaOH, CaO, Ethylglikol, CaOH 2 dengan kadar 50 mgl dapat digunakan untuk penjerapan CO 2 sehingga meningkatkan kualitas biogas. CaCl 2 dapat berfungsi sebagai penjerap H 2 O dan CO 2 , sehingga kualitas biogas atau persentase gas metan meningkat, namun bahan penjerap CO 2 yang efisien dan efektif boleh jadi digunakan CaOH 2 atau CaCl 2 , karena dilihat dari harga bahan paling murah dibanding harga bahan penjerap lainnya, sedang CaCl 2 dapat menjerap H 2 O dan CO 2 , sehingga dapat dikatakan kedua bahan tersebut paling efektif, walaupun relatif lebih sedikit persentase efisiensi penjerapannya dibanding NaOH. Menurut Kapdi et al. 2005 penjerap cair merupakan metode pemurnian yang paling ekonomis, tetapi diperlukan tekanan di atas 6 bar. Wellinger dan Lindberg 1991 menyatakan perbaikan kualitas biogas hasil proses perombakan melalui beberapa cara diantaranya penjerap air water scrubber, Pressure Sewing Absorbtion PSA, silenium selexol, absorbsi menggunakan bahan kimia diantaranya NaOH, Ethylglikol dan lain lain. Berbagai cara untuk menghilangkan kotoran dalam biogas hasil perombakan anaerob, untuk mendapatkan bahan bakar efektif adalah dengan meningkatkan konsentrasi metana Pokja G25 Masyrakat Eropa 2004. Peningkatan konsentrasi metana dapat dilakukan melalui perbaikan sistem penyimpanan volume gas sehingga pemanfaatannya lebih lama. Kapdi et al. 2005 menyatakan menghilangkan karbondioksida memberi kualitas biogas dan nilai energi konstan. Ada empat metode berbeda secara komersil untuk menghilangkan CO 2, agar dapat dicapai baku mutu bahan bakar kualitas biogas yang diharapkan diantaranya, pemberian bahan kimia arang aktif, penyerap air, penyerap NasOH, filter bed dan striping maupun rekoveri udara, polyethilen glycol, saringan molekul karbon dan pemisahan membran Kepdi et al. 2005. 3.5.3. Pemanfaatan Biogas Pemanfaatan biogas yang dihasilkan dari kolam II-B digunakan untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan biogas umumnya dialirkan melalui pipa-pipa penyalur ke tungku-tungku pembakaran burner, Pengaliran biogas didorong dengan kompresor atau blower bertekanan 0,5 bar. Pemakaian biogas sebagai Gambar 48. Tangki penjerap scrubber untuk peningkatan kualitas biogas bahan bakar pengganti minyak diesel atau bahan bakar fosil untuk menjalankan mesin-mesin pembangkit listrik atau penghasil panas kalor. Pemakaian biogas secara bergantian dengan bahan bakar konvensional digabung sebagai bahan bakar mesin pembangkit listrik pada sistem pembakar gabungan cogeneration of heat and power CHP merupakan cara yang ekonomis ICRA 2005. Biogas yang dihasilkan digunakan untuk beberapa keperluan diantaranya perebusan air, sterilisasi beg log jamur, pemanasan lumpur hasil filtrasi untuk bahan pupuk, pemotongan besi dan pengeringan kompos. Hasil ini dapat dikatakan relatif tidak berbeda dengan bahan bakar fosil, dan biogas kolam juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, tapi harus diukur dengan akurat, Gambar 49. ATabung berkapasitas 36 liter berisi biogas dengan tekanan 8 bar B dan Kompor BBG dari LCPMKS C, Kompresor dual fuel D Pengering kompos dengan bahan bakar biogas Pemampatan biogas yang diperoleh dari kolam kolam II-B setelah ditampung dalam sungkup, kemudian didorong ke dalam tabung berkapasitas 35 l bertekanan 8 bar menggunakan kompresor 5 PK berbahan bakar bensin ataupun biogas dual fuel, Biogas yang dihasilkan dari kolam percobaan, dilakukan pemampatan compressing dengan kompresor untuk penyimpanan biogas ke dalam tabung, agar lebih mudah pemanfaatannya, Pemampatan pada tabung A B C D berkapasitas 35 l dengan tekanan maksimum 10 bar, tabung dapat terisi rata-rata sebanyak 565 l biogas bertekanan 8 bar, Pemampatan demikian juga dapat dilakukan pada tabung berkapasitas lebih besar dan kapasitas tekanan lebih kuat tinggi sesuai kemampuan tekanan dorong kompresor, Pemanfaatan biogas menggunakan kompor gas berburner Ф 9 cm maupun burner modifikasi Ф 16 cm dengan pembakaran langsung seperti telah dilakukan pada Gambar 4.22. di atas.

4. Kesimpulan

Hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan, bahwa: 1. Pengelolaan LCPMKS secara konvensional terdiri dari kolam anaerob dan aerob berpotensi sebagai pencemar lingkungan udara maupun air. Kualitas LCPMKS sistem konvensional baik secara anaerob maupun aerob masih di atas baku mutu peruntukan, dan efisiensi perombakan organik 80 – 90 diperlukan waktu 10-12 bulan kolam I-VI 2. Emisi gas metan kolam II-B 3,555 m 3 hari, dengan rerata komposisi metan 53,4, Potensi emisi gas metan dengan kadar metan 1,935,6 kghari, dan potensi pemanasan global sebesar 23,866 ton CO 2 -etahun 3. Peningkatan kualitas biogas dari LCPMKS yang mengandung H 2 O dan CO 2 dapat dimurnikan menggunakan bahan penjerap NaOH, CaO, Ethylglikol, CaOH 2, CaCl 2 . Bahan penjerap CO 2 paling efektif CaOH 2 , sedang CaCl 2 bahan penjerap paling efektif untuk H 2 O dan CO 2 4. Biogas dihasilkan dari LCPMKS dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti BBM penghasil panas, misalkan pengeringan kompos, pengeringan filtrat LCPMKS, perebusan air, dan sterilisasi medium jamur.

BAB V OPTIMASI PRODUKSI BIOGAS PADA DIGESTER ANAEROB

KOLAM TERTUTUP DAKT SKALA PILOT Abstrak Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit LCPMKS merupakan limbah cair yang dihasilkan dari operasional pabrik minyak kelapa sawit dalam jumlah melimpah. Penelitian dilakukan di pabrik kelapa sawit PT. Pinago utama dengan kapasitas olah pabrik 60 ton TBSjam menghasilkan LCPMKS sebanyak 700 m 3 hari. Penelitian bertujuan untuk 1 merancang dan mempersiapkan kondisi awal digester anaerob kolam tertutup untuk produksi biogas, 2 optimasi kinerja bioreaktor pada laju pengumpanan dan produksi biogas 3 mengukur efisiensi pengurangan organik LCPMKS, 4 analisis kelayakan tekno-ekonomi digester anaerob kolam tertutup. Digester anaerob kolam tertutup bioreaktor dibangun pada kolam I.1 berkapasitas total 4500 m 3 , volume kerja 4000 m 3 , dan aklimatisasi inokulum dari lumpur aktif kolam II 20 vv, dengan suhu 40 o C. Percobaan optimasi produksi biogas dilakukan dua periode yaitu 2006 - 2007, dengan variasi laju pengumpanan 25 m 3 hari sampai dengan 300 m 3 hari masing- masing sela interval 3 hari. Parameter yang diamati antara lain volume biogas, pH, COD, BOD, TS dan SS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume gas meningkat secara kontinyu sesuai dengan peningkatan laju pengumpanan LCPMKS. Kinerja optimum bioreaktor adalah laju pengumpanan 200 m 3 hari diproduksi biogas sebesar 10.000 m 3 hari, dengan efisiensi penurunan organik rerata 90. Pemasangan digester anaerob kolam tertutup secara tekno-ekonomi sangat layak diaplikasikan dan ramah lingkungan. Kata kunci : LCPMKS, digester anaerob kolam tertutup, tekno-ekonomi, ramah lingkungan The optimization of biogas production on pilot scale of anaerobic digester closed lagoon Abstract Palm oil mill effluent POME represents the most abundant, from operational result of POM. Research was conducted in palm oil mill area of PT. Pinago Utama with capacities processing of 60 tones of FFBhour, yielding as much 700 m 3 day POME. The objectives of the investigation were to 1 design and develop the start up condition of digester anaerobic closed lagoon to produce biogas, 2 optimize the performance in organic loading rate of POME and biogas production through reactor, 3 measure the efficiency removal organic of POME, and 4 analyze feasibility of techno-economical of digester anaerobic closed lagoon. Digester anaerobic closed lagoon bioreactor developed at lagoon I.1 having total capacities of 4500 m 3 , working volume 4000 m 3 , acclimatization