Pengaruh faktor biotik Karakteristik LCPMKS

45 LCPMKS dengan perombakan anaerob, COD lebih dari 1,5 kgm 3 berpotensi ekonomis. Potensi produksi biogas menurut Ma et al. 1999, 1m 3 LCPMKS dapat menghasilkan 20-28 m 3 biogas sedang menurut Paepatung 2006 potensi produksi biogas dapat mencapai 35 kali lipat atau 1 m 3 LCPMKS dapat diperoleh hasil konversi menjadi 38,69 m 3 dengan metode Biochemial Methne Potential BMP, karena mengandung bahan organik tinggi dan bahan penghambat sangat rendah. Hal tersebut berpotensi juga pada limbah cair berbagai industri agro lainnya Hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa karakteristik LCPMKS PT Pinago Utama berpotensi sebagai bahan pencemar yang berdampak negatif terhadap lingkungan maupun perairan, di sisi lain limbah organik secara biokimiawi berpotensi ekonomis sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan agar lebih berdaya guna. Pengaruh faktor biotik dan abiotik terhadap laju produksi biogas LkgCODhari

3.2.1. Pengaruh faktor biotik

Pengaruh jenis dan konsentrasi inokulum yang digunakan menunjukkan pengaruh berbeda, produksi biogas paling baik adalah jenis inokulum lumpur LCPMKS kolam II, konsentrasi 20 bv LKLM II-20 Gambar 3, Tabel 3. KTS-10 LKLM 1-10 LKLM 2-10 LKLM1-20 LKLM2-20 Kontrol 0.00 0.01 0.01 0.02 0.02 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 2 4 6 8 10 12 Wakt fermentasi minggu ke .... Laj u p rodu k s i bi og as L k g C O D ha ri KTS-10 LKLM 1-10 LKLM 2-10 LKLM1-20 LKLM2-20 Kontrol Gambar 3. Interaksi jenis, konsentrasi inokulum dan waktu fermentasi terhadap laju produksi biogas 46 Tabel 3. Pengaruh jenis dan konsentrasi inokulum terhadap total produksi biogas skala laboratorium dengan waktu fermentasi 12 minggu Jenis dan konsentrasi inokulum Total Produksi biogas L Kotoran sapi 10 KTS-10 64.5 Lumpur LCPMKS kolam I- 10 LKLM I-10 36.5 Lumpur LCPMKS kolam II-10LKLM II-10 55 Lumpur LCPMKS kolam I-20LKLM I-20 28 Lumpur LCPMKS kolam II-20LKLM II-20 121 Kontrol tanpa inoklum 22 Pengaruh faktor biotik jenis dan konsentrasi inokulum, diantaranya: 1. KTS – 10, 2 LKLM I1-10, 3 LKLM II-10, 4 LKLM I-20, 5. LKLM II-20, 6 kontrol tanpa inokulum dalam waktu fermentasi selama 12 minggu, suhu dan tekanan rumah kaca. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kelima perlakuan dan kontrol menunjukkan hasil yang berbeda, dan produksi biogas tertinggi diperoleh dari perlakuan kombinasi jenis lumpur LCPMKS kolam dua, konsentrasi 20 LKLM II-20 sebanyak 121 L. Namun lumpur aktif kolam II konsentrasi 10 menghasdilkan biogas sebanding dengan lumpur aktif kotoran sap 10, berturut-turut 55 L dan 64,5 L. Dengan demikian lumpur aktif kolam II konsentrasi 20 sesuai untuk digunakan dalam peningkatan awal start-up. Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembentukan biogas dari LCPMKS hasil perombakan mikroba, sehingga peran jenis dan konsentrasi inokulum yang sesuai sangat berpengaruh terhadap produksi biogas Reith et al. 2003. Hasil interaksi jenis, konsentrasi inokulum dan waktu fermentasi memberikan pengaruh terhadap produksi biogas. Faktor biotik yang berpengaruh paling baik adalah inokulum LCPMKS PT Pinago Utama kolam II, dengan konsentrasi 20 LKLM II-20 dalam volume substrat sebanyak 15 L. Jenis dan konsentrasi inokulum sangat penting untuk produksi biogas, karena pembentukan biogas merupakan proses biofermentasi LCPMKS, yang diperankan oleh mikroba, yaitu jasad hidup yang tumbuh berkembang di dalam substrat. Sahirman 1994 menyatakan bahwa inokulum lebih 12,5 bv volume kerja 2 L, skala laboratorium tidak menunjukkan peningkatan produksi biogas. Sementara hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan inokulum 47 LKLM 2-20 bv dengan substrat 15 L, diperoleh laju produksi biogas paling tinggi dibanding konsentrasi lain. Faktor jenis dan konsentrasi inokulum sangat berperan dalam proses perombakan dan produksi biogas. Werner et al. 1989 menyatakan bahwa dekomposisi anaerob merupakan proses mikroorganisme tumbuh dan menggunakan energi dengan merombak bahan organik dalam lingkungan anaerob dan menghasilkan metana. Proses perombakan terjadi empat tahap dengan golongan mikroba yang berbeda. Tahap 1 hidrolitik diperankan oleh bakteri penghidrolisis, 2. Fermentasi sederhana yag akan digunakan sebagai sumber energi mikrobia, 3 reduksi dan oksidasi dalam kondisi anaerob membentuk asam asetat, CO 2 dan hidrogen, tahap akhir berupa fermentasi metana. Proses hidrolisis merupakan kunci dari proses perombakan bahan organik, dan terdapat dua kelompok bakteri metanogen penting pada proses anaerob yaitu metanogen hidrogenotrofik menggunakan H kemolitotrofik mengubah hidrogen dan CO 2 menjadi metana, dan metanogen asetotrofik asetoklastik metanogen pemisah asetat, mengubah asetat menjadi metana dan CO 2 Bitton 1999. Demikian pula yang dinyatakan oleh Reith et al. 2003 bahwa ada empat tahap yaitu proses hidrolisis protein akan diubah menjadi asam amino, karbohidrat dibah menjadi gula, dan lipid akan diubah menjadi asam lemak rantai panjang dan glyserol. Proses Acidogenesis adalah perubahan gula diubah menjadi asam lemak volatil dan alkohol. Proses berlanjut dengan acetogenesis yang akan merombak asam volatil membentuk asam lain yang lebih sederhana, dan proses terakhir adalah metanogenesis, yang menghasilkan metana dan CO 2 . Proses perombakan yang terjadi didalam kondisi anaerob dilakukan berbagai macam jenis mikroba, sehingga banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses tersebut, baik faktor abiotik maupun biotik. Pengaruh faktor abiotik terhadap produksi biogas diantaranya adalah pengaruh penambahan bahan penetral pH yaitu NaOH dan CaOH 2 , pH awal substrat, agitasi dan peningkatan suhu. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada grafik interaksi pemberian bahan penetral pH dan aktu fermentasi terhadap laju produksi Gambar 3 – 7. 48

3.2.2. Pengaruh faktor abiotik terhadap laju produksi biogas