59.7 Direction of policy for sustainable human settlement area development in the Fringe of the DKI Metropolitan (Case Study Settlement area at Cisauk – Banten Province)

5.6 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

Arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk dirumuskan dengan memperhatikan kondisi eksternal dan internal yang mempengaruhi kondisi keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk. Arahan kebijakan ini pada dasarnya dilaksanakan dengan mekanisme insentif dan disinsentif. Insentif diberikan terhadap kegiatan yang dilaksanakan sesuai ketentuan, ingin dipertahankan dan atau didorong keberadaannya sementara disinsentif dikenakan terhadap kegiatan yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif ini dilakukan secara berjenjang oleh instansi yang berwenang sesuai dengan kewenangannya. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan permukiman menjadi dasar pengembangan kawasan permukiman seperti UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria, UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No.80 Tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba, Peraturan Menteri Dalam Negeri no.1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau. Sementara kebijakan yang terkait langsung dengan kawasan permukiman di Cisauk diantaranya adalah: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang, RP4D Rencana Pembangunan dan Pengembangan Permukiman di Daerah, Perda No.41997 tentang RDTR Kota Serpong, Rencana Rinci Kasiba Cisauk, Rencana Master Plan Pengembang, Perda tentang Penambangan Bahan Galian C. Berdasarkan berbagai kondisi dan kebijakan yang ada dapat dikatakan bahwa kebijakan yang melandasi pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman termasuk di Cisauk cukup komprehensif mulai dari skala nasional kewilayahan, sektoral dan tingkat lokal. Dalam pelaksanaan memerlukan koordinasi dan pelibatan stakeholders secara intensif. Berubahnya lingkungan strategis yang ditandai dengan berubahnya sistem politik dan ketatanegaraan seperti otonomi daerah, pemberdayaan masyarakat, kesetaraan dan keterbukaan, maka UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dirasakan kurang sesuai sehingga terbit UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang sasarannya antara lain memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang; meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan; memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau. UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dampak dari pelaksanaan UU ini adalah perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan permukiman disesuaikan dengan prioritas dan kepentingan masing-masing pemerintah daerah. Tuntutan otonomisasi mengehendaki penyelenggaraan perumahan dan permukiman menerapkan pola pembangunan dilaksanakan secara desentralisasi. Masalah lingkungan pada kawasan permukiman dan perumahan, umumnya muncul sebagai akibat dari tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali. UU RI No.7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air mengamanatkan bahwa perlu diimplementasikan secara konsisten prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya air secara terpadu integrated water resources managementIWRM. Dalam pengertian tersebut pengelolaan sumberdaya air, termasuk pengelolaan sungai perlu memperhatikan prinsip-prinsip yaitu: 1 memberikan manfaat kepada publik secara efektif dan efisien, 2 mempertemukan keseimbangan kepentingan dan harmonisasi antara aspek sosial, ekonomi, dan prinsip keseimbangan lingkungan hidup, 3 keberlanjutan, keadilan, dan otonomi, serta 4 transparansi dan akuntabilitas, serta menjamin