Perkotaan dan Lingkungan Direction of policy for sustainable human settlement area development in the Fringe of the DKI Metropolitan (Case Study Settlement area at Cisauk – Banten Province)

disebabkan adanya akses besar yang dimiliki oleh lahan terhadap berbagai pelayanan kota, disamping nilai lahannya sendiri. Degradasi lingkungan tidak dapat dibiarkan terus berlangsung. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi degradasi lingkungan yang mengancam perkotaan adalah upaya – upaya penyusunan tata ruang secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Penataan ruang tidak sekedar pengelolaan perubahan lingkungan binaan dan alam saja, melainkan sebagai upaya untuk penyelesaian berbagai benturan kepentingan yang berbeda.

2.2 Penataan Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang Anonim, 2007a. Untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan perlu dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmonisasikan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah. Dalam proses penataan ruang wilayah harus dipahami terlebih dahulu konsep mengenai wilayah. Ada beberapa pengertian wilayah yang terkait aspek keruangan yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis definisi yang dibatasi oleh koordinat geografis yang mempunyai pengertian tertentu sesuai fungsi pengamatan tertentu. Pengertian ini menurut Rustiadi et al. 2004 akan selalu terkait dengan aspek kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan maupun pertahanan. Secara umum beberapa pengertian wilayah ini dapat dikelompokkan sebagai berikut Rustiadi et al. 2004: 1 ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi kesatuan ekosistem berbagai kehidupan alam dan buatan yang membentuk pola ruang ekotipe dan struktur hubungan yang hirarkis antar ekotipe, misalnya daerah aliran sungai DAS dengan sub DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan struktur bagian hutan tropisnya, 2 ruang wilayah ekonomi adalah deliniasi wilayah yang berorientasi menggambarkan maksud fungsi ekonomi, seperti wilayah konsumsi, perdagangan, serta aliran barang dan jasa, 3 ruang wilayah sosial budaya adalah deliniasi wilayah yang terkait dengan budaya adat dan berbagai perilaku masyarakatnya, misalnya wilayah adat marga, suku, maupun wilayah pengaruh kerajaan, 4 wilayah politik, yaitu deliniasi wilayah yang terkait dengan batasan administrasi, yaitu batasan ruang kewenangan kepala pemerintahan yang mengatur dan mengelola berbagai sumberdaya alam dan pemanfaatannya untuk kepentingan pengembangan wilayah yang akan diatur dan yang menjadi kewenangan politik selaku penguasa wilayah. Dalam konteks pemanfaatan ruang, pemahaman terhadap konsep ruang wilayah yang disusun berdasarkan kluster ini menjadi penting untuk dapat secara rinci dan mudah menetapkan variabel-variabel dominan yang mempengaruhi dalam proses pengembangan wilayah. Penataan ruang adalah suatu proses yang melibatkan berbagai komponen kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan buatan yang saling berkaitan secara sistem. Faktor pendukung kegiatan utama proses penataan ruang perkotaan saling berkaitan dan mempengaruhi secara terus menerus membentuk sistem yang dinamis. Rustiadi et al. 2004 mengatakan bahwa perlu ada koordinasi yang sifatnya lintas wilayah yang baik di era otonomi ini dan penyesuaian dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan rencana tata ruang. Pernyataan ini memberikan gambaran perlu ada kebijakan atau langkah penyesuaian terlebih dahulu untuk dapat melaksanakan rencana tata ruang yang telah disusun. Kebijakan untuk melaksanakan suatu rencana tata ruang harus disusun dalam suatu langkah dengan urutan prioritasnya. Di beberapa negara, kebijakan pemanfaatan ruang dibuat melalui penyusunan serangkaian langkah kebijakan untuk mengoperasionalkan rencana tata ruang. Rencana tata ruang sebagai acuan makro, sedangkan langkah operasionalisasinya sering disebut sebagai kebijakan strategis pembangunan master plan atau rencana induk pembangunan yang berisi langkah kebijakan strategis sektor yang mengacu pada rencana tata ruang. Beberapa negara seperti Australia, Kanada, Amerika, dan Jepang telah menerapkan prinsip pengaturan ruang wilayah dengan membuat kebijakan-kebijakan operasional masing-masing sektor yang mengacu pada rencana tata ruang dan ini sering disebut dengan perencanaan penataan ruang strategis strategic spatial planning Djunaedi, 2001. Perencanaan kebijakan dan strategi dalam penataan ruang lebih untuk menunjukkan sebuah alat untuk dapat mengoperasionalkan rencana tata ruang. Pertimbangan perlunya arahan kebijakan dan strategi dalam operasionalisasi rencana tata ruang antara lain: adanya persoalan koordinasi kebijakan publik khususnya dengan pemerintah lokal, mencari cara bagaimana membuat wilayah perkotaan lebih ekonomis dan kompetitif dengan mengembangkan asset base-nya, perlu menetapkan bentuk kebutuhan ruang sumberdaya alam yang optimal untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, serta bagaimana mengatasi ketidakseimbangan distribusi akses penduduk lokal untuk berhubungan dengan wilayah perkotaan. Untuk itu Healy 2004 menetapkan kriteria dalam kebijakan strategisnya, yaitu 1 skala pengelolaan, 2 skala posisi kota dan wilayahnya, 3 regionalisasi, 4 kelayakan material dan identitas, 5 konsep pengembangannya, 6 bentuk-bentuk representasi hubungan integrasi fungsional. Dalam penyusunan rencana strategis keruangan kota, Djunaedi 2001 telah melakukan penelitian di Kanada, Amerika, Australia, dan Zimbabwe, serta penerapannya di Indonesia. Studi tersebut menguraikan konsep pentingnya membuat kebijakan dan strategi dengan membuat: visi, misi, isu strategi, dan strategi makro atau kebijakan yang dapat dijabarkan dalam rencana tata ruang. Ada 2 konsep dari hasil kajian ini yaitu 1 kebijakan dan strategi disusun bersamaan dalam satu proses untuk dijabarkan dan masuk dalam rencana tata ruang kota, 2 disusun terlebih dahulu rencana strategis yang berisi visi, misi, isu strategis dan kebijakannya, setelah itu baru disusun rencana tata ruang kotanya. Kedua konsep strategi tersebut dibuat dengan menggunakan model SWOT dan selanjutnya rencana tata ruang tersebut diharapkan dapat dioperasionalkan oleh