Faktor-faktor Kunci Pengembangan Kawasan Permukiman Skenario Pengembangan Kawasan Permukiman

dilakukan apa adanya sambil mengadakan perbaikan ala kadarnya. Skenario moderat dimaksudkan bahwa pelaksanaan kegiatan pengembangan permukiman dilakukan perbaikan-perbaikan tetapi belum maksimum. Skenario optimis adalah bahwa kegiatan pengembangan kawasan permukiman dilakukan perbaikan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengerahkan seluruh sumberdaya secara optimal. Dalam operasionalnya, skenario ini disusun dengan memasangkan berbagai kondisi state setiap faktor yang mungkin terjadi dimasa mendatang dalam pengembangan kawasan permukiman di Cisauk. Definisi dari masing-masing strategi tersebut tertera pada Tabel 30. Tabel 30 Definisi dari masing-masing skenario pengembangan kawasan permukiman No Skenario Definisi 1. Pesimis 1A, 2B, 3B, 4B, 5B a. Alih fungsi lahan meningkat b. Sarana dan prasarana dasar tetap c. Kohesi sosial tetap d. Kondisi Sub DAS Cisadane tetap e. Jumlah penduduk tetap 2. Moderat 1B, 2C, 3B, 4C, 5C a. Alih fungsi lahan tetap tetapi terarah b. Sarana dan prasarana dasar meningkat c. Kohesi sosial tetap d. Kondisi Sub DAS Cisadane meningkat e. Jumlah penduduk meningkat 3. Optimis 1C, 2D, 3C, 4D, 5C a. Alih fungsi lahan menurun b. Sarana dan prasarana dasar meningkat optimal c. Kohesi sosial membaik d. Kondisi Sub DAS Cisadane meningkat e. Jumlah penduduk meningkat Untuk mendukung pengambilan keputusan dalam masalah pengembangan kawasan permukiman yang kompleks, dilakukan analisis dengan metode AHP Analytical Hierarchy Process dengan nara sumber para ahli atau pejabat bidang perkotaan, permukiman, pemerintahan, dan lingkungan. Dengan menggunakan AHP, masalah pengembangan kawasan permukiman disusun dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dapat segera dilakukan pengambilan keputusan. Menurut Saaty 1993, hirarki disusun dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, diikuti dengan level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir berupa alternatif. Dari pendapat para nara sumber dan ahli diketahui bahwa prioritas tujuan yang perlu dicapai adalah tujuan menjaga kelestarian lingkungan dengan nilai hasil analisis sebesar 0.356. Kemudian prioritas faktor atau aspek pengembangan kawasan permukiman dari hasil analisis adalah faktor lingkungan dengan nilai 0.427. Untuk aktor yang paling bepengaruh dalam pengembangan kawasan permukiman di Cisauk pada saat ini adalah pihak swasta yang dalam hal ini pengembang dengan nilai 0.432. Selanjutnya, untuk alternatif skenario terpilih atau prioritas adalah skenario moderat dengan nilai 0.483. Hasil analisis dengan metode AHP terlihat pada Gambar 34. Gambar 34 Struktur hirarki pengambilan keputusan skenario kebijakan dalam rangka pengembangan pemukiman berkelanjutan Dalam hal ini, AHP juga menguji konsistensi penilaian yang ditunjukkan dengan parameter Consistency Ratio CR, sehingga bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Cisauk PERLUASAN LAPANGAN PEKERJAAN 0.136 KELESTARIAN LINGKUNGAN 0.356 PENGEMBANGAN WILAYAH 0.283 PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH 0.225 EKONOMI 0.362 SOSIAL 0.211 LINGKUNGAN 0.427 PEMERINTAH 0.244 MASYARAKAT 0.216 PENGEMBANG 0.432 AKADEMISI 0.108 OPTIMIS 0.379 MODERAT 0.483 PESIMIS 0.138 FOKUS TUJUAN FAKTOR AKTOR ALTERNATIF bahwa penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang. Dari hasil analisis AHP dalam Lampiran 3, didapatkan nilai CR untuk preferensi gabungan dengan nilai rata-rata sebesar 0.010583. Sesuai dengan standard, nilai CR tidak boleh lebih dari 0.10. Dengan demikian nilai CR yang didapat karena masih dibawah 0.10 maka penilaian kriteria telah dilakukan dengan konsisten. Kondisi dari skenario tersebut kemudian dilakukan analisis prospektif untuk mengetahui status keberlanjutannya di masa mendatang. Dari kondisi ke 5 lima faktor paling berpengaruh pada skenario, diperoleh beberapa atribut dimensi yang juga meningkat sejalan dengan perubahan di setiap faktor. Peningkatan faktor alih fungsi lahan akan mempengaruhi keadaan atribut tingkat pemanfaatan lahan, kondisi Sub DAS Cisadane, pengendalian banjir, pengelolaan persampahan, luas ruang terbuka, fasilitas umum, fasilitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan, dan perkembangan sarana ekonomi. Peningkatan faktor sarana dan prasarana dasar akan mempengaruhi keadaan atribut peningkatan jalan akses, air minum, drainase, persampahan, air limbah, alih fungsi lahan, kondisi Sub DAS Cisadane, penambangan pasir, ruang terbuka hijau, kohesi sosial, prasarana kesehatan, pendidikan, fasilitas umum dan sosial, tenaga kerja, pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan. Peningkatan faktor kohesi sosial akan mempengaruhi keadaan atribut konflik sosial, kriminalitas, dan pemberdayaan masyarakat. Peningkatan faktor kondisi Sub DAS Cisadane akan mempengaruhi keadaan atribut kualitas dan kuantitas air minum, pengendalian banjir, nilai ekonomi lahan, peningkatan pendapatan asli daerah, perkembangan sarana dan prasarana dasar. Peningkatan faktor jumlah penduduk akan mempengaruhi keadaan hampir semua atribut seperti, pengendalian banjir, kualitas dan kuantitas air minum, jalan akses, persampahan, penambangan pasir, alih fungsi lahan, kondisi Sub DAS Cisadane, ruang terbuka hijau, konflik sosial, kohesi sosial, kriminalitas, prasarana kesehatan dan pendidikan, fasilitas umum dan sosial, pemberdayaan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan masyarakat, pendapatan asli daerah, nilai ekonomi lahan, perkembangan sarana dan prasarana dasar. Hasil analisis dengan menggunakan MDS-Rapsettlement menunjukkan bahwa nilai keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk di masa mendatang pada skenario moderat mencapai 61.31. Nilai ini telah meningkatkan indeks keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk sebesar 5.36 dari indeks keberlanjutan sekarang seperti terlihat pada Gambar 35. Buruk 61.31 Baik 50 100 Gambar 35 Nilai indeks keberlanjutan multi dimensi pengembangan kawasan permukiman menurut skenario moderat Nilai Indeks keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten setiap dimensi menurut skenario moderat dapat divisualisasikan seperti terlihat pada Gambar 36. Grafik tersebut menunjukkan bahwa semua dimensi mencapai nilai cukup berkelanjutan. Dimensi ekologi mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan kondisi aktual. Dimensi sosial juga meningkat indeks keberlanjutannnya. Demikian juga dimensi ekonomi juga mengalami peningkatan indeks kebelanjutan. Gambar 36 Diagram layang-layang indeks keberlanjutan prospektif menurut skenario moderat Perbandingan indeks keberlanjutan masing-masing dimensi untuk kondisi saat ini dibandingkan dengan kondisi prospektif hasil skenario moderat adalah MDS PROSPEKTIF 57.07

67.91 59.7

20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial seperti tertera pada Tabel 31 dan Gambar 37. Dalam hal ini terlihat bahwa indeks keberlanjutan untuk kawasan secara multi dimensi maupun masing-masing dimensi berdasarkan skenario moderat pengembangan kawasan permukiman menunjukkan kenaikan. Kenaikan terbesar terjadi pada dimensi ekologi sebesar 11.72 dan kenaikan terkecil terjadi pada dimensi sosial sebesar 1.35. Kondisi ini dirasa cocok mengingat kondisi aktual saat sekarang tingkat keberlanjutan dimensi ekologi kurang berkelanjutan sementara kondisi dimensi sosial sudah cukup berkelanjutan. Dimensi ekonomi juga mengalami kenaikan keberlanjutan sebesar 3.09. Tabel 31 Perbandingan status keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk saat ini dan hasil skenario No Dimensi Saat ini Skenario Moderat Selisih 1. Kawasan Permukiman 55.93 61.31 5.38 2. Ekologi 45.35 57.07 11.72 3. Sosial 57.61 58.96 1.35 4. Ekonomi 64.82 67.91 3.09 Gambar 37 Grafik perbandingan status keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk saat ini dan hasil skenario MDS AKTUAL PROSPEKTIF 45.35

64.82 57.61

57.07

67.91 59.7

20 40 60 80 100 Ekologi Ekonomi Sosial

5.6 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

Arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk dirumuskan dengan memperhatikan kondisi eksternal dan internal yang mempengaruhi kondisi keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk. Arahan kebijakan ini pada dasarnya dilaksanakan dengan mekanisme insentif dan disinsentif. Insentif diberikan terhadap kegiatan yang dilaksanakan sesuai ketentuan, ingin dipertahankan dan atau didorong keberadaannya sementara disinsentif dikenakan terhadap kegiatan yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya. Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif ini dilakukan secara berjenjang oleh instansi yang berwenang sesuai dengan kewenangannya. Berbagai peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan permukiman menjadi dasar pengembangan kawasan permukiman seperti UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria, UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No.80 Tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba, Peraturan Menteri Dalam Negeri no.1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau. Sementara kebijakan yang terkait langsung dengan kawasan permukiman di Cisauk diantaranya adalah: Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang, RP4D Rencana Pembangunan dan Pengembangan Permukiman di Daerah, Perda No.41997 tentang RDTR Kota Serpong, Rencana Rinci Kasiba Cisauk, Rencana Master Plan Pengembang, Perda tentang Penambangan Bahan Galian C. Berdasarkan berbagai kondisi dan kebijakan yang ada dapat dikatakan bahwa kebijakan yang melandasi pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman termasuk di Cisauk cukup komprehensif mulai dari skala nasional kewilayahan, sektoral dan tingkat lokal. Dalam pelaksanaan memerlukan koordinasi dan pelibatan stakeholders secara intensif.