Ruang Lingkup Penelitian Direction of policy for sustainable human settlement area development in the Fringe of the DKI Metropolitan (Case Study Settlement area at Cisauk – Banten Province)
Rahardjo 2003 dalam penelitian mengenai upaya pengendalian lahan di perkotaan mengungkapkan dengan semakin liberalnya ekonomi dan adanya
desentralisasi pemerintahan yang berwujud otonomi memberikan kebebasan pada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Sisi negatif dari kebijakan ini dapat
berakibat pada terjadinya penurunan mutu lingkungan. Salah satu penyebabnya adalah kurang baiknya pengelolaan dan penggunaan lahan. Untuk mengurangi
dampak negatif dari pemanfaatan lahan, diperlukan suatu penanganan terpadu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dan institusi terkait dengan lahan itu
sendiri, baik pemerintah maupun swasta. Salah satu upaya untuk menghilangkan dan mengurangi dampak negatif tersebut adalah melalui manajemen lahan.
Kesalahan dalam manajemen lahan dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, dan tanah berubah menjadi marjinal yang tidak dapat ditanami, serta
rusaknya ekosistem alam. Kekuatan yang mendorong degradasi lahan tersebut antara lain, cepatnya pertambahan populasi, kebijakan ekonomi yang
mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, dan dipercepat oleh buruknya manajemen pembangunan kota. Khusus bagi daerah perkotaan,
terbatasnya pasokan lahan mengakibatkan lahan menjadi mahal sehingga mendorong para investor yang bergerak dalam sektor properti mengkonversi
sawah, situ dan lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Permasalahan perkotaan hasil kajian Ionnides dan Rossi-Hausberg 2004
menunjukkan bahwa pertumbuhan perkotaan sebagai salah satu gejala ekonomi berkaitan dengan proses urbanisasi. Kajian ruang kegiatan ekonomi yang diukur
dengan populasi, output dan pendapatan, pada umumnya terkonsentrasi. Perpindahan penduduk secara besar – besaran dari pedesaan ke perkotaan telah
memicu berbagai pertumbuhan perkotaan di seluruh dunia. Gejala lain adalah kecenderungan hilangnya ruang terbuka hijau akibat kurang jelasnya pengaturan
dan pemanfaatan ruang. Dampak yang ditimbulkan sangat menyedihkan, mulai dari ketidaknyamanan penduduk akibat kurangnya sarana dan prasarana
lingkungan, kesengsaraan masyarakat akibat banjir, sampai masalah sosial, karena benturan berbagai kepentingan pemanfaatan lahan. Richardson 1978
mengungkapkan di lokasi yang dekat dengan pusat kota, penggunaan lahan yang paling cocok adalah untuk tujuan komersial dan industri ringan. Hal ini
disebabkan adanya akses besar yang dimiliki oleh lahan terhadap berbagai pelayanan kota, disamping nilai lahannya sendiri.
Degradasi lingkungan tidak dapat dibiarkan terus berlangsung. Salah satu jalan keluar untuk mengatasi degradasi lingkungan yang mengancam perkotaan
adalah upaya – upaya penyusunan tata ruang secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Penataan ruang tidak sekedar pengelolaan perubahan lingkungan
binaan dan alam saja, melainkan sebagai upaya untuk penyelesaian berbagai benturan kepentingan yang berbeda.