Status Keberlanjutan Direction of policy for sustainable human settlement area development in the Fringe of the DKI Metropolitan (Case Study Settlement area at Cisauk – Banten Province)

55.93 Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di kawasan permukiman di Cisauk selama ini cukup memperhatikan aspek-aspek sosial, dan ekonomi akan tetapi masih kurang memperhatikan aspek ekologi secara terpadu. Untuk mengetahui dimensi pengembangan yang masih lemah dan memerlukan perhatian maka dilakukan analisis MDS pada setiap dimensi. Analisis dilakukan untuk menentukan indeks keberlanjutan dan atribut yang paling sensitif dalam pengembangan kawasan permukiman. Buruk Baik 50 100 Gambar 27 Nilai indeks keberlanjutan multidimensi aktual pengembangan Kawasan Permukiman di Cisauk Nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar akan tetapi dalam berbagai kondisi daerah wilayah tentu memiliki prioritas dimensi apa yang menjadi perhatian, namun prinsipnya adalah bagaimana agar supaya setiap dimensi tersebut berada dalam kategori ”baik” status keberlanjutannya. Parameter statistik yang diperoleh dari analisis MDS yang berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi adalah nilai stress dan r 2 koefisien determinasi untuk setiap dimensi maupun multidimensi. Stress adalah skor yang menyatakan ketidaktepatan pengukuran lack-of-fit measurement. Semakin tinggi ’stress’ semakin tinggi ketidaktepatan fit. R kuadrat R square adalah indeks korelasi pangkat dua yang menyatakan proporsi varians data asli yang dapat dijelaskan oleh MDS. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat mendekati kondisi yang sebenarnya. Hasil analisis dua parameter statistik MDS pengembangan kawasan permukiman tertera pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil analisis dua parameter statistik MDS Nilai Statistik Multi Dimensi Ekologi Sosial Ekonomi Stress 0.14 0.14 0.14 0.14 r 2 0.95 0.95 0.95 0.95 Jumlah iterasi 2 2 2 2 Dari Tabel 23 tersebut, terlihat bahwa untuk kondisi multidimensi dan setiap dimensi memiliki nilai stress 0.14 0.25. Hal ini menunjukkan bahwa nilai stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai. Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Nilai koefisien determinasi r 2 menunjukkan hasil 0.95 mendekati 1. Berbeda dengan stress, nilai koefisien determinasi r 2 menunjukkan hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi tersebut semakin besar mendekati 1. Dengan demikian kedua parameter nilai stress dan r 2 menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk sudah cukup baik dalam menerangkan ketiga dimensi yang dianalisis. Tingkat kepercayaan nilai indeks total maupun masing-masing dimensi diuji dengan menggunakan analisis Monte Carlo. Analisis ini merupakan analisis yang berbasis komputer yang dikembangkan pada tahun 1994 dengan menggunakan teknik random number berdasarkan teori statistika untuk mendapatkan dugaan peluang suatu solusi atau model matematis. Proses untuk mendapatkan solusi tersebut telah melalui perhitungan yang berulang-ulang. Analisis ini sangat berguna dalam menganalisis kawasan permukiman guna melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut pada masing-masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukkan data atau data yang hilang, dan nilai ’stress’ yang terlalu tinggi. Analisis Monte Carlo yang dilakukan beberapa kali ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks total multi dimensi maupun nilai indeks masing-masing dimensi. Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di Cisauk pada tingkat kepercayaan 95 memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan hasil analisis MDS. Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan 5 antara hasil analisis dengan metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan bahwa: 1 kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2 variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3 proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang dalam keadaan stabil; 4 kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Hal ini menunjukkan bahwa analisis dengan menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Tabel 24 Hasil analisis keberlanjutan kawasan permukiman saat ini Status Indeks Hasil MDS Monte Carlo Perbedaan Kawasan Permukiman 55.93 55.65 0.28 Dimensi Ekologi 45.35 45.01 0.34 Dimensi Sosial 57.61 57.29 0.32 Dimensi Ekonomi 64.82 64.65 0.17 Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang kite diagram seperti tertera pada Gambar 28. Dengan menggunakan metode analisis prospektif dapat diketahui atribut-atribut yang sangat sensitif dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan kawasan dari masing-masing dimensi. Untuk dimensi ekologi, hasil analisis menunjukkan nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 45.35 pada skala keberlanjutan 0 −100. Jika dibandingkan dengan nilai kawasan permukiman yang bersifat multidimensi maka nilai indeks aspek ekologi berada dibawah nilai kawasan permukiman dan termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Terdapat empat atribut yang sangat sensitif dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu: alih fungsi lahan pertanian produktif, penambangan pasir dan batu, drainase sebagai pengendali genangan atau banjir, dan kondisi Sub DAS Cisadane lihat Gambar 29. Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa mendatang perlu diperhatikan keempat atribut tersebut. Tingkat alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan permukiman dan perdagangan cukup tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan peralihan fungsi lahan cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kawasan permukiman, perdagangan yang dibangun di kawasan tersebut. Perkembangan kawasan permukiman tersebut cenderung terpusat di jalur utama Serpong dengan Rumpin-Bogor sehingga beban jaringan jalan utama tersebut cukup tinggi. Gambar 28 Diagram layang-layang nilai Kawasan Permukiman Kegiatan penambangan pasir dan batu bahan galian C di kawasan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan alat berat sehingga lebih eksploitatif dan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa penambangan pasir dan batu yang dilaksanakan di kawasan tersebut dilaksanakan dengan kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan ini dari aspek ekologi kurang berkelanjutan yang terlihat dari kondisi jalan-jalan yang dilewati truk-truk pengangkut pasir dalam kondisi rusak cukup parah. Sementara itu, polusi debu di sepanjang jalan tersebut juga cukup tinggi sehingga dapat mengganggu pernafasan dan mengurangi jarak pandang yang dapat mengganggu keselamatan lalu lintas. Kebijakan pemerintah daerah terkait dengan kegiatan penambangan pasir dan batu ini galian C adalah untuk memenuhi kebutuhan material galian C sehingga kegiatan ini tetap dipertahankan dengan pengaturan sebagai berikut: 1 tidak memperluas wilayah eksploitasi, 2 ijin-ijin EKOLOGI 45,35 SOSIAL 100 80 60 40 20 EKONOMI

64,82 57,61

lokasi pertambangan tidak diperpanjang dengan alternatif kebutuhan material bahan galian C dapat dipenuhi dari luar kabupaten Tangerang, 3 segera dilakukan reklamasi bagi kawasan eks pertambangan, 4 untuk kawasan eks pertambangan, jika memungkinkan dapat dilakukan pembebasan lahan oleh pemkab Tangerang. Kondisi jaringan drainase di kawasan tersebut walaupun kondisi teknisnya kurang baik yang kebanyakan berupa saluran alami dari tanah dengan dimensi relatif kecil, tetapi karena didukung oleh tanah yang berkontur dan banyaknya resapan air yang berupa ruang terbuka dan situ-situ bekas galian pasir, maka tidak terjadi genangan atau banjir. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kondisi drainase cukup baik karena kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa daerah tersebut jarang terjadi banjir. Namun sebenarnya jika diamati lebih lanjut misalnya drainase di cluster perumahan, maka akan diketahui bahwa belum terjadi sinkronisaasi prasarana antar cluster permukiman. Leverage of Attributes DIMENSI EKOLOGI 1.31 1.27 1.72 1.83 1.67 1.05 1.31 1.10 1.59 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Ruang Terbuka HijauRTH luasan Sanitasi Lingkungan DAS Cisadane run-of f , manajemen Alih f ungsi lahan pertanian produktif luasan, w aktu Penambangan pasir dan batu Persampahan pengelolaan Jalan akses kualitas Air minum kualitas, kuantitas, w aktu Drainase pengendalian banjir A ttri b u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Gambar 29 Nilai masing-masing atribut dalam dimensi ekologi Kondisi Sub DAS Cisadane saat ini menurut instansi terkait seperti BLH Badan Lingkungan Hidup Kab.Bogor, berada dalam kondisi yang kritis dimana kerusakan mencapai 34 pada 9 Nov 2010. Hal ini disebabkan antara lain oleh penebangan liar hutan khususnya di daerah hulu, limbah domestik dan industri. Leverage of Attributes DIMENSI SOSIAL 1.609 1.115 1.723 1.556 0.976 0,687 1.805 1.104 1.512 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Pemberdayaan masyarakat Fasilitas umum Perkembangan penduduk Prasarana kesehatan Prasarana pendidikan Kriminalitas Kohesi sosial Konflik sosial Tingkat pendidikan penghuni A ttri b u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Pencemaran yang terjadi juga telah melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah PP No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air, dimana pada kondisi normal kadar COD pada air sungai sebesar 10 mgL dan BOD 2 mgL Anonim, 2001. Namun sebagian besar responden menganggap kondisi DAS tersebut berada dalam kondisi cukup baik karena jarang sekali terjadi banjir, tanah longsor, dan cadangan air juga cukup tersedia. Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial adalah sebesar 57.61 pada skala keberlanjutan 0 − 100 dan tergolong cukup berkelanjutan. Terdapat empat atribut yang sangat sensitif 1.5 dalam mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi sosial, yaitu: kohesi sosial, perkembangan penduduk, pemberdayaan masyarakat, dan tingkat pendidikan penghuni lihat Gambar 30. Gambar 30 Nilai masing-masing atribut dalam dimensi sosial Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa mendatang perlu diperhatikan kempat atribut tersebut. Frekuensi konflik yang terjadi di kawasan permukiman baik antar sesama warga atau dengan warga sekitar kawasan relatif rendah. Hal ini menunjukkan bahwa cukup terjadi kohesi sosial di masyarakat. Dalam ekosistem DAS, faktor penduduk merupakan bagian yang sangat penting. Salah satu aspek kependudukan yang perlu diperhatikan adalah mengenai perkembangan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang banyak di suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap potensi kerusakan lingkungan termasuk kelestarian sumberdaya lahan. Asumsinya adalah bahwa suatu daerah yang mempunyai jumlah penduduk banyak cenderung akan mempunyai resiko terjadinya kerusakan lingkungan dibandingkan dengan daerah yang mempunyai jumlah penduduk sedikit. Hal ini disebabkan intensitas pemanfaatan lahan dan air akan lebih tinggi untuk daerah yang penduduknya lebih banyak. Disamping jumlah penduduk, kepadatan penduduk juga penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan Sub DAS Cisadane. Kepadatan penduduk merupakan cerminan dari besarnya tekanan penduduk terhadap lahan. Semakin tinggi kepadatan penduduk semakin besar pula tekanan penduduk terhadap lahan yang akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan kawasan permukimannya. Perkembangan penduduk di Cisauk yang rata-rata sebesar 4.13 tahun menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Namun perkembangan tersebut terkonsentrasi di 3 desa yaitu Suradita, Cisauk, dan Cibogo dengan pola searah dengan jalan raya Cisauk. Hal ini akan menambah kepadatan penduduk di kawasan tersebut yang akan meningkatkan aliran permukaan run-off, timbulan sampah dan tekanan terhadap lahan. Sementara itu, di kawasan tersebut juga terdapat beberapa industri seperti kulit, kain, kertas, dan logam yang mempunyai potensi resiko kerusakan lingkungan lebih besar apabila limbahnya tidak diolah dengan benar. Oleh karena itu, wilayah-wilayah tersebut perlu diperhatikan perkembangannya Pemberdayaan masyarakat juga merupakan faktor yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan kawasan permukiman. Pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menekan angka kemiskinan. Penduduk yang miskin mempunyai potensi sebagai pelaku kerusakan lingkungan. Sebagai contoh rusaknya hutan karena pohon-pohonnya yang ditebangi oleh warga untuk dijadikan kayu bakar dan lahan pertanian. Oleh karena itu, untuk kawasan-kawasan yang proporsi penduduk miskinnya besar perlu diwaspadai karena potensial merusak lingkungan. Tingginya rumah tangga yang tergolong miskin di disebabkan sebagian masyarakatnya hanya mengandalkan penghasilannya dari pertanian subsisten atau sebagai buruh kasar. Keterbatasan ekonomi masyarakat tersebut bila tidak mendapatkan perhatian yang memadai akan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Pada wilayah yang penduduknya banyak yang miskin, untuk memenuhi kebutuhan hidup, masyarakatnya cenderung memanfaatkan sumberdaya yang ada secara berlebihan sehingga bila tidak dibatasi akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan demikian perlu adanya program peningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama pada desa-desa yang proporsi rumah tangga miskin tergolong tinggi. Suatu kawasan dengan proporsi penduduk miskin tinggi akan mempunyai resiko kerusakan lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan dengan penduduk miskin lebih rendah. Program pengentasan kemiskinan tersebut secara tidak langsung akan dapat membantu mengendalikanmembatasi pemanfaatan lahan secara berlebihan. Dengan demikian kerusakan lingkungan akan dapat dikurangi. Tingkat pendidikan penghuni akan berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan permukiman. Penduduk putus sekolah baik SD maupun SLTP mengindikasikan kondisi perekonomian yang kurang bagus. Kondisi perekonomian yang kurang bagus disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor alam yang dalam hal ini faktor lahan. Faktor lahan yang dimaksudkan adalah kondisi fisik lahan yang tidak menguntungkan untuk kegiatan pertanian, padahal sebagian besar masyarakat masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Dengan kondisi fisik lahan yang demikian menyebabkan masyarakat petani terpuruk dalam kemiskinan. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan sebagian daerah berupa lahan kritis dan kekurangan air. Pada musim penghujan memang ada sawah yang dapat ditanami padi namun hanya sekali dalam setahun. Pada musim kemarau lahan ditanami jagung dengan hasil yang kurang menguntungkan. Di bagian wilayah yang proporsi lahan terbangunnya tergolong tinggi, menunjukkan bahwa tekanan terhadap lahan pertanian pada wilayah tersebut juga tinggi. Kondisi tersebut perlu segera dibenahi dengan melakukan pembatasan yang sangat ketat terhadap alih fungsi lahan pertanian ke lahan yang terbangun. Nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi adalah sebesar 64.82 pada skala keberlanjutan 0 − 100. Jika dibandingkan dengan nilai dimensi ekologi dan sosial, nilai indeks dimensi ekonomi berada diatas nilai indeks kedua dimensi tersebut dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Ada tiga Leverage of Attributes DIMENSI EKONOMI 1.82 1.26 1.69 1.08 1.09 0.96 1.53 0.77 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 Perkembangan sarana ekonomi 10 thn terakhir Keuntunganprofit Nilai ekonomi lahan Nilai ekonomi perumahan Tingkat penghasilan penghuni Peningkatan pendapatan asli daerah Peningkatan kesejahteraan masyarakat Penyerapan tenaga kerja A tt ri but e Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 atribut yang sangat sensitif nilai 1.5 mempengaruhi nilai keberlanjutan dimensi ekonomi, yaitu: perkembangan sarana dan prasarana ekonomi, peningkatan nilai ekonomi lahan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lihat Gambar 31. Agar nilai indeks dimensi ini dapat meningkat pada masa mendatang perlu diperhatikan ketiga atribut tersebut. Perkembangan prasarana ekonomi seperti jalan akses, pasar, terminal, dan lain-lain akan mempengaruhi kegiatan ekonomi, investasi dan lapangan kerja di kawasan tersebut dan pada gilirannya diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan meningkatkan daya belinya. Dengan meningkatnya daya beli akan meningkatkan perputaran roda ekonomi di daerah tersebut. Perkembangan prasarana ekonomi dan meningkatnya kegiatan ekonomi akan menyebabkan daerah tersebut menjadi berkembang dan pada saatnya akan meningkatkan nilai lahan di kawasan tersebut. Gambar 31 Nilai masing-masing atribut dimensi ekonomi Dari hasil analisis didapatkan sebelas atribut yang sensitif mempengaruhi nilai keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk, yaitu: 1. Alih fungsi lahan pertanian produktif 2. Penambangan pasir dan batu 3. Drainase sebagai pengendali banjir 4. Kondisi Sub DAS Cisadane 5. Kohesi sosial masyarakat 6. Pemberdayaan masyarakat 7. Tingkat pendidikan masyarakat 8. Perkembangan penduduk dan penyebarannya 9. Perkembangan sarana dan prasarana 10. Peningkatan nilai ekonomi lahan 11. Peningkatan kesejahteraan masyarakat Atribut-atribut yang sensitif tersebut selanjutnya dianalisis untuk menentukan faktor kunci pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan. Penentuan faktor kunci ini dilakukan dengan melibatkan stakeholders dan pakar. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat empat faktor pengungkit yang sensitif mempengaruhi pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan yaitu: 1 alih fungsi lahan pertanian produktif, 2 perkembangan penduduk, 3 kohesi sosial, dan 4 perkembangan sarana dan prasarana. Selain ke empat faktor tersebut, faktor sub DAS Cisadane merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat walaupun mempunyai ketergantungan yang tinggi. Implikasi dari hal ini adalah bahwa sub DAS Cisadane merupakan faktor yang kritis yang menentukan keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk. lihat Gambar 32. . Perkem ba nga n penduduk Perkem ba nga n sa ra na ekonomi DAS Cisa da ne run- of f Alih f ungsi la ha n perta nia n Kohesi sosia l Pena m ba ngan pa sir Ba tu Dra ina se Tingka t pendidika n penghuni Nila i ekonom i la ha n Pem berda ya an m a sya rakat Peningka ta n keseja htera an m a sya rakat 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Pe ng ar uh Ketergantungan Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Sistem yang Dikaji Gambar 32 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di Cisauk

5.3 Permasalahan dan

Kebutuhan Stakeholders

5.3.1 Peta pemangku kepentingan perkembangan kawasan permukiman

Pemangku kepentingan yang terkait dalam pengembangan kawasan permukiman tersebut pada dasarnya dapat dibagi dalam 4 empat kelompok yaitu: masyarakat setempat, pemerintah Daerah dan Pusat, perguruan tinggi ahli LSM, dan swasta antara lain pengembang. Pola hubungan antar pemangku kepentingan tersebut dalam sistem metropolitan DKI Jakarta baik di tingkat pusat, provinsi, dan lokal untuk aspek ekologis, sosial, dan ekonomi dapat digambarkan seperti pada Gambar 33. Mekanisme dan norma pengembangan kawasan metropolitan dilakukan berdasarkan kebijakan pemerintah berupa produk-produk hukum seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, sedangkan perhatian stakeholders terhadap aspek ekologis, sosial, dan ekonomi tertera pada Tabel 25. Keterangan: LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat KLH = Kementerian Lingkungan Hidup PU = Kementerian Pekerjaan Umum BPJT = Badan Pengatur Jalan Tol; Perhub = Kementerian Perhubungan Gambar 33 Diagram Pemangku Kepentingan Pengembangan Kawasan Permukiman di metropolitan DKI Jakarta Diagram keterkaitan pemangku kepentingan dari dimensi keberlanjutan dalam sistem metropolitan DKI Jakarta dapat dikelompokkan dalam 3 aspek aspek, yaitu ekologi, sosial, dan ekonomi. Dalam aspek ekologi melibatkan pemangku kepentingan dari masyarakat, pemerintah pusat antara lain KLH, Sistem Metropolitan Jkt Ekonomi Sosial Pemerintah Pusat Pemerintah Pusat Perg Tinggi Pakar LSM Pemerintah Pusat Ekologi Masyarakat Swasta Masyarakat Swasta CSR BPJT Investor Tol KLH Perhubungan PU Masyarakat LSM Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah PU BUMN Pengembang Kementerian PU, Kementerian BUMN dan pemerintah daerah antara lain BPLHD, Dinas PU, PDAM, perguruan tinggipakarLSM. Dalam aspek sosial, pelaku-pelaku yang terkait adalah masyarakat, pemerintah daerah dan pusat, dan pihak swasta melalui program CSR Corporate Social Responsibility. Sementara dari aspek ekonomi pemangku kepentingan yang terkait adalah masyarakat lokal, provinsi dan nasionaldan LSM, pemerintah daerah dan pemerintah pusat antara lain Kementerian Perhubungan, Kementerian PU, BPJT, dan swasta investor dan pengelola tol. Jadi secara keseluruhan pemangku kepentingan yang terkait dengan sistem metropolitan DKI Jakarta merupakan penjabaran dari 4 empat kelompok yaitu masyarakat, pemerintah, swasta, dan akademisipakarLSM. Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, perhatian stakeholders terhadap aspek ekologi, sosial, dan ekonomi cukup bervariasi. Pemerintah pusat, provinsi, dan kabupatenkota mempunyai perhatian yang hampir sama terhadap ke tiga aspek tersebut. Masyarakat mempunyai perhatian yang cukup besar ke aspek sosial dan ekonomi sementara untuk aspek ekologi sedang. Swasta mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap masalah ekonomi dalam hal ini untuk mendapatkan profit yang sebesar-besarnya dan perhatiannya dalam aspek sosial dan ekologi masuk kategori sedang. Perguruan tinggi pakar LSM mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap aspek ekologi dan sosial dan kepedulian yang sedang terhadap aspek ekonomi. Peran pemangku kepentingan pengembangan kawasan permukiman tertera pada Tabel 26. Pemerintah dalam hal ini mempunyai peran banyak karena bisa sebagai regulator dan researcher. Sementara masyarakat perannya sebagai penerima manfaat dan dampak. Swasta banyak berperan sebagai operator dan akademisi, pakar, LSM berperan sebagai pengamat dan pemberi masukan. Tabel 25 Perhatian Pemangku Kepentingan Pengembangan Kawasan Permukiman No Pemangku Kepentingan Aspek Ekologi Sosial Ekonomi 1 Pemerintah Nas, Prov, Kab v v v 2 Masyarakat LSM v vv vv 3 Swasta v v vv 4 Perguruan Tinggi Pakar vv vv v Keterangan : v = perhatian sedang; vv = perhatian besar. Tabel 26 Peran Pemangku Kepentingan Pengembangan Kawasan Permukiman No Pemangku kepentingan Aspek Regulator Operator User Research Development 1 Pemerintah v - - v 2 Masyarakat LSM - - v - 3 Swasta - v v - 4 Perguruan Tinggi Pakar - - - v

5.3.2 Permasalahan dan