Sistem Metropolitan DKI Jakarta

38 Tabel 2 lanjutan Tujuan Sub Tujuan Jenis Data Uraian Data Sumber Data Teknik Analisis Data Keluaran 3. Mengetahui faktor- faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di pinggiran Metropolitan DKI Jakarta khususnya di Cisauk • Long list faktor- faktor yang berpengaruh dari studi literatur thd keberlanjutan kawasan permukiman di pinggiran metropolitan DKI Jakarta ƒ Data terkait aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi baik yang berasal dari internal maupun dari eksternal Cisauk ƒ Data primer: persepsi stakeholders , pengamatan lapangan ƒ Data sekunder: al. dokumentasi, laporan, studi ƒ Analisis prospektif ƒ Faktor- faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di pinggiran metropolitan DKI Jakarta khususnya di Cisauk 4. Menyusun arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan di pinggiran metropolitan DKI Jakarta khususnya di Cisauk ƒ Tingkat keberlanjutan Cisauk saat ini ƒ Faktor-faktor paling berpengaruh terhadap keberlanjutan Cisauk, pola dinamika sistim metropolitan DKI Jakarta ƒ Kependudukan, permukiman, sub sistem transportasi, drainase, air minum, batasan alam ƒ Perumahan, lahan, infrastruktur, RTH, batasan alam. ƒ Aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi baik yang berasal dari internal maupun dari eksternal Cisauk ƒ Data primer: persepsi stakeholders , pengamatan lapangan ƒ Data Sekunder: dokumentasi, laporan, studi ƒ Pemilihan skenario berdasarkan analisis AHP ƒ Arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di pinggiran metropolitan DKI Jakarta, khususnya di Cisauk 38 Menurut Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, sistem perkotaan nasional terdiri atas PKN Pusat Kegiatan Nasional, PKW Pusat Kegiatan Wilayah, dan PKL Pusat Kegiatan Lokal Anonim, 2008. PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupatenkota dan PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupatenkota atau beberapa kecamatan. Penetapan ini terkait dengan besaran dan pola permukiman, kependudukan, kelengkapan dan jangkauan layanan termasuk wilayah pengaruh. Penetapan status PKN dan , PKW dilakukan oleh pemerintah dan penetapan PKL oleh pemerintah provinsi berdasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008. Konsultasi dengan Pemerintah Menteri dalam proses penentapan PKL oleh pemerintah provinsi diperlukan karena penetapan tersebut memiliki konsekuensi dalam pengembangan jaringan prasarana yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah. Adanya kesepakatan antara pemerintah provinsi dengan Pemerintah dalam penetapan PKL akan menjamin dukungan sistem jaringan prasarana yang dikembangkan oleh Pemerintah. PKN ditetapkan dengan kriteria a kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional, b kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, c kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. PKW ditetapkan dengan kriteria a kawasan perkotaan yaang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN, kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, danatau c kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. PKL ditetapkan dengan kriteria a kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan, danatau b kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan. Pusat perkotaan disusun secara berhirarki menurut fungsi, jangkauan layanan, kelengkapan, wilayah pengaruh dan besarannya sehingga pengembangan sistem perkotaan nasional yang meliputi penetapan fungsi kota dan hubungan hirarkisnya berdasarkan penilaian kondisi sekarang dan antisipasi perkembangan di masa yang akan datang sehingga terwujud pelayanan prasarana dan sarana yang efektif dan efisien, yang persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat kebutuhan yang ada. Pengembangan pusat perkotaan dilakukan secara selaras, saling memperkuat, dan serasi dalam ruang wilayah sehingga membentuk satu sistem yang menunjang pertumbuhan dan penyebaran berbagai usaha dan atau kegiatan dalam ruang wilayah. Pengembangan pusat perkotaan diserasikan dengan sistem jaringan transportasi, sistem jaringan prasarana dan sarana, dan memperhatikan peruntukan ruang kawasan budi daya di wilayah sekitarnya, baik yang ada sekarang maupun yang direncanakan sehingga pengembangannya dapat meningkatkan kualitas pemanfaatan ruang yang ada. Dalam pusat perkotaan dikembangkan kawasan untuk peningkatan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, dan pelestarian lingkungan hidup secara harmonis, serta jaringan prasarana dan sarana pelayanan penduduk yang sesuai dengan kebutuhan dan menunjang fungsi pusat perkotaan dalam wilayah. Agar pelayanan prasarana dan sarana dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk yang tinggal di kawasan perdesaan, ketentuan tentang pengembangan kawasan perkotaan perlu ditindak lanjuti dengan pengembangan kawasan perdesaan. Kawasan perdesaan juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan perkembangan kegiatan budi daya meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan terbatas. Kawasan perdesaan merupakan desa yang mempunyai potensi cepat berkembang dan dapat meningkatkan perkembangan desa di sekitarnya. Pengembangan kawasan perdesaan diselaraskan dengan pusat perkotaan yang melayaninya sehingga secara keseluruhan pusat perkotaan nasional saling terkait dan berjenjang, serta saling sinergis dan saling menguatkan perkembangan kota dan desa.

3.3.2 Peta pemangku kepentingan perkembangan kawasan

Peta pemangku kepentingan disiapkan untuk memahami pola hubungan dan ketergantungan guna menjamin operasionalisasi arahan kebijakan yang menjadi out akhir dari peneliitian ini. Pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan kawasan metropolitan tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam 4 empat kelompok yaitu masyarakat termasuk LSM, pemerintah Kecamatan, KabupatenKota, Provinsi dan Pusat, akademisi ahli, dan swasta pemilik atau pengelola lahan, pengembang, jasa dan produsen terkait pengembangan permukiman. Pengelompokkan tersebut dipilih dengan mempertimbangkan aspek sistim metropolitan DKI Jakarta yang diwakili aspek sosial-ekonomi dan sistem Sub DAS Cisadane yang diwakili oleh aspek ekologis. Selanjutnya dianalisis pola hubungan antar pemangku kepentingan tersebut dan aspek yang menjadi perhatiannya yaitu ekologis, sosial, dan ekonomi serta kemungkinan konflik kepentingan yang terjadi antar stakeholders tersebut. Disamping itu, perlu dilihat peran dari masing-masing pemangku kepentingan tersebut seperti regulator, operator, user, dan researcher.

3.3.3 Ekosistem DAS Cisadane

Komponen ekosistem DAS hulu menurut Asdak 1995 terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawahladang, sungai, dan hutan. Komponen- komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya, di DAS tengah terdapat komponen lain seperti perkebunan. Untuk kasus kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten, komponen utamanya disesuaikan menjadi desakota, sawahladang, sungai, dan hutan. Terkait dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik dan terkait erat dengan unsur utamanya, yaitu tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Diantara faktor-faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi tersebut, faktor tataguna lahan dan kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia. Faktor-faktor yang lain bersifat alamiah. Dengan demikian, dalam merencanakan pengelolaan DAS, faktor perubahan tataguna lahan serta pengaturan kemiringan dan panjang lereng menjadi salah satu fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS.

3.4 Tingkat Keberlanjutan Kawasan Permukiman di Cisauk

Jenis data yang diperlukan dalam analisis keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk adalah data sekunderdandata primer. Data sekunder berasal dari instansi terkait dan penelitian terdahulu, yaitu data spasial, fisik lingkungan, dan sosial ekonomi. Data primer berasal dari responden dan pakar terpilih, dilengkapi dengan pengamatan lapangan.

3.4.1 Jenis data dan sumber data

Untuk menganalisis keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk diperlukan data dan sumbernya yang secara berturut-turut tertera pada Tabel 3, 4, dan 5. Tabel 3 Jenis-jenis peta dan sumber datanya N N o o m m o o r r J J e e n n i i s s D D a a t t a a S S k k a a l l a a S S u u m m b b e e r r T T a a h h u u n n 1 Peta dasar 1 : 4,000 Dinas Tata Kota 2009 2 Peta topografi 1 : 4,000 Dinas Tata Kota 2009 3 Peta drainase 1 : 4,000 Dinas Tata Kota 2009 4 Peta banjir 1 : 10,000 Dinas Pengairan 2009 Tabel 4 Jenis data dan sumber data fisik lingkungan N N o o J J e e n n i i s s D D a a t t a a U U r r a a i i a a n n D D a a t t a a S S u u m m b b e e r r T T a a h h u u n n 1 Air minum, air tanah Kualitas, kuantitas, waktu BPLH, PDAM, Dinkes Kab. Tangerang 2009 2 Udara Kualitas, polusi BPLH Kab. Tangerang 2009 3 Iklim Curah hujan, BMG 2009 4 Drainase Jaringan, cakupan, kondisi Dinas Pengairan Kab. Tangerang 2009 5 Pengendalian banjir Intensitas, besaran Dinas Pengairan Kab. Tangerang 2009 6 Persampahan Manajemen, kendala Dinas Kebersihan Kab. Tangerang 2009 7 Penambangan Jumlah, metode, perkembangan, dampak Dinas Pertambangan Kab.Tangerang 2009 8 Sub DAS Cisadane Run-off , manajemn Dinas PU Kab. Tangerang 2009 9 Persepsi stakeholders Isu, masalah, solusi Wawancara 2010 Tabel 5 Jenis data dan sumber data sosial ekonomi N N o o J J e e n n i i s s D D a a t t a a U U r r a a i i a a n n D D a a t t a a S S u u m m b b e e r r T T a a h h u u n n 1 K K e e p p e e n n d d u u d d u u k k a a n n Jumlah, struktur, perkembangan, BPS Kab. Tangerang 2009 2 Fasilitas pendidikan, kesehatan. Jumlah, kualitas, keterjangkauan Data potensi kelurahan 2009 3 Perekonomian Kontribusi, lapangan pekerjaan, Dinas Perdagangan Kab.Tangerang 2009 4 Penggunaan lahan Jenis penggunaan lahan, harga BPN Kab. Tangerang 2009 5 Perumahan Jumlah, luas, harga, perkembangan Asosiasi perumahan Kab. Tangerang 2009 6 Prasarana dan sarana Jalan akses, transportasi, amenities Dinas PU, Perhub Kab. Tangerang 2009 7 Persepsi stakeholders Pilihan lokasi, kebutuhan, prmasalahn Wawancara 2010 3 3 . . 4 4 . . 2 2 T T e e k k n n i i k k P P e e n n a a r r i i k k a a n n S S a a m m p p e e l l d d a a n n A A n n a a l l i i s s i i s s D D a a t t a a Teknik penarikan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu. Persyaratan penarikan sampel dengan purposive sampling menurut Arikunto 1996 adalah 1 penarikan sampel harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, 2 subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi key subject, dan 3 penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat. Pakar merupakan pihak yang berkompeten sebagai pemangku kepentingan dan ahli dalam bidang perkotaan, sumberdaya air, transportasi, lingkungan, pemerintahan, dan akademisi. Dasar pertimbangan dalam penentuan atau pemilihan pakar untuk dijadikan sebagai responden menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Keberadaan responden dan kesediaannya untuk dijadikan responden; 2. Memiliki reputasi, kedudukanjabatan dan telah menunjukan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada bidang yang diteliti; 3. Memiliki latar belakang pendidikan tinggi yang dikaji dan atau telah memiliki pengalaman dalam bidangnya minimal 2 tahun. Stakeholders dalam pengembangan permukiman adalah masyarakat setempat, usia produktif, LSM sebanyak 200 responden, swasta pengusaha