Pelaksanaan reformasi-reformasi tersebut telah menghasilkan pertumbuhan gross domestic product yang signifikan selama periode 1973-1996.
1.2. Periode Pasca Krisis Ekonomi 1998
Keajaiban-keajaiban pertumbuhan perekonomian di Asia khususnya perekonomian Indonesia seperti telah diuraikan pada paragraf sebelumnya
ternyata memiliki kerapuhan fondasi ekonomi. Kerapuhan tersebut baru disadari setelah badai krisis moneter melanda negara-negara tersebut pada tahun 1997.
Kerapuhan tersebut ialah perhatian penuh kebijakan perekonomian hanya pada pertumbuhan perekonomian saja, sedangkan pembangunan fundamental
ekonominya diabaikan. Dengan demikian, secara pertumbuhan tinggi, namun secara fundamental lemah, padahal fundamental perekonomian sangat penting
untuk menopang akselerasi pertumbuhan yang sangat cepat. Kondisi seperti ini disebut sebagai bubble economy. Ibarat sebuah gelembung sabun yang terus
membesar, namun sangat mudah pecah. Pecahnya gelembung sabun terjadi pada tahun 1997 Basri, 2009.
Dampak krisis ekonomi 19971998 telah menghancurkan kestabilan ekonomi makro yang berdampak pada krisis sosial dan politik, serta memberi
dampak yang cukup besar kepada sektor industri. Pasang surut ekonomi Indonesia jelas tidak bisa dipisahkan dari situasi
eksternal. Pergerakan ekonomi dunia dan naik turunnya harga minyak dunia mempunyai dampak yang besar kepada perekonomian Indonesia. Tahun 2004,
ekonomi Indonesia mulai menunjukkan gejala percepatan pertumbuhan, dimana ekonomi tumbuh sebesar 5,13 . Hal ini jauh lebih baik dari perkiraan orang dan
jelas jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2003. Di dalam periode
2005-2008, salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia adalah kenaikan harga minyak yang kemudian telah memaksa pemerintah untuk
menaikkan harga bahan bakar minyak sebanyak tiga kali. Tiga strategi pembangunan ekonomi triple track strategy, yaitu pro
growth, pro jobs dan pro poor. Melalui strategi pro growth, terjadi percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan
growth with equity. Percepatan laju pertumbuhan ini ditandai dengan makin banyaknya kesempatan kerja tercipta sehingga semakin banyak keluarga
Indonesia yang dapat dilepaskan dari perangkap kemiskinan, serta memperkuat perekonomian untuk menghadapi berbagai goncangan. Hal ini menunjukkan
bahwa strategi pro growth, pro jobs, dan pro poor, telah memberikan arah pembangunan yang benar dan hasil yang diinginkan Bappenas, 2010.
Secara lebih terperinci, dalam agenda pro growth, terjadi percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Dalam periode 1997-1999, krisis ekonomi telah
menyebabkan volume perekonomian menyusut rata-rata minus 2,9 per tahun. Dalam periode 2000-2004, pada masa pemulihan ekonomi, perekonomian
kembali tumbuh positif, yaitu 4,5 dan dalam periode 2005-2008, perekonomian tumbuh rata-rata 6 . Bahkan, jika sektor migas dikeluarkan laju pertumbuhan
sektor nonmigas sudah mendekati 7 per tahun yaitu 6,6 2005-2008 jika dibandingkan dengan 5,4 dalam periode 2000-2004. Pada tahun 2009, sampai
dengan triwulan III pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata sekitar 4,2 sehingga secara keseluruhan tahun 2009 pertumbuhan ekonomi mencapai 4,5 .
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dikategorikan sebagai negara yang memiliki kinerja perekonomian yang baik mengingat banyaknya
negara yang pertumbuhan ekonominya terpuruk dan negatif Bappenas, 2010, Menurut Basri dikutip dalam Kompas, 22 Februari 2011 kekuatan pasar
domestik dan sumber daya alam menyelamatkan Indonesia dari krisis global.
Gbr. 4.1: Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi PDB Perkapita Indonesia Tahun 1996-2008
Sumber: Bappenas 2010 Percepatan pertumbuhan ekonomi ini tercermin pula dalam peningkatan
pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia telah mencapai US 2.271 pada akhir 2008, naik hampir dua kali lipat
jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita tahun 2004, yaitu sebesar US 1.186. Dengan kenaikan ini, Indonesia telah masuk ke dalam kelompok negara
berpendapatan menengah bawah lower middle income countries Todaro Smith, 2008.
Krisis ekonomi yang menghancurkan bangsa ini pada tahun 1997 lalu sudah tiga belas tahun berlalu. PDB per kapita yang sempat terpuruk di saat krisis
secara terus-menerus meingkat dari US 791,22 pada tahun 2001 hingga 2.590 pada tahun 2009. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada saat krisis
tercatat negatif 13,1. Sejak itu Indonesia mengalami masa pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah hanya sekitar rata-rata 1,53 per tahun selama 1998-
2004. Bahkan sedikit meningkat di era SBY menjadi rata-rata 5,6 selama 2005- 2009. Namun krisis keuangan global kembali menurunkan tingkat pertumbuhan
ekonomi menjadi 4,5 di tahun 2009. Rekor pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan SBY terbukti lebih tinggi dibanding era Habibie, Gus Dur, dan
Megawati Kuncoro, 2009. Dampak krisis global mulai dirasakan terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional sejak triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun minus 3,6 jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2008 q-
t-q atau meningkat 5,2 y-o-y, sementara itu pada triwulan sebelumnya ekonomi tumbuh positif, yaitu 6,2 pada triwulan I; 6,4 pada triwulan II; dan
6,4 pada triwulan III y-o-y. Krisis global yang berdampak pada turunnya permintaan dunia, menurunnya harga minyak dan komoditas menyebabkan ekspor
barang dan jasa tumbuh negatif 5,5 pada triwulan IV tahun 2008 dibanding triwulan sebelumnya. Dampak global juga mendorong pembalikan aliran modal
dari Indonesia ke luar negeri, sehingga investasiPembentukan Modal Tetap Domestik Bruto PMTB hanya tumbuh 0,8 pada triwulan IV dibanding
triwulan sebelumnya Bappenas, 2010. Penurunan pertumbuhan ekonomi berlanjut sampai dengan triwulan II
tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2009 adalah 4,4 dan pada triwulan II laju pertumbuhan menurun menjadi 4 . Pada triwulan III tahun 2009
laju pertumbuhan ekonomi meningkat kembali menjadi 4,2 yang menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional sejalan dengan membaiknya ekonomi
dunia. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pengeluaran
pemerintah dan pengeluaran masyarakat yang masing masing tumbuh 15,1 dan 5,2 . Sementara itu ekspor masih tumbuh negatif, yaitu 14,1 . Dari sisi
produksi, pertumbuhan ekonomi tinggi terutama didorong oleh sektor pertanian meningkat sebesar 3,4 ; dan sektor tersier, yaitu sektor listrik, gas dan air; dan
pengangkutan dan telekomunikasi yang masing masing tumbuh 13,9 dan 17,6 .
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dikategorikan memiliki kinerja perekonomian yang baik mengingat banyak negara yang
pertumbuhannya negatif, sementara itu Indonesia tumbuh positif 4 bersama Cina dan India yang masing masing tumbuh 7,9 dan 6,1 pada triwulan II
tahun 2009. Pada pertengahan 2009 perekonomian nasional telah mulai menunjukkan
tanda-tanda pemulihan yang sejalan dengan membaiknya perekonomian dunia dan mulai naiknya harga-harga komoditi internasional. Konsumsi domestik sejak awal
2009 menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi, terutama terkait dengan terjaganya daya beli masyarakat, kegiatan kampanye Pemilu, dan juga upaya
mempercepat penyerapan anggaran; Indikator ekonomi domestik menguat sejak awal 2009, seperti kepercayaan konsumen meningkat, penjualan barang ritel dan
otomotif membaik, aktivitas industri kembali meningkat setelah mengalami penurunan pada akhir tahun 2008.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 lalu tumbuh sebesar 6,1, melampaui target yang ditetapkan sebelumnya, yaitu 5,8. Nilai PDB naik dari
Rp. 5.603,9 triliun pada 2009 menjadi Rp. 6.422,9 triliun. Konsumsi rumah tangga menyumbang kue pertumbuhan terbesar, yakni 56,7, disusul investasi
32,2. Sektor jasa dari perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 8,7 dan
menjadi penyumbang terbesar terhadap total pertumbuhan PDB, yakni 1,5. Sumber pertumbuhan PDB terbesar lain adalah angkutan dan industri, masing-
masing 1,2. Konsumsi rumah tangga masih menopang pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi 2,7 dan investasi 2 Kompas, 8 Februari 2011.
Pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir telah mencapai rata-rata hampir 6, yang merupakan pertumbuhan tertinggi sejak krisis ekonomi yang
terjadi di tahun 1998 Kuncoro, 2010. Kebijakan yang ditempuh dalam mencapai pertumbuhan ekonomi sejak
krisis ekonomi yang menerpa pada tahun 1998 adalah dengan penyelamatan industri agar mampu bertahan, yaitu melalui Program Revitalisasi Industri.
Periode krisis di Indonesia berlangsung mulai 1997. Tentunya krisis ini memberi dampak yang cukup besar kepada sektor industri. Kebijakan yang diambil
pemerintah dalam masa krisis sampai periode pemulihan berorientasi pada inward dan outward looking Kuncoro, 2010.
Pasca pemerintahan Presiden Soeharto, terjadi perubahan orientasi kebijakan industri. Setelah Soeharto digantikan oleh Presiden Habibie pada tahun
1998, jenis kebijakan industrinya berubah menjadi periode pemulihan krisis. Selama masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati, kebijakan
industri yang diterapkan adalah revitalisasi, konsolidasi dan restrukturisasi industri, serta mulai menerapkan pendekatan kluster Kuncoro, 2007.
Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono SBY, visi kebijakan industri adalah “pada tahun 2020 Indonesia menjadi negara industri baru” dengan
sasaran pembangunan industri yang mencakup: 1 kuatnya industri yang memiliki daya berkelanjutan; 2 kuatnya struktur industri manufaktur, terutama
antara industri kecil-menengah IKM dan industri besar; 3 seimbangnya sumbangan IKM terhadap PDB dibandingkan sumbangan industri besar; 4
terdistribusinya industri ke seluruh wilayah tanah air Kuncoro, 2007.
3. Penanaman Modal Asing Langsung PMAL
Apakah kehadiran investasi asing, khususnya investasi langsung, umum disebut Penanaman Modal Asing Langsung PMAL atau Foreign Direct
Investment FDI di suatu negara menguntungkan negara tersebut, khususnya dalam hal pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak perlu dipertanyakan
lagi. Banyak bukti empiris seperti pengalaman-pengalaman di Korea Selatan, Malaysia, Thailand, China, dan banyak lagi negara lainnya yang menunjukkan
bahwa kehadiran PMAL memberi banyak hal positif terhadap perekonomian dari negara tuan rumah. Untuk kasus Indonesia, bukti paling nyata adalah semasa
pemerintahan Orde Baru. Tidak mungkin ekonomi Indonesia bisa bangkit kembali dari kehancuran yang dibuat oleh pemerintahan Orde Lama dan bisa mengalami
pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 per tahun selama periode 1980-an kalau tidak ada PMAL. Tentu banyak faktor lain yang juga berperan sebagai sumber
pendorong pertumbuhan tersebut seperti bantuan atau utang luar negeri dan keseriusan pemerintah Orde Baru untuk membangun ekonomi nasional saat itu
yang tercerminkan oleh adanya Repelita dan stabilitas politik dan sosial. Literatur teori juga memberi argumen yang kuat bahwa ada suatu korelasi positif antara
PMAL dan pertumbuhan PDB di negara penerima Tambunan, 2007. Hal yang sama juga menurut Basri 2009, dimana investasi merupakan
makanan yang paling bergizi sebagai sumber pertumbuhan dalam perekonomian, khususnya investasi langsungriil directreal investment termasuk investasi asing
langsung Foreign Direct InvestmentFDI. Hal ini dikarenakan investasi secara langsung berkaitan dengan produksi berupa pendirian pabrik, pengadaan
teknologi baru, pembukaan lahan baru, perekrutan tenaga kerja baru, dan