keuangan global, sehingga tidak tergantung pada dana dari perbankan di Indonesia. Ketiga, bagi perusahaan-perusahaan asing di Indonesia yang
berorientasi ekspor, biasanya mereka sudah memiliki jaringan pasar global yang kuat, sehingga tidak ada kesulitan dalam ekspor Tambunan, 2007.
2.2. Perkembangan PMAL Pasca Krisis Ekonomi 1998
Sejak krisis ekonomi 1997 hingga sekarang pertumbuhan arus masuk PMAL ke Indonesia masih relatif lambat jika dibandingkan dengan negara-negara
tetangga yang juga terkena krisis yang sama seperti Thailand, Korea Selatan dan Filipina. Bahkan hingga tahun 2001 hingga 2002 arus masuk PMAL ke Indonesia
cenderung kecil, dan baru pada tahun 2003 mengalami peningkatan seperti terlihat pada gambar 4.6. Arus masuk PMAL yang kecil tersebut disebabkan banyak
investor yang menarik diri atau pindah lokasi ke negara-negara tetangga yang lebih memberi jaminan dan menjanjikan masa depan yang lebih baik dalam
berinvestasi. Tambunan 2009 berpendapat bahwa akibat krisis ekonomi 1997-1998
dan jatuhnya pemerintahan Soeharto yang sejak itu hingga saat ini pemerintahan pasca krisis belum mampu sepenuhnya menciptakan iklim berusahaberinvestasi
yang kondusif, Indonesia menjadi negara paling buruk di dalam kelompok ASEAN dalam hal perkembangan PMAL.
Gambar 4.6: Perkembangan Arus Masuk PMAL ke Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998 Milyar US Dollar
Laporan dari United Nations Conference on Trade and Development UNCTAD dengan tajuk World Investment Report WIR pada tahun 2006
menunjukkan bahwa dari Asia Tenggara dan Timur, hanya Singapura, China termasuk Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Jepang dan Korea Selatan yang masuk
di dalam daftar tujuan penting bagi TNCs terbesar di dunia. Juga untuk TNCs terbesar dari kelompok negara-negara berkembang, negara-negara Asia Tenggara
dan Timur ini termasuk lokasi penting. Sumber: Diolah oleh penulis dari BKPM 2011
Untuk menunjukkan kinerja dan potensi suatu negara terhadap PMAL, maka sejak tahun 1988 UNCTAD membuat suatu matriks yang dibagi dalam
empat bagian, yaitu: 1 front runner, yaitu negara dengan kinerja dan potensi PMAL yang tinggi, 2 above potential, yaitu negara dengan potensi PMAL yang
rendah namun memiliki kinerja PMAL yang tinggi, 3 below potential, yaitu
negara dengan potensi PMAL yang tinggi namun memiliki kinerja PMAL yang rendah, 4 underperformers, yaitu negara dengan potensi dan kinerja PMAL yang
rendah. Menurut laporan yang sama, Indonesia termasuk negara dengan kinerja
dan potensi PMAL yang rendah. Tabel 4.3: Matriks Kinerja Potensi Arus Masuk PMAL 8 Negara ASEAN
Kinerja PMAL Tinggi
Kinerja PMAL Rendah
Potensi PMAL Tinggi
Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura,
Thailand Potensi PMAL
Rendah Vietnam
Indonesia , Filipina,
Myanmar
Masih dari laporan yang sama, tabel 4.4 menyajikan peringkat Indonesia menurut Inward FDI Performance Index atau Indeks Kinerja PMAL IKPMAL
dan Inward FDI Potential Index atau Indeks Potensi Arus Masuk PMAL IPPMAL. IKPMAL adalah suatu ukuran mengenai besarnya arus masuk PMAL
yang diterima oleh sebuah negara relatif terhadap besarnya ekonomi dari negara tersebut. Indeks ini dihitung sebagai rasio dari pangsa dari sebuah negara di dalam
total arus masuk PMAL di dunia terhadap pangsanya di dalam total PDB dunia. Sedangkan IPPMAL didasarkan pada 12 variabel ekonomi dan struktural yang
diukur dengan skor relatif dari variabel-variabel tersebut pada suatu urutan angka antara 0 hingga 1. Indeks ini adalah rata-rata tidak tertimbang dari skor-skor
tersebut dari berikut ini: PDB per kapita, laju pertumbuhan PDB, pangsa ekspor di dalam PDB, infrastruktur telekomunikasi jumlah sambungan telepon rata-rata per
1000 penduduk dan jumlah HP per 1000 penduduk, pemakaian enerji komersial per kapita, pangsa dari pengeluaran RD di dalam pendapatan nasional bruto,
Sumber: Diolah oleh penulis dari UNCTAD 2006
pangsa dari dari mahasiswa tersier di dalam jumlah populasi, resiko negara, ekspor dari SDA sebagai suatu persentase dari total dunia, impor dari bagian-
bagian dan komponen-komponen dari elektronik dan otomotif sebagai suatu persentase dari total dunia, ekspor jasa sebagai suatu persentase dari total dunia,
dan stok PMAL masuk sebagai suatu persentase dari total dunia.
Tabel 4.4: Peringkat Negara Menurut Indeks Kinerja Potensi Arus Masuk PMAL Negara-negara ASEAN
Perkembangan sektor industri manufaktur yang pesat yang mendorong terjadinya perubahan ekonomi secara struktural dari sebuah ekonomi berbasis
pertanian ke sebuah ekonomi berbasis industri selama era Orde Baru tidak lepas dari peran PMAL. Pada tahun 1988, misalnya, pangsa sektor industri terhadap
pembentukan PDB tercatat sekitar 37, namun sejak 1997 hanya meningkat 3 menjadi 40, bahkan mulai dari tahun 2004-2010, peranan sektor industri
terhadap PDB hanya rata-rata 36 sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.7. Sumber: Diolah oleh penulis dari UNCTAD 2010
Negara Indeks Kinerja Arus Masuk PMAL
Indeks Potensi Arus Masuk PMAL
1990 1995
2000 2005
2006 2007
2008 2009
1990 1995
2000 2005
2006 2007
2008 Brunei Darussalam
89 5
18 70
74 110
112 58
28 27
31 51
51 53
54
Filipina 47
56 73
96 94
112 122
110 83
66 67
75 80
77 80
Indonesia 56
55 139
73 117
120 109
119 45
56 90
97 97
93 85
Malaysia 3
10 54
72 70
74 79
123 35
33 32
39 42
39 37
Myanmar 5
28 74
93 86
124 120
107 117
115 104
103 107
114 121
Singapura 1
1 5
11 8
7 50
18 9
3 2
2 2
2 2
Thailand 16
72 78
48 61
73 83
70 40
48 54
65 64
61 62
Vietnam 17
8 53
57 69
28 29
41 78
92 77
79 76
78 75
Gbr. 4.7: Transformasi Struktur Ekonomi Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998
Sumber: Diolah oleh penulis dari BPS 2011 Investasi merupakan sumber ketiga pertumbuhan PDB dari sisi
penggunaan. Selama tahun 2008 investasi mencatat pertumbuhan sebesar 11,7 . Pertumbuhan ini didorong oleh tingginya investasi jenis alat angkutan dari luar
negeri sebesar 41,4 . Sementara itu, kontraksi justru terjadi pada investasi jenis mesin dan perlengkapan domestik sebesar minus 0,2 . Kinerja investasi masih
menunjukkan kecenderungan meningkat yang cukup kuat sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa indikator, seperti naiknya nilai impor barang modal,
penjualan semen dalam negeri, realisasi PMAL, serta kredit investasi dan kredit modal kerja Nota Keuangan APBNP 2009.
Total realisasi investasi PMAL pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 148 triliun. Angka realisasi investasi, menunjukkan adanya perkembangan yang sangat
baik. Hal ini memperlihatkan perbaikan iklim dan pelayanan investasi serta
langkah-langkah kebijakan yang diambil telah membuahkan hasil. Pencapaian tersebut tentunya didukung pula oleh perbaikan pelayanan investasi di daerah dan
semakin baiknya kondisi perusahaan penanaman modal dalam negeri. Dengan terus melakukan perbaikan iklim investasi untuk mengurangi hambatan-hambatan
dalam pelaksanaannya, tentunya akan meningkatkan kontribusi investasi dalam perekonomian nasional BKPM, 2011.
Realisasi PMAL 2010 berdasarkan sektor, terbesar adalah gudang dan telekomunikasi senilai 5,05 miliar dolar AS 31,1 , pertambangan 2,23 miliar
dolar AS 13,8 , listrik dan air 1,43 miliar dolar 8,8 , perumahan, kawasan industri dan perkantoran 1,05 miliar dolar 6,5 , industri makanan 1,03 miliar
dolar 6,3 . Realisasi PMAL terbesar terjadi di DKI Jakarta senilai 6,43 miliar dolar AS, Jawa Timur 1,77 miliar dolar, Jawa Barat 1,69 miliar dolar dan Banten
1,54 miliar dolar AS. Realisasi penyerapan tenaga kerja tahun 2010 oleh PMAL mencapai sebanyak 329.959 orang.
Pencapaian tersebut tentunya didukung pula oleh perbaikan pelayanan investasi di daerah dengan semakin banyaknya Pelayanan Terpadu Satu Pintu
PTSP di bidang Penanaman Modal yang telah diimplementasikan oleh berbagai Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota serta koordinasi pusat
daerah yang semakin baik. Hal ini akan semakin baik lagi jika kita terus bahu- membahu dalam meningkatkan iklim investasi Indonesia BKPM, 2011.
2.3. Beberapa Masalah Berinvestasi Di Indonesia