Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998

akibat krisis ekonomi melalui program jaring pengaman sosial social safety net Abimanyu, dikutip dalam BKF, 2009.

3.1. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998

Pada gambar 4.15 di bawah ini dapat dilihat perkembangan pengeluaran pemerintah Indonesia pasca krisis ekonomi 1998. Gbr. 4.15: Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998 Triliun Rupiah Sumber: Diolah oleh penulis dari Nota Keuangan APBN 2000-2011 Anggaran belanja negara naik secara tajam pasca krisis ekonomi yang menimpa Indonesia di tahun 1998, yaitu dari Rp. 263,9 triliun 20,4 terhadap PDB dalam tahun anggaran 19992000 serta meningkatnya alokasi pengeluaran transfer kepada daerah dari Rp. 29,9 triliun 2,6 terhadap PDB dalam tahun anggaran 19992000 menjadi sekitar Rp. 82,4 triliun 5,6 terhadap PDB dalam tahun anggaran 2001. Faktor utama penyebab bertambah besarnya beban anggaran belanja pemerintah pusat dalam kurun waktu tersebut adalah naiknya pengeluaran rutin dalam jumlah cukup besar akibat krisis ekonomi, dan adanya kebutuhan untuk memberikan stimulus secara terbatas pada perekonomian nasional sesuai dengan kemampuan fiskal. Sementara itu, peningkatan alokasi transfer untuk daerah pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari adanya tuntutan untuk merealisasikan secara konsisten pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan desentralisasi fiskal berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 Nota Keuangan APBN 2002. Dalam tahun 2000, belanja negara mencapai Rp. 212,7 triliun 22,5 terhadap PDB. Pada tahun 2001 belanja negara menjadi Rp. 221,4 triliun 23,6 terhadap PDB. Sementara itu pada tahun 2002 belanja negara tercatat sebesar Rp. 341,6 triliun 20,4 terhadap PDB. Dalam rangka mendukung upaya konsolidasi fiskal untuk mengendalikan defisit anggaran menuju terciptanya ketahanan fiskal yang berkesinambungan, dalam tahun 2001-2002 kebijakan belanja negara diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan penghematan pengeluaran rutin, mempertajam prioritas alokasi pengeluaran pembangunan, serta memantapkan pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui optimalisasi alokasi belanja bagi daerah. Belanja negara tahun 2003 mencapai Rp. 376,5 triliun, atau 19,1 dari PDB. Jumlah ini, secara nominal menunjukkan peningkatan 16,9 bila dibandingkan dengan realisasi belanja negara pada tahun 2002. Sekalipun demikian, rasionya terhadap PDB justru menunjukkan penurunan 1,3 bila dibandingkan dengan rasio anggaran belanja negara terhadap PDB dalam realisasi tahun 2002 yang sebesar 20,4 . Peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan beban anggaran belanja pemerintah pusat untuk belanja pegawai, penyediaan dana untuk persiapan Pemilu tahun 2004, pengeluaran pembangunan, serta anggaran belanja untuk daerah. Penurunan rasio anggaran belanja negara terhadap PDB ini sesungguhnya menunjukkan besarnya tekad pemerintah dalam mengupayakan konsolidasi fiskal untuk mengendalikan defisit anggaran menuju ke arah tercapainya ketahanan fiskal yang berkesinambungan Nota Keuangan APBN 2003. Tahun 2004 belanja negara meningkat 14,2 menjadi Rp. 437,7 triliun. Hal ini terutama karena menurunnya belanja pemerintah pusat yang cukup signifikan, sedangkan di sisi lain belanja untuk daerah relatif tidak banyak berubah Nota Keuangan APBN 2005. Perkembangan belanja negara dalam tiga tahun terakhir, yaitu 2004 hingga 2006, terus bertambah besar dalam mendukung pendanaan untuk penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan stabilitas perekonomian, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu. Apabila dalam tahun 2004, realisasi belanja negara mencapai Rp. 437,7 triliun 19,0 terhadap PDB, maka dalam tahun 2005 jumlah tersebut meningkat 15,9 menjadi Rp. 509,6 triliun 18,3 terhadap PDB, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 359,2 triliun 12,9 terhadap PDB, dan transfer ke daerah sebesar Rp. 150,5 triliun 5,4 terhadap PDB. Selain dipengaruhi oleh arah kebijakan penggunaan seperti diuraikan di atas, perkembangan belanja negara dari waktu ke waktu juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai indikator ekonomi makro serta implementasi berbagai langkah kebijakan yang diambil pemerintah, terutama berkaitan dengan penetapan harga barang dan jasa yang dikendalikan pemerintah, dan berbagai kebutuhan mendesak yang timbul akibat bencana alam. Sementara itu, belanja negara tahun 2006 adalah sebesar Rp. 689,5 triliun 22,1 terhadap PDB, yang berarti meningkat 35,8 dari realisasinya dalam tahun 2005. Peningkatan belanja negara dalam periode tersebut selain berkaitan dengan perkembangan berbagai indikator ekonomi makro yang mempengaruhi besaran belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah, juga dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam NAD dan Nias, pelaksanaan program kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak PKPS BBM, dan pemberian subsidi langsung tunai SLT. Sesuai dengan arah kebijakan fiskal yang digariskan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional RPJMN maupun rencana kerja pemerintah RKP, maka fokus pengelolaan kebijakan alokasi belanja negara dalam kurun waktu tersebut, selain diarahkan untuk mendukung proses konsolidasi fiskal, juga ditujukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional melalui upaya pemberian stimulus fiskal dalam batas-batas kemampuan keuangan negara dengan tetap menjaga kelancaran penyelenggaraan berbagai fungsi pemerintahan Nota Keuangan APBN 2007. Belanja negara pada tahun 2007 meningkat menjadi sebesar Rp. 746,4 triliun atau mengalami peningkatan 11,9 bila dibandingkan dengan belanja negara tahun 2006. Belanja pemerintah pusat meningkat menjadi sebesar Rp. 493,9 triliun, atau mengalami kenaikan sebesar 12,2 dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut selain dipengaruhi oleh perkembangan indikator ekonomi makro, suku bunga, harga minyak mentah Indonesia ICP, nilai tukar rupiah, juga ditentukan oleh berbagai kebijakan dan program kerja pemerintah khususnya terkait upaya peningkatan target produksi beras, penanggulangan bencana alam, upaya perbaikan kualitas pertumbuhan melalui peningkatan alokasi belanja modal, upaya peningkatan infr astruktur, dan pengembangan energi alternatif untuk mengurangi konsumsi BBM Nota Keuangan APBN 2008. Belanja negara pada 2008 mencapai Rp. 989,5 triliun 22,1 terhadap PDB. Dari jumlah tersebut, belanja pemerintah pusat mencapai Rp. 697,1 triliun 15,5 terhadap PDB. Jumlah belanja negara tahun 2008 tersebut terdiri dari belanja kementerian negaralembaga KL sebesar Rp. 290,0 triliun, dan anggaran belanja non-KL sebesar Rp. 407,0 triliun. Peningkatan alokasi anggaran belanja non-KL yang cukup signifikan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan beban belanja subsidi yang mencapai Rp. 136,5 triliun. Sementara itu, alokasi transfer ke daerah tahun 2008 mencapai Rp. 292,4 triliun 6,5 terhadap PDB. Jumlah tersebut terdiri dari: a dana perimbangan sebesar Rp. 278,4 triliun, dan b dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp. 14,0 triliun. Perubahan terbesar dari transfer ke daerah berasal dari dana bagi hasil sebesar Rp11,7 triliun Nota Keuangan APBNP 2008. Realisasi belanja negara pada tahun 2009 mencapai sekitar Rp. 1000,8 triliun atau 17,9 PDB, yang lebih rendah Rp. 83,1 triliun apabila dibandingkan dengan anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2009 yang besarnya Rp. 1.037,1 triliun atau 19,5 PDB. Penurunan anggaran belanja tersebut antara lain disebabkan oleh beban belanja subsidi yang menurun menjadi Rp. 159,5 triliun atau 3,0 PDB dari Rp. 166,7 triliun atau 3,1 PDB yang ditetapkan dalam APBN 2009. Penurunan subsidi ini disebabkan oleh perubahan asumsi harga minyak yang cukup besar dari US 80 per barel menjadi US 61,6 per barel. Perkembangan belanja negara tahun 2009, mendorong peningkatan defisit anggaran dalam tahun 2009 menjadi sebesar 1,6 PDB, atau meningkat sebesar 0,6 PDB jika dibandingkan dengan defisit yang ditetapkan dalam APBN tahun 2009 yang besarnya 1,0 PDB Nota Keuangan APBN 2010. Pada tahun 2010, belanja negara mencapai Rp. 1.047,7 triliun 17,5 terhadap PDB yang menunjukkan peningkatan Rp. 46,9 triliun atau 4,7 dari APBN-P 2009. Belanja pemerintah pusat tahun 2010 sebesar Rp. 725,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp. 322,4 triliun. Defisit anggaran sebesar Rp. 133,7 triliun 2,1 terhadap PDB Nota Keuangan APBN 2011. Strategi dan pengelolaan fiskal melalui APBN memegang peranan penting bagi pemerintah untuk mencapai target pembangunan nasional sesuai dengan yang direncanakan. APBN merupakan instrumen pemerintah yang berfungsi untuk 1 mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, 2 mendistribusikan barang dan jasa, serta 3 menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi. Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sejalan dengan amendemen UUD 1945 Nota Keuangan APBN 2010. Sejak tahun 2005, pemerintah mengambil langkah kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pro growth, mengurangi pengangguran pro job, dan menurunkan angka kemiskinan pro poor, yang selanjutnya disebut sebagai tiga pilar pembangunan. Hal tersebut secara konsisten menjadi acuan pemerintah dalam melaksanakan seluruh kebijakan fiskal agar mampu memacu pertumbuhan sektor riil sekaligus menjaga kesinambungan fiskal dan stabilitas ekonomi makro yang berkualitas dan berkelanjutan. Stabilitas ekonomi makro diupayakan diantaranya melalui pengendalian tingkat inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi Nota Keuangan APBN 2010. Dalam beberapa tahun terakhir, strategi kebijakan fiskal lebih diarahkan untuk memberi stimulus dengan tetap memperhatikan langkah-langkah konsolidasi fiskal guna mewujudkan APBN yang sehat dan berkesinambungan sustainability. Kesinambungan fiskal dilakukan dengan menjaga keseimbangan fiskal serta menurunkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto PDB secara berkelanjutan. Stimulus fiskal diwujudkan antara lain dalam bentuk: 1 pemberian insentif pajak; 2 optimalisasi belanja negara terutama untuk mendukung pembangunan infrastruktur; 3 alokasi belanja negara untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin; dan 4 pemberian dukungan Pemerintah kepada swasta dalam pembangunan infrastruktur public private partnership-PPPs Nota Keuangan APBN 2010. Realisasi belanja negara diupayakan terus meningkat, khususnya yang melalui belanja Kementerian NegaraLembaga KL guna mendukung program- program pembangunan pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Dalam periode 5 tahun terakhir, perkembangan belanja negara juga dipengaruhi oleh langkah penanganan beberapa bencana yang melanda di tanah air, seperti, gempa bumi dan banjir, bencana lumpur di Sidoarjo, hingga wabah virus flu burung. Dari sisi eksternal, perubahan harga minyak yang drastis juga memengaruhi perkembangan belanja negara, khususnya untuk subsidi energi BBM dan Listrik. Lonjakan harga minyak mentah menyebabkan pengeluaran subsidi BBM khususnya mengalami lonjakan signifikan, sehingga pemerintah harus mengambil langkah kebijakan untuk mengendalikannya, agar tidak berdampak negatif pada keuangan negara Nota Keuangan APBN 2010. Komitmen pemerintah untuk mencapai tiga pilar pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan kemiskinan dilakukan secara komprehensif. Pilar pro-pertumbuhan pro-growth ditempuh melalui upaya menarik investasi dan bisnis dari luar negeri, peningkatan ekspor, perbaikan iklim investasi, peningkatan daya beli masyarakat dan konsumsi pemerintah. Pilar pro-lapangan kerja pro-jobs dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dengan didukung peningkatan belanja infrastruktur, pertanian, dan bidang lainnya yang terkait. Pilar pro-masyarakat miskin pro-poor dilakukan dengan melaksanakan program-program pengentasan kemiskinan, peningkatan daya beli masyarakat, dan perlindungan sosial Bappenas, 2010. Untuk mendukung program pembangunan nasional guna mengurangi tingkat kemiskinan, anggaran belanja pemerintah pusat diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Berbagai program pengentasan kemiskinan terus ditingkatkan, diantaranya melalui program askeskinjamkesmas, bantuan operasional sekolah BOS, Subsidi raskin, program nasional pemberdayaan masyarakat PNPM mandiri, bantuan langsung tunai BLT, dan program keluarga harapan PKH. Sebagai upaya untuk memperluas akses pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM dan koperasi, telah diluncurkan program kredit usaha rakyat KUR pada November 2007. Program KUR ini adalah kredit atau pembiayaan dengan pola penjaminan bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh perbankan. Pelbagai program pemberdayaan masyarakat yang diarahkan untuk mengurangi angka kemiskinan telah berhasil menurunkan jumlah masyarakat miskin sehingga menjadi sekitar 15,4 dari total jumlah penduduk pada akhir tahun 2008. Di samping itu, kebijakan signifikan yang ditempuh oleh pemerintah dalam tahun 2005-2008 adalah peningkatan belanja modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja Bappenas, 2010. Di sisi administrasi, pengelolaan belanja negara terus diperbaiki untuk mendukung peningkatan efisiensi dan efektifitas belanja negara. Seiring dengan penerapan unified budget dengan tidak lagi membedakan belanja rutin dan pembangunan, pemerintah juga secara bertahap mulai mempersiapkan penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah. Untuk mendukung desentralisasi fiskal, penyaluran dan pemanfaatan dana transfer ke daerah terus diperbaiki dan ditingkatkan untuk memberikan manfaat yang lebih optimal bagi pembangunan di daerah Mardiasmo, dikutip dalam BKF, 2009. Dalam menghadapi dampak krisis, di sisi belanja negara dilakukan beberapa langkah untuk melakukan kebijakan countercyclical melalui paket stimulus fiskal tahun 2009 seperti: 1 pemberian subsidi, 2 alokasi dana stimulus belanja untuk bidang pekerjaan umum, perhubungan, energi, perumahan rakyat, perdagangan, kesehatan, kelautan dan perikanan, tenaga kerja, dan perdagangan, serta 3 discount tarif listrik dan penurunan harga BBM bersubsidi Nota Keuangan APBN 2010. Pada APBN-P 2009, belanja negara mengalami penurunan dari yang direncanakan pada tahap awalnya. Belanja negara tahun 2009 sebesar Rp. 1.000,8 triliun 18,5 terhadap PDB dalam APBN-P 2009. Realisasi belanja negara tersebut didasarkan pada perkiraan realisasi penyerapan belanja kementerianlembaga KL yang mencapai 95,0 . Penyerapan tersebut lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya karena didukung perbaikan dan kemudahan pelaksanaan dokumen anggaran. Diharapkan anggaran stimulus fiskal untuk belanja dapat dilaksanakan secara optimal untuk membantu meredam dampak krisis ekonomi. Selain itu, untuk menghadapi penurunan harga minyak mentah pada awal tahun 2009, dilakukan pengurangan subsidi energi sehingga tidak berdampak negatif pada APBN tahun 2009 Nota Keuangan APBNP 2009. Dari sisi pengeluaran, belanja negara untuk kebutuhan yang penting bagi pembangunan terus meningkat terutama untuk keperluan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Efektivitas pengeluaran pemerintah makin mendekati tingkat optimal dan makin mengarah pada kegiatan-kegiatan yang penting. Meskipun masih ada pengeluaran yang tidak dapat direalisasikan, namun hal ini sebagian disebabkan oleh efisiensi sebagai hasil sistem pengadaan yang makin baik, antara lain melalui eprocurement dapat menghemat pengeluaran hingga 15 Bappenas, 2010. Pada tahun 2009, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk memberi stimulus kepada perekonomian namun dengan terus menjaga ketahanannya. Hal ini dilakukan mengingat dampak terberat dari krisis ekonomi global diperkirakan terjadi pada tahun 2009. Oleh karena itu, kebijakan fiskal yang ditempuh ditujukan untuk menyelamatkan perekonomian nasional dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN 2009; melakukan perubahan asumsi dasar untuk memberikan sinyal yang tepat kepada publik; serta melakukan beberapa penyesuaian terhadap besaran pendapatan negara, belanja negara, defisit, dan pembiayaan anggaran Abimanyu, dikutip dalam BKF, 2009. Arah kebijakan stimulus fiskal yang ditempuh bertujuan untuk: 1 mempertahankan sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat antara lain melalui berbagai insentif perpajakan dan pemberian subsidi, serta bantuan langsung tunai; 2 mencegah timbulnya PHK secara luas dan meningkatkan daya tahan usaha dalam menghadapi krisis antara lain melalui penurunan berbagai tarif perpajakan dan bea masuk, potongan tarif listrik, subsidi bunga, serta pemberian kredit usaha rakyat; 3 menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan meningkatkan belanja infrastruktur padat karya melalui penambahan anggaran untuk infrastruktur; serta iv mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan meneruskan reformasi di seluruh kementerianlembaga KL Bappenas, 2010. Berdasarkan survei yang dilakukan WEF 2010, Indonesia dengan nilai index 4,2 di atas nilai standar efisien 3,4 dan berada di peringkat 30 dari 139 negara dalam pemberdayagunaan APBN untuk pelayanan kepada publik dan mendorong sektor riil, serta pertumbuhan ekonomi wastefulness of government spending. Sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 4.16, Singapura tetap menjadi negara yang terbaik di ASEAN dan peringkat 1 di dunia dalam hal ini. Gbr. 4.16: Skor Indonesia mengenai pemberdayagunaan APBN untuk pelayanan kepada publik Menurut Fuad et al 2006 inti dari distribusi pengeluaran publik adalah: a mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada kaum miskinmarginal, b membantu mereka yang terpinggirkantertinggal dalam proses pertumbuhan ekonomi, c membantu mengatasi masalah kerentanan vulnerability. Kebijakan pengeluaran publik dipengaruhi oleh konsep welfare state, yaitu bagaimana suatu negara memandang dirinya dalam hubungannya dengan rakyatnya mengenai kesejahteraan. Sumber: Diolah oleh penulis dari WEF 2010 Perkembangan pengeluaran pemerintah untuk publik ditunjukkan pada gambar 4.17. Gbr. 4.17: Perkembangan Pengeluaran Pemerintah untuk Publik Pasca Krisis Ekonomi 1998 Triliun Rupiah Sumber: Diolah oleh penulis dari Nota Keuangan APBN 2000-2011

3.2. Kebijakan Desentralisasi Fiskal Di Indonesia