Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) Dan Pengeluaran Pemerintah (PP) Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH PENANAMAN MODAL ASING LANGSUNG (PMAL) DAN PENGELUARAN PEMERINTAH (PP) TERHADAP

PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) DI INDONESIA PASCA KRISIS EKONOMI 1998

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

BONATAON MTV SIMANDJORANG 070501040

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Medan 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Nama : Bonataon Maruli Timothy Vincent Simandjorang NIM : 070501040

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan Regional Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung

(PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia

Pasca Krisis Ekonomi 1998

Tanggal :

Pembimbing

(Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si) NIP: 19560112 198503 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari : Jumat

Tanggal : 4 Maret 2011

Nama : Bonataon Maruli Timothy Vincent Simandjorang NIM : 070501040

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan Regional Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung

(PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia

Pasca Krisis Ekonomi 1998

Ketua Program Studi S-1 Pembimbing Skripsi Ekonomi Pembangunan

(Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D) (Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si) NIP: 19710503 200312 1 003 NIP: 19560112 198503 1 002

Penguji I Penguji II

(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) (Dra. Raina Linda Sari, M.Si) NIP: 19671111 200212 1 001 NIP: 19630907 198803 2 002


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : Bonataon Maruli Timothy Vincent Simandjorang NIM : 070501040

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan Regional Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung

(PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia

Pasca Krisis Ekonomi 1998

Tanggal :

Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan

(Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D) NIP: 19710503 200312 1 003

Tanggal :

Dekan

(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec) NIP: 19550810 198303 1 004


(5)

Tulisan Dr. Stephen Tong di bawah ini menjadi inspirasi bagi

penulis untuk menjalani kehidupan ini.

A

da orang yang berpikir bahwa ia ingin menjadi penguasa dan semua orang lain yang mengganggu atau menghalangi keinginannya harus disingkirkan. Orang seperti ini tidak suka jika di kelasnya ada orang yang lebih pandai darinya, ada orang lebih terkenal darinya. Akibatnya, banyak orang pandai dibenci oleh orang-orang bodoh. Kalau Indonesia seperti ini, celakalah negara ini. Semua orang pandai pergi ke luar negeri karena tidak memiliki tempat di dalam negeri. Betapapun negara memiliki kekayaan alam, jika tidak ada orang yang berakhlak dan berotak maka seluruh sumber daya akan habis dengan sia-sia. Negara-negara bijak saat ini berusaha keras menarik orang-orang pandai dari negara lain untuk masuk ke negaranya dan membangun negaranya. Mereka berani memberikan beasiswa untuk orang-orang terpandai kemudian memberikan pekerjaan dan honor yang tinggi sehingga mereka tidak kembali lagi ke negara asalnya. Yang tersisa di negara asal adalah orang-orang bodoh yang tidak memiliki potensi besar untuk mengembangkan negara. Tetapi karena tidak ada lagi orang pandai maka orang-orang bodoh ini merasa bahwa dirinyalah yang paling pandai. Akibatnya, negara pandai akan semakin pandai dan negara bodoh semakin bodoh; negara kaya semakin kaya dan negara miskin semakin miskin.


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing

Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998. Penelitian ini

menggunakan metode ekonometrika melalui model regresi linear berganda (metode OLS) dengan menggunakan data runtut waktu (time series) 12 tahun, yaitu mulai 1999 hingga 2010 yang diperoleh dari Asian Development Bank

(ADB) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PMAL berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap PDB (besar koefisien regresinya adalah 0,091 dan nilai signifikansinya adalah 0,1830). Sedangkan PP berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB (besar koefisien regresinya adalah 0,995 dan nilai signifikansinya adalah 0,0000). Besarnya koefisien determinasi (R2) adalah tinggi, yaitu 97,43%. Penelitian dengan metode Ordinary Least Square (OLS) telah sesuai dengan Teorema Gauss-Markov, yaitu telah memenuhi syarat BLUE (Best Linear

Unbiased Estimator) dengan tidak adanya penyimpangan asumsi klasik ketika

dilakukan pengujian normalitas, kolinearitas ganda, heteroskedastisitas, dan korelasi serial.

Kata Kunci: Krisis Ekonomi 1998, Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL), Pengeluaran Pemerintah (PP), Ordinary Least Square (OLS).


(7)

ABSTRACT

The title of this research is Analysis of Foreign Direct Investment (FDI)

and Government Expenditure (GE) Impact on Indonesia’s Gross Domestic Product (GDP) Post The 1998 Economic Crisis. This research use econometric

method called multiple linear regression model (OLS method) with 12 years time series data, starting from 1999 to 2010 acquired from Asian Development Bank

(ADB) and Indonesia Investment Coordinating Board (BKPM).

This research showed that FDI has positive impact but has a little significance toward GDP (the amount of the regression coefficient is 0,091 and the significance value is 0,1830). Meanwhile GE has positive impact and significance toward GDP (the amount of the regression coefficient is 0,995 and the significance value is 0,0000). The amount of coefficient of determination (R2) is high, 97,43%. The Ordinary Least Square (OLS) estimators according to Gauss–Markov theorem are BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) with no relaxing the assumptions of the classical model after the tests of normality, multicollinearity, heteroscedasticity, and serial correlation.

Keywords: The 1998 Economic Crisis, Gross Domestic Product (GDP), Foreign Direct Investment (FDI), Government Expenditure (GE), Ordinary Least Square (OLS).


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan hormat dan kemuliaan bagi Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Allah Anak yaitu Yesus Kristus, dan Allah Rohul Kudus, Ketiganya Yang Esa yang merupakan pohon selamat dan sumber berkat, yang memimpin dan memberkati penulis hingga akhirnya dapat menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara dengan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998.”

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Drs. Wilmar Eliaser Simandjorang, Dipl.Ec, M.Si yang terus memberi teguran, nasihat, bimbingan, dan selalu melakukan koreksi terhadap apa yang ditulis oleh penulis. Dan kepada Mama Nurhaida br. Simarmata atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang senantiasa diberikan kepada penulis, sampai sekarang ini.

Penulis secara khusus berterima kasih kepada Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku dosen pembimbing penulis dan juga yang menjabat sebagai Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi, bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza yang telah memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada penulis, sebagai seorang orangtua dan akademisi senior, serta pengalaman hidup yang sangat banyak, beliau telah banyak memberikan arahan kepada penulis


(9)

bagaimana menjadi ekonom yang berintegritas khususnya menjadi ekonom yang takut akan Tuhan.

Dalam kesempatan ini pula, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si dan Bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si sebagai dosen pembanding ketika seminar proposal dan menjadi dosen penguji skripsi dalam ujian komprehensif dan meja hijau penulis.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ariyo Pratomo, S.E., M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

6. Segenap staf dosen pengajar yang telah memberikan perkuliahan kepada penulis dan segenap staf administrasi dan Staf pelaksana pendukung lainnya di Fakultas Ekonomi dan Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

7. Abang-abangku Christian Lundu Same Domu Raja Simandjorang, S.H., beserta istri/kakakku Helda Febrosa Radjagukguk, S.AB., dan abangku Laurence Ricardo Pandapotan Simandjorang. Opungku tercinta Op. Lundu (M. boru Simarmata) & Op. Nia (S. boru Situngkir), Uda Alam, Uda Jetro, Uda Ridwan & semua Inangudaku (boru Samosir, boru Manihuruk & boru


(10)

Marpaung), Namboru Hotlan, Namboru Linda & Amangboru Desri Lumbanraja, Tulang & Nantulang Nia Simarmata, dan seluruh keluarga.

8. Sahabat dan saudaraku yang terkasih, Wasino Si No, yang senantiasa memberi dorongan dan motivasi kepadaku setiap saat, dan menemani penulis bermain WE saat sudah penat. Terima kasih No rumah kosmu di Pasar 1 Tanjung Sari aku pakai untuk mengerjakan proposal dan membaca, serta beristirahat, demikian juga untuk Budi, Alex Nainggolan dan Endika Pratama.

9. Rekan-rekan seperjuangan di EP 07: Ricki, Sofyan, Sherly (dulu Funtastic

Four), Epie, Don Wahyu, Yakin, Antonius, Mira, Era, Teo, Devisa, Yan,

Jumasi, Vido, Gea, Frans, Kak Kristina, Candra, Fredi, Lae Harji, Bang Willy, Bang Alex, Simon, Henry, Kang Harli, Ernest, Nesia, Linda, Maria, Syefrina, Nita, Nancy, Nirwana, Ester, Anita, Riris, Agnes, Nova, Ida, Andika, Sinar, Darmanto, Ridho, Grace, Mara, Lince, Febri, Ryan Bandung, Ade, Meigi, Isara, Sharah, Ayu, Reza, Ikhsan, Taufik, Ma’ruf, Farul, Dedi, Sukri, Rofiah, Karida, Tulang Arif. Tim futsal EP 07: Wira, Iqbal, Hamzah, Ryan Gendut, Ery, Beni, Sule, Jepri, Febrian, Robby. Dan seluruh rekan-rekan di EP 07, 08 (Kania, Yunas, Samuel, Okto, Kak Eva, Rolis, Poltak RMS & Gea, Taufik, Salsa, Dafrosa, dll), 09 (Novita, Emma, Putri, Agnes, dll), dan 2010 (Adekku Iluth, Yola, Theo, Lusi, Lena, Dina, Andreas, Berna, dll), serta seluruh senior dan alumni EP yang tidak bisa disebutkan penulis satu per satu. Kiranya Tuhan memberkati dan memimpin seluruh mahasiswa/i dan alumni EP USU. 10.Seluruh teman-temanku di TK Baptis Medan, SD Antonius 6 Medan, SMP

RK Budi Dharma Balige Kab. Toba Samosir, SMA Negeri 1 Pangururan Kab. Samosir dan di SMA Negeri 4 Medan (Funtastic 2) yang tercinta.


(11)

11.Rekan-rekan sepelayanan penulis di Stephen Tong Evangelistic Ministries International (STEMI) dalam KKR Regional Sumut dan di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII): Ev. Ir. Radjali Ramli, M.Div., yang merupakan guru dan bapak rohani bagi penulis, Pdt. Romeo Mazo, M.Div., Pak Herman Sjah, Pak Yanto, Bang Dalan, Tante Helena, Ev. Dewi, Ito Damayanti, Helen, Kak Pogy, Kak Sandy, Kak Maria, Kak Ewy, Kak Miji, Kak Christine, Kak Juli, Pak Panggabean, Pak Tjin Wie, Pak Piet, Pak Amin, Bang Notto, Bang Jimmy Ongah, Bang Adi, Bang Chique, Christopher, Herbert, Bang Apen, Bang Apiau, Bang Bram, Daniel, Bang Agus, seluruh anak-anak sekolah minggu khususnya kelas 3 & 4 yang penulis ajar setiap hari minggu (mohon maaf yang sebesar-besarnya selama 3 bulan ditinggalkan karena pelayanan di Tapanuli), dan bagi seluruh rekan sepelayanan lainnya. Kiranya Tuhan memberkati dan memimpin pelayanan kita sekalian.

12.Dan terakhir untuk kekasihku, Atin boru Hutasoit yang selalu setia memberi semangat dan berdoa bagi penulis dalam mengerjakan skripsi.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, kiranya Tuhan memberkati. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis untuk menambah ilmu pengetahuan yang akan sangat bermanfaat nantinya. Solus Christus—Soli Deo Gloria. Amin.

Medan, 23 Februari 2011 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I – PENDAHULUAN ...1

1. Latar Belakang Penelitian ...1

2. Rumusan Masalah ...5

3. Tujuan Penelitian ...5

4. Manfaat Penelitian ...6

5. Hipotesis Penelitian ...6

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA ...7

1. Produk Domestik Bruto (PDB) / Gross Domestic Product (GDP) ...7

2. Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL)/ Foreign Direct Investment (FDI) ...11

2.1. Arti Penting PMAL ...11

2.2. Jenis-Jenis PMAL ...14

2.3. Hubungan Positif antara PMAL dan Pertumbuhan Ekonomi ...19


(13)

3.1. Peranan Pemerintah Dalam Perekonomian ...22

3.2. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ...22

3.3. Jenis-Jenis Pengeluaran Pemerintah ...28

3.4. Peranan Strategis Anggaran Belanja Negara ...35

BAB III - METODE PENELITIAN ...36

1. Ruang Lingkup Penelitian ...36

2. Jenis Penelitian ...36

3. Jenis dan Sumber Data ...36

4. Teknik Pengumpulan Data ...37

5. Metode Analisis dan Pengolahan Data ...37

5.1. Metode Analisis Data ...37

5.2. Pengolahan Data ...38

6. Pengujian Hipotesis (Hypothesis Testing) dan Ketepatan Kriteria (Goodness of Fit) ...39

6.1. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t) ...39

6.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ...40

6.3. Koefisien Determinasi Berganda (R2) ...41

7. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik ...42

7.1. Normalitas (Normality) ...42

7.2. Kolinearitas Ganda (Multicollinearity) ...43

7.3. Heteroskedastisitas (Heteroscedasticity) ...44

7.4. Korelasi Serial/Otokorelasi (Serial Correlation/Autocorrelation) ...45


(14)

BAB IV - GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA ...47

1. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia ...47

1.1. Periode Pra Krisis Ekonomi 1997-1998 ...47

1.1.1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Negara-negara Asia Timur (The Asian Miracle) ...48

1.1.2. Kebijakan-kebijakan Ekonomi Dalam Rangka Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ...49

1.2. Periode Pasca Krisis Ekonomi 1998 ...50

2. Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) ...57

2.1. Peran Strategis PMAL Di Masa Orde Baru ...58

2.2. Perkembangan PMAL Pasca Krisis Ekonomi 1998 ...64

2.3. Beberapa Masalah Berinvestasi Di Indonesia ...69

2.4. Efektivitas Undang-undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 Dalam Kepastian Berinvestasi ...74

2.5. PMAL Indonesia Ke Depan ...84

3. Pengeluaran Pemerintah ...87

3.1. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998 ...88

3.2. Kebijakan Desentralisasi Fiskal Di Indonesia ...100

3.3. Defisit Anggaran Dalam Rangka Menstimulasi Perekonomian Indonesia ...105

BAB V - ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...110


(15)

2. Interpretasi Hasil Persamaan Regresi ...110

3. Pengujian Hipotesis (Hypothesis Testing) dan Ketepatan Kriteria (Goodness of Fit) ...112

3.1. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t) ...112

3.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ...114

3.3. Koefisien Determinasi Berganda (R2) ...115

1. Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik ...116

4.1. Normalitas (Normality) ...116

4.2. Kolinearitas Ganda (Multicollinearity) ...116

4.3. Heteroskedastisitas (Heteroscedasticity) ...117

4.4. Korelasi Serial/Otokorelasi (Serial Correlation/Autocorrelation) ...118

BAB VI - KESIMPULAN DAN SARAN ...119

1. Kesimpulan ...119

2. Saran ...122

2.1. Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) ...122

2.2. Pengeluaran Pemerintah (PP) ...123

DAFTAR PUSTAKA ...125

LAMPIRAN ...128


(16)

DAFTAR TABEL

No.

Judul

Hal.

2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi PMAL ... 19 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara The Asian Miracle ... 48 4.2 Total Arus Masuk dan Peringkat PMAL menurut Negara 1990-1997 59 4.3 Matriks Kinerja & Potensi Arus Masuk PMAL 8 Negara ASEAN ... 66 4.4. Peringkat Negara Menurut Indeks Kinerja & Potensi Arus Masuk

PMAL Negara-negara ASEAN ... 67 4.5 Lokasi yang Paling Disukai untuk PMAL 2008-2010 ... 85 4.6 Lokasi yang Paling Disukai untuk PMAL 2010-2012 ... 85


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing

Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998. Penelitian ini

menggunakan metode ekonometrika melalui model regresi linear berganda (metode OLS) dengan menggunakan data runtut waktu (time series) 12 tahun, yaitu mulai 1999 hingga 2010 yang diperoleh dari Asian Development Bank

(ADB) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PMAL berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap PDB (besar koefisien regresinya adalah 0,091 dan nilai signifikansinya adalah 0,1830). Sedangkan PP berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB (besar koefisien regresinya adalah 0,995 dan nilai signifikansinya adalah 0,0000). Besarnya koefisien determinasi (R2) adalah tinggi, yaitu 97,43%. Penelitian dengan metode Ordinary Least Square (OLS) telah sesuai dengan Teorema Gauss-Markov, yaitu telah memenuhi syarat BLUE (Best Linear

Unbiased Estimator) dengan tidak adanya penyimpangan asumsi klasik ketika

dilakukan pengujian normalitas, kolinearitas ganda, heteroskedastisitas, dan korelasi serial.

Kata Kunci: Krisis Ekonomi 1998, Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL), Pengeluaran Pemerintah (PP), Ordinary Least Square (OLS).


(18)

ABSTRACT

The title of this research is Analysis of Foreign Direct Investment (FDI)

and Government Expenditure (GE) Impact on Indonesia’s Gross Domestic Product (GDP) Post The 1998 Economic Crisis. This research use econometric

method called multiple linear regression model (OLS method) with 12 years time series data, starting from 1999 to 2010 acquired from Asian Development Bank

(ADB) and Indonesia Investment Coordinating Board (BKPM).

This research showed that FDI has positive impact but has a little significance toward GDP (the amount of the regression coefficient is 0,091 and the significance value is 0,1830). Meanwhile GE has positive impact and significance toward GDP (the amount of the regression coefficient is 0,995 and the significance value is 0,0000). The amount of coefficient of determination (R2) is high, 97,43%. The Ordinary Least Square (OLS) estimators according to Gauss–Markov theorem are BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) with no relaxing the assumptions of the classical model after the tests of normality, multicollinearity, heteroscedasticity, and serial correlation.

Keywords: The 1998 Economic Crisis, Gross Domestic Product (GDP), Foreign Direct Investment (FDI), Government Expenditure (GE), Ordinary Least Square (OLS).


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penelitian

Terjadinya krisis multidimensi yang berawal dari krisis ekonomi 1997 dan puncaknya pada tahun 1998 yang merupakan “The Great Depression” yang pernah dialami oleh Indonesia telah membawa berbagai dampak merugikan. Diantaranya banyak perusahaan yang gulung tikar, ratusan ribu orang kehilangan sumber nafkah, para balita harus menerima jatah susu yang kian sedikit, para lanjut usia harus benar-benar hemat dalam mengonsumsi obat, dan para ibu harus jungkar balik dalam mengatur anggaran belanja rumah tangga. Kehidupan ekonomi menjadi kian berat dan hal itu dirasakan bukan hanya oleh mereka yang papa, yang sejak dulu untuk mengisi perut memang sudah sulit, melainkan juga mayoritas penduduk, termasuk kelas menengah yang relatif mapan, serta juga dirasakan oleh pemerintah.

Kebobrokan kumulatif yang terjadi semasa Orde Baru sedemikian parahnya sehingga membuat sendi-sendi perekonomian menjadi sangat rapuh. Krisis telah menguakkan semua borok dan isi perut perekonomian. ‘Keperkasaan’ ekonomi di masa Orde Baru ternyata diselubungi oleh benalu dan lintah-lintah yang menyedot darah perekonomian dan pondasi yang rapuh. Tubuh yang tambun dan perut buncit yang kerap dibangga-banggakan itu ternyata juga berisi segerombolan cacing dan virus yang menyantap dengan lahap makanan yang masuk ke dalam perekonomian (Basri, 2009).


(20)

Setelah perekonomian Indonesia terjerembab sampai titik terendahnya pada tahun 1998, yaitu yang ditandai oleh kemerosotan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 13,2 %, perekonomian Indonesia pada tahun 1999 secara alamiah mulai merangkak, dan tertatih-tatih, karena boleh dikatakan hanya mengandalkan kekuatan yang masih tersisa, diiringi dengan pemerintahan baru, yang kekuasaannya memulai debutnya pada awal proses transisi dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis melalui proses reformasi.

Krisis ekonomi yang ditinggalkan rezim pemerintahan Orde Baru juga telah menyebabkan kebangkrutan ekonomi, di antaranya ditandai oleh terpuruknya perbankan nasional yang merupakan financial intermediary dalam proses pembangunan ekonomi nasional, dan menumpuknya beban hutang luar negeri serta sektor riil yang stagnan.

Kemudian, sejak terbentuknya pemerintahan reformasi hasil pemilu 1999, kinerja perekonomian mulai cukup menggembirakan, namun perkembangan yang dicapai ternyata tidak dapat dipertahankan secara berkelanjutan. Karena guncangan-guncangan dalam pemerintahan Abdurrahman Wahid, menyebabkan kinerja perekonomian nasional menurun. Proses keberhasilan masih diselimuti dengan ketidakpastian, akibat masih adanya keraguan dan ketidak percayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam menangani masalah makro ekonomi, beban defisit anggaran, beban utang luar negeri dan nasib restrukturisasi perbankan yang tidak jelas. Masih adanya keraguan pasar terhadap kepastian hukum, kestabilan politik Indonesia dan kemampuan pemerintah dalam menjamin keamanan warganya.


(21)

Sementara itu, dalam pemerintahan Megawati, kinerja perekonomian juga kurang optimal yang ditandai oleh belum membaiknya sektor makro dan sektor mikro yang masih stagnan. Hal ini ditandai oleh utilisasi sektor industri yang belum optimal. Selain itu, upaya meningkatkan laju ekspor dan investasi masih menghadapi sejumlah kendala yang tidak juga cepat dapat terselesaikan. Hal tersebut dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh moderat sehingga belum mampu mendorong penyerapan tenaga kerja secara memadai.

Selepas klimaks krisis, meskipun fluktuatif, perekonomian Indonesia memang terus mencatat pertumbuhan. Tampak pula adanya kecenderungan bahwa tingkat pertumbuhan itu kian tinggi khususnya dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Jilid 1 (2004–2009), sebelum krisis finansial global menerpa pada semester kedua 2008. Meskipun kali ini Indonesia ‘beruntung’ karena porsi perdagangan internasional dalam PDB hanya 25-29 %, namun tak urung pertumbuhan ekonomi Indonesia pun melambat. Setelah mencapai rekor tertinggi selama periode pasca krisis dengan pertumbuhan 6,32 % pada tahun 2007, pada tahun 2008 angkanya sedikit melambat, yakni 6 %. Pada tahun 2009 Indonesia mengalami imbas puncak dari krisis global sehingga pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2009 adalah 4,5 % dan pada 2010 mencapai 6,1 %. Di samping pertumbuhan yang menggembirakan tersebut di atas, ditinjau dari GNP dan perdagangan dunia, kini Indonesia telah menjadi bagian dari salah satu forum ekonomi yang besar di dunia saat ini, yaitu The Group of Twenty (G-20) yang terdiri dari 19 negara ditambah dengan Uni Eropa yang menghimpun lebih dari 90% GNP dunia, 80% total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia.


(22)

Dengan angka-angka dan prestasi yang dicapai pasca krisis ekonomi 1998, maka terkesan perekonomian Indonesia sudah mulai bangkit secara hakiki. Namun yang menjadi pertanyaan adalah berasal darimana sumber-sumber pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tersebut? Apakah berasal dari konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, penanaman modal langsung (direct

investment/real investment), dan perdagangan luar negeri (external trade), serta

utang luar negeri (external indebtedness).

Bangkitnya perekonomian Indonesia dari kehancuran yang dibuat oleh pemerintahan Orde Lama dan bisa mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% per tahun selama periode 1980-an hingga pada pertengahan tahun 1997 tidak dapat disangkal adalah bersumber dari Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) atau Foreign Direct Investment (FDI), banyak faktor lain yang juga berperan sebagai sumber pendorong pertumbuhan tersebut seperti bantuan atau Utang Luar Negeri (External Indebtedness), Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure) yang tercermin melalui Belanja Negara dalam APBN, dan keseriusan pemerintah Orde Baru selama periode pra-krisis ekonomi 1997/1998 melalui strategi atau kebijakan pembangunan yang diterapkan oleh Soeharto di masa itu yang terfokus pada industrialisasi dengan menerapkan kebijakan substitusi impor, selain juga pada pembangunan sektor pertanian untuk membangun ekonomi nasional yang tercermin melalui Repelita dan terjaganya stabilitas politik dan sosial, kepastian hukum, dan kebijakan ekonomi yang kondusif terhadap kegiatan bisnis di dalam negeri, yang semua keadaan ini sejak krisis ekonomi 1997/1998 hingga saat ini sulit sekali tercapai sepenuhnya.


(23)

Berdasarkan kajian tersebut di atas maka penulis melakukan suatu penelitian melalui penulisan skripsi yang berjudul: “Analisis Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998.”

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998?

2. Bagaimanakah pengaruh Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menganalisa pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998.

2. Menganalisa pengaruh Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998.


(24)

4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Suatu kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori yang diperoleh di

perkuliahan ke dalam praktek yang sesungguhnya dan digunakan sebagai syarat selesainya jenjang Strata 1 (S1) Program Studi Ekonomi Pembangunan.

2. Memberi gambaran mengenai Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998, khususnya bagi mahasiswa dan peneliti lainnya dapat digunakan sebagai masukan dalam mengambil keputusan pada penelitian yang akan datang.

5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan atas fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empiris (Sugiyono, 1992).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998, ceteris paribus.

2. Pengeluaran Pemerintah (PP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998,


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Produk Domestik Bruto (PDB) / Gross Domestic Product (GDP) Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara (Mankiw, 2009) dan Tong (dikutip dalam RCRS, 2010) berpendapat bahwa indikator tersebut akan dapat tercapai apabila negara tersebut mampu memproduksi bahan yang berkualitas dan bernilai jual .

Pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya sebagai gambaran. Dalam menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang, maka Bank Dunia (The World Bank) melakukannya melalui pengelompokan besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Todaro & Smith, 2008).

Todaro dan Smith (2008) lebih lanjut mengatakan bahwa PDB adalah indikator yang mengukur jumlah output final barang (goods) dan jasa (services) yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara, dalam wilayah negara tersebut, baik oleh penduduk (warga negara) sendiri maupun bukan penduduk (misalnya, perusahaan asing), tanpa memandang apakah produksi output tersebut nantinya akan dialokasikan ke pasar domestik atau luar negeri. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI)


(26)

PDB harga berlaku

PDB harga konstan = x 100 Indeks harga

PDB harga berlaku

Implicit Price Deflator = x 100 PDB harga konstan

maupun warga negara asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikutisertakan produk WNI di luar negeri (Sagir, 2009). Dan Mankiw (2009) mendefinisikan PDB sebagai nilai pasar semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Untuk menghitung PDB dapat berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar (Mankiw, 2009), yaitu:

1. PDB Harga Berlaku

PDB pada harga berlaku (nominal GDP) adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu menurut/berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut.

2. PDB Harga Konstan

PDB pada harga konstan (real GDP) adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar (harga dasar tahunan/ base

year prices) untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa

yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya.

Pendapatan nasional pada harga konstan dapat diperoleh melalui:

Indeks harga yang digunakan untuk mendeflasi PDB harga berlaku dimana


(27)

Para ekonom dan para pembuat keputusan tidak hanya peduli pada output barang dan jasa total, tetapi juga alokasi dari output ini di antara berbagai alternatif. Pos pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok pengeluaran (Mankiw, 2009):

1. Konsumsi (C) 2. Investasi (I)

3. Pengeluaran Pemerintah (G) 4. Net ekspor (NX)

Untuk menghitung angka-angka PDB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu (BPS, 2010):

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)

PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu:

1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan. 2) Pertambangan dan Penggalian.

3) Industri Pengolahan. 4) Listrik, Gas dan Air Bersih. 5) Bangunan.

6) Perdagangan, Hotel dan Restoran. 7) Pengangkutan dan Komunikasi.

8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. 9) Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.


(28)

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.

Dalam definisi ini PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

PDB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: 1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba 2) Konsumsi pemerintah.

3) Pembentukan modal tetap domestik bruto. 4) Perubahan stok.

5) Ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).

Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDB yang dihasilkan atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.


(29)

2. Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) / Foreign Direct Investment (FDI)

2.1. Arti Penting PMAL

Salah satu ciri negara berkembang adalah “modal kurang” atau tabungan yang rendah dan investasi yang rendah. Rata-rata investasi kotornya hanya mencapai 5% sampai dengan 6% dari GNP, padahal untuk negara maju berkisar antara 25% sampai dengan 20%. Laju pertumbuhan yang rendah ini sudah barang tentu tidak cukup untuk menghadapi pertumbuhan penduduk mencapai 2-2,5% per tahun, apalagi untuk investasi ke dalam proyek-proyek baru. Upaya memobilisasi tabungan domestik melalui perpajakan dan pinjaman masyarakat tidak cukup untuk meningkatkan laju pertumbuhan modal, malahan langkah tersebut menyebabkan merosotnya standar daya konsumsi dan daya beli masyarakat, sehingga justru membuat masyarakat menderita. Dalam hal ini pilihan alternatif PMAL dapat membantu kekurangan tabungan domestik melalui peralatan modal dan bahan mentah, sehingga menaikkan laju tabungan marjinal dan laju pembentukan modal (Todaro & Smith, 2008).

Pemanfaatan modal asing tidak hanya akan mengatasi masalah keterbelakangan teknologi dan kelangkaan modal, namun lebih jauh dari itu akan membawa serta ketrampilan teknik, tenaga ahli, pengalaman organisasi, informasi pasar, teknik produksi yang maju serta pembaharuan dan diversifikasi produk. Keterbelakangan teknologi merupakan ciri lain dari negara berkembang. Keterbelakangan teknologi ini terlihat pada biaya rata-rata yang tinggi serta produktivitas modal dan buruh yang rendah, sebagai akibat rendahnya kualitas


(30)

buruh dan peralatan modal. Keterbelakangan ini terlihat pula pada rasio output modal yang tinggi.

Penggunaan modal asing oleh negara berkembang dapat pula membantu pembangunan-pembangunan yang sekaligus mengurangi kekurangan modal

overhead ekonomi yang sangat penting untuk lebih mempermudah investasi.

Seperti proyek jalan raya, sungai, bendungan, jalan kereta api ataupun infrastruktur yang lain. Karena merupakan beban yang berat bagi negara berkembang untuk membangun semua itu tanpa dukungan modal asing (Kuncoro, 2010).

Demikian menurut Todaro dan Smith (2008), negara berkembang tidak sanggup mengawali industri dasar dan industri kunci secara sendiri-sendiri. Sekali lagi melalui modal asinglah mereka dapat mendirikan pabrik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronika berat dan kimia, dan lain-lain. Lebih dari itu, penggunaan modal asing pada suatu industri akan dapat mendorong perusahaan setempat dengan mengurangi biaya pada industri-industri lain yang dapat mengarah pada perluasan mata rantai industri terkait lainnya. Dalam hal ini modal asing akan membantu mengindustrialisasikannya.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa perusahaan swasta di negara berkembang kurang berani melakukan usaha yang mengandung resiko, seperti penggarapan sumber daya alam yang belum dimanfaatkan dan penggarapan daerah-daerah baru. Modal asing biasanya lebih berani menanggung semua resiko dan kerugian yang timbul pada tahap perintisan. Dengan demikian, modal asing membuka daerah-daerah baru dan membantu melipatgandakan sumber alam dan menghilangkan ketidakseimbangan kawasan.


(31)

Modal asing dapat membantu menekan laju inflasi sebagai akibat kesenjangan antara penawaran dan permintaan. Di samping itu keuntungan lain dari pemanfaatan modal asing adalah dapat membantu mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang dialami oleh negara berkembang akibat tidak serasinya antara ekspor dan impor. Melalui modal asing negara berkembang dapat memenuhi semua keperluan impornya pada saat yang sama menghindarkan kesulitan dalam neraca perdagangan dan sekaligus menambah devisa untuk membayar utang luar negeri.

Menurut Kurniati et al (2007) Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) atau Foreign Direct Investment (FDI) juga didefinisikan sebagai investasi jangka panjang yang dilakukan secara langsung oleh investor asing di dalam suatu bidang usaha warga negara domestik. Investasi di dalam bentuk PMAL merupakan investasi yang relatif stabil di dalam jangka panjang. Hal ini akan membantu dalam pemulihan ekonomi yang membutuhkan banyak dana dan penyerapan tenaga kerja yang cukup luas. Selain itu, masuknya PMAL menunjukkan kepercayaan investor asing untuk melakukan kegiatan ekonominya di Indonesia sehingga mendorong capital inflow (arus modal masuk).

PMAL yang dilakukan oleh negara-negara di dunia pada hakekatnya berawal dari pemikiran sebagai berikut (Rashmi, dikutip dalam Kurniati et al, 2007):

1. Ketidaksempurnaan pasar

Hymer (1976), mengemukakan bahwa PMAL merupakan efek langsung dari pasar yang tidak sempurna.


(32)

2. Teori internalisasi

Rugman (1986) berpendapat bahwa PMAL digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk mengambil keuntungan dari efisiensi internal host

country.

3. Pendekatan eklektik

Dunning (1988) berpendapat bahwa PMAL digunakan untuk mengambil keuntungan ownership, internalisation, dan locational advantages.

Terdapat beberapa alasan mengapa investor menanamkan modalnya di luar negeri, selain untuk mencari pasar dan ekspektasi keuntungan yang lebih besar. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh IMF, investasi-investasi asing yang dilakukan oleh 20 perusahaan multinasional terbesar di Amerika Serikat disebabkan oleh motivasi untuk mencari return yang lebih besar (Deutsche Bundesbank, dikutip dalam Kurniati et al, 2007).

2.2. Jenis-Jenis PMAL

Kjetil dan Kind membagi beberapa jenis PMAL sebagai berikut (Kurniati et al, 2007):

1. PMAL vertikal

PMAL yang dilakukan secara vertikal menyangkut desentralisasi secara geografis dari aliran produksi perusahaan. Perusahaan akan melakukan kegiatan produksi di negara-negara yang memiliki biaya tenaga kerja yang rendah, kemudian hasil produksi di negara tersebut akan disalurkan kembali ke negara induk. Misalnya suatu produk yang proses produksinya capital-intensive akan memindahkan proses produksinya ke negara-negara yang kaya akan modal.


(33)

2. PMAL horizontal

PMAL yang dilakukan secara horizontal akan memproduksi barang yang sama di beberapa negara. PMAL jenis ini memiliki motivasi untuk mencari pasar yang baru. Keuntungan dari PMAL dengan jenis ini adalah efisiensi di dalam biaya transportasi, karena tempat produksi yang ada menjadi lebih dekat dengan konsumen.

PMAL juga dapat dibedakan menjadi jenis greenfield dan akuisisi. PMAL dengan jenis greenfield akan membangun unit produksi yang baru, sementara PMAL dengan tipe akuisisi akan membeli sebagian kepemilikan dari perusahaan yang sudah ada sebelumnya.

Kjetil dan Kind juga membedakan PMAL berdasarkan motivasi yang melatarbelakangi investor asing, yaitu:

2. Resource seeking

Penanaman modal atau investasi dilakukan untuk mencari faktor-faktor produksi yang lebih efisien di negara lain dibandingkan dengan menggunakan faktor produksi di dalam negeri yang lebih mahal.

3. Market seeking

Investasi yang dilakukan dengan tujuan mencari pasar yang baru atau mempertahankan pasar yang lama. Strategi ini dapat juga dilakukan sebagai strategi pertahanan. Investasi dengan latar belakang untuk mencari pasar direalisasikan di dalam bentuk merger dan akuisisi.


(34)

4. Efficiency seeking

Investasi dimana perusahaan berusaha untuk meningkatkan efisiensinya dengan mengambil keuntungan dari economic scale dan scope. Tipe PMAL ini banyak digunakan di negara-negara berkembang.

Pilihan investor asing untuk menanamkan investasinya dalam bentuk PMAL dibanding modal lainnya di suatu negara dipengaruhi oleh kondisi dari negara penerima PMAL (pull factor) yang dapat terdiri dari kondisi pasar, sumber daya, daya saing, kebijakan yang terkait dengan perdagangan dan industri serta kebijakan PMAL itu sendiri. Selain itu juga kondisi dan strategi dari penanam modal asing (push factors) yang berinvestasi.

Minat penanam modal atau investor asing untuk menanamkan dana dalam bentuk PMAL menurut Dunning (dikutip dalam Kurniati et al, 2007) dapat didasarkan oleh karakteristik utama, yaitu:

1. Ownership advantages

Pada dasarnya ownership advantages adalah keunggulan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, yang menjadikan perusahaan tersebut maju atau menonjol pada sektor-sektor tertentu. Keunggulan tersebut yang dimiliki secara internal oleh perusahaan tersebut, dapat dimanfaatkan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, biasanya disebut firm specific asset yang terdiri dari

tangible assets seperti barang modal dan mesin, serta intangible assets seperti knowledge, organizational & entrepreneurial skill, access to market, teknologi.

2. Location advantage

Location advantage merupakan keunggulan yang dimiliki di daerah


(35)

keunggulan tersebut terbuka untuk semua perusahaan, seperti tenaga kerja yang murah, sumber-sumber alam yang murah, iklim yang menunjang.

3. Internalization advantages

Internalization advantages adalah tindakan untuk menghindar dari adanya disadvantages ataupun kapitalisasi sumber-sumber daya alam yang disebabkan

sistem harga di pasar dan sistem kebijakan pemerintah.

Internalisasi aktivitas terhadap sistem harga diberlakukan bila terjadi ketidaksempurnaan pasar yang disebabkan karena adanya hambatan untuk berkompetisi atau tingginya biaya transaksi, sehingga aktivitas ekonomi tidak berjalan dengan efisien. Selain itu juga karena tidak tersedianya informasi mengenai barang dan jasa yang akan dipasarkan, atau bila informasi itu memiliki biaya. Sementara itu internalisasi aktivitas terhadap kebijakan pemerintah dilakukan bila terjadi ketimpangan dalam alokasi sumber-sumber daya alam. Intervensi pemerintah sering dilakukan untuk melindungi suatu produk yang menggunakan sumber alam tertentu.

Sektor publik berperan sangat penting dalam menciptakan dan memperkuat benefit lokasi dengan menyediakan barang/jasa, mendidik keterampilan tenaga kerja, penyediaan infrastruktur serta menjalankan kebijakan. Sebaliknya sektor publik yang tidak efisien akan cenderung men-discourage investor. Sebagai contoh, Singapura yang memiliki infrastruktur yang sangat baik dan birokrasi yang efisien tetap menjadi lokasi yang menarik investor meskipun tingkat biaya di Singapura telah tinggi dan cenderung meningkat. Insentif yang banyak digunakan untuk menarik investor adalah dengan kebijakan perpajakan (misalnya pemberian tax privileges kepada investor asing yang berminat


(36)

menanamkan modalnya pada industri-industri yang memiliki spillover effect yang tinggi bagi perekonomian). Terkait dengan kebijakan publik, perusahaan asing tidak hanya semata mencari kebijakan yang business-friendly. Investasi dalam bentuk PMAL merupakan exposure jangka panjang perusahaan asing tersebut terhadap kondisi ekonomi dan politik dari host country, karenanya investor mementingkan komitmen pemerintah sehingga mereka yakin bahwa investasi yang mereka tanamkan aman dari expropriation, profit dapat ditransfer ke luar negeri, potential dispute antara pemerintah host country dan perusahaan multinational dapat diselesaikan dengan cara yang fair dan efisien. Dalam kaitan ini negara yang ekonomi, politik dan sosialnya stabil, memiliki kebijakan perdagangan bebas, serta kedekatan geografis dengan ekonomi yang besar dan sedang bertumbuh akan lebih menarik bagi investor asing (Kurniati et al, 2007).

Pendekatan Eclectic Approach to International Production yang dibuat oleh Dunning pada 1988, dimana PMAL timbul didorong oleh alasan ownership,

internalization dan locational advantages. Dalam hal ini pendekatan ekletik

dimaksud disesuaikan dengan perubahan global yang terjadi dimana aliran PMAL dari negara industri maju lebih mempertimbangkan kebijakan pemerintah yang transparan serta dukungan infrastruktur. Sementara itu, aliran PMAL dari negara berkembang yang besar masih tergantung pada determinan tradisional seperti

market size, tingkat pendapatan, labor skills, infrastruktur dan sumber-sumber

lainnya yang dapat memfasilitasi spesialisasi produksi yang efisien, serta stabilitas politik dan ekonomi yang terjaga. Di samping itu insentif untuk investasi dalam bentuk kebijakan selektif pemerintah (misalnya insentif fiskal dan penghapusan hambatan untuk masuk) diperkirakan dapat mempengaruhi PMAL secara


(37)

langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor yang dapat menjadi determinan PMAL menurut Dunning diringkas dalam tabel 2.1 (Kurniati et al, 2007).

Tabel 2.1: Faktor-faktor yang Mempengaruhi PMAL

Sumber: Kurniati et al (2007)

3. Hubungan Positif antara PMAL dan Pertumbuhan Ekonomi

Tambunan (2007) berpendapat bahwa PMAL berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi pada khususnya di negara tuan rumah lewat beberapa jalur (gambar 2.1). Pertama, lewat pembangunan pabrik-pabrik baru (PP) yang berarti juga penambahan output atau produk domestik bruto (PDB), total ekspor (X) dan kesempatan kerja (KK). Ini adalah suatu dampak langsung. Pertumbuhan X berarti penambahan cadangan devisa (CD) yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara penerima untuk membayar utang luar negeri (ULN) dan impor (M).


(38)

Kedua, masih dari sisi suplai, namun sifatnya tidak langsung, adalah

sebagai berikut: adanya PP baru berarti ada penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain (SSL) di dalam negeri (tidak ada yang diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan atau kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh sektor-sektor domestik lainnya; jadi

output di SSL tersebut mengalami pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi suatu efek

penggandaan dari keberadaan PMAL terhadap output agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin besar komponen M dari sebuah proyek PMAL, atau semakin besar ”kebocoran” dari keterkaitan produksi antara PMAL dengan ekonomi domestik, semakin kecil efek penggandaan tersebut.

Gbr. 2.1: Efek Positif dari PMAL terhadap Pertumbuhan Ekonomi Lewat Beberapa Jalur


(39)

Ketiga, peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru

tersebut berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan: peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti kasus sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta merta menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di sektor-sektor domestik sepenuhnya terserap. Sebaliknya, jika ekstra permintaan konsumsi tersebut adalah dalam bentuk peningkatan impor, maka efeknya nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat daripada pertumbuhan ekspor yang disebabkan oleh adanya PMAL, maka terjadi defisit neraca perdagangan. Ini berarti kehadiran PMAL memberi lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah.

Keempat, peran PMAL sebagai sumber penting peralihan teknologi dan knowledge lainnya. Peran ini bisa lewat dua jalur utama. Pertama, lewat

pekerja-pekerja lokal yang bekerja di perusahaan-perusahaan PMAL. Saat pekerja-pekerja-pekerja-pekerja tersebut pindah ke perusahaan-perusahaan domestik, maka mereka membawa pengetahuan atau keahlian baru dari perusahaan PMAL ke perusahaan domestik. Kedua, lewat keterkaitan produksi atau subcontracting antara PMAL dan perusahaan-perusahaan lokal, termasuk usaha kecil dan menengah, seperti kasus PT Astra Internasional dengan banyak subkontraktor skala kecil dan menengah.


(40)

3. Pengeluaran Pemerintah (PP) / Government Expenditure (GE) 3.1. Peranan Pemerintah Dalam Perekonomian

John Maynard Keynes berpendapat tingkat kegiatan dalam perekonomian ditentukan oleh perbelanjaan agregat. Pada umumnya perbelanjaan agregat dalam suatu periode tertentu adalah kurang dari perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat full employment. Keadaan ini disebabkan karena investasi yang dilakukan para pengusaha biasanya lebih rendah dari tabungan yang akan dilakukan dalam perekonomian full employment. Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak akan dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang akan menciptakan full employment. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan kebijakan pemerintah. Tiga bentuk kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan fiskal, ekonomi dan pengawasan langsung. Kebijakan fiskal melalui pengaturan anggaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dalam masa inflasi biasanya kebijakan fiskal akan berbentuk mengurangi pengeluaran pemerintah dan meningkatkan pajak. Sebaliknya apabila pengangguran serius maka pemerintah berusaha menambah pengeluaran dan berusaha mengurangi pajak. Kebijakan ekonomi dilakukan dengan mempengaruhi jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga (Boediono, 2009).

3.2. Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Mangkoesoebroto (2001) membagi teori perkembangan pengeluaran pemerintah menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap


(41)

pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta semakin besar akan menimbulkan banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak. Selain itu pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang makin komplek. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri akan menimbulkan semakin tingginya pencemaran atau polusi. Pemerintah harus turun tangan mengatur dan mengurangi dampak negatif dari polusi. Pemerintah juga harus melindungi buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Musgrave (1980) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap PDB semakin besar dan persentase investasi pemerintah terhadap PDB akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah dalam pembangunan ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan masyarakat (Mangkoesoebroto, 2001).


(42)

2. Hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah

Adolph Wagner (1890) mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Kelemahan Hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Hukum Wagner diformulasikan sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2001):

Dimana:

PkPP : Pengeluaran Pemerintah per Kapita PPK : Pendapatan per Kapita


(43)

3. Teori Peacock & Wiseman

Peacock dan Wiseman (1961) adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut: Pertumbuhan ekonomi (PDB) menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat (Mangkoesoebroto, 2001).

Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya PDB menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar. Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai perang. Karena itu penerimaan pemerintah dari


(44)

pajak juga meningkat dan pemerintah meningkatkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Keadaan ini disebut efek pengalihan (displacement

effect), yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan

pada aktivitas pemerintah. Perang tidak hanya dibiayai dengan pajak, akan tetapi pemerintah juga melakukan pinjaman ke negara lain. Akibatnya setelah perang sebetulnya pemerintah dapat kembali menurunkan tarif pajak, namun tidak dilakukan karena pemerintah masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut.

Sehingga pengeluaran pemerintah meningkat karena PDB yang mulai meningkat, pengembalian pinjaman dan aktivitas baru setelah perang. Ini yang disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah dimana kegiatan ekonomi tersebut semula dilaksanakan untuk swasta, ini disebut efek konsentrasi (concentration effect). Adanya ketiga efek tersebut menyebabkan aktivitas pemerintah bertambah. Setelah perang selesai dan keadaan kembali normal maka tingkat pajak akan turun kembali. Jadi berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis,tetapi seperti tangga.

Hukum Wagner ditunjukkan dalam gambar 2.2, dimana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1 dan Hukum Peacock dan Wiseman ditunjukkan oleh kurva 2 yang berbentuk garis linear yang lurus.


(45)

Gambar 2.2: Hukum Wagner dan Hukum Peacock-Wiseman

Sumber: Mangkoesoebroto (2001)

Bird (1972) mengkritik hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman. Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial memang terjadi pengalihan aktivitas pemerintah dari pengeluaran sebelum gangguan ke pengeluaran yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan diikuti oleh peningkatan persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB. Akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase pengeluaran pemerintah terhadap PDB akan menurun secara perlahan-lahan kembali ke keadaan semula. Jadi menurut Bird, efek pengalihan merupakan gejala dalam jangka pendek, tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang (Mangkoesoebroto, 2001).

Satu hal yang perlu dicatat dari teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapa toleransi pajak tersebut.


(46)

Clarke (1977) menyatakan bahwa limit perpajakan adalah sebesar 25 % dari pendapatan nasional. Apabila limit dilampaui maka akan terjadi inflasi dan gangguan lainnya (Mangkoesoebroto, 2001).

4. Dr. Guritno Mangkoesoebroto, M.Ec

Menurut Mangkoesoebroto (2001), perkembangan pengeluaran pemerintah ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Perubahan permintaan akan barang publik.

b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.

c. Perubahan kualitas barang publik.

d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi.

3.3. Jenis-Jenis Pengeluaran Pemerintah

Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran, yaitu anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian umum, anggaran berimbang yaitu suatu kondisi di mana penerimaan sama dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus, yaitu pengeluaran lebih kecil dari penerimaan (G < T). Sedangkan anggaran defisit, yaitu anggaran pengeluaran lebih besar dari penerimaan (G > T). Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi. Sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi angka pengangguran maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya. (Mangkoesoebroto, 2001).


(47)

Pengeluaran pemerintah terdiri dari: 1. Pengeluaran rutin

Pengeluaran rutin, yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian. (Mangkoesoebroto, 2001).

Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Besarnya dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah, penghematan pembayaran bunga utang dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dari pos belanja pegawai yang dialokasikan untuk menaikan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu, juga terjadi pada pos pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara pinjaman dalam dan luar negeri yaitu pada saat implikasi di saat pengembalian.

Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang oleh pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena terjadi


(48)

transfer pendapatan oleh kelompok masyarakat yang membayar pajak kepada kelompok masyarakat yang menjadi kreditur. Dampak dari aliran ini masih berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak adalah warga negara Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar negeri, terjadi aliran dampak ekonomi (multiplier effect) yang berbeda.

Pihak-pihak yang menerima pengembalian pinjaman adalah pihak kreditur di luar negeri (Mangkroesoeboto, 2001). Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan anggaran yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin meningkat. Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain disebabkan oleh membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Selain pengeluaran untuk belanja pegawai dan pembayaran bunga utang, pos lain yang menarik adalah pengeluaran pemerintah untuk berbagai subsidi. Satu pos diantaranya yang berperan cukup besar adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada pada tahun 1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar dunia menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM sehingga melebihi hasil penjualan BBM itu sendiri. Akibatnya pemerintah terpaksa memberikan subsidi terutama terhadap minyak tanah dan solar.

Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui penajaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen atau lembaga


(49)

negara non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. (Dumairy, 1997).

2. Pengeluaran pembangunan

Pengeluaran pembangunan, yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia maka pencapaian sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin. (Nota Keuangan dan APBN, 2004).

Sehubungan dengan hal tersebut formulasi distribusi dan alokasi dari penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan penting dalam pencapaian target kebijaksanaan fiskal. Di samping itu, pengelolaan anggaran permbangunan juga harus tetap di tempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran pendapatan dan belanja negara yang sehat melalui upaya mengurangi secara bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan.


(50)

Pengeluaran pembangunan dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pembiayaan pembangunan rupiah dibiayai dari sumber pembiayaan dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada departemen dan dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk departemen Hankam dan pemerintah daerah yang diklasifikasikan ke dalam dana pembangunan yang dikelola instansi pusat dan dana pembangunan yang dikelola daerah. (Basri, 2004).

Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan pembangunan dengan kemampuan dana dalam negeri maka pembiayaan proyek masih tetap dibutuhkan. Pembiayaan proyek bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman proyek dan dimanfaatkan untuk pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial dalam rangka mendukung program jaringan pengaman sosial, penyediaan sarana dan prasarana transportasi, pembangunan di bidang pertanian, tenaga listrik dan pengairan. Di samping itu juga dilakukan pengadaan prasarana pendukung Hankam, Telekomunikasi dan pembangunan prasarana perkotaan (Basri, 2004).

Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget, dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Sejak tahun 2005 mulai ditetapkan penyatuan anggaran antara pengeluaran rutin dan


(51)

pengeluaran pembangunan serta pengklasifikasian anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja, organisasi dan fungsi (Nota Keuangan dan APBN, 2005).

Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian format dan struktur belanja negara yang baru, maka belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (1) belanja pegawai, (2) belanja barang, (3) belanja modal, (4) pembayaran bunga utang, (5) subsidi, (6) hibah, (7) bantuan sosial, dan (8) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku selama ini terdiri dari (1) dana perimbangan, dan (2) dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget) (Fuad et al, 2006).

Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting dalam belanja tersebut antara lain (Fuad et al, 2006):

1. Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium, lembur, tunjangan khusus dan belanja pegawai, serta membayar pensiun dan asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Di sinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih.


(52)

2. Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset negara. Demikian juga sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.

3. Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja modal dirinci atas (1) belanja modal asset tetap/fisik, dan (2) belanja modal aset lainnya/non-fisik. Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya nonfisik secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan.

4. Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak, dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta.

5. Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan kepada penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial.


(53)

6. Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran pemerintah pusat yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.

3.4. Peranan Strategis Anggaran Belanja Negara

Anggaran belanja negara mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pelaksanaan ketiga fungsi kebijakan fiskal, yaitu alokasi sumber daya, stabilisasi, serta distribusi. Fungsi alokasi diterjemahkan dalam bentuk pengalokasian dana melalui anggaran belanja negara untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, seperti pertahanan negara, ketertiban dan keamanan masyarakat, serta penyediaan sarana dan prasarana dasar khususnya yang tidak mungkin disediakan oleh swasta tanpa campur tangan pemerintah. Sementara itu, pelaksanaan fungsi stabilisasi dilakukan melalui alokasi anggaran belanja negara untuk mendukung upaya pemeliharaan kestabilan harga, serta pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang cukup memadai. Adapun pelaksanaan fungsi distribusi diupayakan untuk menjamin terjadinya efisiensi dan keadilan dalam alokasi sumber daya melalui berbagai unsur pengeluaran negara dalam APBN untuk mengurangi kesenjangan dan pemerataan pendapatan antarwarga masyarakat (Fuad et al, 2006).


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi 1998.

2. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian historis dan deskriptif, dimana penelitian historis meliputi kegiatan penyelidikan, pemahaman, dan penjelasan variabel Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) lalu pengaruhnya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia periode 1975-2010, yang terdiri dari periode 1975-1998 (Orde baru) dan periode 1999-2010 (Pasca Krisis Ekonomi 1998). Sedangkan penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis lalu disajikan dalam bentuk tabel, diagram, grafik, maupun gambar (Kuncoro, 2009).

3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang bersumber dari

Asian Development Bank (ADB) – Key Indicators of Developing Asian and Pacific Countries, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia yang telah dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data, yaitu


(55)

waktu pada suatu variabel tertentu selama tahun 1975 sampai dengan tahun 2010 (36 tahun) (Kuncoro, 2009).

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) baik melalui buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan laporan-laporan penelitian, serta pengumpulan data sekunder untuk diuji hipotesis (Kuncoro, 2009).

5. Metode Analisis dan Pengolahan Data 5.1. Metode Analisis Data

Beberapa permasalahan ekonomi mempunyai aspek multidimensional sehingga investigasi dengan satu variabel (univariate analysis) atau dua variabel

(bivariate analysis) tidak mampu menganalisis aspek tersebut. Oleh karena itu

penelitian ini memanfaatkan analisis multivariat (multivariate analysis) untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi multidimensional (Kuncoro, 2009).

Analisis multivariat merupakan analisis di mana masalah yang diteliti bersifat multidimensional dan menggunakan tiga atau lebih variabel. Metode ini mampu menganalisa pengaruh lebih dari satu variabel secara bersamaan.

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat regresi linier berganda (multiple regression analysis) melalui metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode Kuadrat Terkecil Biasa, yang pertama sekali diperkenalkan oleh Carl

Friedrich Gauss (Jerman) yang intinya adalah mengestimasi suatu garis regresi

dengan jalan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut (Kuncoro, 2009).


(56)

Fungsi regresi Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia dalam penelitian ini dibentuk dalam model logaritma (logarithms) (Brooks, 2008):

Log Y = b

0

+ Log b

1

X

1

+ Log b

2

X

2

+ e

Dimana:

• Y = Produk Domestik Bruto (PDB)

• X1 = Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) • X2 = Pengeluaran Pemerintah (PP)

• b0 = Konstanta (intercept)

• b1, b2 = Penaksir/koefisien regresi parsial • e = Faktor residu (error term)

Hipotesis yang bisa diajukan berdasarkan teori ekonomi adalah:

artinya, jika X1 (PMAL) meningkat 1%, maka Y (PDB) akan

mengalami kenaikan 1%, ceteris paribus.

artinya, jika X2 (PP) meningkat 1%, maka Y (Produk Domestik Bruto)

akan mengalami kenaikan 1%, ceteris paribus.

5.2. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan program komputer EViews 6 dalam meregresikan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP) di Indonesia, dan juga dalam pengujian hipotesis (hypothesis testing), ketepatan kriteria (goodness

of fit), serta pengujian asumsi klasik. Penulis juga menggunakan program Microsoft Word 2007 dalam penulisan skripsi, termasuk dalam pembuatan tabel


(57)

t-statistik =

bi – B*i se (bi)

6. Pengujian Hipotesis (Hypothesis Testing) dan Ketepatan Kriteria (Goodness of Fit)

Suatu perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Hipotesa Nol (H0) ditolak, Hipotesa Alternatif (Ha) diterima). Sebaliknya, disebut tidak signfikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima. Dalam analisa regresi terdapat 3 jenis kriteria ketepatan (goodness of fit): (1) uji statistik t, (2) uji statistik F; dan (3) koefisien determinasi (R2) (Kuncoro, 2009).

6.1. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut (Kuncoro, 2009):

H0 : bi = 0, artinya suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Ha : bi ≠ 0, artinya suatu variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik t. Statistik t dihitung dari formula sebagai berikut:

Dimana:

• bi = penaksir/ koefisien regresi parsial • B*i = Nilai yang dihipotesiskan


(58)

F-statistik =

R2 / k – 1 1 – R2 / n – k

Kriteria yang digunakan dalam menentukan signifikan atau tidaknya suatu variabel independen dalam penelitian adalah sebagai berikut:

- H0 diterima apabila t-statistik < Nilai t-kritis (α), maka variabel independen

tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

- Ha diterima apabila t-statistik > Nilai t-kritis (α), maka variabel independen signifikan mempengaruhi variabel dependen.

Dengan menggunakan Eviews 6 dapat juga ditentukan kriteria pengujian sebagai berikut:

- H0

- Ha diterima apabila Nilai Probabilitas < α, maka variabel independen

signifikan mempengaruhi variabel dependen.

diterima apabila Nilai Probabilitas > α, maka variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

6.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut (Kuncoro, 2009) :

H0 : b1 = b2 = 0, artinya suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik F. statistik F dihitung dari formula sebagai berikut:


(59)

∑ e2i

R2 = 1 –

∑ y2i Dimana:

- R2 = Koefisien determinasi (coefficient of determination) - 1 – R2 = Koefisien pengasingan (coefficient of alienation) - k = Jumlah variabel bebas dan intercept

- n = Jumlah observasi

Kriteria yang digunakan dalam menentukan signifikan atau tidaknya suatu variabel independen dalam penelitian adalah sebagai berikut:

- H0 diterima apabila F-statistik < Nilai F-kritis (α), maka semua variabel

independen secara serentak tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

- Ha diterima apabila F-statistik > Nilai F-kritis (α), maka semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.

Dengan menggunakan Eviews 6 dapat juga ditentukan kriteria pengujian sebagai berikut:

- H0

- Ha diterima apabila Nilai Probabilitas F-statistik < α, maka variabel

independen signifikan mempengaruhi variabel dependen.

diterima apabila Nilai Probabilitas F-statistik > α, maka variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

6.3. Koefisien Determinasi Berganda (R2)

Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Formula menghitung koefisien determinasi adalah (Kuncoro, 2009):


(1)

Lampiran 3.1

Hasil estimasi regresi, uji signifikansi t & F, R

2

Periode 1999-2010

(Pasca Krisis Ekonomi 1998)

Dependent Variable: LPDB Method: Least Squares Date: 02/08/11 Time: 11:35 Sample: 1999 2010

Included observations: 12

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.519946 0.226919 6.698197 0.0001 LPMAL 0.090666 0.062846 1.442674 0.1830 LPP 0.995023 0.059529 16.71492 0.0000

R-squared 0.974234 Mean dependent var 5.665110 Adjusted R-squared 0.968508 S.D. dependent var 0.507092 S.E. of regression 0.089988 Akaike info criterion -1.765968 Sum squared resid 0.072880 Schwarz criterion -1.644742 Log likelihood 13.59581 Hannan-Quinn criter. -1.810851

F-statistic 170.1501 Durbin-Watson stat 2.323634


(2)

Hasil pengujian normalitas Periode 1999-2010 (Pasca Krisis Ekonomi 1998)

0 1 2 3 4 5

-0.15 -0.10 -0.05 -0.00 0.05 0.10 0.15

Series: Residuals Sample 1999 2010 Observations 12 Mean 2.92e-16 Median -0.010538 Maximum 0.141118 Minimum -0.137629 Std. Dev. 0.081397 Skewness 0.309277 Kurtosis 2.558483 Jarque-Bera 0.288774 Probability 0.865553


(3)

Hasil pengujian kolinearitas ganda Periode 1999-2010

(Pasca Krisis Ekonomi 1998)

1. Variabel PMAL

Dependent Variable: LPP Method: Least Squares Date: 02/08/11 Time: 11:41 Sample: 1999 2010

Included observations: 12

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.292005 0.607724 5.416941 0.0003

LPMAL 0.370471 0.312616 1.185069 0.2634

R-squared 0.123145 Mean dependent var 3.993388 Adjusted R-squared 0.035459 S.D. dependent var 0.486737 S.E. of regression 0.478029 Akaike info criterion 1.512722 Sum squared resid 2.285120 Schwarz criterion 1.593540 Log likelihood -7.076335 Hannan-Quinn criter. 1.482801

F-statistic 1.404388 Durbin-Watson stat 0.388448

Prob(F-statistic) 0.263388

2. Variabel PP

Dependent Variable: LPMAL Method: Least Squares Date: 02/08/11 Time: 11:40 Sample: 1999 2010

Included observations: 12

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.565816 1.127706 0.501741 0.6267

LPP 0.332400 0.280490 1.185069 0.2634

R-squared 0.123145 Mean dependent var 1.893218 Adjusted R-squared 0.035459 S.D. dependent var 0.461049 S.E. of regression 0.452801 Akaike info criterion 1.404286 Sum squared resid 2.050291 Schwarz criterion 1.485103 Log likelihood -6.425714 Hannan-Quinn criter. 1.374364

F-statistic 1.404388 Durbin-Watson stat 1.788792


(4)

Hasil pengujian heteroskedastisitas Periode 1999-2010

(Pasca Krisis Ekonomi 1998)

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic

7.397320 Prob. F(5,6)

0.0151

Obs*R-squared

10.32506 Prob. Chi-Square(5)

0.0665

Scaled explained SS 4.525713 Prob. Chi-Square(5)

0.4765

Lampiran 3.5

Hasil pengujian otokorelasi Periode 1999-2010 (Pasca Krisis Ekonomi 1998)

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic

1.162730 Prob. F(8,1)

0.6191


(5)

Perkembangan PDB, PMAL dan PP di Indonesia 1975-2010 (Milyar US $)

Tahun

PDB

PMAL

PP

1975 30.46 0.48 6.58

1976 37.27 0.34 8.87

1977 45.81 0.24 9.72

1978 51.46 0.28 11.99

1979 51.4 0.23 12.96

1980 72.48 0.18 18.69

1981 92.01 0.13 19.27

1982 94.52 0.23 21.72

1983 85.39 0.29 20.14

1984 87.61 0.22 22.25

1985 87.31 0.31 20.54

1986 80.03 0.26 15.09

1987 75.92 0.39 15.29

1988 88.77 0.58 15.68

1989 101.49 0.68 17.62

1990 114.41 1.09 22.43

1991 128.19 1.48 22.24

1992 139.11 1.94 25.64

1993 158.01 5.65 27.71

1994 176.87 3.77 28.97

1995 202.1 6.7 29.67

1996 227.4 5.59 35.11

1997 215.78 4.53 37.57

1998 95.44 4.87 17.24

1999 140 8.23 29.52

2000 165.02 9.88 26.11

2001 164.14 3.51 33.29

2002 195.66 3.09 40.52

2003 234.78 5.45 43.98

2004 256.83 4.6 47.79

2005 286.96 8.91 52.51

2006 364.47 5.98 73.14

2007 432.26 8.54 82.89

2008 514.75 9.32 102.48

2009 539.34 5.3 90.06

2010 642.30 14.8 100.95


(6)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

: Bonataon Maruli Timothy Vincent Simandjorang

NIM

: 070501040

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Fakultas

: Ekonomi

Skripsi ini adalah benar karya tulis saya dengan judul “Analisis Pengaruh

Penanaman Modal Asing Langsung (PMAL) dan Pengeluaran Pemerintah (PP)

terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi

1998” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk

dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, 23 Februari 2011

Yang membuat pernyataan,

Bonataon Maruli Timothy Vincent Simandjorang

NIM: 070501040