Defisit Anggaran Dalam Rangka Menstimulasi Perekonomian Indonesia

tetapi pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp. 24,7 triliun, meskipun kemudian pada tahun 2010 turun menjadi Rp. 21,1 triliun Nota Keuangan APBN 2011. Gbr. 4.18: Perkembangan Pengeluaran Pemerintah untuk Transfer Ke Daerah Triliun Rupiah Sumber: Diolah oleh penulis dari Nota Keuangan APBN 2001-2011

3.3. Defisit Anggaran Dalam Rangka Menstimulasi Perekonomian Indonesia

Sejalan dengan langkah-langkah konsolidasi fiskal dan penyehatan APBN untuk menjaga kesinambungan fiskal fiscal sustainability dilakukan upaya- upaya untuk mengurangi secara bertahap defisit anggaran pasca krisis ekonomi. Hal ini tercermin dari rasio defisit APBN terhadap PDB pada tahun 2000-2005 berada pada tingkat yang relatif stabil pada kisaran 1,6 terhadap PDB sampai 2,8 terhadap PDB. Pada tahun 2000 defisit anggaran berada pada tingkatan 1,6 terhadap PDB Rp. 16,1 triliun, walaupun pada tahun 2001 mengalami peningkatan menjadi 2,4 terhadap PDB Rp. 40,5 triliun akan tetapi pada tahun 2002 bisa dikurangi menjadi 1,5 terhadap PDB Rp. 27,9 triliun. Rasio defisit anggaran terhadap PDB terus menunjukkan penurunan, yaitu dari 1,5 persen pada tahun 2002 menjadi 1,3 persen 2004. Defisit anggaran tahun 2005 sebesar Rp. 14,4 triliun 0,5 persen terhadap PDB. Keberhasilan dalam upaya pengendalian defisit anggaran tersebut, benar-benar sangat membantu mengurangi tekanan terhadap kebutuhan pembiayaan anggaran selama kurun waktu tersebut Nota Keuangan APBN 2005. Sepanjang tahun 2001-2005, kebijakan defisit anggaran diarahkan untuk konsolidasi fiskal melalui upaya peningkatan pendapatan negara dan hibah dan disertai dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara. Defisit anggaran berhasil ditekan dari 2,4 persen terhadap PDB pada tahun 2001 menjadi 0,5 persen terhadap PDB pada tahun 2005. Tahun 2006 defisit anggaran mencapai Rp. 25,6 triliun 0,9 persen terhadap PDB. Peningkatan defisit anggaran dalam tahun 2006 tersebut terjadi terutama karena bertambahnya beban belanja negara, antara lain sebagai akibat adanya luncuran DIPA tahun 2005, naiknya beban subsidi BBM berkenaan dengan perubahan asumsi harga minyak dan subsidi listrik akibat pembatalan kenaikan TDL, serta diperlukannya tambahan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi DIY dan Jawa Tengah pasca bencana gempa bumi, serta bantuan langsung tunai BLT. Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan defisit anggaran tahun 2005 sebesar Rp. 14,4 triliun 0,5 persen terhadap PDB, maka defisit anggaran tahun 2006 mengalami peningkatan Rp. 25,6 triliun atau 177,5 persen Nota Keuangan APBN 2006. Tahun 2007 terdapat defisit anggaran yang mencapai Rp. 40,5 triliun, atau 1,6 persen terhadap PDB. Hal ini mencerminkan adanya keseimbangan antara langkah-langkah konsolidasi fiskal dengan upaya pemberian stimulus untuk memacu pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja, dan penurunan kemiskinan Nota Keuangan APBN 2007. Sejak tahun 2006, rasio defisit anggaran terhadap PDB meningkat dari 0,9 persen terhadap PDB pada tahun 2006 menjadi 1,6 persen terhadap PDB pada tahun 2007, karena kebijakan pemerintah untuk memberikan stimulus fiskal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, peningkatan rasio defisit terhadap PDB tetap memperhatikan ketentuan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3,0 persen terhadap PDB tahun bersangkutan Nota Keuangan APBN 2008. Sebagai salah satu instrumen utama kebijakan countercyclical, kebijakan ekspansi fiskal yang diambil oleh berbagai negara di dunia dalam mengatasi dampak krisis keuangan global, antara lain melalui pemberian stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan melakukan konsolidasi fiskal melalui efisiensi jenis belanja tertentu untuk mengurangi tekanan fiskal, dinilai cukup efektif dalam memperpendek lamanya krisis ekonomi. Sebagaimana dilakukan oleh banyak negara di dunia, kebijakan pemberian stimulus fiskal bagi perekonomian juga dilakukan oleh Indonesia, sebagai respon dalam menyelamatkan perekonomian nasional, dan sekaligus meminimalisasi dampak krisis ekonomi dan keuangan global, terutama terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini dilakukan dengan menerapkan kebijakan anggaran defisit yang dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun realisasi defisit tahun 2008 dan 2009 lebih rendah dari yang ditargetkan, yaitu hanya sebesar 0,1 persen dan 1,6 persen terhadap PDB. Hal ini terutama disebabkan oleh beberapa komponen pendapatan negara yang diperkirakan akan mengalami penurunan akibat krisis global justru menunjukan peningkatan, sehingga melampaui target, sementara di sisi belanja negara, beberapa pos pengeluaran tidak dapat diserap seluruhnya sebagaimana yang dianggarkan Nota Keuangan APBN, 2010. Tahun 2010, defisit anggaran meningkat menjadi Rp. 133,7 triliun 2,1 persen dari PDB. Kenaikan defisit anggaran berkaitan dengan beberapa faktor, diantaranya : 1 naiknya harga minyak dunia, yang menyebabkan meningkatnya beban subsidi energi yang harus ditanggung oleh pemerintah, serta naiknya dana bagi hasil migas yang harus ditransfer ke daerah; 2 meningkatnya kebutuhan dana investasi pemerintah, penyertaan modal negara, dan dana bergulir pengadaan tanah untuk jalan tol BPJT; 3 dibentuknya dana pengembangan pendidikan nasional; serta 4 adanya pemberian pinjaman kepada PT PLN Persero dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan. Sejalan dengan kebijakan ekspansi fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi pro-growth, perluasan kesempatan kerja pro-jobs, pengentasan kemiskinan pro-poor, dan pembangunan yang ramah lingkungan pro- environment yang kini disebut dengan quadruple track strategy, dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal fiscal sustainability, maka dalam tahun 2011, APBN direncanakan mengalami defisit sebesar Rp. 124,7 triliun, atau sekitar 1,8 persen terhadap PDB Nota Keuangan APBN 2011. Kebijakan defisit anggaran dalam APBN tahun 2011 selain ditujukan untuk mendukung ekspansi fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, di tengah situasi perekonomian global yang tengah dalam proses pemulihan, dan sekaligus juga untuk menjaga kesinambungan fiskal. Pengalaman mengajarkan, bahwa ekspansi fiskal yang besar yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, yang dibiayai dengan utang, telah mengakibatkan beberapa negara Eropa, seperti Portugal, Irlandia, Yunani, dan Spanyol mengalami krisis utang dan defisit fiskal yang berat. Dunia bahkan mencemaskan krisis utang dan fiskal yang terjadi di sebagian kawasan Eropa tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan baru yang dapat mengganggu proses pemulihan perekonomian global yang tengah berlangsung Nota Keuangan APBN 2011. Gbr. 4.19: Perkembangan Defisit Anggaran Pemerintah Pasca Krisis Ekonomi 1998 terhadap PDB Sumber: Diolah oleh penulis dari Nota Keuangan APBN 2000-2011

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Estimasi Persamaan Regresi

Berdasarkan hasil estimasi dengan menggunakan EViews 6 dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

1.1. Periode 1975-2010 Berdasarkan lampiran 1.1 diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:

PDB = 1,800 + 0,089 PMAL + 0,937 PP + e

1.2. Periode 1975-1998 Orde Baru Berdasarkan lampiran 2.1 diperoleh hasil estimasi sebagai berikut:

PDB = 1,609 + 0,103 PMAL + 1,011 PP + e 1.3. Periode 1999-2010 Pasca Krisis Ekonomi 1998 Berdasarkan lampiran 3.1 diperoleh hasil estimasi sebagai berikut: PDB = 1,520 + 0,091 PMAL + 0,995 PP + e

2. Interpretasi Hasil Persamaan Regresi

Berdasarkan hasil regresi linier berganda di atas maka dapat diinterpretasikan konstanta b dan koefisien-koefisien regresi b PMAL dan b PP , serta variabel-variabel independennya PMAL dan PP sebagai berikut: 2.1. KonstantaIntercept b 2.1.1. Periode 1975-2010 Nilai PDB = b = 1,800; Jika PMAL = PP = 0.