Kesimpulan Saran KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil Uji Chow Test Redundant Fixed Effects Tests Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 6.084265 12,18 0.0003 Cross-section Chi-square 63.203816 12 0.0000 Random Effect Dependent Variable: LOGSKUL_SMP01 Method: Panel EGLS Cross-section random effects Sample: 2008 2010 Periods included: 3 Cross-sections included: 13 Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGJ_RIIL_DIKDAS 0.055302 0.046982 1.177076 0.2484 LOGBOS_SMP 0.563155 0.066182 8.509154 0.0000 KRT_ATASSD 0.001640 0.005780 0.283738 0.7786 LOGPDRBKAP 0.195464 0.149997 1.303114 0.2024 ART_5 0.000805 0.002848 0.282592 0.7794 LOGR_MG_SMP 0.632987 0.124019 5.103955 0.0000 LOGR_MS_SMP -0.358945 0.134785 -2.663095 0.0123 P0 -0.006877 0.017212 -0.399552 0.6923 C -5.030269 1.660941 -3.028566 0.0050 Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 0.111737 0.4857 Idiosyncratic random 0.114977 0.5143 Weighted Statistics R-squared 0.662803 Mean dependent var 4.517950 Adjusted R-squared 0.572884 S.D. dependent var 0.305113 S.E. of regression 0.199404 Sum squared resid 1.192861 F-statistic 7.371092 Durbin-Watson stat 1.842409 ProbF-statistic 0.000022 Unweighted Statistics R-squared 0.807228 Mean dependent var 8.845650 Sum squared resid 2.321535 Durbin-Watson stat 0.946674 Hasil Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 68.233974 8 0.0000 Fixed Efect Model setelah diberi pelakuan cross section effect yang terpilih Dependent Variable: LOGSKUL_SMP01 Method: Panel EGLS Cross-section weights Sample: 2008 2010 Periods included: 3 Cross-sections included: 13 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGJ_RIIL_DIKDAS 0.054947 0.030313 1.812671 0.0866 LOGBOS_SMP 0.451934 0.080745 5.597051 0.0000 KRT_ATASSD 0.032103 0.006524 4.920347 0.0001 LOGPDRBKAP -4.700662 0.988034 -4.757592 0.0002 ART_5 0.020734 0.004589 4.517852 0.0003 LOGR_MG_SMP 0.182066 0.061723 2.949752 0.0086 LOGR_MS_SMP -0.292969 0.135211 -2.166761 0.0439 P0 -0.014387 0.038680 -0.371951 0.7143 C 4.940527 1.258657 3.925237 0.0010 Effects Specification Cross-section fixed dummy variables Weighted Statistics R-squared 0.993656 Mean dependent var 16.54561 Adjusted R-squared 0.986607 S.D. dependent var 11.68325 S.E. of regression 0.106896 Sum squared resid 0.205680 F-statistic 140.9676 Durbin-Watson stat 2.796701 ProbF-statistic 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.979512 Mean dependent var 8.845650 Sum squared resid 0.246732 Durbin-Watson stat 2.341558 Lampiran 3 Hasil Logit untuk Model Usia SD Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value putus sekolah masih sekolah 1 Categorical Variables Codings Frequency Parameter coding 1 2 lapangan usaha KRT sektor primer 1830 1.000 .000 sektor sekunder 434 .000 1.000 sektor tersier 1199 .000 .000 pendidikan KRT SD Sederajat 1615 1.000 .000 SMP sederajat 699 .000 1.000 SMU sederajat dan diatasnya 1149 .000 .000 Jenis Kelamin perempuan 1659 1.000 laki-laki 1804 .000 klasifikasi perdesaan 2142 1.000 perkotaan 1321 .000 Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 1203.773 8 .000 Block 1203.773 8 .000 Model 1203.773 8 .000 Classification Table a Observed Predicted masih sekolah Percentage Correct putus sekolah masih sekolah masih sekolah putus sekolah 2689 .0 masih sekolah 244532 100.0 Overall Percentage 98.9 Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. ExpB Step 1 a Perdesaan1 .160 .046 12.022 1 .001 1.173 Perempuan1 1.053 .046 531.267 1 .000 2.867 expcap_1 .015 .001 134.179 1 .000 1.015 JART .101 .015 45.673 1 .000 1.106 didik_KRT 261.066 2 .000 didik_KRT1 -.144 .046 9.826 1 .002 .866 didik_KRT2 1.082 .079 188.735 1 .000 2.951 lap_us_KRT 5.322 2 .070 lap_us_KRT1 .116 .051 5.123 1 .024 1.123 lap_us_KRT2 .079 .061 1.689 1 .194 1.083 Lampiran 4 Hasil Logit untuk Model Usia SMP Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value putus sekolah masih sekolah 1 Categorical Variables Codings Frequency Parameter coding 1 2 lapangan usaha KRT sektor primer 844 1.000 .000 sektor sekunder 197 .000 1.000 sektor tersier 538 .000 .000 pendidikan KRT SD Sederajat 804 1.000 .000 SMP sederajat 319 .000 1.000 SMU sederajat dan diatasnya 456 .000 .000 Jenis Kelamin perempuan 766 1.000 laki-laki 813 .000 klasifikasi perdesaan 978 1.000 perkotaan 601 .000 Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 6528.186 8 .000 Block 6528.186 8 .000 Model 6528.186 8 .000 Classification Table a Observed Predicted masih sekolah Percentage Correct putus sekolah masih sekolah Step 1 masih sekolah putus sekolah 11447 .0 masih sekolah 61 99638 99.9 Overall Percentage 89.6 Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. ExpB Step 1 a Desa_kota1 .543 .024 510.325 1 .000 1.722 Jenkel1 .736 .022 1.160E3 1 .000 2.087 expcap_1 .008 .001 191.306 1 .000 1.008 JART -.104 .006 256.143 1 .000 .901 didik_KRT 2.743E3 2 .000 didik_KRT1 -1.487 .032 2.104E3 1 .000 .226 didik_KRT2 -.505 .038 173.328 1 .000 .603 lap_us_KRT 427.373 2 .000 lap_us_KRT1 -.124 .027 20.701 1 .000 .884 lap_us_KRT2 .610 .037 266.784 1 .000 1.840 Constant 2.693 .060 2.032E3 1 .000 14.782 a. Variables entered on step 1: Desa_kota, Jenkel, expcap_1, JART, didik_KRT, lap_us_KRT. Lampiran 5 Bencana Alam Tahun 2008 KabupatenKota Bencana Tanah Longsor Bencana Banjir Bencana Banjir Bandang Bencana Gempa Bumi Bencana Gelombang Pasang Laut Bencana Angin Puyuh Bencana Gunung Meletus Bencana Kebakaran Hutan Bolaang Mongondow 40 147 31 12 17 19 3 Minahasa 39 34 7 32 2 34 24 2 Kep.Sangihe 37 27 6 2 28 10 2 Kep. Talaud 15 12 42 33 7 Minahasa Selatan 49 24 8 39 9 31 22 1 Minahasa Utara 9 2 6 3 4 6 Bolaang Mongondow Utara 2 29 4 4 Kep. Sitaro 6 3 8 7 10 4 Minahasa Tenggara 44 29 5 17 6 2 28 2 Manado 42 47 7 30 3 4 Bitung 16 18 1 13 2 2 Tomohon 4 3 Kotamobagu Total 303 375 74 186 122 129 78 12 Sumber:PODES, 2008 Lampiran 6 Jarak Sekolah SD Terdekat dari Desa yang Tidak Memiliki Sekolah SD KabupatenKota 0-1 1,1-2 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5 Jumlah Desa Bolaang Mongondow 13 1 2 1 1 1 19 Minahasa 8 1 1 1 2 13 Kep.Sangihe 5 1 6 Kep. Talaud 40 2 1 2 45 Minahasa Selatan 3 1 1 5 Minahasa Utara 1 2 1 4 Bolaang Mongondow Utara 7 1 8 Kep. Sitaro 4 4 Minahasa Tenggara 4 2 1 7 Manado 2 2 Bitung 6 2 1 9 Tomohon 2 2 Kotamobagu Total 95 12 5 3 8 1 124 Lampiran 7 Jarak Sekolah SMP Terdekat dari Desa yang Tidak Memiliki Sekolah SMP KabupatenKota 0-2 2,1-4 4,1-6 6,1-8 8,1-10 10 Jumlah Desa Bolaang Mongondow 85 41 20 7 11 11 175 Minahasa 70 31 10 5 2 2 120 Kep.Sangihe 38 28 24 3 2 4 99 Kep. Talaud 56 37 11 2 4 3 113 Minahasa Selatan 47 13 9 5 5 1 80 Minahasa Utara 32 15 6 1 1 3 58 Bolaang Mongondow Utara 34 15 4 2 5 60 Kep. Sitaro 32 20 6 1 1 60 Minahasa Tenggara 32 6 2 3 4 47 Manado 20 6 2 28 Bitung 22 9 4 2 3 1 41 Tomohon 15 3 18 Kotamobagu 21 21 Total 504 224 98 28 31 35 920 Lampiran 8 Perbandingan Angka Putus Sekolah SD tahun 2008-2010 KabupatenKota 2008 2009 2010 Perbandingan 2008 dan 2009 Perbandingan 2009 dan 2010 Bolaang Mongondow 2 3 2 memburuk membaik Minahasa 2 1 1 membaik tetap Kep.Sangihe 3 3 3 tetap tetap Kep. Talaud 1 1 1 tetap tetap Minahasa Selatan 2 3 1 memburuk membaik Minahasa Utara 2 1 1 membaik tetap Bolaang Mongondow Utara 1 2 3 memburuk memburuk Kep. Sitaro 2 1 1 membaik membaik Minahasa Tenggara 1 1 1 tetap tetap Manado 1 3 3 memburuk tetap Bitung 2 1 1 membaik tetap Tomohon 2 1 1 membaik tetap Kotamobagu 3 2 3 membaik memburuk Keterangan: 1 : Putus sekolah dibawah rata-rata 1,80 persen 2 : Rata-rata putus sekolah 1,80-1,708 persen 3 : Putus sekolah diatas rata-rata 1,708 persen Lampiran 9 Perbandingan Angka Putus Sekolah SMP tahun 2008-2010 KabupatenKota 2008 2009 2010 Perubahan 2008 ke 2009 Perubahan 2009 ke 2010 Bolaang Mongondow 3 3 3 tetap tetap Minahasa 1 3 1 memburuk membaik Kep.Sangihe 3 2 3 membaik memburuk Kep. Talaud 1 1 1 tetap tetap Minahasa Selatan 3 2 1 membaik membaik Minahasa Utara 1 1 2 tetap memburuk Bolaang Mongondow Utara 3 1 1 membaik tetap Kep. Sitaro 2 1 1 membaik tetap Minahasa Tenggara 2 2 1 tetap membaik Manado 1 1 2 tetap memburuk Bitung 2 2 2 tetap tetap Tomohon 1 1 1 tetap tetap Kotamobagu 2 1 1 membaik tetap Keterangan: 1 : Putus sekolah dibawah rata-rata 9,23 persen 2 : Rata-rata putus sekolah 9,23-14,78 persen 3 : Putus sekolah diatas rata-rata 14,78 persen ABSTRACT IRENA LISTIANAWATI. Determinants of Primary education in North Sulawesi. Under direction of SRI MULATSIH and ALLA ASMARA Education is a basic human need and a key factor in development. Basic education achievement has become the world consensus, stated as a target in the Millenium Development Goals MDGs. The goal of basic education achievement is the second target after poverty management target. Indonesia targeted all chidren age 7-15 years old participate the 9 years basic education in 2015. Human Development Index HDI in North Sulawesi Province was 76,09 in 2010 or in the second rank from all province in Indonesia, but the school participation rate for elementary school and junior high school was lower compared to five provinces with the highest HDI. The objective of this study is to analize factors that determine the basic education in North Sulawesi. Education Production Function approach with panel data regression analysis was used to analyze the policy variables such as the government expenditure for basic education program and School operational fund Bantuan operasional sekolah, socio-culture variables and access of education. Logistic regression was used to analyze the socio- economic factors that has the probability in school participation. The panel regression result show that BOS, PDRB per capita, the percentage of family having 5 or more family member, education of the head of the family, and student and school ratio are factors that determined the school participation for children age 7-12 years old. The similar variables also occur for school participation for children age 13-15 years old except for the student and school ratio. The logistic regression result found that boys have higher probability of not participate in school compared to girls. Keywords: primary education, panel data, logistic regression. RINGKASAN IRENA LISTIANAWATI. Faktor-faktor yang memengaruhi pendidikan dasar di Sulawesi Utara. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan ALLA ASMARA. Pendidikan memiliki peran utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan Todaro dan Smith, 2006. Pendidikan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan manusia. Tanpa pendidikan, suatu negara tidak akan berkembang, pembangunan manusianya terhambat dan dampak secara keseluruhan adalah pembangunan menyeluruh terhadap sebuah negara tidak akan berhasil. Pencapaian pendidikan minimal menjadi konsensus dunia yang tertuang dalam salah satu target Millenium Development Goals MDGs. Tujuan pencapaian pendidikan dasar menjadi target kedua setelah target penaggulangan kemiskinan. Dalam kasus Indonesia diharapkan semua anak pada pada usia 7-15 tahun pada tahun 2015 telah mengikuti pendidikan dasar 9 tahun. Data Badan Pusat Statistik 2010 menunjukkan rata-rata lama sekolah penduduk umur 15 tahun ke atas di Indonesia hanya mencapai 7,9 tahun, masih jauh dari target pendidikan dasar di Indonesia yaitu 9 tahun. Provinsi Sulawesi Utara dengan Indeks Pembangunan Manusia IPM Sulawesi Utara tahun 2010 sebesar 76,09 atau berperingkat kedua dari seluruh provinsi di Indonesia dalam hal partisipasi sekolah masih lebih rendah dari lima provinsi dengan IPM tterbesar. Angka putus sekolah untuk anak usia 7-12 tahun dan usia 13-15 tahun juga paling tinggi diantara 5 provinsi yang berperingkat IPM terbesar di Indonesia. Sulawesi Utara diprioritaskan menjadi gate way ke dunia Internasional melalui pelabuhan Internasional yang akan dibangun di Bitung. Proyek ini adalah pembangunan koridor ekonomi di kawasan Sulawesi-Maluku Utara yang diharapkan mampu menghilangkan kesenjangan pendapatan Indonesia bagian Timur dan Bagian Barat. Bitung juga diprioritaskan menjadi sentra industri pengolahan ikan yang mampu menembus pasar dunia. Disisi lain, ketersediaan tenaga kerja terdidik masih minim,penduduk yang berusia 10 tahun keatas masih didominasi oleh tamatan SD dan tidakbelum punya ijazah. Jangan sampai masyarakat Sulawesi Utara tidak siap dengan percepatan pembangunan yang akan berlangsung di tahun mendatang sehingga tujuan percepatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan juga sulit untuk terwujud karena kurangnya persiapan di sumber daya manusia. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini bertujuan 1 Mengkaji dinamika pendidikan dasar di Sulawesi Utara, 2 Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi pendidikan dasar di Sulawesi Utara, 3 Mengkaji hubungan faktor sosial ekonomi, demografi terhadap partisipasi anak untuk bersekolah di pendidikan dasar di Sulawesi Utara. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah Kementrian Keuangan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan sumber-sumber lainnya. Dalam penelitian ini tidak memasukkan unsur faktor kualitas mutu pendidikan dasar, dan faktor kultural di masing-masing kabupatenkota karena keterbatasan data. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif, regresi data panel dan regresi logistik. Pencapaian pendidikan dasar di Sulawesi Utara pada tahun 2008-2010 menunjukkan kenaikan namun tidak banyak, angka putus sekolah juga masih relatif tinggi untuk tingkat SMP. Pengeluaran pemerintah daerah masih terfokus pada belanja tidak langsung berupa gaji dan tunjangan pegawai dinas pendidikan. Rasio murid guru masih kurang efektif karena masih dibawah ketetapan pemerintah menyebabkan anggaran menjadi tidak efisien. Partisipasi sekolah untuk usia SD dipengaruhi oleh dana BOS SD, PDRB perkapita, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, dan rasio murid sekolah. Variabel yang tidak signifikan adalah pengeluaran riil pendidikan dasar dan kemiskinan. Partisipasi sekolah untuk usia SMP dipengaruhi oleh dana BOS SD, pengeluaran riil pendidikan dasar, PDRB perkapita, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, rasio murid guru dan rasio murid sekolah. Variabel yang tidak signifikan adalah kemiskinan. Partisipasi sekolah anak usia SD dan SMP di level rumah tangga dipengaruhi oleh letak tempat tinggal pedesaankota, jenis kelamin, pengeluaran perkapita, pendidikan kepala rumah tangga dan lapangan usaha. Kepala rumah tangga dengan lapangan usaha sektor sekunder tidak sigfikan pengaruhnya terhadap partisispasi sekolah SD. Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan adalah: 1 Dianggarkannya pengeluaran dana BOS daerah didalam APBD tiap daerah, terutama daerah dengan tingkat partisipasi rendah dan angka putus sekolahnya diatas rata-rata. 2 Pemerintah masih dapat menaikkan partisipasi sekolah tanpa harus menaikkan jumlah guru SD dan SMP sehingga tidak membebani anggaran. Anggaran dapat dialokasikan untuk mempermudah akses menuju sekolah seperti menyediakan bis sekolah, perahu sekolah secara gratis. Sehingga biaya trasportasi dapat berkurang. 3 Program dana BOS dilanjutkan karena efektif menaikkan partisipasi sekolah. Pemberian dana BOS tidak disamakan antar daerah karena biaya operasional setiap daerah berbeda. Faktor yang dapat dipertimbangkan adalah jarak dan letak daerah tersebut selain faktor banyaknya siswa di sekolah tersebut. 4 Selain target pertumbuhan ekonomi, perlu diperhatikan pemerataan pendapatan terhadap penduduk di Sulawesi Utara. 5 Dugaan adanya faktor sosial budaya di Sulawesi Utara ikut memengaruhi partisipasi sekolah SD dan SMP, sehingga diperlukan pendekatan kepada masyarakat agar tetap menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan dasar. Kata Kunci: pendidikan dasar, regresi panel, regresi logistik

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan manusia. Permasalahan pendidikan hampir dimiliki oleh seluruh negara berkembang. Tanpa pendidikan suatu negara tidak akan berkembang, pembangunan manusianya terhambat dan dampak secara keseluruhan adalah pembangunan menyeluruh terhadap sebuah negara tidak akan berhasil. Kualitas pendidikan yang rendah merupakan masalah endemik di kebanyakan negara berkembang. Pencapaian pendidikan dasar menjadi konsensus dunia yang tertuang dalam salah satu target Millenium Development Goals MDGs. Kepedulian dunia diwujudkan dengan diselenggarakannya Deklarasi Millenium Millenium Declaration pada bulan September 2000 yang diikuti oleh 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia. Deklarasi tersebut menyepakati 8 tujuan pembangunan millenium atau yang lebih dikenal dengan Millenium Development Goals MDGs. MDGs atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah sebuah paradigma pembangunan yang berpihak pada pemenuhan hak-hak dasar manusia dan akan menjadi landasan pembangunan di abad milenium. Arah pembangunan MDGs dikemas menjadi satu paket yang dipilah menjadi 8 tujuan yang satu sama lain saling mempengaruhi dan bermuara pada percepatan peningkatan kualitas manusia yang lebih tinggi. Delapan tujuan tersebut adalah: 1 menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; 2 mencapai pendidikan dasar untuk semua kalangan; 3 mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4 menurunkan angka kematian anak; 5 meningkatkan kesehatan ibu; 6 memerangi HIVAIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; 7 memastikan keberlanjutan lingkungan hidup; 8 membangun kemitraan global untuk pembangunan. Tujuan pencapaian pendidikan dasar menjadi target kedua setelah target menanggulangi kemiskinan. Diharapkan semua anak pada tahun 2015 telah menyelesaikan pendidikan dasar. Dalam kasus Indonesia dengan adanya wajib belajar 9 tahun menjadi kewajiban setiap anak untuk menyelesaikannya. Target yang ingin dicapai adalah semua anak di usia pendidikan dasar harus menikmati pendidikan dasar. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah RJPM 2010- 2014 disebutkan bahwa salah satu sasaran pembangunan manusia Indonesia adalah pencapaian pendidikan dasar bagi seluruh anak di Indonesia dan menurunkan kesenjangan pendidikan antar wilayah. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, menjamin hak atas “pendidikan dasar” bagi warga negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia adalah melalui peningkatan secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Data Badan Pusat Statistik 2010 menunjukkan rata-rata lama sekolah penduduk umur 15 tahun ke atas di Indonesia hanya mencapai 7,9 tahun, masih jauh dari target pendidikan dasar di Indonesia yaitu 9 tahun. Sumber : BPS diolah Gambar 1 Angka Partisipasi Sekolah APS SDsederajat dan SMPsederajat tahun 2003-2010 Angka Partisipasi Sekolah 1 APS Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP sejak tahun 2003 menunjukkan kenaikan, APS untuk usia 7-12 tahun usia SD di Indonesia adalah 96,42 persen, sampai tahun 2010 naik menjadi 98 persen. Artinya masih ada 2 persen anak Indonesia usia SD yang belum bersekolah. Sedangkan APS untuk usia 13-15 tahun usia SMP pada tahun 1 APS = � � �100 dimana P is :jumlah anak pada kelompok umur tertentu yang bersekolah, P i : jumlah anak pada kelompok umur tertentu. 50 60 70 80 90 100 2002 2004 2006 2008 2010 2012 pe rs e n tahun SD SMP 2003 adalah 81,01 persen dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 86,24 persen. Artinya dari 100 anak usia sekolah SMP masih ada 13 anak yang tidak bersekolah lagi. Untuk pencapaian pendidikan dasar selama 6 tahun Indonesia cukup berhasil, namun untuk pencapaian pendidikan dasar selama 9 tahun pada tahun 2015 terlihat masih jauh dari target yang diharapkan. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1 kenaikan selama kurun waktu 7 tahun tidak signifikan. Angka putus sekolah 2 untuk anak usia SMP di Indonesia masih cukup tinggi, pada tahun 2010 angka putus sekolah SMP sebesar 12,89 persen. Sedangkan untuk tingkat SD relatif kecil yaitu 0,8 persen. Ada gap yang relatif besar antara putus sekolah SD dan SMP. Angka putus sekolah dapat dilihat dari Gambar 2. Gambaran tentang angka putus sekolah juga mengindikasikan masih tertinggalnya pembangunan manusia terutama dibidang pendidikan, oleh karena itu diperlukan suatu evaluasi lebih dalam dari pemerintah apakah proses pembangunan dunia pendidikan sudah optimal atau belum. Oleh karena itu diperlukan informasi tentang campur tangan pemerintah dalam pengembangan manusia terutama dibidang pendidikan sebagai modal pembangunan ekonomi. Gambar 2 Angka Putus Sekolah Indonesia tahun 2008-2010 Sumber : BPS, 2010 2 Angka Putus Sekolah = � � �100 dimana P it : jumlah anak pada kelompok umur tertentu yang sudah tidak bersekolah putus sekolah dan P i :jumlah anak pada kelompok umur tertentu. 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 2008 2009 2010 P e rs e n Tahun 7-12 tahun 13-15 tahun Pada masa pemerintahan orde baru, pendidikan dasar yang wajib diikuti selama 6 tahun, target pada saat itu adalah pemberantasan buta huruf kepada seluruh masyarakat Indonesia. Kemajuan ekonomi dan perkembangan jaman menuntut perbaikan dari sisi pendidikan agar sumber daya manusia di Indonesia dapat mengikuti kemajuan ekonomi dan ikut serta dalam pembangunan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat menggunakan teknologi yang ada. Selain itu kemampuan dalam penguasaan teknologi juga menjadi dasar seseorang mendapatkan pekerjaan yang sesuai Suryadarma et al., 2008. Dengan munculnya negara-negara industri di Asia Timur, banyak penelitian mengungkapkan bahwa keberhasilan pengembangan ini didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia berpendidikan yang memadai. Sementara itu, sumber daya manusia yang berkualitas adalah output dari pembangunan pendidikan. Banyak perjanjian pembangunan internasional menyoroti peran penting pendidikan untuk mengatasi kemiskinan, kesetaraan gender dan keadilan sosial. Ini adalah alasan utama mengapa banyak negara di dunia-termasuk Indonesia telah memprioritaskan pada pendidikan pada pembangunan nasional tidak hanya sebagai bagian penting dari pembangunan manusia, tetapi juga sebagai hak dasar kemanusiaan. Semua alasan mendasar di atas telah dimasukkan bersama sebagai dasar pembangunan pendidikan di Indonesia Purwanto, 2010. Salah satu program penting pembangunan pendidikan nasional yang disebut Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Wajardikdas 9 Tahun. Ini adalah program pendidikan 9 tahun wajib ditetapkan menjadi pendidikan dasar bagi warga negara Indonesia. Program ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 dan ditargetkan untuk mencapai hasil tertentu yang diukur mulai tahun 20082009. Partisipasi sekolah merupakan indikator dasar yang digunakan untuk melihat akses pada pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah BPS, 2010. Angka APS yang lebih rendah ditingkat SMP dibandingkan di tingkat SD di Sulawesi Utara menggambarkan masih adanya anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah di SMP. Hal ini menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan sampai tahun 2010 masih belum mencapai target, target MDGs dimana sampai tahun 2015 tidak ada lagi anak yang tidak bersekolah, untuk jenjang SD sudah bisa memenuhi namun untuk jenjang SMP relatif masih jauh. Sulawesi Utara walaupun memiliki APS yang lebih tinggi dari angka nasional, namun masih terdapat gap yang cukup besar antara APS SD dan SMP Gambar 3. Gambar 3 Angka Partisipasi Sekolah SD-SMP di Sulawesi Utara 2003-2010 Selain itu angka putus sekolah Sulawesi Utara tahun 2008-2010 menunjukkan trend penurunan. Namun, angka putus sekolah SMP masih relatif besar, penurunan hanya 1 persen dalam jangka waktu 3 tahun Gambar 4. Putus sekolah SMP masih lebih besar dari SD. Target MDG‟s yaitu pada tahun 2015 semua anak usia sekolah harus bersekolah akan tidak dapat terpenuhi jika angka putus sekolah masih banyak terjadi. Gambar 4 Angka Putus Sekolah SD dan SMP di Sulawesi Utara 2008-2010 75 80 85 90 95 100 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 pe rs e n 7-12 tahun 13-15 tahun 2 4 6 8 10 12 14 2008 2009 2010 pe rs e n SMP SD Sementara itu, pendidikan merupakan salah satu komponen pembentuk IPM. Indeks Pembangunan Manusia IPM di Sulawesi Utara. Sejak tahun 2003 Sulawesi Utara berada pada peringkat kedua setelah provinsi DKI Jakarta. Namun jika membandingkan APS dari lima provinsi dengan IPM tertinggi, maka provinsi Sulawesi Utara berada paling bawah diantara kelima provinsi tersebut Tabel 1. Walaupun secara nasional APS Sulawesi Utara masih berada diatas rata-rata Indonesia namun target MDGs belum tercapai. Apalagi Sulawesi Utara diharapkan menjadi gate way ke perdagangan internasional melalui program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI. Tabel 1 APS Provinsi Berperingkat IPM Tertinggi Tahun 2008-2010 persen Tahun DKI Jakarta Sulawesi Utara R i a u Dista Yogyakarta Kalimantan Timur SDMIPaket A 2008 98,82 97,87 98,36 99,62 98,35 2009 99,06 97,82 98,55 99,65 98,42 2010 99,16 98,3 98,75 99,69 98,68 SMP MTs Paket B 2008 90,53 88,46 91,83 92,91 90,78 2009 90,75 88,4 91,58 93,42 91,55 2010 91,45 89,06 92,09 94,02 92,49 IPM 2010 77,6 76,09 76,07 75,77 75,56 Angka Putus Sekolah 2010 8,31 10,48 7,13 5,98 6,95 Sumber : BPS diolah Dalam master plan MP3EI di Sulawesi Utara akan dibangun Kawasan Ekonomi Khusus dan pelabuhan internasional di Sulawesi Utara tepatnya di kota Bitung. Bitung diprioritaskan menjadi sentra industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia bagian timur yang mampu masuk ke pasar internasional. Dengan adanya pembangunan infrastruktur yang diharapkan akan menaikkan perekonomian Sulawesi Utara pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, oleh karena itu dibutuhkan sumber daya manusia yang berpendidikan dan mempunyai skill yang bisa masuk ke sektor industri dan mampu bersaing dengan dengan tenaga kerja lainnya. Selain itu Sulawesi Utara memiliki salah satu kabupaten yaitu kabupaten Kepulauan Talaud dan kabupaten Sangihe yang berbatasan laut dengan negara Philipina. Daerah perbatasan menjadi tempat strategis setiap negara untuk mempertahankan kedaulatannya. Sehingga pembangunan manusia seharusnya diperkuat dengan menaikkan kuantitas dan kualitas pendidikan.

1.2 Perumusan Masalah

Tingkat pendidikan penduduk di Sulawesi Utara masih didominasi tamatan SDMIPaket A dan yang tidakbelum punya ijazah Tabel 2. Tingginya proporsi penduduk yang berpendidikan rendah menunjukkan masih kurangnya persiapan terhadap sumber daya manusia yang nantinya akan menjadi pelaku ekonomi, faktor produksi bagi industri-industri yang akan dibangun. Rencana jangka panjang pemerintah mempercepat pembangunan ekonomi di kawasan timur Indonesia khususnya Sulawesi Utara melalui MP3EI membutuhkan tenaga kerja yang mampu masuk dan dianggap mampu bekerja di lapangan usaha. Jika masyarakat Sulawesi Utara tidak siap dengan percepatan pembangunan yang akan berlangsung di tahun mendatang maka tujuan percepatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan juga sulit untuk terwujud karena kurangnya persiapan di sumber daya manusia. Tabel 2 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun Keatas Berdasarkan Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2010 Pendidikan yang ditamatkan Persentase TidakBelum punya ijazah 20,78 SDMIPaket A 27,31 SLTPMTsPaket B 19,34 SMUMAPaket C 19,98 SMK 5,71 Diploma III 0,83 DIIISarjana Muda 1,16 DIVS1 keatas 4,88 Sumber: Statistik Kesra Sulawesi Utara Tahun 2011 diolah Sejak desentralisasi fiskal telah terjadi proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah. Distribusi anggaran tersebut untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan Sobari, 2011. Dengan adanya desentralisasi kewenangan dan manajemen keuangan yang ditangani langsung oleh daerah, diharapkan masalah di sektor pendidikan juga dapat diatasi. Daerah lebih leluasa untuk mengatur kebijakan di sektor pendidikan tanpa harus bergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat. Namun, desentralisasi keuangan yang telah dilakukan sejak tahun 2001 menunjukkan masih terjadi ketimpangan pencapaian pendidikan dasar di Indonesia. Dana Alokasi Khusus untuk sektor pendidikan belum menjadi prioritas alokasi anggaran. Tidak adanya standar dalam alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD untuk sektor pendidikan di setiap kabupatenkota di Indonesia sebagai salah satu penyebab tidak meratanya pencapaian pendidikan dasar Suryadarma et al. 2005. Hal ini menjadi suatu kenyataan yang ironis karena daerah belum memahami esensi pendidikan dasar terhadap pembangunan di daerah. Provinsi Sulawesi Utara merupakan provinsi yang cukup mengalami perkembangan di era otonomi daerah. Sebelum era otonomi daerah, Sulawesi Utara hanya memiliki 5 kabupatenkota. Setelah desentralisasi fiskal sampai tahun 2011 jumlah daerah tingkat II menjadi 15 yaitu 11 kabupaten dan 4 kota. Apakah dengan banyaknya kabupaten kota yang mekar juga mendorong peningkatan pencapaian di bidang pendidikan. Tidak dapat dipisahkan juga adanya faktor-faktor lain yang menyebabkan ketimpangan pencapaian pendidikan dasar. Menurut UNESCO 2008 faktor- faktor penyebab belum meratanya pencapaian pendidikan dasar dapat berupa faktor geografis, tingkat pendapatan suatu daerah, faktor kultural, individu bahkan faktor kemiskinan suatu keluarga. Beragamnya permasalahan pendidikan di Indonesia khususnya di Sulawesi Utara menjadi kajian penelitian yang menarik untuk diteliti sehingga perlu dianalisis faktor-faktor apa yang dapat mendorong peningkatan pendidikan dasar di Sulawesi Utara. Berdasarkan uraian permasalahan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dinamika pendidikan dasar di Sulawesi Utara? 2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi pendidikan dasar di Sulawesi Utara? 3. Bagaimana hubungan faktor sosial, ekonomi dan geografis memengaruhi partisipasi sekolah usia 7-15 tahun?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah: 1. Mengkaji dinamika pendidikan dasar di Sulawesi Utara. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi pendidikan dasar di Sulawesi Utara. 3. Mengkaji hubungan faktor sosial ekonomi, demografi terhadap partisipasi anak untuk bersekolah di pendidikan dasar di Sulawesi Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain adalah memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pendidikan dasar di Sulawesi Utara dan memberikan rekomendasi kebijakan kepada pencapaian pendidikan dasar berdasarkan faktor-faktor yang didapat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh kabupatenkota di provinsi Sulawesi Utara kurun waktu 2008-2010. Untuk kepentingan penelitian, kabupatenkota yang mengalami pemekaran setelah tahun 2008 diagregasikan ke kabupatenkota induk sebelum pemekaran. Sehingga data yang akan digunakan sebanyak 13 kabupatenkota selama 2008-2010. Data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data partisipasi sekolah untuk usia 7-12 tahun, partisipasi sekolah untuk usia 13-15 tahun, pengeluaran riil program pendidikan dasar, alokasi dana bantuan operasional sekolah BOS, persentase angka kemiskinan, pendapatan perkapita, persentase kepala rumah tangga yang berpendidikan diatas SD, persentase rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga diatas 5 orang, serta data-data yang relevan dengan penelitian. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah Kementrian Keuangan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan sumber-sumber lainnya. Dalam penelitian ini tidak memasukkan unsur faktor kualitas mutu pendidikan dasar, dan faktor kultural di masing-masing kabupatenkota karena keterbatasan data.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Teori Pembangunan Manusia

Salah satu pelopor pendekatan pembangunan manusia dalam Ilmu Ekonomi Pembangunan adalah Sen 2000 melalui konsep human capabilities approach. Pendekatan ini menekankan pada gagasan kemampuan capabilities manusia sebagai tema sentral pembangunan. Haq 1995 juga telah menegaskan, manusia harus menjadi inti dari gagasan pembangunan, dan hal ini berarti bahwa semua sumberdaya yang diperlukan dalam pembangunan harus dikelola untuk meningkatkan kapabilitas manusia. Gagasan ini sejalan dengan pemikiran UNDP yang diterjemahkan ke dalam beberapa indikator sosial-ekonomi yang menggambarkan kualitas hidup dalam beberapa ukuran kuantitatif, seperti kemampuan ekonomi, kemampuan dalam pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan untuk hidup lebih panjang dan sehat Ranis, 2004. Dimensi pembangunan sosial-ekonomi mencakup dan terkait dengan beberapa tema utama, antara lain prestasi perekonomian, kenaikan taraf kesehatan, angka harapan hidup serta perluasan distribusi pendidikan. Secara umum, UNDP mendefinisikan pembangunan manusia human development sebagai perluasan pilihan bagi setiap orang untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna UNDP, 1990. Memperluas pilihan manusia berarti mengasumsikan suatu kondisi layak hidup yang memungkinkan manusia memperoleh akses untuk mendapatkan pengetahuan dan pendidikan serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk hidup secara layak. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk yang dilakukan dengan menitikberatkan pada pembangunan SDM secara fisik dan mental. Azas pemerataan merupakan salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk perlu dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar.

2.2 Pengertian Pendidikan

Menurut UU No.20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional SISDIKNAS pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat Kemdiknas, 2010. Menurut teori pertumbuhan endogen yang dipelopori Lucas dan Romer, pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya modal dan tenaga kerja tetapi juga dipengaruhi oleh akumulasi modal manusia melalui pertumbuhan teknologi. Akumulasi modal manusia merupakan akumulasi dari pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ketrampilan penduduk menunjukkan semakin tinggi modal manusia human capital. Secara umum, semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas yang tinggi tersebut dikarenakan memiliki keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Jika tingkat pendidikan lebih tinggi maka akses ke dunia kerja menjadi lebih mudah dan dapat memperoleh posisi yang lebih baik Todaro dan Smith, 2006. Sementara itu, unit usaha yang diisi dengan mereka yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyerap teknologi akan lebih produktif. Tingkat upah pekerja pun akan meningkat yang berarti kesejahteraan rumah tangganya juga meningkat. Oleh karena itu, salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir- akhir ini Nurkolis, 2002. Pendidikan dasar adalah jenjang paling dasar pada pendidikan di Indonesia. Pendidikan dasar terdiri dari sekolah dasar atau sederajat selama 6 tahun dan sekolah menengah pertama atau sederajat 3 tahun. Pendidikan dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan pendidikan dasar negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah KabupatenKota. Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupatenkota. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut: 1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. 2. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar SD dan madrasah ibtidaiyah MI atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama SMP dan madrasah tsanawiyah MTs, atau bentuk lain yang sederajat. 3. Pendidikan dasar merupakan hak bagi semua orang dan negara wajib menjamin pemenuhan pendidikan dasar. Lamanya pendidikan dasar suatu negara tergantung dari kebijakan yang diterapkan oleh masing-masing negara. Menurut UNESCO rata-rata negara berkembang menetapkan pendidikan dasar yang harus ditempuh adalah 6 tahun. Indonesia menetapkan pendidikan dasar selama 9 tahun. Terbagi atas pendidikan pada sekolah setingkat Sekolah Dasar dan sederajatnya SDMIsederajat selama 6 tahun dan sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama dan sederajat SMTPMTssederajat selama 3 tahun. Target MDGs untuk pendidikan adalah tercapainya pendidikan setingkat SD dan SMP untuk semua anak.

2.3 Hubungan Pendidikan dengan Pembangunan Ekonomi

Todaro dan Smith 2006 mengatakan pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan pembangunan yang mendasar di suatu wilayah. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan adalah hal yang pokok untuk mencapai kehidupan yang layak. Pendidikan memiliki peran utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. PBB dalam Report on The World Social Situation 1997 mengatakan bahwa pendidikan adalah hal yang mendasar untuk