Fasilitas Pendidikan DINAMIKA PENDIDIKAN DASAR

signifikan memengaruhi partisipasi anak usia SD dan SMP di Sulawesi Utara. Penyaluran dana BOS sebagai input pendidikan dari sisi pengeluaran pemerintah. Tujuan dari diberikannya dana BOS adalah sekolah tidak lagi membebankan biaya operasional sekolah kepada siswa. Pemberian dana BOS disalurkan langsung kepada sekolah berdasarkan jumlah murid disekolah tersebut. Nilai koefisien sebesar 0,28 untuk BOS SD dan 0,45 untuk BOS SMP. Artinya setiap kenaikan 1 persen BOS SD menaikkan partisipasi SD sebesar 0,28 persen. Sedangkan setiap kenaikan 1 persen BOS SMP dapat menaikkan partisipasi SMP sebesar 0,45 persen. Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu Kemdikbud, 2012. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SDSDLB negeri dan SMPSMPLBSMPT Terbuka negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional RSBI dan sekolah bertaraf internasional SBI. Sumbanganpungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbanganpungutan tidak boleh berlebih; 2. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; 3. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta. Bentuk penyaluran dana BOS yang diberikan kepada sekolah dan tidak langsung kepada rumah tangga merupakan bentuk pemberian subsidi tidak langsung kepada masyarakat dibidang pendidikan. Mekanisme transfer langsung ke sekolah tidak kepada rumah tangga dianggap sebagai sarana yang efektif, karena jika diberikan langsung kepada rumah tangga, bisa jadi dana tersebut dipergunakan untuk kepentingan lain. Pendanaan BOS diharapkan dapat mengurangi angka putus sekolah pada SD dan SMP. Secara aggregate angka putus sekolah di Sulawesi Utara terus turun dalam kurun waktu 2008-2010. Dari sisi besaran dana, BOS diberikan sama untuk tiap siswa pertahun perdaerah. Ini berarti bahwa sekolah-sekolah yang besar menerima dana lebih banyak sedangkan sekolah-sekolah kecil menerima dana lebih sedikit,dengan asumsi sekolah besar memiliki jumlah murid lebih banyak. Padahal, sekolah- sekolah kecil seringkali mempunyai kebutuhan yang berbeda dan memerlukan dukungan operasional yang lebih besar daripada sekolah-sekolah perkotaan yang lebih besar. Salah satu agenda program BOS yang perlu dibahas adalah bagaimana membuat program lebih adil. Semua sekolah masih mendapatkan dana dalam jumlah yang sama untuk setiap siswa meskipun kebutuhan dan kondisi mereka berbeda. Sekolah-sekolah terpencil di desa yang jauh dari kota dengan biaya yang biasanya lebih besar dari kota karena harga yang relatif lebih mahal dari kota. Daerah sebagai bagian dari pemerintah pusat sebaiknya menganggarkan dana operasional sekolah melalui APBD 3 . Pengeluaran pemerintah lainnya yang mendukung pendidikan dasar adalah anggaran pada dinas pendidikan untuk program wajib belajar 9 tahun. Anggaran ini masuk dalam APBD masing-masing kabupatenkota. Untuk partisipasi usia 7- 12 tahun variabel pengeluaran untuk program wajib belajar tidak signifikan, sedangkan untuk partisipasi 13-15 tahun berpengaruh positif dan signifikan. Pengeluaran program wajib belajar ini digunakan untuk membangun dan rehabilitasi sekolah, perpustakaan, buku referensi dan panduan, dan alat peraga dan sarana penunjang pembelajaranalat elektronik serta multimedia interaktif pembelajaran. Pada model partisipasi sekolah usia 13-15 tahun, pengeluaran pemerintah memengaruhi secara signifikan. Artinya setiap kenaikan pengeluaran sebesar 1 persen akan menaikkan partisipasi sekolah usia 13-15 tahun sebesar 0,05 persen. Pembangunan infrastruktur pendidikan seperti pembangunan perpustakaan sekolah, penambahan sekolah dan ruang kelas, perbaikan sekolah dan kelas sebagai input pendidikan. Ini akan menambah ketersediaan daya tampung murid sehingga program pendidikan dasar untuk semua dapat berjalan tanpa terkendala ketiadaan sekolah untuk menerima penambahan siswa. Peningkatan anggaran pendidikan dasar dapat memperbaiki akses pendidikan bagi masyarakat. Penelitian ini sejalan dengan studi Purwanto 2010 dan Akai et al. 2007 bahwa 3 www.wordbank.org Membuka Pintu Pendidikan bagi Generasi Muda [27 Agustus 2012] pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pencapaian pendidikan dasar. Selain faktor input berupa pengeluaran untuk pendidikan dasar, maka faktor sosial ekonomi juga merupakan salah satu faktor yang menentukan seorang anak bersekolah atau tidak Glewwe, 2002. Variabel PDRB perkapita yang merupakan indikator makro tingkat kesejahteraan masyarakat dimasukkan dalam penelitian ini. Tabel 11 PDRB Perkapita Tahun 2008-2010 dalam Juta Rupiah KabupatenKota 2008 2009 2010 Bolaang Mongondow 4,80 4,88 5,05 Minahasa 6,20 6,49 6,82 Kep.Sangihe 5,26 5,58 5,92 Kep. Talaud 4,71 4,89 5,11 Minahasa Selatan 5,96 6,30 6,79 Minahasa Utara 6,47 6,79 7,16 Bolaang Mongondow Utara 4,76 5,08 5,47 Kep. Sitaro 4,26 4,55 4,87 Minahasa Tenggara 7,79 8,19 8,80 Manado 12,09 13,17 14,04 Bitung 10,91 11,27 11,75 Tomohon 6,65 6,94 7,25 Kotamobagu 3,83 4,11 4,40 Rata-rata PDRB perkapita 6,44 6,79 7,19 Sumber: BPS PDRB perkapita untuk masing-masing daerah cukup bervariasi. Kota Manado yang merupakan ibukota provinsi memiliki pendapatan perkapita paling tinggi diantara yang lain yaitu 14,04 juta rupiah, sedangkan kota kotamobagu paling kecil yaitu 4,40 juta rupiah. Kota Manado dan Kota Bitung mempunyai PDRB perkapita paling tinggi karena kota-kota tersebut sudah lebih berkembang dari daerah kabupaten. Kota Bitung merupakan salah satu tempat industri pengolahan. Sentra industri di pusatkan di kota Bitung, industri yang tergolong besar yaitu pengolahan ikan, industri pengolahan kelapa menjadi minyak kelapa, dan indutri mie instant. Kota Kotamobagu walau berstatus sebagai kota namun PDRB perkapitanya rendah, hal ini karena kota Kotamobagu merupakan kota hasil pemekaran yang baru ada 4 tahun terakhir. Sektor utama penyumbang PDRB adalah sektor perdagangan dan jasa. Hipotesa awal bahwa makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat maka makin mampu untuk menyekolahkan anaknya minimal sampai tingkat SD dan SMP. Hasil penelitian didalam model ekonometrik yang dibuat menunjukkan kenaikan PDRB perkapita berbanding terbalik dengan partisipasi sekolah usia 7- 12 tahun dan 13-15 tahun. Artinya kenaikan pendapatan perkapita malah menurunkan partisipasi sekolah. Kenaikan pendapatan perkapita yang tidak disertai distribusi pendapatan yang merata akan menyebabkan ketimpangan pendapatan, akibatnya pembangunan juga tidak berjalan dengan baik, begitu juga pembangunan manusianya. Indikasi adanya ketimpangan pendapatan bisa dilihat dari rasio gini. Sulawesi Utara pada tahun 2008-2010 mempunyai kecenderungan rasio gini yang makin membesar, pada tahun 2008 rasio gini sebesar 0,31 sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 0,32. Untuk daerah perkotaan indek gini lebih besar daripada indek gini perdesaan. Daerah perkotaan naik dari 0,31 menjadi 0,33 sedangkan perdesaan turun dari 0,28 menjadi 0,25 Tabel 12. Tabel 12 Indeks Gini Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Kota 0,31 0,30 0,34 Desa 0,28 0,28 0,25 Sulawesi Utara 0,31 0,31 0,32 Sumber: SUSENAS 2008-2010, diolah Penelitian ini yang hanya dapat melihat ketimpangan yang relatif kecil karena periode penelitian yang hanya 3 tahun. Dalam jangka panjang, jika hal ini berlanjut, akan menimbulkan masalah baru dan berdampak negatif pada pendidikan. Pengukuran pembangunan tidak hanya dari PDRB dan pertumbuhan ekonomi karena akan menghilangkan kenyataan ada ketimpangan dimasyarakat dalam menikmati hasil pembangunan. Hal ini disebabkan PDRB hanya melihat pendapatan secara rata-rata dan pertumbuhan ekonomi tidak melihat manfaat pembangunan pada manusia 4 . 4 Kompas, 5 September 2012. Pertumbuhan Ekonomi Tak Jamin Kesejahteraan.