Analisis Data METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas

Secara administratif CTN Nantu-Boliyohuto berada dalam lima wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Tolinggula, Kecamatan Sumalata, Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, Kecamatan Mootilango, Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo, dan Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Secara geografis CTN Nantu-Boliyohuto terletak diantara koordinat 122º08’00” – 122º37’00” Bujur Timur dan 00º47’00” – 00º56 00” Lintang Utara Gambar 4.1, dengan batas wilayahnya adalah : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara b. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boalemo c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Kawasan ini mempunyai luas 62.943 Ha, gabungan dari SM Nantu 32.627 Ha, Hutan Produksi Terbatas 10.346 Ha dan Hutan Lindung 19.970 Ha yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo sebagai taman nasional berdasarkan Surat Usulan No. 522.21056382003 tanggal 8 April 2003. Gambar 4.1 Peta Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto

4.2. Iklim

Iklim kawasan CTNNB dipengaruhi oleh 2 musim yaitu musim hujan dengan rata-rata curah hujan 100 mmbulan dan musim kemarau dengan rata- rata curah hujan 100 mmbulan. Hampir sepanjang tahun 2005 terjadi musim hujan kecuali terjadi pada bulan Januari, Agustus, September, dan Oktober. Suhu udara berkisar antara 22.5 C – 33.8 C, dengan kelembaban rata-rata 80.5 C Tabel 4.1.. Tabel 4.1. Keadaan iklim Kabupaten Gorontalo Tahun 2005 Bulan Jumlah hari hujan mm Curah hujan Suhu udara C Kelembaba n C Max Min Januari 11 30 31.17 23.4 79 Feburuari 11 103 31.14 23.1 81 Maret 10 117 32.9 23.7 79 April 23 105 32.0 23.9 83 Mei 18 231 32.2 23.1 84 Juni 16 84 32.0 23.3 83 Juli 13 210 30.6 23.0 83 Agustus 5 17 32.5 22.5 75 Sepetember 6 20 33.8 23.7 71 Oktober 22 223 33.5 23.9 80 November 15 85 32.4 23.7 84 Desember 19 132 31.9 23.8 84 Rata-rata 14.08 113.08 80.5 Sumber : BPS Kab. Gorontalo Dalam Angka 2005

4.3. Topografi, Kelerengan, dan Penggunaan Lahan

Topografi CTN Nantu-Boliyohuto terdiri dari dataran rendah, bergelombang, berbukit hingga bergunung-gunung dengan tebing-tebingnya yang curam dan berada pada ketinggian antara 205 mppl – 2065 mdpl. Sebagian besar kawasan ini berada pada ketinggian 1200 mdpl. Kawasan di bagian utara terdapat deretan wilayah pegunungan dengan ketinggian bervariasi mulai dari 1000 – 2065 mdpl. Di sebelah selatan merupakan dataran rendah dan membentuk daratan utama yang relatif datar ini, memanjang dari sebelah timur ke arah barat. Kelerengan CTNNB mulai dari landai 0-8, bergelombang 8-25, curam 25-40, dan sangat curam 40. Daerah yang relatif landai terdapat pada bagian selatan. Penggunaan lahan di kawasan CTNNB masih didominasi oleh hutan lebat. Hanya sebagian kecil wilayah kawasan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan perkebunan dan perladangan. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, ada beberapa titik pada kawasan yang merupakan wilayah PETI Pengambilan Emas Tanpa Izin oleh masyarakat. Berdasarkan Peta Land System yang dibuat oleh BAKOSURTANAL Bogor 1988, jenis sistem lahan pada kawasan CTTNB terdiri dari sistem lahan Bakunan BKN yang memiliki bentuk lahan dengan kemiringan sedang tanpa perbukitan, Tebingtinggi TTG merupakan daratan berbukit dari bentukan gunung berapi, Telawi TWI berupa barisan bukit yang letaknya sangat curan berbatu granit, Bukitbalang BBGmerupakan barisan gunung yang tidak rata dan ditutupi oleh batuan dasar vulkanik, Pendreh PDH yaitu barisan bukit yang luas dan tidak simetris berasal dari endapan, dan Bukitbaringin BBR merupakan bukit curam yang ditutupi batuan gunung berapi. Jenis batuan dan mineral yang dominan adalah aluvium, bentukan sungai, granite, rhyolite, granodiorite, andesit, batuan vulkanis, batu pasir, lumpur batu, dan batuan gamping koral Tabel 4.2. Tabel 4.2. Sistem Lahan CTNNB Sistem Lahan Bentuk lahan Lithology Kesesuaian Lahan Deskripsi Kemiring Bakunan BKN Kemiringan sedang tanpa perbukitan 2 Aluvium, bentukan sungai Lahan kering, lahan basah, hasil hutan pohon, karet, kelapa, sagu Tebingtinggi TTG Daratan berbukit dari bentukan Gn. berapi 41 - 60 Granite, ryolite Lahan reboisasi Telawi TWI Barisan bukit yang sangat curam 60 Granite, ryolite, granodiorite - Bukitbalang BBG Barisan gunung yang tidak rata, ditutupi oleh batuan dasar vulkanik 41 - 60 Andesite, batuan vulkanis Lahan reboisasi Pendreh PDH Barisan bukit yang luas dan tidak simetris berasal dari endapan 60 Batu pasir, batu endapan, lumpur batu, batuan gamping koral - Bukit baringin BBR Bukit curam yang ditutupi batuan gunung berapi 41 - 60 Granite, ryolite, granodiorite Lahan reboisasi, rotan Sumber : Hasil olahan dari Peta Land System BAKOSURTANAL Bogor, 1988 Pada Peta Tanah Tinjau Kabupaten Gorontalo yang dibuat berdasarkan hasil survey Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor 1992 menunjukkan bahwa jenis tanah pada CTNNB kurang bervariasi disebabkan pada areal tersebut hanya terdapat beberapa satuan peta tanah sebagai refleksi geomorfologi yang kurang bervariasi. CTNNB umumnya memiliki tanah hutan coklat serta jenis ordo tanah yang umumnya dijumpai adalah Ordo Ineeptisol dan Alfisol. Sedangkan berdasarkan data citra Landsat 7 ETM+ tahun 2004, sebagian besar kawasan CTNNB sebagian besar tutupan lahan berupa hutan lahan kering primer, diikuti dengan hutan lahan kering sekunder, perkebunan, semak belukar, ladang, dan tanah kosong.

4.4. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

Diantara kelima kecamatan tersebut, Kecamatan Tolangohula dengan luas 211 Km2 memiliki jumlah penduduk yang paling banyak yaitu sekitar 30.677 jiwa. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kecamatan Tolangohula merupakan daerah konsentrasi penduduk yang berada di sekitar kawasan CTNNB. Kecamatan ini merupakan daerah transmigrasi pertama di Provinsi Gorontalo. Tampaknya hal ini berkaitan dengan peluang kesempatan kerja yang lebih terbuka yang ada di kecamatan ini dibanding kecamatan lainnya. Namun pada awal tahun 2007 terbentuk kabupaten baru yang merupakan pemekaran wilayah Kabupaten Gorontalo yaitu Kabupaten Gorontalo Utara. Kecamatan Tolinggula, Kecamatan Sumalata, dan Kecamatan Anggrek termasuk kedalam wilayah kabupaten baru tersebut, dan menempatkan pusat pemerintahannya ibukota pada Kecamatan Anggrek. Berdasarkan keadaan ini dapat diprediksi akan terjadi peningkatan jumlah penduduk pada wilayah-wilayah yang masuk pada kabupaten baru tersebut. Tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian, sebagian besar hanya sampai Sekolah Dasar SD, bahkan ada yang tidak sekolahtidak tamat SD. Keberadaan sarana pendidikan dalam upaya pengembangan sumberdaya manusia relatif masih kurang. Sarana pendidikan relatif masih kurang, terutama setingkat SLTA yang belum tersedia pada beberapa kecamatan. Bagi penduduk yang ingin melanjutkan sekolah harus keluar desa menuju ibukota kecamatan ataupun ibukota kabupaten. Tabel 4.3. Data kependudukan dan kependidikan Kecamatan Jumlah Sekolah Jumlah Murid SD SLTP SLTA SD SLTP SLTA Tolinggula 15 3 - 2160 338 - Sumalata 15 2 1 2017 401 139 Mootilango 12 3 - 2665 482 - Tolangohula 17 6 1 5024 893 36 Anggrek 11 3 - 2609 295 - Jumlah Sumber : BPS, Kab. Gorontalo Dalam Angka 2005 Fasilitas atau sarana kesehatan yang terdapat di lima kecamatan sekitar CTNNB adalah masing-masing mempunyai satu puskesmas dengan beberapa buah puskesmas pembantu, puskesmas keliling, pos persalinan desa Polindes dan pos pelayanan terpadu Posyandu. Bagi penduduk yang memerlukan perawatan lebih lanjut perawatan rumah sakit harus keluar ke ibukota kabupaten. Tabel 4.4. Data sarana Kesehatan Kecamatan Sarana Kesehatan Puskesmas PusTu PusKel Polindes Posyandu Tolinggula 1 5 1 3 30 Sumalata 1 5 1 6 29 Mootilango 1 5 1 5 23 Tolangohula 1 6 1 3 22 Anggrek 1 4 1 5 30 Jumlah Sumber : BPS, Kabupaten Dalam Angka Tahun 2005

4.5. Tinjauan Umum Kawasan CTN Nantu-Boliyohuto

Sejarah kawasan ini untuk ditetapkan menjadi kawasan konservasi dimulai dengan kedatangan Lyn Clayton, seorang mahasiswa S2 dari Oxford University, pada tahun 1988 yang melakukan studi penelitian pada kawasan Hutan Paguyaman. Lynn Clayton menemukan beberapa jenis satwa endemik seperti Babirusa, Anoa, Tarsius, Monyet Hitam Sulawesi dan 80 jenis burung. Salah satu satwa endemik yang menarik perhatiannya adalah Babirusa yang telah mengantarkannya mendapatkan gelar doktor dari Oxford University, UK Mustari et al. 2003. Tahun 1991 Lynn Clayton dan kawan-kawan kembali secara intensif melakukan survey tentang keanekaragaman hayati di Kawasan Hutan Nantu. Pada tahun 1993 tim gabungan yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Kehutanan,