Tinjauan Umum Kawasan CTN Nantu-Boliyohuto

Berdasarkan hasil analisa data yang didapatkan terlihat ada 5 jenis yang termasuk dilindungi dan merupakan jenis endemik, yaitu Babirusa Babyrousa babyrussa, Anoa Bubalus depressicornis, Tarsius Tarsiusspectrum, Kuskus Sulawesi Strigocuscus celebensis dan Monyet Hitam Sulawesi Macaca heckii Gambar 5.2. Penelitian Hiola 2004 menyatakan bahwa jumlah anoa yang tercatat hingga saat ini memiliki rasio 1 : 30, artinya dalam radius 30 km tercatat jumlah yang ditemukan 1 ekor Anoa. Hal ini menunjukkan bahwa Anoa tergolong jenis yang langka dan hampir punah. Khusus untuk Monyet Hitam Sulawesi keberadaannya cukup banyak dijumpai di sekitar lokasi pondok jaga, dan memiliki rasio 1 : 15, artinya dalam radius 1 km dapat dijumpai 15 ekor. Jumlah ini menunjukkan bahwa jumlah Monyet Hitam Sulawesi masih banyak. Biasanya mereka berjalan secara berkelompok dengan jumlah 10-15 ekor. Gambar 5.2. Jenis satwa endemik dan dilindungi di Kawasan CTNNB Babirusa, anoa, monyet hitam Sulawesi, yang terdapat di kawasan CTNNB dapat dikategorikan satwa liar yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia ditinjau dari segi ekonomi, penelitian, pendidikan dan rekreasi atau wisata. Spesies satwa liar merupakan spesies refleksi kondisi ekologi dan perubahan-perubahannya sepanjang waktu. Spesies satwa liar bisa menjadi sebuah barometer kualitas hidupan satwa liar. Sebagai parameter kawasan CTNNB, keberadaan babirusa, anoa, monyet hitam Sulawesi, maupun satwa lain yang masih hidup di sebuah kawasan konservasi merupakan “nyawa” atau “jiwa” kehidupan liar yang ada di kawasan tersebut. Selain nilai eksistensi tersebut, satwaliar memiliki nilai ekologi yang secara biologis sangat penting peranannya dalam proses pemeliharaan permukaan tanah, penyebaran dan pertumbuhan tanaman, penyerbukan dan pematangan biji, penyuburan tanah, penguraian organisme mati menjadi zat organik. Satwa liar juga mempunyai nilai ekonomi yang menghasilkan produk makanan daging, gading, cula, dan kulitnya sebagai bahan pembuatan tas, pakaian, dan hiasan, serta nilai estetika sebagai atraksi untuk wisatawan yang harus membayar untuk melihat, meneliti, atau memotret. Selain itu, pada kawasan CTNNB terdapat berbagai jenis burung. Potensi burung Sulawesi merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Daftar burung di Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya terdiri dari 380 jenis, mungkin bukan merupakan jumlah yang terlalu tinggi, tetapi tidak kurang dari 96 jenis diantaranya adalah endemik. Ornitologiwan dari segala penjuru dunia memberikan prioritas tertinggi untuk pulau ini Holmes Philips 1999. Hasil penelitian Dunggio 2005 menunjukkan bahwa pada kawasan CTNNB ini ditemukan beberapa jenis burung endemik Sulawesi. Berdasarkan hasil pengamatan di tipe vegetasi hutan dataran rendah terdapat 49 jenis burung yang bisa di amati dan 24 jenis atau 49 adalah endemik Sulawesi Lampiran 4.. Populasi ini akan bertambah jika termasuk di dalamnya burung-burung yang mendiami tipe vegetasi hutan pegunungan. Dari 24 jenis burung enedemik, 12 diantaranya telah dilindungi undang-undang yang tercantum dalam PP No 7 tahun 1999. Bahkan terdapat 3 jenis burung yang terancam punah keberadaannya, seperti serindit paruh merah Loriculus exilis, raja udang merah Ceyx fallax dan kepudang sungu belang Coracina bicolor. Salah satu jenis burung yang paling menonjol dan sangat mudah dijumpai di semua tingkatan habitat di kawasan ini adalah burung rangkong atau alo Rhyticeros cassidix. Rangkong termasuk jenis burung yang mempunyai variasi bunyi bermacam-macam dan terdengar dari jarak 300 meter. Tingginya keanekaragaman burung di CTNNB disebabkan oleh tingginya keanekaragaman habitat karena habitat merupakan tempat untuk mencari makan, minum, istirahat dan berkembang biak. Selain itu adanya sumber makanan berupa buah-buahan yang tersedia sepanjang tahun di kawasan CTNNB seperti buah ara yang merupakan sumber makanan utama bagi jenis burung.

5.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Karakteristik Masyarakat

Masyarakat desa pada penelitian ini adalah penduduk desa yang bertempat tinggal di sekitar kawasan dan penduduk yang memiliki akses terdekat menuju kawasan, meliputi penduduk Desa Mohiyolo, Desa Pangahu, Desa Sidoharjo Kecamatan Tolangohula, Desa Potanga Kecamatan Tolinggula, Desa Kasia Kecamatan Sumalata, dan Desa Saritani Kecamatan Wonosari. Masyarakat yang mendiami sekitar kawasan CTNNB rata-rata berpendidikan rendah. Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan responden yakni sebanyak 21,54 tidak sekolah, sebagian besar hanya sampai tingkat SD 66,81, SLTP 1,67, SLTA 2,04, dan yang mencapai perguruan tinggi hanya sebanyak 0,1. Umumnya mereka berhenti sekolah dan bekerja sebagai pemungut rotan, pencari kayu, danatau sebagai pendulang emas di dalam kawasan. Tabel 5.3. menunjukkan data kependudukan desa-desa sekitar kawasan CTNNB. Tabel 5.3. Data Kependudukan Desa Sekitar Kawasan CTNNB Desa Luas Jlh Pend. Pekerjaan Pendidikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Mohiyolo 3922,6 4.244 1505 46 823 125 95 1650 1317 153 2633 10 125 6 Pangahu 2100 1222 748 6 203 54 113 98 74 98 982 40 28 Potanga 607.75 851 281 10 8 14 71 467 83 112 628 19 9 Kasia 2804 833 165 7 50 38 50 523 209 98 489 25 6 6 Saritani 5190 2326 1338 5 245 55 263 420 401 381 1449 58 37 Sidoharjo 1327 2030 825 6 15 16 134 1034 394 60 1506 40 30 JUMLAH 11.506 4862 80 1344 302 726 4192 2478 902 7687 192 235 12 Persentase 100 42,25 0,70 11,69 2,62 6,31 36,43 21,54 7,84 66,81 1,67

2.04 0,10

Keterangan: 1: Petani; 2: PNS; 3: Peternak; 4: SwastaPedagang; 5: Dll; 6: Tidak ada 7: Tidak sekolah; 8: Belum sekolah; 9: SD; 10: SMP; 11: SMA; 12: PT Sumber : Data Potensi Desa 2007 Dilihat dari mata pencahariannya, umumnya masyarakat sekitar kawasan memiliki pekerjaan pokok sebagai petani danatau buruh tani 42,25. Jenis