Analisis Multikriteria
Analisis multikriteria adalah perangkat pengambilan keputusan yang dikembangkan untuk masalah-masalah kompleks multikriteria yang mencakup
aspek kualitatis dan atau kuantitatisf dalam proses pengambilan keputusan. Pada penelitian ini analisis ini digunakan untuk menentukan pembagian zona
pengelolaan taman nasional.
Gambar 3.3. Skema Analisis Multikriteria Zonasi CTNNB Penilaian zonasi taman nasional dimulai dengan melakukan telaah
mendalam terhadap standar pengelolaan. Standar tersebut bisanya disusun berdasarkan hirarki : Prinsip, Kriteria, Indikator dan Parameter. Kemudian
dibangun kerangka kerja yang akan digunakan untuk melakukan penilaian. Prinsip merupakan suatu kebenaran atau hukum pokok sebagai dasar pertimbangan atau
tindakan, yang memberikan landasan pemikiran bagi kriteria, indikator, dan parameter. Kriteria merupakan suatu pedoman untuk menilai suatu hal, yang
menambah arti dan cara kerja suatu prinsip tanpa membuatnya sebagai pengukur kinerja langsung. Indikator merupakan suatu variabel atau komponen ekosistem
yang digunakan untuk memperkirakan suatu status kriteria tertentu yang membawa suatu ‘pesan tunggal yang berarti’. Parameter merupakan data atau
informasi yang meningkatkan kemudahan penilaian suatu indikator, memberikan ZONASI
EKONOMI SOSIAL
EKOLOGI
Ketinggian Kelereng
an
Penutupan lahan Sens. satwa
tumbuhan
H. Primer + Sekunder Perkebunan, Pertanian
Semak, Belukar
1400m 700 m
– 1400 m 700 m
25 15 - 25
15 Tinggi
Sedang Rendah
Penggunaan lahan
Adatreligi Ladangpemukiman
Pengambilan Hsl Hutan
ODTWA
Tidak ada ada
perincian khusus yang menunjukan suatu kondisi yang diinginkan dari suatu indikator yang memberikan tambahan arti dan ketelitian pada suatu indikator.
Kerangka kerja merupakan acuan logika yang digunakan untuk melakukan penilaian gambar 3.3.
3.5. Analisis CTN Nantu-Boliyohuto Sebagai Kawasan Ekowisata
Untuk dapat mengukur suatu kondisi daerahlokasi suatu destinasi daya tarik pariwisata, dilakukan penilaian dengan menggunakan instrumen Pedoman
Penilaian Daya Tarik Wisata yang dikeluarkan oleh Direktorat Produk Pariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata Tahun 2007 Lampiran 22. Tujuan instrumen ini untuk: 1 memberikan informasi potensi daya tarik wisata alam yang akan dikembangkan
dengan tetap menjamin kelestarian obyek dan linghkungannya; 2 menyelaraskan keterpaduan pengembangan masing-masing daya tarik wisata alam dengan unsur-
unsur penunjangnya; dan 3 memberikan informasi kemungkinan peluang usaha kepada pihak yang berminatinvestor dalam pengembangan dan pemanfaatan daya
tarik wisata alam. Penilaian dilakukan terhadap aspek: 1 daya tarik; 2 aksesibilitas; 3
fasilitas wisata; 4 lingkungan dan masyarakat; dan 5 potensi pasar. Masing- masing aspek memiliki bobot, yang ikalikan dengan nilai yang diperoleh pada
setiap unsur.
3.6. Menyusun Zonasi CTN Nantu-Boliyohuto
Penyusunan zonasi taman nasional di Indonesia diatur dalam Permenhut No. P.65Menhut-II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, tetapi petunjuk
teknis pelaksanaannya sampai dengan saat ini belum ada, sehingga masing- masing taman nasional memiliki kriteria dan cara penilaian yang berbeda sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan taman nasional tersebut. Penilaian zonasi pada kawasan CTNNB ini mengacu pada penilaian kriteria zonasi yang dilakukan
pada TN Ujung Kulon DepHut, 2010 yang dipadu dengan pertimbangan kriteria konsep ekowisata. Gambar 3.3. menunjukkan Kerangka Penilaian Zonasi
CTNNB.
Prosedur penilaian zonasi adalah: 1. Penentuan kriteria peta-peta dasartematik, yaitu: peta ketinggian, peta
kelerengan, peta penutupan lahan, penyebaran satwa dan tumbuhan, peta penggunaan lahan oleh masyarakat, dan peta daya tarik wisata. Penentuan
kriteria-kriteria ini menggunakan analisis multi kriteria, yaitu: a. Kriteria peta ketinggian adalah 700m rendah, 700-1400m sedang,
dan 1400m tinggi. Kategori tinggi diasumsikan sebagai daerah tangkapan air sehingga diberi skor tertinggi sebagai daerah lindung.
b. Kriteria peta kelas lereng adalah adalah kelerangan 15 datar-miring, 15-25 miring-curam, dan 25 curam-sangat curam. Kategori
curam-sangat curam diasumsikan sebagai daerah yang rawan erosi dan longsor sehingga diberi skor tertinggi sebagai wilayah lindung.
c. Kriteria peta penutupan lahan adalah hutan primer, hutan sekunder, pertanian, perkebunan, dan semakbelukar. Hutan primer dan sekunder
diasumsikan memiliki nilai biodiversitas tinggi sehingga diberi skor tertinggi.
d. Kriteria peta penyebaran satwa dan tumbuhan dilakukan dengan pendekatan satwa endemik, dan untuk menentukan sabaran spasialnya
dilakukan dengan pendekatan habitatnya termasuk daerah jelajahnya. Lokasi yang merupakan habitat dan daerah jelajahnya mempunyai skor
tertinggi. e. Kriteria peta penggunaan lahan oleh masyarakat adalah daerah
adatreligi, ladangkebunpemukiman,
dan lokasi
pengambilan sumberdaya hutan kayu dan non kayu. Kategori adatreligi
dipertimbangkan menjadi zona religiadat, kategori ladangpemukiman dipertimbangkan menjadi zona khusus, dan kategori lokasi pengambilan
hasil hutan dipertimbangkan menjadi zona tradisional. f.
Kriteria peta daya tarik wisata tergantung pada ada atau tidak adanya keberadaan daya tarik wisata air terjun, gua, keunikan bentang alam,
keunikan satwatumbuhan, keunikan gejala alam, keindahan panorama, situs budaya. Keberadaan daya tarik wisata dipertimbangkan menjadi
zona rimba sebagai wisata terbatas atau zona pemanfaatan.
2. Penilaian terhadap tingkat sensitivitas ekologi yang didasarkan pada kriteria- kriteria ekologi baik dari unsur fisik maupun biologi, yaitu ketinggian tempat,
kelerengan, penutupan lahan, dan sensitivitas satwa dan tumbuhan. Pada masing-masing kriteria diberi bobot peubah yang nilainya ditentukan dari
prioritas perlindungan suatu kawasan taman nasional. Dari kriteria tersebut ditetapkan indikator dan parameternya yang dikemudian dilakukan
pemberian skor terhadap parameter. Peta-peta yang telah diberi nilai selanjutnya digabungkan overlay dan nilai-nilai dari peta-peta tersebut
dijumlahkan. 3. Penilaian terhadap tingkat sensitivitas ekologi akan menghasilkan satu nilai
yang dinamakan tingkat sensitivitas ekologi. Nilai tersebut akan menentukan daerah tidak sensitif nilai rendah yang berpotensial sebagai zona
pemanfaatanlainnya; daerah sensitif nilai sedang yang berpotensial sebagai zona rimba; dan sangat sensitif nilai tinggiyang berpotensial sebagai zona
inti, dengan syarat tutupan lahan merupakan hutan primersekunder. 4. Selain mengacu pada hasil penilaian sensitivitas ekologis, untuk menentukan
zonasi akhir kawasan CTNNB, juga dilakukan pertimbangan-pertimbangan lain, yaitu: 1 pertimbangan potensi daya tarik wisata, yang menghasilkan
peta daya tarik wisata; 2 pertimbangan sosial, yang menghasilkan peta penggunaan lahan oleh masyarakat; dan 3 pertimbangan efektivitas
manajemen, yang merupakan aturan-aturan penentuan zonasi sesuai dengan Permenhut No. P.65Menhut-II2006 tentang Pedoman Zonasi Taman
Nasional. 5. Selanjutnya hasil pertimbangan-pertimbangan tersebut digabungkan peta
sensitivitas ekologi, yang menghasilkan nilai akhir yang digunakan untuk menentukan Peta Zonasi Akhir Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto.
6. Peta akhir zonasi CTN Nantu-Boliyohuto menghasilkan: 1 zona inti: kelerengan 30, ketinggian 500 mdpal, merupakan daerah jelajah satwa
dilindungi, tutupan lahan hutan primersekunder; 2 zona pemanfaatan: kelerengan 30, ketinggian 500 mdpal, bukan daerah jelajah satwa
dilindungi, tutupan lahan berupa tanah kosong, semakbelukar; 3 zona tradisional: kelerengan 30, ketinggian 500 mdpal, bukan merupakan
daerah jelajah satwa dilindungi, tutupan lahan berupa perkebunan, ladang, pertanian, atau lokasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan 4 zona
rimba: merupakan daerah jelajah satwa endemik, tutupan lahan hutan primersekunder, merupakan zona penyangga antara zona inti dan zona
lainnya atau zona inti dan batas kawasan CTN Nantu-Boliyohuto.
Gambar 3.4. Kerangka Penilaian Zonasi CTNNB
Peta Sensitivitas Satwa bobot 4 Skor 3 : Dalam Poligon
Skor 2 : Radius 200m dari titik terluar poligon
Skor 1 : Di luar 200 m dari titik terluar poligon
Peta SensivitasEkologi Skor 23-30 : Sangat Sensitif
Skor 16-22 : Sensitif Skor 10-15 : Tidak Sensitif
Peta Ketinggian bobot 1 Skor 3 : 1400mdpl
Skor 2 : 700-1400mdpl Skor 1 : 700mdpl
Peta Kelerengan bobot 2 Skor 3 : 45
Skor 2 : 31-45 Skor 1 : 31
Peta Penutupan Lahan bobot 3 Skor 3 : H.Primer, H.Sekunder
Skor 2 : SemakBelukar Skor 1 : Perkebunan, Pertanian
Potensial Penentuan Zona Sangat Sensitif : Zona Inti syarat: tutupan lahan h. primersekunder
Sensitif : Zona Rimba Tidak Sensitif : Zona Lain
Prinsip Partisipasi Penggunaan Lahan
Masyarakat
Zona Rehabilitasi Zona Tradisional
Zona Pemanfaatan Wisata Alam
Zona Tradisional
PETA ZONASI CTN NANTU-BOLIYOHUTO
Prinsip Ekonomi Potensi DTW; peluang
kegiatan ekonomi Zona Rimba Membatasi:
Zona inti – Batas kawasan
Zona inti – Zona Pemanfaatan
Zona inti – Zona lainnya
Prinsip Kendali Efektivitas
Manajemen Prinsip Konservasi
Pelestarian Babirusa Anoa
Zona Rimba Zona Inti
KONSEP EKOWISATA Prinsip Edukasi
Rekreasi Interpretasi daya tarik
wisata alam, budaya Zona Rimba
Zona Inti Zona Pemanfaatan
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak dan Luas
Secara administratif CTN Nantu-Boliyohuto berada dalam lima wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Tolinggula, Kecamatan Sumalata, Kecamatan
Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, Kecamatan Mootilango, Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo, dan Kecamatan Tolangohula Kabupaten
Gorontalo Provinsi Gorontalo. Secara geografis CTN Nantu-Boliyohuto terletak diantara koordinat
122º08’00” – 122º37’00” Bujur Timur dan 00º47’00” – 00º56
00” Lintang Utara Gambar 4.1, dengan batas wilayahnya adalah : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo Utara
b. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boalemo c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo
Kawasan ini mempunyai luas 62.943 Ha, gabungan dari SM Nantu 32.627 Ha, Hutan Produksi Terbatas 10.346 Ha dan Hutan Lindung 19.970 Ha yang
diajukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo sebagai taman nasional berdasarkan Surat Usulan No. 522.21056382003 tanggal 8 April 2003.
Gambar 4.1 Peta Calon Taman Nasional Nantu-Boliyohuto