15 jumlah besar dan memberikan substrat dasar yang sangat baik bagi berbagai jenis
alga termasuk diatom dan fauna sessil Smith 1991. Beberapa fungsi ekologis dari lamun adalah sebagai produsen detritus, mengikat sedimen dan menstabilkan
substrat yang lunak dengan sistem perakarannya, tempat berlindung, mencari makan feeding ground, daerah asuhan nursery ground, dan memijah
spawning ground bagi berbagai jenis biota laut, serta sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari Hemminga
Duarte 2000. Habitat lamun tinggi akan keanekaragaman dan kelimpahan biota di
perairan. Lamun yang berada dekat reef flats dan estuari juga akan membantu menyerap nutrien dan masukan bahan kimia lainnya untuk lingkungan perairan
laut. Tingkat produksi primer yang tinggi pada lamun berkaitan erat dengan tingginya tingkat produksi perikanan. Lamun memberikan nilai ekonomis yang
sangat besar bagi kehidupan manusia, meskipun tidak mudah untuk dihitung secara kuantitatif, sehingga termasuk dalam peringkat ketiga ekosistem paling
produktif di laut setelah estuari dan lahan basah McKenzie Yoshida 2009. Di Pulau Pramuka, terdapat 6 jenis lamun, yaitu Cymodoceae rotundata,
Cymodoceae serrulata, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila pinifolia Dwindaru 2010. Namun menurut Dwintasari 2010
di Pulau Pramuka juga ditemukan Syringodium isoetifolium. Berdasarkan kriteria Kepmen LH No. 200 tahun 2004, kondisi lamun di Pulau Pramuka tergolong
rusak Dwindaru 2010.
2.5. Terumbu karang
Terumbu karang Coral reef merupakan ekosistem khas di wilayah pesisir tropis. Terumbu terbentuk berasal dari endapan masif kalsium karbonat CaCO
3
yang dihasilkan organisme karang pembentuk terumbu karang hermatipik dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxanthellae
serta tambahan dari alga berkapur dan organisme lain yang ikut mengekskresikan kalsium karbonat Nybakken 1988.
Terumbu karang adalah ekosistem laut yang paling produktif dengan tingkat produksi kotor setiap harinya berkisar antara 2
– 12 gC m
-2
. Tingginya produktivitas terumbu karang berasal dari beberapa komponen seperti,
16 zooxanthellae, alga filamen, makroalga bentik, dan fitoplankton. Namun pada
ekosistem mangrove, porsi utama dari produktivitas adalah berasal dari komponen daratan, seperti vegetasi mangrove, dibandingkan dengan yang berasal dari
komponen akuatik. Hasil pengamatan yang dilakukan di Puerto Rico menunjukkan bahwa produksi diperkirakan 8 gC m
-2
d
-1
Qasim Wafar 1990. Reef crest merupakan bagian terdangkal dari tipe habitat terumbu karang
yang dihuni oleh keanekaragaman dan kelimpahan fauna yang sangat ekstrem. Pada umumnya kedalaman reef crest hanya kurang dari 10 meter. Habitat reef
crest mendapat energi gelombang tertinggi dibandingkan kawasan terumbu karang lainnya dan biasanya perairan dilapisi oleh alga merah dan karang
berbentuk lembaran sheet-like coral forms sehingga memungkinkan banyak terdapat pecahan karang didalamnya Kensley 1984. Pada penelitian ini, bagian
reef crest dari salah satu tipe habitat terumbu karang dijadikan sebagai lokasi pengambilan contoh makrozoobentos.
Kehidupan karang di lautan dibatasi oleh kedalaman yang biasanya kurang dari 25 m dan oleh area yang mempunyai suhu rata-rata minimum dalam setahun
sebesar 10
o
C. Pertumbuhan maksimum terumbu karang terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m dan suhu sekitar 25 - 29
o
C Hutabarat Evans 1984. Kadar salinitas perairan laut yang dapat mendukung pertumbuhan terumbu karang
berkisar antara 32 - 35‰ Nybakken 1988. Karena sifat hidup inilah maka
terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia. Terumbu karang menyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak
langsung. Produktivitas primer yang tinggi di perairan terumbu karang memungkinkan ekosistem ini sebagai tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari
makan bagi biota laut. Kerangka hewan karang dapat dijadikan tempat berlindung atau menempelnya biota laut lainnya. Beberapa ikan pelagis menggantungkan
masa larvanya terhadap keberadaan terumbu karang. Selain itu, terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi Mukhtasor 2007.
Faktor pengendapan atau sedimentasi memberikan pengaruh negatif terhadap terumbu karang. Sebagian besar karang hermatipik tidak dapat bertahan
bila ada sedimentasi yang besar, menutupi dan menyumbat alur pemberian makanan. Endapan dalam air juga dapat mengurangi intensitas cahaya yang
17 dibutuhkan zooxanthellae untuk berfotosintesis dalam jaringan karang. Akibat
yang akan terjadi adalah menurunnya perkembangan terumbu karang bahkan hilangnya terumbu karang tersebut dari daerah yang memiliki tingkat
pengendapan yang tinggi Nybakken 1988. Menurut Departemen Kehutanan 2008 kondisi terumbu karang di wilayah
Kepulauan Seribu kawasan TNKPs dikategorikan sedang sampai rusak. Persentase penutupan karang hidup berkisar antara 4,3
– 50,7 dan didominasi oleh tutupan pasir, pecahan karang serta karang mati yang telah melampaui 50.
Kerusakan ini sebagian besar diakibatkan oleh faktor buatan ulah manusia seperti penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air,
penimbunan sampah, serta penambangan pasir dan karang. Di samping itu faktor alami yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan terumbu karang adalah
pengaruh grazing oleh bulu babi seperti Diadema dan Eucidaris Nybakken 1988. Penelitian yang dilakukan oleh Sammarco Nybakken 1988,
memperlihatkan bahwa bulu babi Diadema pada kepadatan yang tinggi akan memakan semua organisme tidak hanya alga, dengan demikian akan menghalangi
pertumbuhan karang. Penelitian lainnya oleh Glynn Nybakken 1988 di Kepulauan Galapagos juga memperlihatkan bahwa bulu babi Eucidaris thouarsii
memakan karang yang dominan, sehingga mengganggu perkembangan terumbu karang dan menyebabkan berkurangnya terumbu karang di pulau tersebut.
2.6. Konektivitas