39 C-organik terendah terdapat pada hampir di seluruh lokasi pengamatan yakni
sebesar 0,08. Perbedaan kandungan C-Organik yang terdapat pada ketiga lokasi pengamatan tersebut tidak terlalu signifikan.
4.3. Kondisi Mangrove, Lamun dan Reef Crest
Habitat mangrove, lamun dan terumbu karang reef crest memiliki keterkaitan ekologis yang sangat erat satu sama lainnya. Ketiga habitat tersebut
mengusahakan adanya efek stabilitas pada lingkungan yang mengakibatkan timbulnya penopang penting secara fisika maupun biologi terhadap komunitas
biota Amesbury Francis 1988. Parameter yang diamati dan diukur pada pengamatan kali ini adalah kerapatan jenis mangrove, persen penutupan lamun
dan persen penutupan karang pada bulan Januari 2011.
4.3.1. Kerapatan jenis mangrove
Menurut Nybakken 1988 komunitas mangrove bersifat unik, disebabkan oleh sifatnya yang berkembang hanya pada perairan yang dangkal dan daerah
intertidal serta dipengaruhi oleh pasang surut. Mangrove juga dapat tumbuh pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang, sehingga kondisi fisik pertama
yang harus ada adalah minimalnya gerakan air. Tingginya kerapatan jenis mangrove pada suatu daerah dapat menggambarkan kondisi dari ekosistem
mangrove itu sendiri Huda 2008. Gambar 6 berikut ini adalah grafik kerapatan jenis mangrove yang berada di Pulau Pramuka.
Gambar 6. Kerapatan jenis mangrove Di di Pulau Pramuka pada bulan Januari 2011
73,5 60
102,5 115
145,5 173
330 237,5
142
50 100
150 200
250 300
350
1 2
3 9
10 11
17 18
19
Di in
d iv
id u
m
-2
Stasiun
40 Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan jenis mangrove Di
pada bulan Januari 2011 bervariasi antar stasiun, yaitu berkisar antara 60 - 330 individu m
-2
. Nilai Di tertinggi berada pada stasiun 17, sedangkan terendah berada pada stasiun 2. Stasiun 17 merupakan stasiun yang berada paling pinggir sebelah
timur Pulau Pramuka. Pada stasiun tersebut pengaruh kegiatan manusia masih rendah karena terletak agak jauh dari permukiman, sehingga kondisi anakan
mangrove masih rapat. Stasiun 2 berada dekat dengan permukiman penduduk yang memungkinkan pengaruh kegiatan manusia sudah tinggi, sehingga kondisi
anakan mangrove kurang rapat. Menurut Keputusan Dirjen PHKA Departemen Kehutanan nomor
SK.05IV-KK2004 tanggal 27 Januari 2004 Departemen Kehutanan 2008, penyebaran mangrove di kawasan ini tidak memiliki zonasi spesies mangrove
seperti yang ditemukan di Teluk Jakarta. Hal ini disebabkan oleh pulau yang sangat terbuka dan tidak terdapatnya sungai di daratan. Selain itu, kondisi pantai
pulau yang miskin hara dan minim akan lumpur menjadi penyebab rendahnya keragaman spesies mangrove dan kerapatan jenis di Pulau Pramuka. Maka tidak
semua mangrove dapat hidup dan tumbuh optimal pada kondisi yang berbeda dengan habitat sesungguhnya. Jenis mangrove yang ditemukan dan dominan di
Pulau Pramuka hanya Rhizopora stylosa di daerah intertidal Departemen Kehutanan 2008.
4.3.2. Persen penutupan lamun
Di Pulau Pramuka, terdapat 7 jenis lamun, yaitu Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila
ovalis, Halophila pinifolia, dan Syringodium isoetifolium Dwindaru 2010, Dwintasari 2010. Menurut kriteria Kepmen LH No. 200 tahun 2004, kondisi
lamun di Pulau Pramuka tergolong rusak Dwindaru 2010. Pengamatan persen penutupan lamun dilakukan secara visual pada bulan September 2010 dan bulan
Januari 2011. Tumbuhan lamun ditemukan di setiap stasiun pengamatan dengan nilai
persen penutupan lamun yang berbeda-beda. Dari hasil pengamatan tersebut diperoleh hasil persen penutupan lamun pada habitat mangrove berfluktuasi antara
5 - 40. Saat pengamatan dilakukan, ditemukan habitat mangrove dan lamun
41 bersamaan dalam satu kawasan, seperti pada stasiun 10, 11, 17, 18, dan 19. Di
kelima stasiun tersebut nilai persen penutupan lamun adalah sebesar 30 - 40. Hasil pengamatan persen penutupan lamun pada habitat lamun berkisar antara
25 - 55, nilai persen tersebut dapat dikatakan tergolong rusak menurut kriteria Kepmen LH No. 200 tahun 2004. Pada habitat reef crest, nilai persen penutupan
lamun yang diperoleh hanya berkisar antara 5 - 15 Gambar 7.
Gambar 7. Persen penutupan lamun di Pulau Pramuka pada bulan September 2010 dan Januari 2011
4.3.3. Persen penutupan karang
Pengamatan persen penutupan karang dilakukan secara visual pada bulan September 2010 dan bulan Januari 2011. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut
diperoleh hasil persen penutupan karang pada habitat lamun hanya berkisar antara 5 - 15 Gambar 8. Saat pengamatan dilakukan terdapat habitat lamun yang
hampir mendekati habitat reef crest, sehingga dalam satu lokasi pengamatan ditemukan tumbuhan lamun dan terumbu karang secara bersamaan.
Hasil pengamatan persen penutupan karang pada habitat reef crest berkisar antara 20 - 30 Gambar 8, nilai persen tersebut dapat dikatakan tergolong rusak
sedang menurut kriteria Kepmen LH No. 04 tahun 2001. Pada habitat ini juga ditemukan 5 - 15 penutupan lamun dan 20 penutupan alga. Survei yang telah
dilakukan di Pulau Pramuka oleh Terangi tahun 2004-2005 juga menunjukkan bahwa persen penutupan karang keras sebesar 34,71 2004 dan 16,01 2005,
5 25 25
5 35 35
30 40 40
45 55 55 55
25 25 50
35 40
5 5 5 5 5 5
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
1 2
3 9 10 11 17 18 19 4
5 6 12 13 14 20 21 22 7
8 15 16 23 24
Stasiun
Mangrove Lamun
Reef crest
42 sedangkan persen penutupan karang mati sebesar 34,15 2004 dan 10,85
2005 Estradivari et al. 2007.
Gambar 8. Persen penutupan karang di Pulau Pramuka pada bulan September 2010 dan Januari 2011
4.4. Struktur Komunitas Makrozoobentos