Kepadatan Makrozoobentos Sarkar et al. 2005, dan Borja et al. 2000 yang diacu dalam Taurusman

47 langsung limbah domestik maupun dari hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati di suatu habitat Effendi 2003 terakumulasi di substrat dasar perairan. Sedangkan pada bulan Januari 2011 yang merupakan puncak dari musim hujan, terjadi penggelontoran sebagian besar bahan organik di perairan yang menyebabkan ketersediaan makanan bagi makrozoobentos pun menjadi lebih rendah. Berdasarkan habitat, jumlah spesies tertinggi terdapat pada lokasi pengamatan habitat lamun baik pada bulan September 2010 maupun bulan Januari 2011, meskipun tidak terlalu berbeda secara signifikan terhadap habitat reef crest. Sementara itu jumlah spesies terendah terdapat pada habitat mangrove. Semakin menjauh dari daratan, jumlah spesies makrozoobentos juga akan menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh luasnya dimensi lingkungan pada laut lepas dibandingkan dengan dimensi lingkungan laut yang berdekatan dengan daratan. Penelitian yang dilakukan oleh Groenewald 2010 juga turut mendukung hal tersebut, yang menyatakan bahwa jumlah spesies makrozoobentos lebih banyak ditemukan pada kawasan perairan subtidal daripada perairan intertidal pada estuari Mngazana, Afrika Selatan. Currie Small 2005 in Groenewald 2010 juga melakukan penelitian serupa di daerah estuaria Australia dengan hasil yang diperolah adalah kekayaan spesies dan kepadatan makrozoobentos menurun secara signifikan pada transek di daerah intertidal dibandingkan dengan transek yang diletakkan di kawasan subtidal. Ini menunjukkan bahwa semakin menuju perairan lepas reef crest, maka jumlah spesies makrozoobentos akan semakin tinggi.

4.4.2. Kepadatan Makrozoobentos

Secara umum kepadatan makrozoobentos pada bulan September 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan makrozoobentos pada bulan Januari 2011. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan curah hujan yang terjadi. Bulan September 2010 merupakan musim kemarau, sedangkan bulan Januari 2011 merupakan musim hujan dimana terjadi curah hujan terbesar. Makrozoobentos yang ditemukan di Pulau Pramuka pada bulan September 2010 sebanyak 252.634 individu sedangkan pada bulan Januari 2011 adalah sebanyak 155.185 individu. 48 Berdasarkan pengamatan per stasiun bulan September 2010, diperoleh nilai kepadatan tertinggi pada stasiun 3 sebesar 33.251 individu m -2 , sedangkan kepadatan makrozoobentos terendah terdapat pada stasiun 24 yakni sebesar 2.428 individu m -2 . Pada bulan Januari 2011, nilai tertinggi terdapat pada stasiun 12 sebesar 13.909 individu m -2 , sedangkan kepadatan makrozoobentos terendah terdapat pada stasiun 5 yakni sebesar 1.358 individu m -2 Gambar 11. Melihat kepadatan makrozoobentos berdasarkan habitat pada Gambar 11, nilai tertinggi pada bulan September 2010 terdapat di habitat mangrove, sebesar 13.969 individu m -2 , kemudian semakin menurun ke arah habitat reef crest, yakni sebesar 7.524 individu m -2 . Pada bulan Januari 2011 diperoleh nilai kepadatan makrozoobentos tertinggi pada habitat lamun, sebesar 7.247 individu m -2 , serta nilai kepadatan terendah pada habitat reef crest yakni sebesar 5.185 individu m -2 . Tingginya nilai standar deviasi pada habitat mangrove diduga karena adanya migrasi secara vertikal beberapa spesies di stasiun tertentu pada saat pengambilan contoh makrozoobentos. Hal ini menyebabkan kepadatan makrozoobentos di setiap stasiun menjadi beragam. a 10000 20000 30000 40000 50000 60000 1 2 3 9 10 11 17 18 19 4 5 6 12 13 14 20 21 22 7 8 15 16 23 24 In d iv id u m -2 Stasiun Bulan September 2010 Bulan Januari 2011 Mangrove Lamun Reef crest n = 3 Bulan September 2010 = 10526 8490 Bulan Januari 2011 = 6466 3043 49 b Gambar 11. Kepadatan makrozoobentos pada bulan September 2010 dan Januari 2011 berdasarkan a stasiun dan b habitat n mangrove n lamun = 9; n reef crest = 6 Pada bulan September 2010 stasiun dengan kepadatan makrozoobentos tertinggi adalah stasiun 3 yang merupakan habitat mangrove, sedangkan stasiun 24 dengan kepadatan makrozoobentos terendah merupakan habitat reef crest. Di samping itu, stasiun yang berada di lokasi perbatasan habitat, seperti stasiun 4 dan 7, memiliki nilai kepadatan makrozoobentos yang cukup tinggi. Stasiun dengan kepadatan makrozoobentos tertinggi stasiun 12 pada bulan Januari 2011 merupakan habitat lamun, sedangkan stasiun 5 dengan kepadatan makrozoobentos terendah juga merupakan habitat lamun. Pulau Pramuka pada bulan September 2010 memiliki pola kepadatan makrozoobentos yang tinggi pada habitat mangrove dan semakin rendah ke arah habitat reef crest. Hal ini dapat disebabkan oleh habitat mangrove dekat daratan bersifat lebih terlindung dari perairan terbuka dan lebih banyak terdapat makanan disana, seperti bahan organik bagi kehidupan makrozoobentos. Nybakken 1993 menyatakan bahwa makrozoobentos di mangrove tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove. Selain itu, mangrove memiliki fungsi sebagai daerah mencari makan bagi makrozoobentos karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon Knox Miyabara 1984. Pada habitat mangrove juga ditemukan beberapa 10000 20000 30000 40000 50000 Mangrove Lamun Reef crest In d iv id u m -2 Habitat Bulan September 2010 Bulan Januari 2011 n mangrove lamun = 9; n reef crest = 6 Bulan September 2010 = 10193 3362,11 Bulan Januari 2011 = 6324 1047,76 50 spesies kepiting yang menempel pada batang mangrove serta larva ikan dan ikan dewasa yang berlindung pada akar mangrove. Pulau Pramuka pada bulan Januari 2011 memiliki pola kepadatan makrozoobentos yang rendah di habitat mangrove, lalu mengalami sedikit peningkatan pada habitat lamun, kemudian kembali menurun saat berada di habitat reef crest. Habitat lamun juga merupakan salah satu habitat yang paling disukai oleh biota laut, khususnya makrozoobentos. Hal tersebut disebabkan oleh fungsi habitat lamun sebagai daerah tempat berlindung yang melindungi biota dari sengatan sinar matahari, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi berbagai jenis biota laut Hemminga Duarte 2000. Hal ini terbukti dengan ditemukan pula berbagai jenis alga, larva ikan, ikan dewasa, dan teripang di habitat lamun. Pada kedua bulan dapat dilihat bahwa di habitat mangrove kepadatan makrozoobentos akan lebih tinggi dibandingkan dengan habitat lamun dan reef crest. Hal ini terkait dengan melimpahnya ketersediaan bahan organik sebagai makanannya di daerah dekat daratan. Posisi mangrove di pinggir laut berfungsi sebagai penjebak trapping sebagian besar bahan organik tersuspensi yang berasal dari daratan menuju laut lepas. Sisa dari bahan organik yang tidak terjebak atau lolos dari mangrove akan sampai ke habitat lamun hingga habitat reef crest. Ini menyebabkan bahan organik melimpah pada habitat mangrove dan semakin berkurang menuju ke arah laut lepas. Pearson Rosenberg 1978 serta Gray et al. 2002 in Taurusman 2007 menyatakan bahwa masukan makanan yang tinggi dan ketersediaan oksigen yang cukup pada area dekat mulut sungai dekat daratan dapat menjadi alasan tingginya pula kepadatan hewan bentik di dalamnya. Berdasarkan habitatnya, reef crest memiliki nilai kepadatan makrozoobentos terendah dibandingkan habitat lainnya yang disebabkan oleh karakteristik dari terumbu karang yang sensitif terhadap endapan atau sedimentasi Nybakken 1988. Karakteristik sensitif tersebut menyebabkan sedikitnya bahan organik yang tersedia dan tentunya mempengaruhi keberadaan makrozoobentos. Pada habitat reef crest ditemukan banyak tersebar bulu babi, alga, larva ikan, dan ikan dewasa. 51 Berdasarkan analisis kelompok dendogram similaritas kepadatan makrozoobentos pada setiap stasiun bulan September 2010 pada Gambar 12, diketahui bahwa stasiun yang terletak pada habitat mangrove terbagi menjadi dua pola kelompok, yakni pada stasiun S1, S9, S3, dan S4 yang merupakan habitat dimana hanya tumbuh vegetasi mangrove saja, serta kelompok S10, S17, S11, S18, dan S19 yang merupakan habitat tumbuhnya vegetasi mangrove dan lamun secara berdampingan. Habitat lamun dan reef crest yang terdiri atas stasiun S20, S16, S7, S8, S5, S6, S2, S12, S13, S15, S21, S14, S22, S23 tidak membentuk pola pemisahan kelompok yang jelas antar habitat. Hal ini disebabkan oleh adanya zona transisi antara lamun dengan reef crest yang digambarkan melalui hubungan kesamaan kepadatan makrozoobentos antar stasiun. Kelompok S24 dipisahkan karena hanya memiliki kesamaan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok lain, menunjukkan bahwa terdapat sebuah komunitas yang berbeda akibat kondisi substrat dasar yang didominasi oleh pecahan karang saja. Berdasarkan stasiun, hasil analisis SIMPER menunjukkan kontribusi persen dari masing-masing spesies makrozoobentos yang berbeda pada setiap kelompoknya di bulan September 2010. Secara umum makrozoobentos pada lokasi pengamatan Pulau Pramuka bulan September 2010 terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan hasil analisis SIMPER. Kontribusi tertinggi menentukan karakteristik spesies di setiap kelompok dan sebagian besar anggota kelompok- kelompok tersebut berasal dari lokasi yang berdekatan. Lokasi-lokasi yang berdekatan cenderung memiliki struktur komunitas yang hampir sama. Kelompok 1 stasiun S1 dan S9 dinyatakan dengan kepadatan yang tinggi dari Notomastus latericeus lebih dari 70 dan hanya ditemukan kelas Polikaeta, sedangkan kelompok 2 stasiun S3 dan S4 dinyatakan dengan kepadatan yang tinggi dari Notomastus latericeus sebesar 30-42 dan ditemukan beberapa spesies Arthropoda dan Nematoda. Kelompok 3 stasiun S2, S5, S6, S7, S8, S12, S13, S15, S16, dan S20 dicirikan dengan kepadatan dominan yang tinggi dari Syllis cornuta, Notomastus latericeus, Corophium sp. dan Paraonis gracilis, serta ditemukan pula beberapa spesies Arthropoda, Nematoda dan Moluska. Kelompok 3 ini agak unik karena terdiri atas stasiun pengamatan yang jaraknya berjauhan pada garis transek A, B dan C lihat Gambar 4 dan mencakup tiga habitat 52 mangrove, lamun dan reef crest. Kelompok 4 stasiun S10, S11, S14, S17, S18, S19, S21, S22, dan S23 dicirikan dengan ditemukannya spesies Pseudoeurythoe sp., Sigambra tentaculata dan Lumbrineris sp. cukup tinggi, serta ditemukan pula beberapa spesies Moluska, Nematoda dan Echinoida. Seperti halnya kelompok 3, pada kelompok 4 stasiun pengamatan jaraknya agak berjauhan pada garis transek B dan C lihat Gambar 4 dan mencakup tiga habitat mangrove, lamun dan reef crest. Kelompok 5 stasiun S24 dicirikan dengan kepadatan tinggi dari Syllis cornuta sebesar 70. Dendogram similaritas kepadatan makrozoobentos pada Gambar 12 juga membagi habitat lokasi pengamatan Pulau Pramuka pada bulan September 2010 menjadi dua kelompok besar. Kelompok besar tersebut dibedakan berdasarkan kepadatan dan komposisi jenis makrozoobentos di habitat tersebut. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok habitat mangrove dan lamun. Kelompok ini dikelompokkan bersama ke dalam satu set karena mereka berkelompok bersama secara erat dan lebih dari 75 memiliki kesamaan terkait komposisi jenis makrozoobentos di dalamnya, yakni dicirikan dengan kepadatan tinggi dari spesies Notomastus latericeus. Kelompok reef crest dipisahkan karena hanya memiliki kesamaan lebih dari 70 dengan kelompok lain yang menunjukkan bahwa spesies yang mendominasi adalah Syllis cornuta serta komunitas makrozoobentos yang berbeda yakni terdapat kelas Echinoida. a 53 b Gambar 12. Dendogram kepadatan makrozoobentos di Pulau Pramuka pada bulan September 2010 berdasarkan a stasiun dan b habitat Berdasarkan analisis kelompok dendogram similaritas kepadatan makrozoobentos pada setiap stasiun bulan Januari 2011 pada Gambar 13, dapat diketahui bahwa stasiun yang terletak pada habitat mangrove sendiri terbagi menjadi dua pola kelompok, yakni pada stasiun J1, J2, J9, dan J10 yang merupakan habitat dimana hanya tumbuh vegetasi mangrove saja serta kelompok J3, J4, J5, J11, J17, J18 yang merupakan habitat tumbuhnya vegetasi mangrove dan lamun secara berdampingan. Habitat reef crest dan lamun yang terdiri atas stasiun J15, J19, J12, J20, J22, J21, J18, J7, J23, J6, J13, J24 tidak membentuk pola pemisahan yang jelas antar habitat. Hal ini disebabkan oleh adanya zona transisi antara lamun dengan reef crest yang digambarkan melalui hubungan kesamaan kepadatan makrozoobentos antar stasiun. Stasiun J8 dan J16 yang merupakan habitat reef crest mengelompok secara jelas karena habitat tersebut hanya terdiri atas pecahan karang saja. Hasil analisis SIMPER berdasarkan stasiun menunjukkan kontribusi persen dari masing-masing spesies makrozoobentos yang berbeda pada setiap kelompoknya di bulan Januari 2011. Secara umum makrozoobentos pada lokasi pengamatan Pulau Pramuka bulan Januari 2011 terbagi menjadi 4 kelompok berdasarkan hasil analisis SIMPER. Kontribusi tertinggi menentukan karakteristik spesies di setiap kelompok. Kelompok 1 stasiun J1 dinyatakan dengan kepadatan yang tinggi dari Notomastus latericeus mencapai kontribusi lebih dari 54 98, sedangkan kelompok 2 stasiun J2 dan J9 dinyatakan dengan kepadatan yang tinggi dari Notomastus latericeus sebesar 62 - 93 serta ditemukan beberapa spesies Moluska. Kelompok 3 stasiun J3, J4, J6, J7, J8, J11, J12, J13, J14, J15, J16, J17, J18, J19, J20, J21, J22, J23, J24 dicirikan dengan kepadatan dominan yang tinggi dari Notomastus latericeus sebesar 20 – 60, Syllis cornuta, dan Lumbrineris sp., serta beberapa spesies dari Arthropoda, Nematoda, Moluska, dan Sipunculida. Kelompok 3 ini agak unik karena terdiri atas stasiun pengamatan yang jaraknya berjauhan pada garis transek A, B dan C lihat Gambar 4 dan mencakup tiga habitat mangrove, lamun dan reef crest. Kelompok 4 stasiun J5 dan J10 dicirikan dengan kepadatan rendah dari Paraonis gracilis, Notomastus latericeus dan Nereis pelagica. Dendogram similaritas kepadatan makrozoobentos pada Gambar 13 membagi habitat lokasi pengamatan Pulau Pramuka pada bulan Januari 2011 menjadi dua kelompok besar. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok habitat lamun dan reef crest. Kelompok ini dikelompokkan bersama ke dalam satu set karena mereka berkelompok bersama secara erat dan lebih dari 80 memiliki kesamaan terkait komposisi jenis makrozoobentos di dalamnya, yakni didominasi oleh Notomastus latericeus dengan kontribusi sebesar 30 - 40. Kelompok mangrove dipisahkan karena hanya memiliki kesamaan lebih dari 70 dengan kelompok lain yang menunjukkan bahwa terdapat sebuah komunitas makrozoobentos yang berbeda, yakni didominasi oleh Notomastus latericeus dengan kontribusi di atas 60. a 55 b Gambar 13. Dendogram kepadatan makrozoobentos di Pulau Pramuka pada bulan Januari 2011 berdasarkan a stasiun dan b habitat Pada Gambar 14, dapat diketahui bahwa pada bulan September 2010 maupun Januari 2011 kelas dari Polikaeta mendominasi di seluruh habitat dengan presentase kepadatan lebih dari 50. Pada bulan September 2010 di lokasi pengamatan mangrove presentase kepadatan makrozoobentos didominasi oleh Polikaeta sebesar 79. Nilai tersebut merupakan nilai persen kepadatan makrozoobentos tertinggi dibandingkan dengan habitat lain. Semakin ke arah lepas pantai, persen kepadatan makrozoobentos yang didominasi oleh Polikaeta menjadi lebih rendah, namun kelas Krustasea dan Nematoda menjadi lebih tinggi. Demikian pula dengan kondisi kepadatan makrozoobentos di berbagai habitat pada bulan Januari 2011. Pada bulan Januari 2011, presen kepadatan makrozoobentos didominasi oleh Polikaeta sebesar 89 di lokasi pengamatan mangrove. Nilai tersebut semakin lebih rendah ke arah lepas pantai. Pada habitat reef crest di bulan Januari 2011 persen kepadatan makrozoobentos berkurang menjadi 62, sedangkan kelas Krustasea dan Nematoda menjadi lebih tinggi. Kelas Krustasea yang semakin tinggi pada habitat lamun dan reef crest dapat disebabkan oleh salah satu pola adaptasi kelas tersebut terhadap perubahan kondisi lingkungan yang terjadi. Khususnya bagi kelas Krustasea yang dapat bergerak mobile, mereka cenderung dapat dengan mudah bergerak menghindari habitat yang kurang sesuai menuju habitat yang lebih sesuai untuk ditempati. Tidak seperti Krustasea yang bersifat mobile, kelas Polikaeta yang sessile cenderung sulit untuk berpindah secara bebas, sehingga mengharuskan mereka 56 89 5 5 1 Polychaeta Crustacean Nematoda Bivalvia 79 18 3 Polychaeta Crustacean Nematoda 69 24 7 Polychaeta Crustacean Nematoda 67 14 19 Polychaeta Crustacean Nematoda untuk bertahan pada habitat tertentu dengan berbagai pola adaptasi mereka Nybakken 1988. Tingginya persen kepadatan makrozoobentos Polikaeta pada bulan September 2010 dan Januari 2011 di habitat mangrove, dikarenakan pola daur hidup makrozoobentos tipe oportunistik seperti Polikaeta yang cenderung mendiami substrat berukuran kecil dan halus. Penelitian yang dilakukan Linton Taghon 2000 in Groenewald 2010 pada habitat dasar laut subtropis yang lunak menyatakan bahwa munculnya spesies oportunistik sebagai akibat dari proses suksesi, diikuti dengan pengayaan bahan organik maupun terjadinya gangguan pada substrat dasar perairan. Mangrove tinggi akan produksi bahan organik, namun kurang dari 10 diambil oleh herbivora, sisanya digunakan sebagai detritus atau bahan organik yang telah mati. Daun mangrove yang jatuh terjadi menyeluruh sepanjang tahun, dan melalui aktivitas makan-memakan dari mikro dekomposer serta hewan pemakan detritus yang lebih besar, mereka memproses kembali menjadi partikel yang lebih halus Knox Miyabara 1984. Tidak diragukan lagi bahwa mangrove merupakan penyumbang bahan organik terbesar yang disebabkan oleh masukan dari daun mangrove itu sendiri Thwala 2005 dan De Villiers et al. 1999 in Groenewald 2010. Bulan September 2010 Bulan Januari 2011 a1 a2 b1 b2 57 53 39 8 Polychaeta Crustacean Nematoda 62 22 15 1 Polychaeta Crustacean Nematoda Bivalvia c1 c2 Gambar 14. Kepadatan makrozoobentos pada bulan September 2010 dan Januari 2011 berdasarkan habitat a1-a2 mangrove, b1-b2 lamun dan c1- c2 reef crest Tipe sedimen yang berpasir menjadikan kelas Polikaeta menjadi kelas makrozoobentos yang paling dominan ditemukan pada ketiga habitat tersebut. Sedimen pasir bersifat tidak stabil dan mudah teraduk oleh ombak, sehingga beberapa organisme membutuhkan adaptasi khusus agar dapat hidup. Menurut Nybakken 1988 kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di dasar lunak adalah 4 kelompok, yaitu Polikaeta, Krustasea, Moluska, dan Echinodermata. Secara umum spesies yang mendominasi pada bulan September 2010 maupun Januari 2011 adalah Notomastus latericeus, Syllis cornuta, dan Lumbrineris sp. dari kelas Polikaeta Gambar 15. Kelas Polikaeta memainkan peran utama dalam fungsi komunitas bentik dalam hal daur ulang sedimen laut. Makrozoobentos kelas ini sering mendominasi dalam sedimen perairan Hutchings 1998 in Cacabelos et al. 2011. Tingginya keragaman perilaku trofik dan kemampuan yang besar dalam beradaptasi di habitat yang berbeda menjadikan makrozoobentos kelas Polikaeta dianggap sebagai indikator yang baik dalam struktur komunitas bentik Jumars Fauchald 1977; Olsgard et al. 2003 in Cacabelos et al. 2011. Selain itu, beberapa Polikaeta cukup toleran terhadap berbagai gangguan dan oleh karena itu telah dianggap sebagai indikator kondisi lingkungan laut Grall Glémarec 1997; Tomassetti Porrello 2005 in Cacabelos et al. 2011. 58 Gambar 15. Kepadatan masing-masing spesies makrozoobentos 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Aglaophamus verrilli Arabella iricolor Arenicola cristata Arenicola marina Aricidea quadrilobata Asychis biceps Capitella capitata Cirratulus grandis Cossura longocirrata Drilonereis sp. Dysponetus pygmaeus Eusyllis lamelligera Glycera sp. Lepidonotus squamatus Lumbrineris sp. Maldanopsis elongata Marphysa belli Nephtys discors Nephtys incisa Nereis pelagica Notocirrus spiniferus Notomastus latericeus Ophelia denticulata Ophelia bicornis Paraonis lyra Paraonis gracilis Pista maculata Platynereis dumerilii Pseudoeurythoe sp. Scalibregma inflatum Sigambra tentaculata Spinther citrinus Syllis cornuta Terebellides stroemi Travisia carnea Trichobranchus glacialis Amphilochus sp. Ampithoe sp. Calliopius sp. Carcinus maenas Ceradocus spinicaudus Cheirimedeia zotea Corophium sp. Cyathura sp. Cyclaspis varians Cymadusa sp. Jassa sp. Leptochelia sp. Ligia oceanica Mysis stenolepis Paramoera suchaneki Penaeus sp. Photis brevipes Pontogeneia sp. Portunus sp. Tanais cavolinii Nematoda sp1. Golfingia sp. Echinarachnius parma Abra alba Dosinia discus Gafrarium divaricatum Glossus humanus Myadora striata Periploma angasi Tellina donacina Tellina radiata Trachycardium magnum Yoldia limatula Polinices flemingiana P o ly ch a e ta C ru st acea Ne ma to da Si p un cu l id a Ec h in o id ea B iv al v ia Ga st r op od a Individu per lokasi studi Taksa Sp e si e s Reef crest Januari 2011 Lamun Januari 2011 Mangrove Januari 2011 Reef crest September 2010 Lamun September 2010 Mangrove September 2010 59 Sebaran kepadatan tiap filum makrozoobentos di Pulau Pramuka pada bulan September 2010 dan Januari 2011 yang digambarkan dengan non-metric multidimensional scaling nMDS menunjukkan bahwa filum Annelida tersebar hampir di setiap stasiun pengamatan Gambar 16. Kepadatan dari beberapa filum makrozoobentos selama musim kemarau lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan. Filum Annelida Polikaeta menunjukkan kepadatan tertinggi dibandingkan dengan filum lainnya. Di samping itu filum Annelida terdapat di seluruh stasiun selama musim hujan Januari 2011, namun tidak ada di beberapa stasiun pada musim kemarau September 2010. Filum Arthropoda, Nematoda dan Moluska hanya ditemukan pada beberapa stasiun di kedua bulan. Arthropoda dengan kepadatan tinggi hanya terdapat di habitat mangrove stasiun 3, September 2010, serta stasiun di habitat lamun dan reef crest stasiun 8, 12, dan 15, Januari 2010. Nematoda dengan kepadatan tinggi hanya terdapat di habitat mangrove dan reef crest stasiun 3 dan 16, September 2010, serta di habitat lamun stasiun 12, Januari 2010. Moluska dengan kepadatan tinggi hanya terdapat di habitat lamun stasiun 6, September 2010 dan habitat mangrove stasiun 18, Januari 2011 Gambar 16. Filum Echinodermata hanya ditemukan pada bulan September 2010, sedangkan filum Sipunculida hanya ditemukan pada bulan Januari 2011. Kedua filum tersebut memiliki sebaran yang rendah karena hanya ditemukan di habitat reef crest stasiun 23, September 2010 untuk filum Echinodermata, serta di habitat lamun dan reef crest stasiun 16 dan 20, Januari 2011 untuk filum Sipunculida Gambar 16. Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa stasiun S1 dan S9 di bulan September 2010 memiliki hubungan kesamaan yang paling jauh dibandingkan stasiun lainnya karena hanya ditemukan filum Annelida dengan kepadatan total sedang dan memiliki nilai keanekaragaman yang rendah. Seperti halnya dengan stasiun S1 dan S9, pada stasiun S3 juga memiliki kedekatan yang berbeda dengan stasiun lainnya, karena ditemukannya kepadatan total sedang dari filum Annelida, Arthropoda dan Moluska. Pada stasiun S24 ditemukan filum Moluska dengan total kepadatan sedang, serta Annelida dan Nematoda dengan total kepadatan rendah, sehingga memiliki hubungan kesamaan agak jauh dengan stasiun lainnya. 60 Bulan September 2010 Bulan Januari 2011 Gambar 16. Susunan nMDS kepadatan makrozoobentos selama musim kemarau kiri dan musim hujan kanan dengan lingkaran hijau mewakili proporsi dari setiap filum dan keterangan stasiun di dalamnya. Annelida Annelida Arthropoda Arthropoda Nematoda Nematoda Moluska Moluska Echinodermata Sipunculida 61 Stasiun J1 di bulan Januari 2011 memiliki hubungan kesamaan yang paling jauh dibandingkan stasiun lainnya karena hanya ditemukan filum Annelida dengan kepadatan total sedang dan memiliki nilai keanekaragaman yang rendah. Seperti halnya dengan stasiun J1, pada stasiun J2 dan J9 juga memiliki kedekatan yang berbeda dengan stasiun lainnya, karena hanya ditemukannya kepadatan total sedang dari filum Annelida dan Moluska. Pada stasiun J5 hanya ditemukan filum Annelida dengan total kepadatan rendah sehingga memiliki hubungan kesamaan yang jauh dengan stasiun lainnya. Sebaran kepadatan tiap filum makrozoobentos di Pulau Pramuka pada bulan September 2010 dan Januari 2011 menunjukkan bahwa habitat mangrove cenderung didominasi oleh filum Annelida,sedangkan habitat lamun dan reef crest lebih memiliki variasi komposisi filum di dalamnya Gambar 16.

4.4.3. Biomassa Makrozoobentos