33
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Salah satu faktor yang dapat menjelaskan keadaan perairan pada saat penelitian dilakukan adalah melalui pengamatan beberapa parameter fisika dan
kimia perairan. Parameter fisika yang diamati pada penelitian ini meliputi suhu, kedalaman dan kecerahan. Sedangkan untuk parameter kimia adalah salinitas, pH,
DO, dan nutrien. Pengambilan parameter tersebut dilakukan pada tanggal 23 September 2010 dan 23 Januari 2011, namun untuk parameter oksigen terlarut
DO dilakukan pada tanggal 23 Januari 2011 Tabel 5. Tabel 5. Parameter fisika dan kimia perairan di lokasi penelitian Pulau Pramuka
pada bulan September 2010 dan Januari 2011
No Habitat
Parameter Satuan
Baku Mutu Acuan
Literatur September
2010 Januari
2011
1 Mangrove
Fisika
Suhu
o
C 28
– 32 28-31
1
30 27
Kecerahan meter
- -
0,51 0,69
Kedalaman meter
- -
0,51 0,69
Kimia
Salinitas ‰
33 – 34
15-35
2
29 29
pH -
7,0 - 8,5 7,0-8,5
3
8 8
DO mg l
-1
5 4
4
- 7,23
Nitrat NO
3
-N mg l
-1
- 0,24
5
0,08 0,03
Fosfat PO
4
-P mg l
-1
0,015 -
0,29 0,03
2 Lamun
Fisika
Suhu
o
C 28
– 30 28-31
1
30,50 27
Kecerahan meter
- -
0,76 0,95
Kedalaman meter
- -
0,76 0,95
Kimia
Salinitas ‰
33 – 34
15-35
2
29 30
pH -
7,0 - 8,5 7,0-8,5
3
7,5 8
DO mg l
-1
5 4
4
- 9,64
Nitrat NO
3
-N mg l
-1
- 0,24
5
0,08 0,02
Fosfat PO
4
-P mg l
-1
0,015 0,25
0,04
3 Reef
Crest
Fisika
Suhu C
28 – 30
28-31
1
30,50 27
Kecerahan meter
- -
0,85 0,99
Kedalaman meter
- -
0,85 0,99
Kimia
Salinitas ‰
33 – 34
15-35
2
30 30
pH -
7,0 - 8,5 7,0-8,5
3
7,5 8
DO mg l
-1
5 4
4
- 8,03
Nitrat NO
3
-N mg l
-1
- 0,24
5
0,08 0,02
Fosfat PO
4
-P mg l
-1
0,015 0,28
0,03
Kepmen LH No. 51 Tahun 2004, baku mutu air laut untuk biota laut. Literatur : 1 Nontji 2007; 2 Hutabarat Evans 1985; 3 Effendi 2003;
4 Gray et al. in Taurusman 2007; 5 Sanusi 2006
34
4.1.1. Suhu
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa kisaran suhu antara habitat bulan September 2010 dan Januari 2011 tidak terlalu jauh berbeda. Kisaran suhu adalah
sekitar 27 - 30,5
o
C. Suhu terendah berada pada bulan Januari 2011 di ketiga habitat yaitu 27
o
C, sedangkan suhu tertinggi berada pada bulan September 2010 di habitat lamun dan reef crest yaitu 30,5
o
C. Nilai tersebut dapat dikatakan melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004 yakni sebesar 28 - 30
o
C. Suhu udara rata-rata di Kepulauan Seribu berkisar antara 26,50 - 28,50
o
C Dinas Tata Kota DKI Jakarta 2011 in Departemen Kehutanan 2008, sehingga kisaran suhu tersebut dapat dikatakan masih berada dalam kisaran
suhu udara rata-rata wilayah setempat dan masih mampu menunjang kehidupan biota perairan. Effendi 2003 menyatakan bahwa suhu badan air dapat
dipengaruhi oleh penutupan awan dan musim.
4.1.2. Kedalaman
Kisaran kedalaman perairan pada bulan September 2010 adalah 0,51
– 0,85 meter, sedangkan pada bulan Januari 2011 kisaran kedalamannya adalah 0,69
– 0,99 meter. Nilai kedalaman terendah terdapat pada habitat mangrove dan terjadi peningkatan kedalaman menuju habitat reef crest Tabel 5.
Terjadinya perbedaan kedalaman tersebut dapat disebabkan oleh padatan tersuspensi yang terbawa ke daratan. Akumulasi dari padatan tersuspensi tersebut
mengakibatkan pendangkalan di habitat dekat daratan, yaitu pada habitat mangrove. Selain itu, pengaruh pasang surut perairan saat dilakukannya
pengamatan dapat mempengaruhi perbedaan kedalaman.
4.1.3. Kecerahan
Besarnya nilai kecerahan diperoleh dari nilai kedalaman secchi disk yang terukur di lokasi pengamatan. Nilai kedalaman secchi disk yang diperoleh adalah
sama dengan nilai kedalaman perairan di setiap lokasi penelitian pada bulan September 2010 dan Januari 2011, sehingga dapat dikatakan bahwa kecerahan
perairan mencapai 100 Tabel 5. Hal ini dapat menjelaskan bahwa cahaya matahari yang masuk mampu menembus hingga dasar perairan. Tingginya nilai
35 kecerahan yang merata tersebut tidak mempengaruhi penyebaran vegetasi
mangrove, lamun dan reef crest, sehingga dapat mendukung penyebaran biota perairan yang ada di dalamnya, termasuk makrozoobentos. Menurut Effendi
2003, nilai kecerahan dapat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi dalam perairan.
4.1.4. Derajat keasaman pH
Kisaran nilai derajat keasaman pH pada lokasi penelitian di kedua bulan adalah 7,5 - 8 Tabel 5. Berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, nilai tersebut masih masuk dalam kisaran baku mutu. Nilai pH pada lokasi ini relatif stabil, karena air
laut memiliki kemampuan buffer penyangga sehingga kisaran perubahan pH relatif kecil. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nybakken 1988, bahwa pH
bukan merupakan faktor penting bagi organisme dan struktur komunitas di suatu perairan karena kecilnya variasi pH pada perairan laut.
4.1.5. Salinitas
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa kisaran salinitas antara habitat pada bulan September 2010 dan Januari 2011 tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar
29 - 30‰. Nilai salinitas terendah terdapat pada lokasi pengamatan habitat
mangrove yang dekat dengan daratan. Semakin ke arah laut lepas, nilai salinitas akan semakin tinggi. Kisaran tersebut masih dapat mendukung kehidupan
makrozoobentos di dalamnya Hutabarat Evans 1985. Secara temporal, nilai salinitas tidak pula jauh berbeda. Pengaruh musim
dengan curah hujan yang tinggi pada kedua bulan menyebabkan rendahnya nilai salinitas di perairan. Hal ini disebabkan oleh permukaan air lebih banyak
mendapat masukan air hujan sehingga menurunkan nilai salinitas. Besarnya nilai salinitas permukaan air di perairan Kepulauan Seribu pada musim barat, musim
timur dan musim pancaroba tidak berfluktuasi secara nyata, yaitu berkisar antara 30 -
34‰ Departemen Kehutanan 2008.
36
4.1.6. DO Dissolved oxygen
Nilai kisaran kandungan oksigen terlarut DO pada lokasi penelitian ini adalah 7,23 - 9,64 mg l
-1
Tabel 5. Nilai DO tertinggi berada pada stasiun yang didiami oleh komunitas tumbuhan lamun yakni sebesar 9,64 mg l
-1
. Sedangkan untuk nilai DO terendah berada pada stasiun yang didiami oleh komunitas
tumbuhan mangrove yakni sebesar 7,23 mg l
-1
. Nilai DO di atas 5 mg l
-1
sangat baik dan dapat mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya
UNESCOWHOUNEP 1992 in Effendi 2003. Tingginya nilai DO pada habitat lamun disebabkan oleh besarnya persen penutupan lamun pada daerah tersebut
karena berkaitan dengan proses fotosintesis yang dilakukan oleh lamun. Kandungan oksigen terlarut yang rendah pada habitat mangrove secara
ekologis dapat disebabkan oleh peningkatan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang
tersedia Connel Miller 1995 in Taqwa 2010. Effendi 2003 menyatakan bahwa sumber DO dapat berasal dari difusi oksigen dan aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton.
4.1.7. Nutrien Nitrat dan orthophosphat
Besarnya kandungan nutrien nitrat dan orthophosphat di lokasi penelitian pada bulan September 2010 dan bulan Januari 2011 melebihi baku mutu yang
ditetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, yaitu berkisar 0,03
– 0,29 mg l
-1
untuk orthophosphat. Sementara itu untuk kandungan nitrat masih berada sesuai dengan baku mutu menurut literatur Sanusi
2006, yaitu berkisar antara 0,02 – 0,08 mg l
-1
Tabel 5. Nitrat dan orthophosphat pada bulan September 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Januari 2011.
Perbedaan tersebut dapat dikarenakan perbedaan curah hujan antara bulan September 2010 dan bulan Januari 2011
Berdasarkan kondisi habitatnya, mangrove merupakan habitat yang memiliki kandungan nitrat dan orthophosphat lebih tinggi dibandingkan habitat
lamun dan reef crest. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya masukan nutrien yang berasal dari daratan menuju habitat mangrove terlebih dahulu, seperti
limbah domestik dan industri Effendi 2003.
37
4.2. Sedimen