Konektivitas Konektivitas Komunitas Makrozoobentos antara Habitat Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta.

17 dibutuhkan zooxanthellae untuk berfotosintesis dalam jaringan karang. Akibat yang akan terjadi adalah menurunnya perkembangan terumbu karang bahkan hilangnya terumbu karang tersebut dari daerah yang memiliki tingkat pengendapan yang tinggi Nybakken 1988. Menurut Departemen Kehutanan 2008 kondisi terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu kawasan TNKPs dikategorikan sedang sampai rusak. Persentase penutupan karang hidup berkisar antara 4,3 – 50,7 dan didominasi oleh tutupan pasir, pecahan karang serta karang mati yang telah melampaui 50. Kerusakan ini sebagian besar diakibatkan oleh faktor buatan ulah manusia seperti penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air, penimbunan sampah, serta penambangan pasir dan karang. Di samping itu faktor alami yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan terumbu karang adalah pengaruh grazing oleh bulu babi seperti Diadema dan Eucidaris Nybakken 1988. Penelitian yang dilakukan oleh Sammarco Nybakken 1988, memperlihatkan bahwa bulu babi Diadema pada kepadatan yang tinggi akan memakan semua organisme tidak hanya alga, dengan demikian akan menghalangi pertumbuhan karang. Penelitian lainnya oleh Glynn Nybakken 1988 di Kepulauan Galapagos juga memperlihatkan bahwa bulu babi Eucidaris thouarsii memakan karang yang dominan, sehingga mengganggu perkembangan terumbu karang dan menyebabkan berkurangnya terumbu karang di pulau tersebut.

2.6. Konektivitas

Konektivitas antar habitat di perairan dangkal tropis mempengaruhi banyaknya komunitas ikan dan organisme bentik didalamnya Mumby et al. 2003. Pada penelitian ini konektivitas antara habitat dengan makrozoobentos difokuskan kepada habitat mangrove, lamun dan reef crest terumbu karang. Habitat mangrove, lamun dan reef crest saling berinteraksi satu sama lain dan membentuk suatu konektivitas ekologis untuk menciptakan efek stabilitas pada lingkungan dalam mendukung komunitas biota didalamnya Amesbury Francis 1988. Konektivitas yang terjadi antar habitat dapat dihasilkan dari transpor bahan organik, nutrien dan migrasi fauna. Bahan organik yang masuk ke laut sebagian besar berasal dari detritus daun mangrove dan lamun dibandingkan dengan yang 18 berasal dari terumbu karang. Habitat mangrove dan lamun cenderung sebagai penghasil nutrien. Kelebihan nutrien akan diikat oleh vegetasi pada masing- masing habitat, namun untuk nutrien dengan ukuran lebih besar akan meninggalkan habitat ini sebagai bahan organik terlarut atau partikulat DOMPOM yang dapat membantu memelihara organisme karang. Biota laut juga turut membantu dalam perpindahan nutrien diantara ketiga habitat. Berbagai jenis burung, ikan, bahkan invertebrata yang menghuni suatu habitat namun mencari makan pada habitat berbeda yang berdekatan, berpotensi untuk memindahkan nutrien UNESCO 1983. Hewan invertebrata yang menutupi akar mangrove menghasilkan larva planktonik yang akan terbawa oleh pergerakan arus ke habitat lain dan menjadi sumber makanan potensial di habitat tersebut. Organisme filter feeders di habitat lamun dan terumbu karang akan diuntungkan dengan melimpahnya larva planktonik yang berasal dari habitat mangrove UNESCO 1983. Di samping itu, peningkatan bahan organik yang berasal dari mangrove dekat lamun, berpotensial menyediakan sumber makanan yang dapat meningkatkan kelimpahan makrozoobentos Alongi 1990 in Unsworth 2008.

2.7. Makrozoobentos