Kondisi Geografis dan Administratif Keberadaan TPA terhadap Kesehatan Masyarakat di Sekitar TPA

Tabel 2 Curah hujan di stasiun meteorologi Cibadak Kabupaten Bogor Tahun Jan Peb Mar Aprl Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des 2001 543 416 108 206 349 283 264 138 255 248 247 103 2002 552 296 200 465 165 271 226 75 69 258 276 359 2003 197 311 235 325 221 164 14 120 145 344 155 213 2004 312 277 153 400 266 149 125 47 496 202 352 286 2005 223 476 278 205 264 448 310 199 323 265 268 174 2006 441 286 134 196 154 165 136 58 8 114 305 529 2007 287 319 295 336 120 235 66 _ 104 329 239 404 2008 192 324 491 296 161 110 176 174 134 211 343 254 2009 273 296 171 226 441 205 90 13 183 375 321 195 2010 249 336 Rata- rata 3269 6137 2065 2655 2141 2030 1407 824 1717 2346 2506 2517 Sumber Badan Meteorologi Geofisika Bogor 2010 4.3 Kondisi Morfologi Wilayah penelitian sebagian besar morfologinya berada pada bentang wilayah pegunungan, dengan puncak tertinggi ditempati oleh Gunung Galuga yang mempunyai ketinggian 291 meter d.p.l. Ke arah utara morfologi semakin datar.. Berdasarkan kelas kelerengan daerah penelitian ada empat bagian dalam Syahruliati 2005 seperti disajikan pada Tabel 3 Tabel 3 Kelas kelerengan menurut Van Zuidam Kelas lereng karakteristik Luas area 0-2 2-7 7-15 15-30 Datar Miring landai Miring Agak terjal 30 ±115 Ha 31±118 Ha 18 ±69Ha 21±80Ha Gunung Galuga dan sekitarnya memiliki kelerengan lebih tinggi kelas ke tiga kelerengan 15-30 sehingga jika terjadi hujan run off lebih besar dibanding daya infiltrasi. Tetapi di sekitar lahan yang digunakan sebagai kebun, dan semak belukar menjadikan air diserap tahan dengan jumlah yang besar. Sehingga run off berkurang.

4.3.1 Tata Guna lahan

Kondisi dilapangan berdasarkan peta guna lahan yang dari Bakosurtanal 1999 kondisi fisik pada lapangan adalah ± 75 lahan digunakan sebagai kebun dan persawahan, pemukiman digunakan ± 16 Semak belukar 7, tegalan 1 dan lokasi TPA ± 1. Pada sekitar lokasi TPA terdapat bangunan yang tidak permanen, gubuk yang merupakan tempat penampungan barang-barang yang diambil dari TPA, dan di sekitar jalan masuk menuju TPA terdapat bangunan yang permanen yaitu pemukiman penduduk. Peta penggunaan lahan dan kegiatan lain di sekitar TPA Galuga. Dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 4. Sumber: KLH Bogor tahun 2010 Gambar 4 Peta Penggunaan Lahan di Sekitar TPA Galuga Tabel 4 Penggunaan lahan TPA Galuga Sumber: KLH Bogor tahun 2010 4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk 4.4.1 Kondisi penduduk Pada data statistik jumlah dari pertambahan penduduk dapat diketahui dengan melihat berapa banyak jumlah penduduk yang lahir dan yang meninggal, keadaan penduduk Desa Galuga, Desa Cijujung dan Desa Dukuh dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Keadaan penduduk Desa Galuga, Cijujung, dan Dukuh 2009 No. Keadaan Penduduk Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. Total jumlah penduduk jiwa Galuga Dukuh Cijujung Jumlah penduduk laki-laki jiwa Galuga Dukuh Cijujung Jumlah penduduk perempuan jiwa Galuga Dukuh Cijujung Jumlah kepala keluarga KK Galuga Dukuh Cijujung Angka kematian kasar CDR Per seribu penduduk 5.367 6.114 8.672 2.769 3.157 4.530 2.607 2.955 4.142 1.352 853 18 No Penggunaan Lahan Luas ha 1 Areal pembongkaran sampah 1.040 2 Sarana jalan dan saluran drainase 0.510 3 Saluran dan kolam pengolahan lindi 0.360 4 Kantor dan pos pengawas 0.600 5 Pos pelayanan kesehatan 0.020 6 Lahan penampungan sampah 7.476 7 Pabrik kompos 1.000 8 Penggunaan lainnya 3.500 6. 7. 8. 9. per tahun Galuga Dukuh Cijujung Angka kelahiran kasar CBR Per seribu penduduk per tahun Galuga Dukuh Cijujung Tingkat migrasi kasar per seribu penduduk per tahun Galuga Dukuh Cijujung Jumlah pelayanan kesehatan Bidan Galuga Dukuh Cijujung Jumlah tempat pelayan kesehatan Galuga Dukuh Cijujung 28 18 23 121 126 149 15 3 3 1 1 1 1 Sumber: Data BPS Kecamatan Cibungbulang dalam angka 2009

4.4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk

Kondisi sosial ekonomi sangat beragam di Desa Galuga, DesaCijujung dan Desa Dukuh. Saat ini terbesar disemua sektor adalah sektor pertanian, industri kecil dan menengah serta perdagangan, bahkan sektor jasa yang semakin berkembang pesat. Pengembangan ekonomi masyarakat kemudian diikuti oleh sektor industri kecil dan perdagangan serta sektor jasa.

4.4.3 Sumberdaya Manusia dan Kesehatan

Sumber daya manusia disekitar TPA Galuga mempunyai tingkat pendidikan yang bervariasi. Pendidikan penduduk Desa Galuga, Desa Cijujung dan Desa Dukuh tidak sekolah, tamat SD, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Sarana pendidikan mulai dari sekolah dasar, jumlah sekolah Dasar 2 di Desa Galuga, 3 buah di Desa Dukuh, dan Cijujung 4 buah. Sekolah lanjutan tingkat pertama Desa Dukuh 1 buah dan Desa Cijujung 1 buah. Keadaan tingkat pendidikan Desa Galuga, Desa Dukuh dan Desa Cijujung pada tahun 2009, dapat dilihat sebagaimana pada tabel 6 berikut: Tabel 6 Keadaan pendidikan penduduk Desa Galuga, Cijujung dan Dukuh tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Jumlah orang 1. 2. 3. 4. Tidak tamat sekolah Dasar Galuga Dukuh Cijujung Tamat Sekolah Dasar Galuga Dukuh Cijujung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP Galuga Dukuh Cijujung Sekolah Lanjuatan Tingakat Atas SLTA Galuga Dukuh Cijujung 1.073 1.174 1.233 1.565 1.687 3.007 945 1.170 1.789 741 967 1.354 Jumlah Belum sekolah Galuga Dukuh Cijujung 716 782 822 Total jumlah penduduk Sumber: Badan pusat statistik Kecamatan dalam angka Cibungbulang tahun 2009 Kondisi kesehatan masyarakat pada lokasi penelitian dapat dilihat dari hasil laporan tahunan Puskesmas Cijujung tahun 2009. Pola penyakit 10 besar yang sering ditemukan di UPF Puskesmas Cijujung wilayah kecamatan Cibungbulang diantaranya seperti Tabel 7. Pola penyakit yang paling banyak di UPT Puskesmas Cibungbulang menurut umur 14 tahun adalah penyakit Common Cold yaitu sebanyak 4,523 penderita untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7 Penyakit 10 besar di UPF Puskesmas Cijujung tahun 2009 No. Penyakit Jumlah 1 ISPA 4168 32,99 2 Dermatitis 2785 22,04 3 Gastroduodenitis tidak spesifik 1773 14,03 4 Diare 1277 10,1 5 StomatitisGinggivitis 781 6,18 6 Hipertensi 821 6,49 7 Kongjungtivitis 487 3,85 8 Otitis Media Akut 416 3,29 9 TBC 125 1,00 10 Pneumonia 18 0,14 Jumlah 12651 100 Sumber: Laporan tahunan UPF Puskesmas Cijujung 2009 Tabel 8 Pola Penyakit rawat jalan di Puskesmas umur 14 tahun UPT Puskesmas Cibungbulang tahun 2009 No Jenis Penyakit Jumlah 1 Common Cold 4.523 2 Tukak Lambung 3.581 3 Hypertensi 3.545 4 ISPA Akut tidak spesifik 2.322 5 Demam yang tidak ndiketahui penyebabnya 1.936 6 Migren dan sindrom nyeri kepala lainnya 1.694 7 Diare dan Gastroenteritis 1.599 8 Myalgia 1.148 9 Dermatitis 927 10 Tuberulosis pari klinis 745 Jumlah 22.020 Sumber: Laporan tahunan UPT Puskesmas Cibungbulang tahun 2009

4.5 Kondisi Sampah dan Pengelolaannya

Sampah padat di TPA Galuga, Cibungbulang terdiri dari sampah rumah tangga, sampah dan pertokoan dan perkantoran. Volume sampah terangkut di kota Bogor berdasarkan data dari DKP per harinya 1.437 m 3 sehingga dalam sebulan mencapai 43.110 m 3 . Data volume sampah yang di hasilkan untuk tahun 2001 sebesar 507.795 m 3 . Terjadi peningkatan volume sampah sebesar 2. Sehingga pada tahun 2003 Volume sampah terangkut menjadi sebesar 524 m 3 dengan luas wilayah lokasi TPA 9,6 ha DKP Bogor 2004. Sumber sampah di TPA Galuga berkaitan dengan penggunaan daerah dimana sumber dari sampah yang bermacam-macam. Seperti pemukiman, perdagangan, jalan raya, industri, tempat kumuh dan pertanian. Sampah yang berasal dari pemukiman terdiri dari kegiatan rumah tangga, seperti hasil pengelolaan makanan, sisa-sisa minyak, kardus bekas, kertas bekas, karpet tua, perabot rumah tangga dan bekas botol minuman Kusnoputranto, 1983 Tabel 9 Jenis sampah di Kabupaten Bogor No Jenis sampah Persentase 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Organik Plastik Kertas Kacagelas Kaintekstil Logam Karet Kay Lain-lain 75,7 9,5 5,5 2,0 1,7 1,5 1,8 1,0 1,2 Jumlah 100 Sumber: DKP Kota Bogor, 2004 Permasalahan sampah di Kota Bogor semakin pelik dan butuh penanganan yang serius. Karena jumlah penduduk setiap tahun bertambah maka laju pertambahan sampah akan semakin meningkat hasinya tiap tahun.Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Kota Bogor menyebabkan aktivitas ekonomi yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap pola konsumsi masyarakat sehingga jenis sampah yang dihasilkan beragam seperti tabel diatas. Sistem pengelolaan sampah yang diterapkan adalah open dumping pembuangan terbuka yaitu cara pembuangan sampah yang sederhana. Kebanyakan kemungkinan dibakar sehingga memungkinkan beberapa faktor lingkungan dan kesehatan. Pembakaran harus sesuai dengan sifat fisik kimia sampah. dapat dipengaruhi oleh adanya lindi, gas, bau debu dan penyakit BPPT 1982. Pada saat ini sumber daya manusia yang langsung terkait dengan pengelolaan TPA Galuga berjumlah 28 orang yang terdiri atas 7 orang dengan status PNS, 9 orang tenaga kontrak dan 12 orang sukarelawan. Di lokasi TPA Galuga terdapat sekitar 400 orang pemulung aktif yang mengolah dan memanfaatkan sampah non-organik sehingga dapat didaur ulang recycle danatau dipergunakan kembali reuse yang pada akhirnya memberikan pendapatan bagi para pemulung tersebut. Selain itu ada sekitar 46 warga sekitar yang menjadi karyawan di TPA yang terkait dengan kegiatan pembuatan kompos tetapi sudah enam bulan tidak beroperasi. Keberadaaan pemulung dan pengepul juga mampu memberikan kontribusi terhadap pengurangan volume dari tumpukan sampah di TPA Galuga. Jumlah pemulung yang melakukan aktivitas di sekitar TPA Galuga sampai saat ini ± 400 orang yaitu anak-anak, dewasa dan orang tua. Hasil penelitian terdahulu oleh KLH Kota Bogor memantau perkembangan dari akibat adanya TPA terhadap kaulitas air tanah dilakukan pengukuran dan pengambilan contoh air pada 1 Nopember 2008. Lokasi pengambilan contoh air tanah adalah : 1 sumur penduduk lokasi di area TPA, dekat kolam pengolah air lindi; 2 sumur penduduk lokasi mushola, RT 8 Kp. Lalamping; 3 sumur penduduk lokasi Kp. Cimangir. Parameter yang diukur dan baku mutu yang digunakan berdasarkan Permenkes No.416 tahun 1990. Hasil pengukuran kualitas air tanah Tabel 10, menunjukkan bahwa beberapa parameter yang diukur di beberapa lokasi sampling pada umumnya masih berada di bawah baku mutu lingkungan berdasarkan Permenkes No. 416Men. KesPerIX1990 kecuali parameter koliform dimana air tanah di area TPA nilainya sama dengan BML 50 gl, di kampung Lalamping koliform 80 mgl dan Kampung Cimangir koliform 300 mgl telah melampaui baku mutu 50 mgl. Hal ini diduga air lindi merembes ke dalam air tanah sedangkan cemaran koliform pada beberapa lokasi mungkin disebabkan sistem sanitasi penduduk yang kurang baik. Apabila mencermati kualitas air sumur yang berada di sekitar TPA, maka ada indikasi bahwa keberadaan sampah di TPA Galuga telah mencemari air tanah yang berada di sekitarnya, khususnya sebelah Utara bagian hilir dari areal penumpukan sampah, berupa pencemaran mikrobiologi yang lebih tinggi dari BML Permenkes No. 4161990. Dengan demikian air sumur tersebut bukan untuk air minum, tetapi untuk keperluan lain, seperti budidaya pertanian. Keadaan tersebut sudah dapat dimengerti oleh penduduk setempat karena air sumur tersebut mereka gunakan untuk keperluan mandi, cuci, kakus MCK sedangkan kebutuhan air minum dipasok dari pelayanan air bersih yang disediakan oleh pengelola TPA Galuga Pemkot Bogor. Tingginya nilai arsen pada semua titik pengambilan sampel diduga berasal dari pelapukan bebatuan yang melepaskan arsen dalam bentuk oksida dan senyawa sulfur. Selain itu berasal dari proses biologis perubahan senyawa anorganik arsen menjadi senyawa organ arsen yang bersifat toksik. Tingginya mangan pada dua lokasi diduga berasal dari aktivitas bakteri anaerob yang melakukan dekomposisi bahan organik dalam jumlah yang besar menjadi amonium. Sedangkan cemaran koliform pada beberapa lokasi mungkin disebabkan sistem sanitasi penduduk yang kurang baik. Pada pemantauan lingkungan yang telah dilaksanakan KLH ada hasil penelitian yang telah dikerjakan seperti pada Tabel 10, 1,12 bahwa beberapa parameter yang ada telah diketahui kondisi kualitas air sekitar ada parameter yang telah tercemar oleh karena pengaruh dari TPA Galuga. Tabel 10 Hasil pengukuran air sumur Nopember 2008 No Parameter Satuan Hasil Pengukuran Baku Mutu A B C Fisik 1 TDS mgl 1130 50 54 1500 Kimia 1 Arsen mgl 0,002 0,002 0,002 0,05 2 Besi mgl 0,297 0,086 0,019 1,0 3 Mangan mgl 0,397 0,059 0,017 0,5 4 Nitrat mgl 2,02 4,57 5,56 10 5 Nitrit mgl 0,040 0,009 0,004 1,0 Mikrobiologi 1 Koliform Jlh100 ml 50 80 300 50 Sumber: KLH Bogor tahun 2010 Keterangan : A = sumur penduduk lokasi dalam area TPA, dekat kolam pengolah air lindi; B = sumur penduduk lokasi mushola, RT 8 Kp. Lalamping; C = sumur Penduduk lokasi Kp. Cimangir Baku mutu :Permenkes Nomor 416Men. KesPerIX1990. Tabel 11 Hasil pengukuran air sumur pada bulan Juni 2008 No Parameter Satuan Air Sumur BML A B C Fisik 1 TDS mgl 160 118 136 1500 Kimia 2 Arsen mgl 1,34 1,50 0,86 0,05 3 Besi mgl 0,198 0,127 0,204 1,0 4 Mangan mgl 2,26 0,017 1,24 0,5 5 Nitrat mgl 2,23 5,25 2,65 10 6 Nitrit mgl 0,011 0,012 0,137 1,0 Mikrobiologi 1 Koliform Jlh100 ml 100 70 - 50 Sumber: KLH Bogor 2009 Tabel 12 Hasil pengukuran kualitas air tanah pada bulan September tahun 2009 No. Parameter Satuan Hasil Pengukuran Baku Mutu A B C Fisika 1 Bau - Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau - 2 TSS mgl 302 102 274 1500 3 Kekeruhan NTU 1 5 4 25 4 Rasa - Normal Normal Normal - 5 Suhu C 26 27 27 ±1-3 C 6 Warna PtCo 12 30 25 50 Kimia 1 Air raksa Hg mgl 0,001 0,001 0,001 0,001 2 Arsen As mgl 0,002 0,002 0,002 0,05 3 Besi Fe mgl 0.016 0,380 0,338 1,0 4 Flourida F mgl 0,158 0,385 0,290 1,5 5 Kadmium Cd mgl 0,005 0,005 0,005 0,005 6 Kesadahan sebagai CaCO 3 mgl 62 32 92 500 7 Klorida Cl - mgl 77 9 52 600 8 Kromium, valensi 6 Cr 6+ mgl 0,011 0,011 0,011 0,05 9 Mangan Mn mgl 0,540 0,218 0,085 0,5 10 Nitrat NO 3 mgl 32,81 13,72 9,98 10 11 Nitrit NO 2 mgl 0,001 0,011 0,007 1,0 12 pH - 7,1 7,1 6,9 6,5-9,0 13 Selenium Se mgl 0,001 0,001 0,001 0,01 14 Seng Zn mgl 0,008 0,897 0,755 15 15 Sianida CN mgl 0,001 0,002 0,002 0,1 16 Sulfat SO 4 mgl 38 5 28 400 17 Timbal Pb mgl 0,030 0,030 0,030 0,05 Kimia Organik No. Parameter Satuan Hasil Pengukuran Baku Mutu A B C 1 Deterjen mgl 0,028 0,019 0,71 0,50 2 Zat Organik mgl 2 3 1 10,00 3 Pestisida Gol Organo Fosfat mgl Tda Tda Tda 0,00 4 Pestisida Gol. Organo Klorida mgl Tda Tda Tda 0,00 5 Pestisida Gol. Organo Karbamat mgl Tda Tda Tda 0,00

C. Mikrobiologi

1 MPN golongan Coliform Per 100 ml 20 20 40 50 Sumber : KLH Kota Bogor

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.

Identifikasi Dampak TPA Sampah Terhadap Parameter Kualitas Air Sumur Penilaian kualitas air tanah di daerah penelitian, sebagaian besar mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Men.KesPerIX1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. menurut Alpons, Kristijanto dan Soenarto 2005, air hujan mempercepat proses pembusukan mikrobiologi dan bahan-bahan organik yang ada disampah. Pada saat yang sama, partikel-partikel seperti nitrat, fosfat, besi, sulfat serta kation dan anion lainnya akan terlarut. Selain itu, air hujan juga bertindak sebagai media meresapnya air lindi ke air tanah. Kualitas air mengalami penurunan kualitas seperti kulitas fisika, kimia dan mikrobiologi air minum. Lokasi penelitian di pengelompokan menjadi dua bagian yaitu seperti pada Tabel 13. Tabel 13 Pengelompokan lokasi sampel air sumur berdasarkan daerah terpengaruh dan tidak terpengaruh lindi TPA Galuga menurut Syahrulyati tahun 2005 No Terpengaruh Tidak terpengaruh 1 2 3 4 5 Mayonganteng Lalamping Sinarjaya Cimangir I Cimangir II Galuga Moyan baru Cisasak I Cisasak II

5.1.1 Parameter Fisik

A. Suhu Suhu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan kualitas air. Suhu memiliki hubungan yang erat dengan indikator kualitas air lainnya seperti: jumlah oksigen terlarut, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan ikan dan hewan lainnya dalam air Fardiaz, 1992. Umumnya, suhu air limbah lebih tinggi dibanding dengan suhu air perairan penerima. Hal ini disebabkan adanya campuran air panas dari perumahan dan kegiatan industri. Kenaikan suhu air dapat mempercepat reaksi-reaksi kimia, mengurangi kelarutan gas, memperhebat pengaruh rasa, bau dan mempercepat pertumbuhan tanaman pengganggu tertentu Saeni 1989. Berdasarkan hasil pengukuran suhu keseluruhan lokasi pengamatan musim kemarau ada perbedaan suhu di setiap lokasi pengambilan sampel air sumur. Suhu air tanah di lokasi penelitian dapat dipengaruhi oleh arah pola aliran air bawah tanah diantaranya Mayonganteng 26 C, Lalamping 28 C, Sinarjaya 29 C. Suhu yang melampaui standar baku mutu air adalah Cimangir I 30 o C dan Cimangir II 30 C. Sedangkan pada daerah yang tidak terpengaruh arah pola aliran air bawah tanah suhu air sumur di Galuga 27 C, Moyan baru 26 C. Suhu yang melampaui standar baku mutu adalah Cisasak Isuhu 31 C dan Cisasak II suhu air 31 C. lampiran 1 Berdasarkan standar mutu air peraturan mentri kesehatan Republik Indonesia No.416 MenKesPerIX1990, suhu air sumur masih memenuhi memenuhi standar 26 C-29 C, yang melampaui standar baku mutu daerah yang tidak terpengaruh yaitu Cisasak I dan Cisasak II dan daerah yang terpengaruh Cimangir I dan Cimangir II hal ini karena pengambilan sampel air sumur dilakukan pada pagi hari hingga sore hari. B. Warna Hasil analisis laboratorium warna dari ke-9 sampel tersebut air bawah permukaan pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh seperti: Moyangenteng =9, Lalamping = 2, Sinarjaya = 2, Cimangir I = 4 dan Cimangir II = 4, dan pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh seperti Galuga= 0, Moyan baru = 0, Desa Cijujung, Cisasak I = 6 dan Cisasak II = 14. Oleh karena itu semua sampel masih memenuhi nilai baku mutu air bersih menurut PerMenKes No. 146 Men. Kes Per. IX 1990 warna 50 PtCo. Dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Analisis w C. Bau dan Rasa Hasil analisis menunjukkan bahwa musim kemarau dan sumur yang memiliki tanah adalah Lalampi pada daerah yang tida daerah arah pola alir menumpuknya baran sumur yang tidak me ketiga sampel dari sum tabel 14 P tC o warna sampel air sumur sis in situ terhadap air sumur gali di sekita a secara kualitatif ada beberapa air sumur tida n air sumur yang berbau lumpur pada musim iki rasa pada daerah terpengaruh arah pola a ping dan Sinarjaya dengan rasa agak sepet. sum tidak terpengaruh adalah Galuga. Hal ini diseb liran air bawah tanah dan aktivitas yang ber ang-barang bekas yang diambil dari TPA. P memenuhi standar baku mutu air yang telah sumur Lalamping dan Sinarjaya dan Galuga. Da kitar TPA Galuga tidak berbau pada usim kemarau. Air aliran air bawah sumur yang berasa sebabkan letak air berlangsung. Yaitu Pada sampel air ah ditetapkan dari Dapat dilihat pada Tabel 14 Kondisi bau dan rasa pada sampel No. Sampel Bau Rasa 1 Moyan ganteng Tidak berbau Normal 2 Lalamping 2 Tidak berbau Agak sepet 3 Sinar jaya Tidak berbau Agak sepet 4 Cimangir Ilir I Tidak berbau Normal 5 Cimangir Ilir II Tidak berbau Normal 6 Galuga Tidak berbau Agak sepet 7 Moyanbaru Tidak berbau Normal 8 Cisasak I Tidak berbau Normal 9 Cisasak II Tidak berbau Normal 5.1.2 Parameter Kimia A. Derajat Keasaman pH Air minum yang memiliki syarat untuk diminum umumnya mempunyai pH adalah 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat yang ada dalam air. Termasuk secara kimiawi tidak stabil. Oleh karena itu pengukuran pH harus in situ atau setelah sampel diambil tidak diawetkan Hasil analisis sampel pada daerah penelitian masih memenuhi standar yang ditentukan oleh batas standar kualitas air pada PerMenKes RI No. 416IX Tahun1990 bahwa batas minimum dan maksimum pH adalah 6,5-8,5. Sebagai perbandingan pH dapat dilihat pada tabel 15 ini. Tabel 15 Hasil analisis pH di sekitar TPA Galuga No. Sampel Hasil Pengukuran pH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mayonganteng Lalamping Sinarjaya Cimangir I Cimangir II Galuga Moyan baru Cisasak I Cisasak II 7.17 6.8 6.97 7.08 7.61 6.28 5.92 6.97 6.94 Tidak terpengaruh B. Kebutuhan Oksigen Biologis BOD BOD adalah singkatan dari Biochemical Oxygen Demand, yaitu jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik menjadi senyawa - senyawa yang stabil. BOD merupakan salah satu indikator kualitas perairan pada kandungan bahan organiknya. Bahan organik terlarut akan menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada air. Proses yang terlibat proses biologi dan proses kimia Hariady et al.1995. Hasil pengukuran BOD pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh bahwa sampel air sumur yang melampaui standar baku mutu air kelas 1 yaitu: di Moyanganteng kadar BOD 22 mgl, Lalamping 30 mgl, Sinarjaya 26 mgl, Cimangir I 26 mgl dan Cimangir II 22 mgl. Di daerah arah pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh yaitu: Galuga 22 mgl di Moyan baru 34 mgl, Cisasak I 30 mgl, Cisasak II 34 mgl. Hasil dari BOD ke 9 sampel air sumur memperlihatkan di sekitar TPA Galuga tergolong telah melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan 2,0 mgl. Hal ini menurut PP No. 82 Tahun 2001. Air sumur tersebut sudah tercemar oleh senyawa organik yang berasal dari limpasan lindi sampah pada TPA Galuga sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Hasil pengukuran BOD pada musim kemarau untuk seluruh air dapat dilihat pada gambar di bawah ini berkisar dari 2-34 mgl. Kondisi ini menunjukkan, bahwa banyak kandungan bahan organik yang dioksidasi oleh mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan pendapat Alaerts dan Santika 1984 dan Fardiaz 1992 yang menyatakan bahwa angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk menguraikan hampir semua senyawa organik terlarut melalui beberapa reaksi biokimia. Gambar 6 Kandungan BOD sampel air sumur di sekitar TPA Galuga C. Kebutuhan Ukuran Oksigen Kimia COD Nilai Chemical Oksigen Demand COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh senyawa organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi yang menyebabkan berkurangnya DO dalam air Alaert dan Santika, 1987. Uji COD merupakan suatu uji untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh suatu bahan oksidan seperti kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan organik dalam air. Hasil analisis laboratorium nilai COD berkisar dari 51-64.COD air sumur pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh diantaranya: Mayonganteng COD 57 mgl, Lalamping 2 57 mgl, Sinarjaya 59 mgl, Cimangir I 53 mgl, Cimangir II 55 mgl. Sedangkan daerah arah pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh yaitu: Galuga COD 55 mgl, Moyan baru 59 mgl, Cisasak 22 22 30 34 26 30 34 26 22 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 B O D m g l II terpengaruh = tidak terpengaruh I 53 mgl dan di Cisasak II 51 mgl. Sesuai pendapat Hariady et al. 1995, bahwa peningkatan nilai COD suatu perairan sejalan dengan peningkatan bahan jumlah organik diperairan tersebut, karena COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang ada, baik yang mudah maupun yang sulit terurai non biodegradable . Tingginya COD dalam air mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut yang digunakan untuk pemurnian air itu sendiri. Sawyer Mc Carty 1989. Hasil pengukuran nilai COD pada ke-9 sampel air sumur tersebut menunjukkan hasil yang memiliki nilai ambang batas. Menurut ketentuan standar baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air yaitu diperbolehkan 10 mgl. Sehingga dari hasil pengujian tersebut kualitas air sumur melampaui ambang batas yang telah ditentukan dan tidak layak untuk dikonsumsi untuk air minum. Gambar 7 Kandungan COD pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga D. Amoniak NH 3 dan Nitrit NO 2 - Nitrogen merupakan salah satu penyusun protein, plankton dan merupakan dasar semua rantai makanan yang berhubungan dengan air. Hal ini menyebabkan bahwa nitrogen merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan Henry dan Heinke, 1989. Nitrogen dalam air bentuk gas N 2 bebas dan segera berubah menjadi Nitrit NO 2 - Nitrat NO 3 dan Amoniak NH3 dimana sebagai sumber utamanya adalah dari limbah hasil buangan berupa protein dan senyawa organik Wardoyo 1982. 55 57 64 59 59 53 51 53 55 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 C D m g l II terpengaruh = tidak terpengaruh Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Amoniak pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh Mayonganteng Amoniak NH3- N 0,461 mgl, Lalamping 2 7,330 mgl, Sinarjaya 0,144 mgl, Cimangir I 0,144 mgl, Cimangir II 0,144 mgl. Pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh mengandung amoniak yaitu: Galuga 2,02 mgl masih memenuhi syarat. Moyanbaru 0,144 mgl, Cisasak I 2,19 mgl dan Cisasak II 0,144 mgl. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 kandungan amoniak untuk air kelas 1 adalah 0,5 mgl. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau ini di Galuga, di Lalamping dan di Cisasak I melampaui batas ambang baku mutu air. Ini disebabkan karena rembesan air dari TPA dan juga pengaruh dari aktivitas di atas lahan sekitar lokasi penelitian Gambar 9. Gambar 9 Kandungan amoniak NH3 pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga Tingginya kandungan amoniak dalam air sumur di sekitar TPA Galuga tersebut disebabkan karena tempat pembuangan tinja, sehingga terjadi kontaminasi bakteri dengan air sumur tersebut. Menurut Jackson et al 1989 bahwa kotoran tinja mengandung nitrogen organik yang mudah terurai menghasilkan garam ammonium. Ion ammonium dapat dioksidasi oleh bakteri menjadi nitrit yang kemudian menjadi nitrat. Ammonia bebas dalam air minum akan terikat oleh klor pada proses desinfeksi, sehingga akan menyebabkan pemborosan bagi pemakaian klor. Oleh karena itu banyaknya ammonia dalam air menentukan banyaknya klor yang dibutuhkan untuk mendapatkan sisi klor bebas 2.02 0.461 7.33 0.144 0.144 2.19 0.144 0.144 0.144 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N H 3 m g l II terpengaruh = tidak terpengaruh dalam air. Ammonia dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti batuk, muntah, iritasi pada paru-paru dan saluran pernapasan, keluar lendir dari hidung, bibir, dan paru-paru, iritasi dan kebutaan sementara Slamet, 1994, Azwar, 1996 Beberapa keadaan ion nitrit ditemukan juga dalam air Saeni, 1989. Nitrogen dalam bentuk ammoniak juga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen dan sumber energi bagi pembentuk nitrit dan nitrat atau bakteri nitrifikasi. Bakteri yang dibutuhkan adalah Nitrosomonas yang mengoksidasi ammoniak menjadi nitrit dan nitrobakter yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat Jenie dan Rahayu, 1993. Senyawa nitrit berguna pada pertumbuhan tubuh dengan kadar 1 mgl, terutama untuk makhluk nabati perairan. Kandungan nitrit yang banyak pada tubuh akan bersifat racun dalam pembentukan metamoglobin haemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen. Jika pada bayi menyebabkan tubuh bayi menjadi biru yang disebut blue baby disease Melanby. 1972. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kandungan nitrit NO 2 yang terdapat pada sampel air sumur Mayonganteng 0,001, Lalamping II 0,001, Sinar jaya tidak ada kandungan nitrit dan Cimangir I 0,001 Cimangir II 0,001. Pada daerah yang tidak terpengaruh Galuga nitrit NO 2 0,041 1, Moyan baru 1,37, Cisasak I 3,45, Cisasak II 0,001. Jadi yang melampaui ambang batas baku mutu air adalah di Moyanbaru dan di Cisasak I. Hasil dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 10 Kandungan Nitrit NO 2 pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga 0.041 0.001 0.001 1.37 0.009 3.45 0.001 0.001 0.001 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 N it ri t m g l II terpengaruh = tidak terpengaruh Hasil dari penelitian menunjukkan daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh kandungan zat KMnO4 terdapat pada sampel air sumur di Mayonganteng 2 mgl, di Lalamping II tidak terdeteksi, Sinarjaya tidak terdeteksi Cimangir I 1 mgl, Cimangir II adalah 4 mgl. Pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh yaitu: Galuga tidak terdeteksi kandungan bahan organik, di Moyan baru yaitu 3 mgl, Cisasak I adalah 17 mgl, Cisasak II adalah 1 mgl. Jadi menurut PP No. 82 tahun 2001 ambang batas baku mutu air adalah semua sampel zat KMnO4 standarnya 10 mgl Gambar 11. Gambar 11 Kandungan Zat Organik KMnO4 pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga 5.1.3 Parameter Biologi A. Escherichia coli E. Coli Pada awalnya, mikroba memiliki peranan yang penting dalam menjaga saluran pencernaan menurut Dr. Rheodor Escherch pada tahun 1985. Sekitar tahun 1940- an ditemukan bahwa bakteri ini dapat menyebabkan penyakit diare yang mencemari makanan dan minuman. E. coli ini dapat menyebabkan empat jenis diare berdasarkan interaksinya dengan permukaan usus. Perbedaan gejala penyakit dan perbedaan seri tipe O somatic dan H Flagella. Keempat kategori tersebut adalah E. coli Enteropategonik EPEC. E. coli Enteroinvasi EIEC, E. coli Enterotoksit ETEC E. coli Enterohermorhagik EHEC. Keempat E. coli ini diasosiasikan dengan penyakit yang disebabkan oleh makanan food-borne diseases Levine, 1987. Selain itu Fardiaz 1992 menambahkan bahwa E. coli 0.9 2 0.9 3 0.9 7 1 1 4 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K M n O 4 m g l II terpengaruh = tidak terpengaruh adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal didalam kotoran hewan dan kotoran manusia, dan disebut coliform fecal. Bakteri lainnya berasal dari hewan dan juga tanaman mati disebut coliform non fekal. E. coli termasuk dalam famili enterobacteriaceae, berbentuk spora dan tidak membentuk spora. Hasil dari analisis diketahui bahwa E. coli di dalam air sumur di sekitar TPA Galuga dari ke-9 air sumur yang melampaui ambang batas adalah Mayonganteng 40 MPN Lalamping II 30 MPN, Sinarjaya 70 MPN, Cimangir I negatif, Cimangir II negatif sedangkan pada dearah yang tidak terpengaruh Galuga 20 MPN, yang belum terkontaminasi adalah Moyan baru negatif Cisasak I E . Coli, negatif, Cisasak II negatif. Kandungan E. Coli pada air sumur dapat dipengaruhi oleh aktivitas mahkluk hidup disekitar seperti kotoran hewan dan manusia. Gambar 12 Kandungan E. Coli pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga

5.2. Keberadaan TPA terhadap Kesehatan Masyarakat di Sekitar TPA

Galuga Pengelolan TPA sampah Galuga pada saat ini dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan DKP Kota Bogor dari tahap pengumpulan, pengangkutan, penyapuan jalan sampai kepada tahap pengelolaan sampah sampai ke TPA Galuga di Kecamatan Cibungbulang. Pada TPA Galuga, penambahan sampah secara terus menerus mengakibatkan terjadinya proses degradasi sampah yang berlangsung secara kumulatif dan mengakibatkan tingkat degradasi jenis 20 40 30 70 10 20 30 40 50 60 70 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 E -C o li M P N II terpengaruh = tidak terpengaruh sampah secara bersamaan, sehingga mengakibatkan daerah yang dimanfaatkan akan bertambah terus walaupun dilakukan pemadatan dari alat yang digunakan untuk meratakan sampah yang ada. TPA Galuga saat sekarang adalah hanya sebagai tempat pembuangan saja tidak ada pengomposan setelah selama enam bulan jadi sampah semakin banyak yang menumpuk, walaupun pengomposan sudah dilaksanakan sejak tahun 2003 dengan kapasitas produksi 5- 50 tonhari yang dikelola. Penambahan luas areal TPA Galuga menjadikan jumlah sampah yang terakumulasi semakin meningkat dan saat ini umur TPA Galuga 20 tahun. Mason 1981 berpendapat, bahwa sampah akan menentukan tingkat penguraian, dimana penguraian akan semakin sulit dan perubahan kimia akan terus terjadi sampai mencapai taraf kestabilan. Penguraian sampah organik akan menghasilkan zat-zat berupa hara, zat-zat kimia yang bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua zat-zat yang terurai baik dari sampah organik maupun yang anorganik didalam pengelolaan sampah open dumping maupun sanitari landfill akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air di sekitar wilayah tersebut: dekomposisi yang terjadi akan menghasilkan konsentrasi air lindi dan terjadi proses yang lebih cepat pada sampah yang dipadatkan secara berlapis. Air lindi tidak ada proses pengolahan dan saat sekarang pengomposan tidak berjalan. Hasil dari ke-9 lokasi sampel air sumur penduduk yang telah dianalisis diambil secara purposive, menurut pola arah aliran air tanah adalah: Galuga, Mayonganteng, Lalamping, Moyanbaru, Sinarjaya, Cisasak I, Cisasak II, Cimangir I Cimangir II. Hasil analisis sifat fisika, kimia dan biologi sampel air dibandingkan dengan baku mutu air minum, karena adanya kandungan yang bervariasi dari tiap sampel yang telah dianalisis akibat dari pencemaran sampah yang ada di sekitar. Hasil kuesioner tentang kondisi kesehatan masyarakat dapat diketahui jenis penyakit yang sering dialami yaitu: demam, batuk, influenza pengepul 30,8, pemulung 38,8 dan pedagang 20,3. Penyakit diare pemulung 6,5, pengepul 3.8, pedagang sebayak 2,1 dan penyakit kulit pemulung 29,6, pengepul 3,7 dan 4,7 pedagang. Sedangkan ISPA pada pemulung 27,8, pengepul 50, dan pedagang 3,1. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa yang paling sering sakit adalah pengepul, hal ini disebabkan karena dengan kontak langsung ketika menerima sampah dari pemulung seperti barang-barang bekas. Pemulung saat bekerja dan mengumpulkan barang–barang bekas di TPA tidak mengggunakan perlindungan seperti masker, sarung tangan, tetapi dengan tangan dan pakaian biasa pemulung langsung memilah sampah. Gambar 13 Gambar 13 Jenis penyakit yang diderita di sekitar TPA Galuga Hasil kuesioner tentang frekuensi sakit pemulung, pengepul dan pedagang 1x seminggu 23,1, 11,5 dan 7,3 sedangkan 1x sebulan pemulung 24,1 pedagang 5,2. Frekuensi sakit 1x 3 bulan pemulung 25,9, pengepul 15,4, pedagang 7,8 sedangkan 1x setahun pemulung 26,9, pengepul 73,1, pedagang 6,8. Frekuensi sakit pemulung lebih sering karena kontak langsung dan menghirup bau sampah Gambar 14. 30.8 3.8 3.7 50.7 38.8 6.5 29.6 27.8 20.3 2.1 4.7 3.1 10 20 30 40 50 60 Deman, Batuk, Influenza Diare Penyakit Kulit ISPA P er se n R es p o n d en Pengepul Pemulung Pedagang Gambar 14 Frekuensi sakit penduduk di sekitar TPA Galuga Hasil kuesioner diagram kunjungan ke Puskesmas pemulung 42,6, pengepul 46,2 dan pedagang 62 dengan frekuensi kunjungan 2 kali pertahun sedangkan frekuensi yang tertinggi adalah 1 kali pertahun yaitu:pengepul 84,6, pemulung 65,5 dan pedagang terendah 10,9. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan TPA Galuga tidak begitu banyak pengaruhnya pada frekuensi kunjungan ke Puskesmas. Pemulung lebih memilih membeli obat warung apabila mengalami sakit dari pada berobat ke Puskesmas. . Gambar 15 Frekuensi kunjungan ke Puskesmas Hasil kuesioner tentang biaya kesehatan pemulung 68,5 Rp 100.000 per tahun, pengepul 84,6 biaya kesehatan Rp50.000,00 per tahun, dan pedagang 11.5 15.4 73.1 23.1 24.1 25.9 26.9 7.3 5.2 7.8 6.8 10 20 30 40 50 60 70 80 1X seminggu 1X sebulan 1X 3 bulan 1X 6 bulan P er se n R es p o n d en Pengepul Pemulung Pedagang 3.8 23.1 26.9 46.2 30.6 18.5 9.3 42.6 10.4 4.2 6.2 62 10 20 30 40 50 60 70 Lebih dari 3 kalitahun3 kali tahun 2 kali tahun 1 kali tahun P er se n R es p o n d en Pengepul Pemulung Pedagang 10,96 biaya pengobatan Rp 50.000,00 per tahun. Dari hasil kuesioner dapat dikatakan bahwa biaya kesehatan masih tetap rendah karena dari lokasi masyarakat secara mudah mendapat pengobatan dari Puskesmas setempat dengan biaya yang relatif terjangkau Rp 3.000,00 sekali kunjungan. Gambar 16 Biaya kesehatan penduduk di sekitar TPA Galuga Hasil kuesioner pada responden bahwa di sekitar TPA Galuga penyakit yang disebabkan oleh TPA Galuga yang menjawab sering adalah: pemulung 17,6, pengepul 26,9 dan pedagang 12,5. Sedangkan yang memberikan jawaban jarang adalah: pemulung 65,4, pengepul 57,5 dan pedagang 8,8. Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang menyadari penyakit bersumber dari TPA Galuga. Walaupun dari hasil kuesioner, oleh responden menganggap jarang tetapi jika dilihat dilokasi ada penyakit yang disebabkan TPA Galuga Gambar 17. 84.6 7.7 7.7 68.5 12 3.7 12 10.9 6.2 5.2 6.2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Rp. 50.000,00 tahun Rp. 100.000,00 tahun Rp. 150.000,00tahun Rp. 200.000,00 atau lebihtahun R es p o n d en Pengepul Pemulung Pedagang Gambar 17 Penyakit akibat TPA menurut pendapat penduduk di sekitar TPA Galuga

5.3 Hubungan Keberadaan TPA Sampah Galuga terhadap Aspek Sosial

Ekonomi Masyarakat di sekitar TPA Galuga 5.3.1 Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat tentang pengelolaan sampah di TPA merupakan kegiatan yang akan berpengaruh terhadap aspek sosial lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung Tonny 1990. Berdasarkan hasil kuesioner tentang persepsi masyarakat, manfaat TPA Galuga bagi pemulung 99, pengepul 100 dalam dan pedagang 60 menyediakan peluang kerja. Hasil kuesiner pemulung yang menyatakan TPA tidak memberi manfaat 1 , dan pedagang 29 Gambar 26. Gambar 18 Manfaat TPA Galuga bagi masyarakat sekitar 3.8 26.9 57.7 11.5 1.9 17.6 65.4 11.1 2.6 12.5 8.8 3.1 10 20 30 40 50 60 70 Sering sekali Sering Jarang Tidak ada R es p o n d en Pengepul Pemulung Pedagang 100 1 99 29 6 10 60 20 40 60 80 100 120 Tidak memberi manfaat Sampah terkumpul pada satu lokasi Mudah membuang sampah Menyediakan Peluang Kerja R es p o n d en Pengepul Pemulung Pedagang Persepsi masyarakat berdasarkan hasil kuesioner, dimana fungsi organisasi tidak ada bagi pemulung sebesar 92, pengepul 77 dan pedagang 100. Kenyataan yang ada di lapangan bahwa di TPA Galuga tidak ada organisasi dalam pekerjaan mereka sebagai pemulung dan pengepul. Pedagang hanya berusaha sendiri tanpa ada organisasi Gambar 19. Gambar 19 Fungsi organisasi di TPA bagi masyarakat sekitar Hasil kuesioner persepsi tentang sistem pengelolaan TPA Galuga di lapangan secara open dumping sebesar 32 pemulung, 15 pengepul dan 42 pedagang mengakui bahwa pengelolaan TPA tersebut tidak baik. Hasil kuesioner 31 pemulung yang menjawab cukup baik. Pengelolaan cukup baik 25 pemulung, 42 pengepul dan 29 pedagang. Hasil penelitian dan pementauan langsung kelapangan pengelolaan TPA tidak baik karena terjadi longsor pada bulan Pebruari dan Maret 2010 yang telah menelan korban jiwa Gambar 20. 77 4 12 8 92 1 19 100 20 40 60 80 100 120 Tidak ada fungsinya Menambah wawasan dan penyuluhan Meyatukan ide,forum berunding Menyelesaikan konflik sesama P er se n R es p o n d en Pengepul Pemulung Pedagang