Tabel 2 Curah hujan di stasiun meteorologi Cibadak Kabupaten Bogor
Tahun Jan
Peb Mar
Aprl Mei
Jun Jul
Agus Sep
Okt Nop
Des 2001
543 416
108 206
349 283
264 138
255 248
247 103
2002 552
296 200
465 165
271 226
75 69
258 276 359
2003 197
311 235
325 221
164 14
120 145
344 155
213 2004
312 277
153 400
266 149
125 47
496 202
352 286
2005 223
476 278
205 264
448 310
199 323
265 268
174 2006
441 286
134 196
154 165
136 58
8 114
305 529
2007 287
319 295
336 120
235 66
_ 104
329 239
404 2008
192 324
491 296
161 110
176 174
134 211
343 254
2009 273
296 171
226 441
205 90
13 183
375 321
195 2010
249 336
Rata- rata
3269 6137
2065 2655
2141 2030
1407 824
1717 2346
2506 2517
Sumber Badan Meteorologi Geofisika Bogor 2010 4.3 Kondisi Morfologi
Wilayah penelitian sebagian besar morfologinya berada pada bentang wilayah pegunungan, dengan puncak tertinggi ditempati oleh Gunung Galuga
yang mempunyai ketinggian 291 meter d.p.l. Ke arah utara morfologi semakin datar.. Berdasarkan kelas kelerengan daerah penelitian ada empat bagian dalam
Syahruliati 2005 seperti disajikan pada Tabel 3 Tabel 3 Kelas kelerengan menurut Van Zuidam
Kelas lereng karakteristik
Luas area 0-2
2-7 7-15
15-30 Datar
Miring landai Miring
Agak terjal 30 ±115 Ha
31±118 Ha 18 ±69Ha
21±80Ha
Gunung Galuga dan sekitarnya memiliki kelerengan lebih tinggi kelas ke tiga kelerengan 15-30 sehingga jika terjadi hujan run off lebih besar
dibanding daya infiltrasi. Tetapi di sekitar lahan yang digunakan sebagai kebun, dan semak belukar menjadikan air diserap tahan dengan jumlah yang besar.
Sehingga run off berkurang.
4.3.1 Tata Guna lahan
Kondisi dilapangan berdasarkan peta guna lahan yang dari Bakosurtanal 1999 kondisi fisik pada lapangan adalah ± 75 lahan digunakan sebagai kebun
dan persawahan, pemukiman digunakan ± 16 Semak belukar 7, tegalan 1 dan lokasi TPA ± 1. Pada sekitar lokasi TPA terdapat bangunan yang tidak
permanen, gubuk yang merupakan tempat penampungan barang-barang yang diambil dari TPA, dan di sekitar jalan masuk menuju TPA terdapat bangunan
yang permanen yaitu pemukiman penduduk. Peta penggunaan lahan dan kegiatan
lain di sekitar TPA Galuga. Dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 4.
Sumber: KLH Bogor tahun 2010
Gambar 4 Peta Penggunaan Lahan di Sekitar TPA Galuga
Tabel 4 Penggunaan lahan TPA Galuga
Sumber:
KLH Bogor tahun 2010
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk 4.4.1 Kondisi penduduk
Pada data statistik jumlah dari pertambahan penduduk dapat diketahui dengan melihat berapa banyak jumlah penduduk yang lahir dan yang meninggal,
keadaan penduduk Desa Galuga, Desa Cijujung dan Desa Dukuh dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Keadaan penduduk Desa Galuga, Cijujung, dan Dukuh 2009 No.
Keadaan Penduduk Jumlah
1.
2.
3.
4.
5. Total jumlah penduduk jiwa
Galuga Dukuh
Cijujung Jumlah penduduk laki-laki jiwa
Galuga Dukuh
Cijujung Jumlah penduduk perempuan jiwa
Galuga Dukuh
Cijujung Jumlah kepala keluarga KK
Galuga Dukuh
Cijujung Angka kematian kasar CDR Per seribu penduduk
5.367 6.114
8.672
2.769 3.157
4.530
2.607 2.955
4.142
1.352 853
18
No Penggunaan Lahan
Luas ha
1 Areal pembongkaran sampah
1.040 2
Sarana jalan dan saluran drainase 0.510
3 Saluran dan kolam pengolahan lindi
0.360 4
Kantor dan pos pengawas 0.600
5 Pos pelayanan kesehatan
0.020 6
Lahan penampungan sampah 7.476
7 Pabrik kompos
1.000 8
Penggunaan lainnya 3.500
6.
7.
8.
9. per tahun
Galuga Dukuh
Cijujung Angka kelahiran kasar CBR Per seribu penduduk
per tahun Galuga
Dukuh Cijujung
Tingkat migrasi kasar per seribu penduduk per tahun
Galuga Dukuh
Cijujung Jumlah pelayanan kesehatan Bidan
Galuga Dukuh
Cijujung Jumlah tempat pelayan kesehatan
Galuga Dukuh
Cijujung 28
18 23
121 126
149
15 3
3
1 1
1
1
Sumber: Data BPS Kecamatan Cibungbulang dalam angka 2009
4.4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Kondisi sosial ekonomi sangat beragam di Desa Galuga, DesaCijujung dan Desa Dukuh. Saat ini terbesar disemua sektor adalah sektor pertanian, industri
kecil dan menengah serta perdagangan, bahkan sektor jasa yang semakin berkembang pesat. Pengembangan ekonomi masyarakat kemudian diikuti oleh
sektor industri kecil dan perdagangan serta sektor jasa.
4.4.3 Sumberdaya Manusia dan Kesehatan
Sumber daya manusia disekitar TPA Galuga mempunyai tingkat pendidikan yang bervariasi. Pendidikan penduduk Desa Galuga, Desa Cijujung
dan Desa Dukuh tidak sekolah, tamat SD, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Sarana pendidikan mulai dari sekolah dasar, jumlah
sekolah Dasar 2 di Desa Galuga, 3 buah di Desa Dukuh, dan Cijujung 4 buah. Sekolah lanjutan tingkat pertama Desa Dukuh 1 buah dan Desa Cijujung 1 buah.
Keadaan tingkat pendidikan Desa Galuga, Desa Dukuh dan Desa Cijujung pada
tahun 2009, dapat dilihat sebagaimana pada tabel 6 berikut:
Tabel 6 Keadaan pendidikan penduduk Desa Galuga, Cijujung dan Dukuh tahun 2009
No. Tingkat Pendidikan
Jumlah orang 1.
2.
3.
4. Tidak tamat sekolah Dasar
Galuga Dukuh
Cijujung Tamat Sekolah Dasar
Galuga Dukuh
Cijujung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP
Galuga Dukuh
Cijujung Sekolah Lanjuatan Tingakat Atas SLTA
Galuga Dukuh
Cijujung 1.073
1.174 1.233
1.565 1.687
3.007
945 1.170
1.789
741 967
1.354 Jumlah
Belum sekolah Galuga
Dukuh Cijujung
716 782
822
Total jumlah penduduk
Sumber: Badan pusat statistik Kecamatan dalam angka Cibungbulang tahun 2009
Kondisi kesehatan masyarakat pada lokasi penelitian dapat dilihat dari hasil laporan tahunan Puskesmas Cijujung tahun 2009. Pola penyakit 10 besar yang
sering ditemukan di UPF Puskesmas Cijujung wilayah kecamatan Cibungbulang diantaranya seperti Tabel 7.
Pola penyakit yang paling banyak di UPT Puskesmas Cibungbulang menurut umur 14 tahun adalah penyakit Common Cold yaitu sebanyak 4,523 penderita
untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7 Penyakit 10 besar di UPF Puskesmas Cijujung tahun 2009 No.
Penyakit Jumlah
1 ISPA
4168 32,99
2 Dermatitis
2785 22,04
3 Gastroduodenitis tidak spesifik
1773 14,03
4 Diare
1277 10,1
5 StomatitisGinggivitis
781 6,18
6 Hipertensi
821 6,49
7 Kongjungtivitis
487 3,85
8 Otitis Media Akut
416 3,29
9 TBC
125 1,00
10 Pneumonia 18
0,14 Jumlah
12651 100
Sumber: Laporan tahunan UPF Puskesmas Cijujung 2009
Tabel 8 Pola Penyakit rawat jalan di Puskesmas umur 14 tahun UPT Puskesmas Cibungbulang tahun 2009
No Jenis Penyakit
Jumlah 1
Common Cold 4.523
2 Tukak Lambung
3.581 3
Hypertensi 3.545
4 ISPA Akut tidak spesifik
2.322 5
Demam yang tidak ndiketahui penyebabnya 1.936
6 Migren dan sindrom nyeri kepala lainnya
1.694 7
Diare dan Gastroenteritis 1.599
8 Myalgia
1.148 9
Dermatitis 927
10 Tuberulosis pari klinis
745 Jumlah
22.020 Sumber:
Laporan tahunan UPT Puskesmas Cibungbulang tahun 2009
4.5 Kondisi Sampah dan Pengelolaannya
Sampah padat di TPA Galuga, Cibungbulang terdiri dari sampah rumah tangga, sampah dan pertokoan dan perkantoran. Volume sampah terangkut di kota
Bogor berdasarkan data dari DKP per harinya 1.437 m
3
sehingga dalam sebulan mencapai 43.110 m
3
. Data volume sampah yang di hasilkan untuk tahun 2001 sebesar 507.795 m
3
. Terjadi peningkatan volume sampah sebesar 2. Sehingga pada tahun 2003 Volume sampah terangkut menjadi sebesar 524 m
3
dengan luas wilayah lokasi TPA 9,6 ha DKP Bogor 2004.
Sumber sampah di TPA Galuga berkaitan dengan penggunaan daerah dimana sumber dari sampah yang bermacam-macam. Seperti pemukiman,
perdagangan, jalan raya, industri, tempat kumuh dan pertanian. Sampah yang berasal dari pemukiman terdiri dari kegiatan rumah tangga, seperti hasil
pengelolaan makanan, sisa-sisa minyak, kardus bekas, kertas bekas, karpet tua, perabot rumah tangga dan bekas botol minuman Kusnoputranto, 1983
Tabel 9 Jenis sampah di Kabupaten Bogor No
Jenis sampah Persentase
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. Organik
Plastik Kertas
Kacagelas Kaintekstil
Logam Karet
Kay Lain-lain
75,7 9,5
5,5 2,0
1,7 1,5
1,8 1,0
1,2
Jumlah 100
Sumber: DKP Kota Bogor, 2004
Permasalahan sampah di Kota Bogor semakin pelik dan butuh penanganan yang serius. Karena jumlah penduduk setiap tahun bertambah maka laju
pertambahan sampah akan semakin meningkat hasinya tiap tahun.Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Kota Bogor menyebabkan aktivitas ekonomi yang
berpengaruh secara tidak langsung terhadap pola konsumsi masyarakat sehingga jenis sampah yang dihasilkan beragam seperti tabel diatas. Sistem pengelolaan
sampah yang diterapkan adalah open dumping pembuangan terbuka yaitu cara pembuangan sampah yang sederhana. Kebanyakan kemungkinan dibakar
sehingga memungkinkan beberapa faktor lingkungan dan kesehatan. Pembakaran harus sesuai dengan sifat fisik kimia sampah. dapat dipengaruhi oleh adanya lindi,
gas, bau debu dan penyakit BPPT 1982. Pada saat ini sumber daya manusia yang langsung terkait dengan
pengelolaan TPA Galuga berjumlah 28 orang yang terdiri atas 7 orang dengan status PNS, 9 orang tenaga kontrak dan 12 orang sukarelawan. Di lokasi TPA
Galuga terdapat sekitar 400 orang pemulung aktif yang mengolah dan memanfaatkan sampah non-organik sehingga dapat didaur ulang recycle
danatau dipergunakan kembali reuse yang pada akhirnya memberikan pendapatan bagi para pemulung tersebut. Selain itu ada sekitar 46 warga sekitar
yang menjadi karyawan di TPA yang terkait dengan kegiatan pembuatan kompos tetapi sudah enam bulan tidak beroperasi. Keberadaaan pemulung dan pengepul
juga mampu memberikan kontribusi terhadap pengurangan volume dari tumpukan sampah di TPA Galuga. Jumlah pemulung yang melakukan aktivitas di sekitar
TPA Galuga sampai saat ini ± 400 orang yaitu anak-anak, dewasa dan orang tua. Hasil penelitian terdahulu oleh KLH Kota Bogor memantau perkembangan
dari akibat adanya TPA terhadap kaulitas air tanah dilakukan pengukuran dan pengambilan contoh air pada 1 Nopember 2008. Lokasi pengambilan contoh air
tanah adalah : 1 sumur penduduk lokasi di area TPA, dekat kolam pengolah air lindi; 2 sumur penduduk lokasi mushola, RT 8 Kp. Lalamping; 3 sumur
penduduk lokasi Kp. Cimangir. Parameter yang diukur dan baku mutu yang digunakan berdasarkan Permenkes No.416 tahun 1990.
Hasil pengukuran kualitas air tanah Tabel 10, menunjukkan bahwa beberapa parameter yang diukur di beberapa lokasi sampling pada umumnya
masih berada di bawah baku mutu lingkungan berdasarkan Permenkes No. 416Men. KesPerIX1990 kecuali parameter koliform dimana air tanah di area
TPA nilainya sama dengan BML 50 gl, di kampung Lalamping koliform 80 mgl dan Kampung Cimangir koliform 300 mgl telah melampaui baku mutu
50 mgl. Hal ini diduga air lindi merembes ke dalam air tanah sedangkan cemaran koliform pada beberapa lokasi mungkin disebabkan sistem sanitasi
penduduk yang kurang baik. Apabila mencermati kualitas air sumur yang berada di sekitar TPA, maka
ada indikasi bahwa keberadaan sampah di TPA Galuga telah mencemari air tanah yang berada di sekitarnya, khususnya sebelah Utara bagian hilir dari areal
penumpukan sampah, berupa pencemaran mikrobiologi yang lebih tinggi dari BML Permenkes No. 4161990. Dengan demikian air sumur tersebut bukan
untuk air minum, tetapi untuk keperluan lain, seperti budidaya pertanian. Keadaan tersebut sudah dapat dimengerti oleh penduduk setempat karena air sumur
tersebut mereka gunakan untuk keperluan mandi, cuci, kakus MCK sedangkan
kebutuhan air minum dipasok dari pelayanan air bersih yang disediakan oleh pengelola TPA Galuga Pemkot Bogor.
Tingginya nilai arsen pada semua titik pengambilan sampel diduga berasal dari pelapukan bebatuan yang melepaskan arsen dalam bentuk oksida dan
senyawa sulfur. Selain itu berasal dari proses biologis perubahan senyawa anorganik arsen menjadi senyawa organ arsen yang bersifat toksik.
Tingginya mangan pada dua lokasi diduga berasal dari aktivitas bakteri anaerob yang melakukan dekomposisi bahan organik dalam jumlah yang besar
menjadi amonium. Sedangkan cemaran koliform pada beberapa lokasi mungkin disebabkan sistem sanitasi penduduk yang kurang baik.
Pada pemantauan lingkungan yang telah dilaksanakan KLH ada hasil penelitian yang telah dikerjakan seperti pada Tabel 10, 1,12 bahwa beberapa
parameter yang ada telah diketahui kondisi kualitas air sekitar ada parameter yang telah tercemar oleh karena pengaruh dari TPA Galuga.
Tabel 10 Hasil pengukuran air sumur Nopember 2008
No Parameter
Satuan Hasil Pengukuran
Baku Mutu
A B
C Fisik
1 TDS
mgl 1130
50 54
1500
Kimia
1 Arsen
mgl 0,002
0,002 0,002
0,05 2
Besi mgl
0,297 0,086
0,019 1,0
3 Mangan
mgl 0,397
0,059 0,017
0,5 4
Nitrat mgl
2,02 4,57
5,56 10
5 Nitrit
mgl 0,040
0,009 0,004
1,0
Mikrobiologi
1 Koliform
Jlh100 ml 50
80 300
50 Sumber: KLH Bogor tahun 2010
Keterangan :
A = sumur penduduk lokasi dalam area TPA, dekat kolam pengolah air lindi; B = sumur penduduk lokasi mushola, RT 8 Kp. Lalamping;
C = sumur Penduduk lokasi Kp. Cimangir Baku mutu :Permenkes Nomor 416Men. KesPerIX1990.
Tabel 11 Hasil pengukuran air sumur pada bulan Juni 2008
No Parameter
Satuan Air Sumur
BML A
B C
Fisik
1 TDS
mgl 160
118 136
1500
Kimia
2 Arsen
mgl 1,34
1,50 0,86
0,05 3
Besi mgl
0,198 0,127
0,204 1,0
4 Mangan
mgl 2,26
0,017 1,24
0,5 5
Nitrat mgl
2,23 5,25
2,65 10
6 Nitrit
mgl 0,011
0,012 0,137
1,0
Mikrobiologi
1 Koliform
Jlh100 ml 100
70 -
50
Sumber: KLH Bogor 2009
Tabel 12 Hasil pengukuran kualitas air tanah pada bulan September tahun 2009
No. Parameter
Satuan Hasil Pengukuran
Baku Mutu
A B
C Fisika
1 Bau
- Tdk
berbau Tdk
berbau Tdk
berbau -
2 TSS
mgl 302
102 274
1500 3
Kekeruhan NTU
1 5
4 25
4 Rasa
- Normal
Normal Normal
- 5
Suhu C
26 27
27 ±1-3
C 6
Warna PtCo
12 30
25 50
Kimia
1 Air raksa Hg
mgl 0,001
0,001 0,001
0,001 2
Arsen As mgl
0,002 0,002
0,002 0,05
3 Besi Fe
mgl 0.016
0,380 0,338
1,0 4
Flourida F mgl
0,158 0,385
0,290 1,5
5 Kadmium Cd
mgl 0,005
0,005 0,005
0,005 6
Kesadahan sebagai CaCO
3
mgl 62
32 92
500 7
Klorida Cl
-
mgl 77
9 52
600 8
Kromium, valensi 6 Cr
6+
mgl 0,011
0,011 0,011
0,05 9
Mangan Mn mgl
0,540 0,218
0,085 0,5
10 Nitrat NO
3
mgl 32,81
13,72 9,98
10 11
Nitrit NO
2
mgl 0,001
0,011 0,007
1,0 12
pH -
7,1 7,1
6,9 6,5-9,0
13 Selenium Se
mgl 0,001
0,001 0,001
0,01 14
Seng Zn mgl
0,008 0,897
0,755 15
15 Sianida CN
mgl 0,001
0,002 0,002
0,1 16
Sulfat SO
4
mgl 38
5 28
400 17
Timbal Pb mgl
0,030 0,030
0,030 0,05
Kimia Organik
No. Parameter
Satuan Hasil Pengukuran
Baku Mutu
A B
C
1 Deterjen
mgl 0,028
0,019 0,71
0,50 2
Zat Organik mgl
2 3
1 10,00
3 Pestisida Gol Organo Fosfat
mgl Tda
Tda Tda
0,00 4
Pestisida Gol. Organo Klorida
mgl Tda
Tda Tda
0,00 5
Pestisida Gol. Organo Karbamat
mgl Tda
Tda Tda
0,00
C. Mikrobiologi
1 MPN golongan Coliform
Per 100 ml 20
20 40
50
Sumber : KLH Kota Bogor
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Identifikasi Dampak TPA Sampah Terhadap Parameter Kualitas Air Sumur
Penilaian kualitas air tanah di daerah penelitian, sebagaian besar mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Men.KesPerIX1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. menurut
Alpons, Kristijanto dan Soenarto 2005, air hujan mempercepat proses pembusukan mikrobiologi dan bahan-bahan organik yang ada disampah. Pada saat
yang sama, partikel-partikel seperti nitrat, fosfat, besi, sulfat serta kation dan anion lainnya akan terlarut. Selain itu, air hujan juga bertindak sebagai media
meresapnya air lindi ke air tanah. Kualitas air mengalami penurunan kualitas seperti kulitas fisika, kimia dan mikrobiologi air minum. Lokasi penelitian di
pengelompokan menjadi dua bagian yaitu seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Pengelompokan lokasi sampel air sumur berdasarkan daerah terpengaruh dan tidak terpengaruh lindi TPA Galuga
menurut Syahrulyati tahun 2005 No
Terpengaruh Tidak terpengaruh
1 2
3 4
5
Mayonganteng Lalamping
Sinarjaya Cimangir I
Cimangir II
Galuga Moyan baru
Cisasak I
Cisasak II
5.1.1 Parameter Fisik
A. Suhu Suhu merupakan salah satu indikator penting yang menentukan kualitas
air. Suhu memiliki hubungan yang erat dengan indikator kualitas air lainnya seperti: jumlah oksigen terlarut, kecepatan reaksi kimia dan kehidupan ikan dan
hewan lainnya dalam air Fardiaz, 1992. Umumnya, suhu air limbah lebih tinggi
dibanding dengan suhu air perairan penerima. Hal ini disebabkan adanya campuran air panas dari perumahan dan kegiatan industri. Kenaikan suhu air dapat
mempercepat reaksi-reaksi kimia, mengurangi kelarutan gas, memperhebat pengaruh rasa, bau dan mempercepat pertumbuhan tanaman pengganggu tertentu
Saeni 1989. Berdasarkan hasil pengukuran suhu keseluruhan lokasi pengamatan musim
kemarau ada perbedaan suhu di setiap lokasi pengambilan sampel air sumur. Suhu air tanah di lokasi penelitian dapat dipengaruhi oleh arah pola aliran air bawah
tanah diantaranya Mayonganteng 26 C, Lalamping 28
C, Sinarjaya 29 C. Suhu
yang melampaui standar baku mutu air adalah Cimangir I 30
o
C dan Cimangir II 30
C. Sedangkan pada daerah yang tidak terpengaruh arah pola aliran air bawah tanah suhu air sumur di Galuga 27
C, Moyan baru 26 C. Suhu yang melampaui
standar baku mutu adalah Cisasak Isuhu 31 C
dan Cisasak II suhu air 31 C.
lampiran 1 Berdasarkan standar mutu air peraturan mentri kesehatan Republik
Indonesia No.416 MenKesPerIX1990, suhu air sumur masih memenuhi memenuhi standar 26
C-29 C, yang melampaui standar baku mutu daerah yang
tidak terpengaruh yaitu Cisasak I dan Cisasak II dan daerah yang terpengaruh Cimangir I dan Cimangir II hal ini karena pengambilan sampel air sumur
dilakukan pada pagi hari hingga sore hari.
B. Warna Hasil analisis laboratorium warna dari ke-9 sampel tersebut air bawah
permukaan pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh seperti: Moyangenteng =9, Lalamping = 2, Sinarjaya = 2, Cimangir I = 4 dan
Cimangir II = 4, dan pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh seperti Galuga= 0, Moyan baru = 0, Desa Cijujung, Cisasak I = 6 dan
Cisasak II = 14. Oleh karena itu semua sampel masih memenuhi nilai baku mutu air bersih
menurut PerMenKes No. 146 Men. Kes Per. IX 1990 warna 50
PtCo. Dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Analisis w
C. Bau dan Rasa Hasil analisis
menunjukkan bahwa musim kemarau dan
sumur yang memiliki tanah adalah Lalampi
pada daerah yang tida daerah arah pola alir
menumpuknya baran sumur yang tidak me
ketiga sampel dari sum tabel 14
P tC
o
warna sampel air sumur
sis in situ terhadap air sumur gali di sekita a secara kualitatif ada beberapa air sumur tida
n air sumur yang berbau lumpur pada musim iki rasa pada daerah terpengaruh arah pola a
ping dan Sinarjaya dengan rasa agak sepet. sum tidak terpengaruh adalah Galuga. Hal ini diseb
liran air bawah tanah dan aktivitas yang ber ang-barang bekas yang diambil dari TPA. P
memenuhi standar baku mutu air yang telah sumur Lalamping dan Sinarjaya dan Galuga. Da
kitar TPA Galuga tidak berbau pada
usim kemarau. Air aliran air bawah
sumur yang berasa sebabkan letak air
berlangsung. Yaitu Pada sampel air
ah ditetapkan dari Dapat dilihat pada
Tabel 14 Kondisi bau dan rasa pada sampel No.
Sampel Bau
Rasa
1 Moyan ganteng
Tidak berbau Normal
2 Lalamping 2
Tidak berbau Agak sepet
3 Sinar jaya
Tidak berbau Agak sepet
4 Cimangir Ilir I
Tidak berbau Normal
5 Cimangir Ilir II
Tidak berbau Normal
6 Galuga
Tidak berbau Agak sepet
7 Moyanbaru
Tidak berbau Normal
8 Cisasak I
Tidak berbau Normal
9 Cisasak II
Tidak berbau Normal
5.1.2 Parameter Kimia A. Derajat Keasaman pH
Air minum yang memiliki syarat untuk diminum umumnya mempunyai pH adalah 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya
pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat yang ada dalam air. Termasuk secara kimiawi tidak
stabil. Oleh karena itu pengukuran pH harus in situ atau setelah sampel diambil tidak diawetkan Hasil analisis sampel pada daerah penelitian masih memenuhi
standar yang ditentukan oleh batas standar kualitas air pada PerMenKes RI No. 416IX Tahun1990 bahwa batas minimum dan maksimum pH adalah 6,5-8,5.
Sebagai perbandingan pH dapat dilihat pada tabel 15 ini.
Tabel 15 Hasil analisis pH di sekitar TPA Galuga No.
Sampel Hasil Pengukuran pH
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. 8.
9. Mayonganteng
Lalamping Sinarjaya
Cimangir I Cimangir II
Galuga Moyan baru
Cisasak I Cisasak II
7.17 6.8
6.97 7.08
7.61 6.28
5.92 6.97
6.94 Tidak terpengaruh
B. Kebutuhan Oksigen Biologis BOD BOD adalah singkatan dari Biochemical Oxygen Demand, yaitu jumlah
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik menjadi senyawa - senyawa yang stabil. BOD merupakan salah satu indikator
kualitas perairan pada kandungan bahan organiknya. Bahan organik terlarut akan menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang
tidak sedap pada air. Proses yang terlibat proses biologi dan proses kimia Hariady et al.1995.
Hasil pengukuran BOD pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh bahwa sampel air sumur yang melampaui standar baku mutu air
kelas 1 yaitu: di Moyanganteng kadar BOD 22 mgl, Lalamping 30 mgl, Sinarjaya 26 mgl, Cimangir I 26 mgl dan Cimangir II 22 mgl. Di daerah arah
pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh yaitu: Galuga 22 mgl di Moyan baru 34 mgl, Cisasak I 30 mgl, Cisasak II 34 mgl. Hasil dari BOD ke 9
sampel air sumur memperlihatkan di sekitar TPA Galuga tergolong telah melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan 2,0 mgl. Hal ini
menurut PP No. 82 Tahun 2001. Air sumur tersebut sudah tercemar oleh senyawa organik yang berasal dari limpasan lindi sampah pada TPA Galuga sehingga tidak
layak untuk dikonsumsi.
Hasil pengukuran BOD pada musim kemarau untuk seluruh air dapat dilihat pada gambar di bawah ini berkisar dari 2-34 mgl. Kondisi ini menunjukkan,
bahwa banyak kandungan bahan organik yang dioksidasi oleh mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan pendapat Alaerts dan Santika 1984 dan Fardiaz 1992
yang menyatakan bahwa angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk menguraikan hampir semua senyawa organik terlarut
melalui beberapa reaksi biokimia.
Gambar 6 Kandungan BOD sampel air sumur di sekitar TPA Galuga
C. Kebutuhan Ukuran Oksigen Kimia COD Nilai Chemical Oksigen Demand COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh senyawa organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi yang menyebabkan berkurangnya DO dalam air
Alaert dan Santika, 1987. Uji COD merupakan suatu uji untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh suatu bahan oksidan seperti kalium
dikromat untuk mengoksidasi bahan organik dalam air. Hasil analisis laboratorium nilai COD berkisar dari 51-64.COD air sumur
pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh diantaranya: Mayonganteng COD 57 mgl, Lalamping 2 57 mgl, Sinarjaya 59 mgl, Cimangir I
53 mgl, Cimangir II 55 mgl. Sedangkan daerah arah pola aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh yaitu: Galuga COD 55 mgl, Moyan baru 59 mgl, Cisasak
22 22
30 34
26 30
34 26
22
5 10
15 20
25 30
35 40
1 2
3 4
5 6
7 8
9 B
O D
m g
l
II terpengaruh = tidak terpengaruh
I 53 mgl dan di Cisasak II 51 mgl. Sesuai pendapat Hariady et al. 1995, bahwa peningkatan nilai COD suatu perairan sejalan dengan peningkatan bahan jumlah
organik diperairan tersebut, karena COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang ada, baik yang mudah maupun yang sulit terurai non
biodegradable . Tingginya COD dalam air mengakibatkan penurunan kadar
oksigen terlarut yang digunakan untuk pemurnian air itu sendiri. Sawyer Mc Carty 1989.
Hasil pengukuran nilai COD pada ke-9 sampel air sumur tersebut menunjukkan hasil yang memiliki nilai ambang batas. Menurut ketentuan standar
baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air yaitu diperbolehkan 10 mgl. Sehingga dari hasil pengujian tersebut
kualitas air sumur melampaui ambang batas yang telah ditentukan dan tidak layak untuk dikonsumsi untuk air minum.
Gambar 7 Kandungan COD pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga
D. Amoniak NH
3
dan Nitrit NO
2 -
Nitrogen merupakan salah satu penyusun protein, plankton dan merupakan dasar semua rantai makanan yang berhubungan dengan air. Hal ini menyebabkan
bahwa nitrogen merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan Henry dan Heinke, 1989. Nitrogen dalam air bentuk gas N
2
bebas dan segera berubah menjadi Nitrit NO
2 -
Nitrat NO
3
dan Amoniak NH3 dimana sebagai sumber utamanya adalah dari limbah hasil buangan berupa protein dan senyawa organik
Wardoyo 1982.
55 57
64 59
59 53
51 53
55
10 20
30 40
50 60
70
1 2
3 4
5 6
7 8
9 C
D m
g l
II terpengaruh = tidak terpengaruh
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Amoniak pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh Mayonganteng Amoniak NH3-
N 0,461 mgl, Lalamping 2 7,330 mgl, Sinarjaya 0,144 mgl, Cimangir I 0,144 mgl, Cimangir II 0,144 mgl. Pada daerah arah pola aliran air bawah tanah yang
tidak terpengaruh mengandung amoniak yaitu: Galuga 2,02 mgl masih memenuhi syarat. Moyanbaru 0,144 mgl, Cisasak I 2,19 mgl dan Cisasak II 0,144 mgl.
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 kandungan amoniak untuk air kelas 1 adalah 0,5 mgl. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau ini di Galuga, di
Lalamping dan di Cisasak I melampaui batas ambang baku mutu air. Ini disebabkan karena rembesan air dari TPA dan juga pengaruh dari aktivitas di atas
lahan sekitar lokasi penelitian Gambar 9.
Gambar 9 Kandungan amoniak NH3 pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga
Tingginya kandungan amoniak dalam air sumur di sekitar TPA Galuga tersebut disebabkan karena tempat pembuangan tinja, sehingga terjadi
kontaminasi bakteri dengan air sumur tersebut. Menurut Jackson et al 1989 bahwa kotoran tinja mengandung nitrogen organik yang mudah terurai
menghasilkan garam ammonium. Ion ammonium dapat dioksidasi oleh bakteri menjadi nitrit yang kemudian menjadi nitrat. Ammonia bebas dalam air minum
akan terikat oleh klor pada proses desinfeksi, sehingga akan menyebabkan pemborosan bagi pemakaian klor. Oleh karena itu banyaknya ammonia dalam air
menentukan banyaknya klor yang dibutuhkan untuk mendapatkan sisi klor bebas
2.02 0.461
7.33
0.144 0.144
2.19 0.144
0.144 0.144
1 2
3 4
5 6
7 8
1 2
3 4
5 6
7 8
9 N
H 3
m g
l
II terpengaruh = tidak terpengaruh
dalam air. Ammonia dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti batuk, muntah, iritasi pada paru-paru dan saluran pernapasan, keluar lendir dari hidung,
bibir, dan paru-paru, iritasi dan kebutaan sementara Slamet, 1994, Azwar, 1996 Beberapa keadaan ion nitrit ditemukan juga dalam air Saeni, 1989.
Nitrogen dalam bentuk ammoniak juga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen dan sumber energi bagi pembentuk nitrit dan nitrat atau bakteri nitrifikasi. Bakteri
yang dibutuhkan adalah Nitrosomonas yang mengoksidasi ammoniak menjadi nitrit dan nitrobakter yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat Jenie dan Rahayu,
1993. Senyawa nitrit berguna pada pertumbuhan tubuh dengan kadar 1 mgl, terutama untuk makhluk nabati perairan. Kandungan nitrit yang banyak pada
tubuh akan bersifat racun dalam pembentukan metamoglobin haemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen. Jika pada bayi menyebabkan tubuh bayi menjadi
biru yang disebut blue baby disease Melanby. 1972. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kandungan nitrit NO
2
yang
terdapat pada sampel air sumur Mayonganteng 0,001, Lalamping II 0,001, Sinar
jaya tidak ada kandungan nitrit dan Cimangir I 0,001 Cimangir II 0,001. Pada
daerah yang tidak terpengaruh Galuga nitrit NO
2
0,041 1, Moyan baru 1,37,
Cisasak I 3,45, Cisasak II 0,001. Jadi yang melampaui ambang batas baku mutu air adalah di Moyanbaru dan di Cisasak I. Hasil dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Gambar 10 Kandungan Nitrit NO
2
pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga
0.041 0.001 0.001 1.37
0.009 3.45
0.001 0.001 0.001 0.5
1 1.5
2 2.5
3 3.5
4
1 2
3 4
5 6
7 8
9
N it
ri t
m g
l
II terpengaruh = tidak terpengaruh
Hasil dari penelitian menunjukkan daerah arah pola aliran air bawah tanah yang terpengaruh kandungan zat KMnO4 terdapat pada sampel air sumur di
Mayonganteng 2 mgl, di Lalamping II tidak terdeteksi, Sinarjaya tidak terdeteksi Cimangir I 1 mgl, Cimangir II adalah 4 mgl. Pada daerah arah pola
aliran air bawah tanah yang tidak terpengaruh yaitu: Galuga tidak terdeteksi
kandungan bahan organik, di Moyan baru yaitu 3 mgl, Cisasak I adalah 17 mgl,
Cisasak II adalah 1 mgl. Jadi menurut PP No. 82 tahun 2001 ambang batas baku
mutu air adalah semua sampel zat KMnO4 standarnya 10 mgl Gambar 11.
Gambar 11 Kandungan Zat Organik KMnO4 pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga
5.1.3 Parameter Biologi A. Escherichia coli E. Coli
Pada awalnya, mikroba memiliki peranan yang penting dalam menjaga saluran pencernaan menurut Dr. Rheodor Escherch pada tahun 1985. Sekitar tahun
1940- an ditemukan bahwa bakteri ini dapat menyebabkan penyakit diare yang mencemari makanan dan minuman. E. coli ini dapat menyebabkan empat jenis
diare berdasarkan interaksinya dengan permukaan usus. Perbedaan gejala penyakit dan perbedaan seri tipe O somatic dan H Flagella. Keempat kategori tersebut
adalah E. coli Enteropategonik EPEC. E. coli Enteroinvasi EIEC, E. coli Enterotoksit ETEC E. coli Enterohermorhagik EHEC. Keempat E. coli ini
diasosiasikan dengan penyakit yang disebabkan oleh makanan food-borne diseases
Levine, 1987. Selain itu Fardiaz 1992 menambahkan bahwa E. coli
0.9 2
0.9 3
0.9 7
1 1
4
1 2
3 4
5 6
7 8
1 2
3 4
5 6
7 8
9
K M
n O
4 m
g l
II terpengaruh = tidak terpengaruh
adalah salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup secara normal didalam kotoran hewan dan kotoran manusia, dan disebut coliform fecal. Bakteri
lainnya berasal dari hewan dan juga tanaman mati disebut coliform non fekal. E. coli
termasuk dalam famili enterobacteriaceae, berbentuk spora dan tidak membentuk spora.
Hasil dari analisis diketahui bahwa E. coli di dalam air sumur di sekitar TPA Galuga dari ke-9 air sumur yang melampaui ambang batas adalah
Mayonganteng 40 MPN Lalamping II 30 MPN, Sinarjaya 70 MPN, Cimangir I negatif, Cimangir II negatif sedangkan pada dearah yang tidak terpengaruh
Galuga 20 MPN, yang belum terkontaminasi adalah Moyan baru negatif Cisasak I E
. Coli, negatif, Cisasak II negatif. Kandungan E. Coli pada air sumur dapat dipengaruhi oleh aktivitas mahkluk hidup disekitar seperti kotoran hewan dan
manusia.
Gambar 12 Kandungan E. Coli pada sampel air sumur di sekitar TPA Galuga
5.2. Keberadaan TPA terhadap Kesehatan Masyarakat di Sekitar TPA
Galuga
Pengelolan TPA sampah Galuga pada saat ini dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan DKP Kota Bogor dari tahap pengumpulan,
pengangkutan, penyapuan jalan sampai kepada tahap pengelolaan sampah sampai ke TPA Galuga di Kecamatan Cibungbulang. Pada TPA Galuga, penambahan
sampah secara terus menerus mengakibatkan terjadinya proses degradasi sampah yang berlangsung secara kumulatif dan mengakibatkan tingkat degradasi jenis
20 40
30 70
10 20
30 40
50 60
70 80
1 2
3 4
5 6
7 8
9 E
-C o
li
M P
N
II terpengaruh = tidak terpengaruh
sampah secara bersamaan, sehingga mengakibatkan daerah yang dimanfaatkan akan bertambah terus walaupun dilakukan pemadatan dari alat yang digunakan
untuk meratakan sampah yang ada. TPA Galuga saat sekarang adalah hanya sebagai tempat pembuangan saja tidak ada pengomposan setelah selama enam
bulan jadi sampah semakin banyak yang menumpuk, walaupun pengomposan sudah dilaksanakan sejak tahun 2003 dengan kapasitas produksi 5- 50 tonhari
yang dikelola. Penambahan luas areal TPA Galuga menjadikan jumlah sampah yang
terakumulasi semakin meningkat dan saat ini umur TPA Galuga 20 tahun. Mason 1981 berpendapat, bahwa sampah akan menentukan tingkat penguraian, dimana
penguraian akan semakin sulit dan perubahan kimia akan terus terjadi sampai mencapai taraf kestabilan.
Penguraian sampah organik akan menghasilkan zat-zat berupa hara, zat-zat kimia yang bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua zat-zat yang
terurai baik dari sampah organik maupun yang anorganik didalam pengelolaan sampah open dumping maupun sanitari landfill akan sangat berpengaruh terhadap
kualitas air di sekitar wilayah tersebut: dekomposisi yang terjadi akan menghasilkan konsentrasi air lindi dan terjadi proses yang lebih cepat pada
sampah yang dipadatkan secara berlapis. Air lindi tidak ada proses pengolahan dan saat sekarang pengomposan tidak berjalan.
Hasil dari ke-9 lokasi sampel air sumur penduduk yang telah dianalisis diambil secara purposive, menurut pola arah aliran air tanah adalah: Galuga,
Mayonganteng, Lalamping, Moyanbaru, Sinarjaya, Cisasak I, Cisasak II, Cimangir I Cimangir II. Hasil analisis sifat fisika, kimia dan biologi sampel air
dibandingkan dengan baku mutu air minum, karena adanya kandungan yang bervariasi dari tiap sampel yang telah dianalisis akibat dari pencemaran sampah
yang ada di sekitar. Hasil kuesioner tentang kondisi kesehatan masyarakat dapat diketahui
jenis penyakit yang sering dialami yaitu: demam, batuk, influenza pengepul 30,8, pemulung 38,8 dan pedagang 20,3. Penyakit diare pemulung 6,5,
pengepul 3.8, pedagang sebayak 2,1 dan penyakit kulit pemulung 29,6, pengepul 3,7 dan 4,7 pedagang. Sedangkan ISPA pada pemulung 27,8,
pengepul 50, dan pedagang 3,1. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa yang paling sering sakit adalah pengepul, hal ini disebabkan karena dengan kontak
langsung ketika menerima sampah dari pemulung seperti barang-barang bekas. Pemulung saat bekerja dan mengumpulkan barang–barang bekas di TPA tidak
mengggunakan perlindungan seperti masker, sarung tangan, tetapi dengan tangan dan pakaian biasa pemulung langsung memilah sampah. Gambar 13
Gambar 13 Jenis penyakit yang diderita di sekitar TPA Galuga Hasil kuesioner tentang frekuensi sakit pemulung, pengepul dan pedagang
1x seminggu 23,1, 11,5 dan 7,3 sedangkan 1x sebulan pemulung 24,1 pedagang 5,2. Frekuensi sakit 1x 3 bulan pemulung 25,9, pengepul 15,4,
pedagang 7,8 sedangkan 1x setahun pemulung 26,9, pengepul 73,1, pedagang 6,8. Frekuensi sakit pemulung lebih sering karena kontak langsung
dan menghirup bau sampah Gambar 14.
30.8
3.8 3.7
50.7 38.8
6.5 29.6
27.8 20.3
2.1 4.7
3.1 10
20 30
40 50
60
Deman, Batuk, Influenza
Diare Penyakit Kulit
ISPA P
er se
n R
es p
o n
d en
Pengepul Pemulung
Pedagang
Gambar 14 Frekuensi sakit penduduk di sekitar TPA Galuga Hasil kuesioner diagram kunjungan ke Puskesmas pemulung 42,6,
pengepul 46,2 dan pedagang 62 dengan frekuensi kunjungan 2 kali pertahun sedangkan frekuensi yang tertinggi adalah 1 kali pertahun yaitu:pengepul 84,6,
pemulung 65,5 dan pedagang terendah 10,9. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan TPA Galuga tidak begitu banyak pengaruhnya pada frekuensi
kunjungan ke Puskesmas. Pemulung lebih memilih membeli obat warung apabila mengalami sakit dari pada berobat ke Puskesmas.
. Gambar 15 Frekuensi kunjungan ke Puskesmas
Hasil kuesioner tentang biaya kesehatan pemulung 68,5 Rp 100.000 per tahun, pengepul 84,6 biaya kesehatan Rp50.000,00 per tahun, dan pedagang
11.5 15.4
73.1
23.1 24.1
25.9 26.9
7.3 5.2
7.8 6.8
10 20
30 40
50 60
70 80
1X seminggu 1X sebulan
1X 3 bulan 1X 6 bulan
P er
se n
R es
p o
n d
en Pengepul
Pemulung Pedagang
3.8 23.1
26.9 46.2
30.6 18.5
9.3 42.6
10.4 4.2
6.2 62
10 20
30 40
50 60
70
Lebih dari 3 kalitahun3 kali tahun 2 kali tahun
1 kali tahun P
er se
n R
es p
o n
d en
Pengepul Pemulung
Pedagang
10,96 biaya pengobatan Rp 50.000,00 per tahun. Dari hasil kuesioner dapat dikatakan bahwa biaya kesehatan masih tetap rendah karena dari lokasi
masyarakat secara mudah mendapat pengobatan dari Puskesmas setempat dengan biaya yang relatif terjangkau Rp 3.000,00 sekali kunjungan.
Gambar 16 Biaya kesehatan penduduk di sekitar TPA Galuga Hasil kuesioner pada responden bahwa di sekitar TPA Galuga penyakit
yang disebabkan oleh TPA Galuga yang menjawab sering adalah: pemulung 17,6, pengepul 26,9 dan pedagang 12,5. Sedangkan yang memberikan
jawaban jarang adalah: pemulung 65,4, pengepul 57,5 dan pedagang 8,8. Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang menyadari penyakit bersumber
dari TPA Galuga. Walaupun dari hasil kuesioner, oleh responden menganggap jarang tetapi jika dilihat dilokasi ada penyakit yang disebabkan TPA Galuga
Gambar 17.
84.6
7.7 7.7
68.5
12 3.7
12 10.9
6.2 5.2
6.2 10
20 30
40 50
60 70
80 90
Rp. 50.000,00 tahun
Rp. 100.000,00 tahun
Rp. 150.000,00tahun
Rp. 200.000,00 atau lebihtahun
R es
p o
n d
en Pengepul
Pemulung Pedagang
Gambar 17 Penyakit akibat TPA menurut pendapat penduduk di sekitar TPA Galuga
5.3 Hubungan Keberadaan TPA Sampah Galuga terhadap Aspek Sosial
Ekonomi Masyarakat di sekitar TPA Galuga 5.3.1
Persepsi Masyarakat
Persepsi masyarakat tentang pengelolaan sampah di TPA merupakan kegiatan yang akan berpengaruh terhadap aspek sosial lainnya baik secara
langsung maupun tidak langsung Tonny 1990. Berdasarkan hasil kuesioner tentang persepsi masyarakat, manfaat TPA Galuga bagi pemulung 99, pengepul
100 dalam dan pedagang 60 menyediakan peluang kerja. Hasil kuesiner pemulung yang menyatakan TPA tidak memberi manfaat 1 , dan pedagang 29
Gambar 26.
Gambar 18 Manfaat TPA Galuga bagi masyarakat sekitar
3.8 26.9
57.7
11.5 1.9
17.6 65.4
11.1 2.6
12.5 8.8
3.1 10
20 30
40 50
60 70
Sering sekali Sering
Jarang Tidak ada
R es
p o
n d
en
Pengepul Pemulung
Pedagang
100
1 99
29 6
10 60
20 40
60 80
100 120
Tidak memberi manfaat
Sampah terkumpul pada
satu lokasi Mudah
membuang sampah
Menyediakan Peluang Kerja
R es
p o
n d
en Pengepul
Pemulung Pedagang
Persepsi masyarakat berdasarkan hasil kuesioner, dimana fungsi organisasi tidak ada bagi pemulung sebesar 92, pengepul 77 dan pedagang 100.
Kenyataan yang ada di lapangan bahwa di TPA Galuga tidak ada organisasi dalam pekerjaan mereka sebagai pemulung dan pengepul. Pedagang hanya berusaha
sendiri tanpa ada organisasi Gambar 19.
Gambar 19 Fungsi organisasi di TPA bagi masyarakat sekitar
Hasil kuesioner persepsi tentang sistem pengelolaan TPA Galuga di lapangan secara open dumping sebesar 32 pemulung, 15 pengepul dan 42
pedagang mengakui bahwa pengelolaan TPA tersebut tidak baik. Hasil kuesioner 31 pemulung yang menjawab cukup baik. Pengelolaan cukup baik 25
pemulung, 42 pengepul dan 29 pedagang. Hasil penelitian dan pementauan langsung kelapangan pengelolaan TPA tidak baik karena terjadi longsor pada
bulan Pebruari dan Maret 2010 yang telah menelan korban jiwa Gambar 20.
77
4 12
8 92
1 19
100
20 40
60 80
100 120
Tidak ada fungsinya
Menambah wawasan dan
penyuluhan Meyatukan
ide,forum berunding
Menyelesaikan konflik sesama
P er
se n
R es
p o
n d
en
Pengepul Pemulung
Pedagang