Sistem Pengolahan Sampah dan Permasalahnnya

incinerator dan sistem pembuangan akhir dengan cara sanitari landfill. Pendekatan ini merupakan sistem reduce, reuse dan recycle atau mengurangi, penggunaan kembali dan mendaur ulang. Rencana pengelolaan persampahan yang akan dilaksanakan di Kota Bogor dengan mengacu kepada strategi kegiatan jangka panjang sebagai berikut: a. Jangka pendek 1-5 tahun; reevolusi dan rekontruksi TPA Galuga dan pengelolaan sampah terpadu di TPA b. Jangka menengah 1-10 tahun; pengelolaan sampah terpadu skala kawasan RT, RW, kelurahan dan seterusnya c. Jangka panjang 1-20 tahun; pengelolaan sampah di sumber skala rumah tangga, pasar, kantor, dsb 2.5 Dampak Sampah di TPA dari Aspek Sosial Ekonomi 2.5.1 Aspek Sosial Pengelolaan sampah di TPA pada setiap daerah berbeda-beda tergantung pada ketersediaan lahan, biaya, teknologi, dan faktor lingkungan sosial sekitarnya. Keberadaan sampah menimbulkan masalah, karena lahan perkotaan sangat terbatas. Alokasi serta pengadaan lahan sangat terbatas untuk fasilitasTPA selalu diabaikan dan tidak terencana dengan tepat. Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang komprehensif harus memperhatikan sumber sampah, lokasi dan interaksi terhadap lingkungan Haeruman 1979. Sejak tahun 1980-an, beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan telah mengadopsi berbagai teknologi pengelolaan sampah. Teknologi tersebut bersifat praktis dan efesien, tetapi kurang tepat digunakan di Indonesia yaitu dengan tingginya biaya operasional. Sebagian sampah di Indonesia masih menerapkan pembuangan sampah terbuka, termasuk TPA sampah Galuga, Cibungbulang. Kesederhanaan sistem pembungan terbuka, dapat memberikan keuntungan terutama dapat memberikan lapangan pekerjaan pada masyarakat terutama menyangkut masalah penurunan estetika, bau dan gangguan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Pengelolaan sampah di TPA Galuga merupakan proyek yang akan berpengaruh terhadap aspek sosial lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Setidaknya ada tiga dampak positif yang timbul sebagai kesejahteraan penduduk, yaitu: a. Semakin terbukanya informasi daerah sekitar TPA terhadap daerah lainya. b. Terjadinya peningkatan interaksi sosial masyarakat di sekitar TPA dengan masyarakat lainnya. c. Terjadinya peningkatan perbedaan status sosial, sejalan dengan kesenjangan pendapatan dikalangan masyarakat Tonny 1990

2.5.2 Aspek Ekonomi

Menurut Notoatmojo 1997, sampah adalah sesuatu bahan padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Sampah merupakan produksi ikutan yang meskipun tidak diharapkan, selama suatu sistem ekonomi masyarakat dioperasikan. Pemanfaatan kembali limbah padat atau sampah banyak memberikan kembali keuntungan bagi kehidupan manusia. Sampah yang semula tidak berharga, setelah dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang menjadi bernilai ekonomis seperti: kertas, bahan organik, tekstilpakaian, gelas, logam karet, kulit dan plastik Wardhana 2004. Secara informal pemulung mengambil barang sampah yang mempunyai potensi untuk didaur ulang kertas, karton, logam dan lain-lain, sehingga bernilai ekonomi. Masyarakat banyak berpendapat tentang rendahnya pekerjaan pemulung, tetapi tidak disadari manfaat yang dapat dikerjakan oleh pemulung sampah. Pekerjaan ini bukanlah menjadi hambatan bagi mereka yang melihatnya dari aspek pemanfaatan, dan dapat dipakai sebagai mata pencaharian atau dipakai sebagai aspek ekonomi yang dapat menunjang pendapatan keluarga. Secara ekonomi ini mempunyai landasan dalam sistem pemulungan. Hal ini diakibatkan oleh kebutuhan hidup yang ditunjang adanya permintaan terhadap berbagai jenis barang yang dikumpulkan dari sampah tersebut, sehingga secara ekonomi terjadi transaksi melalui penawaran dan permintaan antara pemulung dengan pembeli Garna et al. 1982. Kepentingan yang menyangkut orang banyak jelaslah pemungutan sampah oleh pemulung bukan saja bernilai ekonomi, tetapi mengandung hakekat sosial yaitu dapat dimanfaatkan kembali melalui sistem daur ulang recycling.