PENGARUH KOMPONEN PENYUSUN CAJUPUT CANDY

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGARUH KOMPONEN PENYUSUN CAJUPUT CANDY

TERHADAP PEMBENTUKAN BIOFILM Streptococcus mutans SEROTIPE C dan D Karies merupakan penyakit multifaktorial yaitu suatu penyakit yang terjadi karena adanya interaksi antara gigi, karbohidrat terutama jenis sukrosa, bakteri penyebab karies terutama Streptococcus mutans, dan faktor waktu yang berhubungan dengan diet, kebiasaan perawatan atau pembersihan gigi geliginya. Apabila salah satu dari keempat faktor ini tidak ada, maka proses karies tidak akan terjadi. Oleh karena itu adanya interaksi faktor di atas perlu dicegah agar gigi dapat tetap sehat dan berada dalam mulut selama mungkin. Cajuput candy adalah produk konfeksioneri khas Indonesia, yang tersusun dari dua komponen, yaitu komponen utama dan komponen flavor. Komponen utama adalah sukrosa, glukosa, dan air, sedangkan komponen flavor berupa minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint. Menurut Suwelo 1988 sukrosa adalah komponen makanan yang mampu menaikkan indikasi karies gigi paling besar. Sedangkan minyak atsiri kayu putih berdasarkan penelitian Penfold dan Grant 1922 di dalam Cade 1957 dilaporkan memiliki kemampuan germisidal. Adanya kompoenen minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint dalam cajuput candy diharapkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans serotipe c dan d sebagai bakteri pembentuk karies. Gula adalah salah satu komponen utama penyusun permen minyak atsiri kayu putih. Gula terutama jenis sukrosa merupakan media yang sangat baik untuk tumbuh kembang bakteri terutama Streptococcus mutans, Bakteri Streptococcus mutans yang mempunyai habitat utama di plak gigi ini merupakan kuman yang dominan menyebabkan karies gigi. Streptococcus mutans di dalam plak gigi akan memetabolisme gula atau karbohidrat menjadi asam laktat Todar, 2002. Adanya asam hasil fermentasi bakteri ini merupakan awal untuk terjadinya demineralisasi email yang lebih lanjut menjadi lesi karies Todar, 2002. Komponen cajuput candy yang diujikan terhadap kedua jenis bakteri tersebut dibagi menjadi dua bentuk yaitu kombinasi gabungan beberapa komponen dan tunggal satu komponen. Komponen yang diujikan secara kombinasi terdiri dari dua : 1 sukrosa, glukosa, minyak atsiri kayu putih, dan minyak peppermint, 2 komponen flavor yang terdiri atas minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint. Sementara yang diuji tunggal adalah minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint. Dalam penelitian ini juga digunakan kontrol positif yaitu media yang sudah ditumbuhkan oleh mikroba target tanpa penambahan kompoenen cajuput candy. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini terlihat bahwa adanya formula penyusun permen kayu putih tidak meningkatkan pembentukan biofilm dari Streptococcus mutans serotipe c bahkan formula permen masih dapat menekan pembentukan biofilm dibandingkan dengan kontrol Gambar 2. Fenomena yang berbeda terlihat pada hasil pengujian dengan Streptococcus mutans serotipe d. Pada bakteri ini formula cajuput candy belum dapat menekan pembentukan biofilm, karena pada kondisi yang sama nilai absorbansi formula lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Komponen sukrosa yang menjadi komponen utama di dalam cajuput candy pada kondisi normal akan meningkatkan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans serotipe c dan d. Hal ini sesuai dengan pemaparan diawal, bahwa sukrosa merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan kedua mikroba ini Suwelo, 1988. Akan tetapi kondisi tersebut tidak berlaku untuk pertumbuhan biofilm Streptococcus mutans serotipe c yang telah diberikan perlakuan formula permen dengan komposisi d sukrosa dan c glukosa, e air, minyak atsiri kayu putih x vw dan peppermint y vw. Hasil ini menunjukkan bahwa komponen sukrosa didalam cajuput candy tidak meningkatkan pembentukan biofilm S. mutans serotipe c, komponen flavor diduga sebagai salah satu faktor yang mampu menekan pembentukan biofilm oleh spesies ini. Grafik hubungan absorbansi biofilm Streptococcus mutans serotipe c dan d dengan perlakuan untuk komponen sukrosa dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Grafik Hubungan Pembentukan Biofilm Streptococcus mutans s erotipe c dan d dengan Perlakuan Komponen Penyusun Cajuput candy . Keberadaan komponen flavor yaitu minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint diduga menjadi faktor utama yang mampu menghambatan pembentukan biofilm oleh setiap serotipe mutans. Penghambatan yang dilakukan oleh komponen-komponen ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kandungan fenolik yang dimiliki komponen tersebut Guenther, 1990. Menurut Cade 1957 beberapa jenis minyak atsiri memiliki sifat bakterisidal, fungisidal dan germisidal sehingga sering digunakan untuk mengontrol pertumbuhan mikroorganisme. Sumitra dan Sharma 2005 melaporkan bahwa minyak kayu putih atau cajuput oil spesies E. Teriticornis memiliki aktivitas antibakteri terhadap enam jenis bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Escherichia coli, Miccrococcus luteus, Proteus mirabilis dan Alcaligenes faecalis . Komponen antibakteri minyak kayu putih akan melakukan proses 100 100 72,73 115,85 Pertumbuhan mikroba penghambatan melalui perusakan struktur sel atau dengan menghambat jalur respirasi kimia seperti degradasi dinding sel, merusak membran sel, atau menurunkan aktivitas protease ekstraselluler Burt, 2004. Akan tetapi dalam penelitian ini untuk mikroba uji S. mutans serotipe d ternyata komponen flavor ini tidak berhasil menghambat pembentukan biofilmnya. Polisakarida penyusun dinding sel S. mutans serotipe d menurut Gronroos 2000 lebih kompleks dibandingkan dengan S. mutans serotipe c, sehingga dibutuhkan lebih banyak senyawa antibakteri untuk merusak sistem metabolisme S. mutans serotipe d. Oleh karena itu S. mutans serotipe d berhasil melewati fase lag dibandingkan S. mutans serotipe c. Fase lag adalah fase dimana sel kehilangan metabolisme dan enzim sebagai akibat kondisi tidak menguntungkan yang dipertahankan sebelumnya, beradaptasi terhadap lingkungan baru, dan berakumulasi hingga kondisi yang membolehkan pertumbuhan dilanjutkan kembali Jawetz et al., 2005. Hal ini dapat terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam Levinson, 2004. Penelitian berikutnya dibagi menjadi dua perlakuan yaitu perlakuan dengan melihat kombinasi komponen flavor minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint dan pengujian tiap komponen secara tunggal. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 8 nampak bahwa perlakuan kombinasi komponen flavor memberikan nilai absorbansi 0,024 yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol 0,074 dan perlakuan komponen flavor secara tunggal. Hal ini menunjukkan adanya sinergitas antara komponen flavor cajuput candy didalam perlakuan kombinasi komponen flavor. Pada pengujian komponen secara tunggal hasil yang ditunjukkan oleh pemberian minyak peppermint memiliki nilai absorbansi yang lebih kecil dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih, keduanya berada lebih rendah dari kontrol. Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat bahwa minyak peppermint memiliki efektifitas daya hambat pembentukan biofilm lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih. Grafik pengaruh minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint ini dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Pengaruh Komponen Flavor Terhadap Daya Hambat Biofilm Streptococcus mutans Serotipe c Dari keseluruhan pengujian komponen flavor hasil menunjukkan bahwa kombinasi komponen flavor cajuput candy memiliki efektivitas yang paling baik bila dibandingkan dengan komponen tunggal. Menurut Pelczar et. al 1993 suatu pangan dapat saja mengandung beberapa jenis komposisi yang mengandung komponen antioksidan dan antimikroba yang saling berinteraksi dan saling memperkuat tingkat efektifitas atau dikenal sebagai efek sinergis. Kombinasi komponen flavor cajuput candy ternyata memiliki efek sinergis bila dibandingkan dengan penggunaan secara tunggal, meskipun nilai pengukuran tidak terlalu jauh berbeda dengan nilai komponen peppermint tunggal. Perlakuan serupa diujikan pula untuk mikroba uji Streptococcus mutans serotipe d Gambar 11. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa ada perbedaan aktifitas minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint terhadap kemampuan untuk menghambat pembentukan biofilm Streptococcus mutans serotipe d dengan serotipe c. Pada S. mutans c minyak peppermint menunjukkan penurunan pembentukan biofilm yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih, namun pada serotipe d MK [x] dan MP [y] MK [x] MP [y] 100 32,43 48,65 35,14 0,026 + 0,003 0,036 + 0,002 0,024 + 0,004 0,074 + 0,004 Pertumbuhan mikroba nampak bahwa minyak kayu putih lebih menghambat dibandingkan minyak peppermint . Kombinasi minyak atsiri kayu putih dan minyak peppermint memiliki kemampuan menghambat biofilm lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih sendiri. Gambar 11. Pengaruh Komponen Flavor Terhadap Daya Hambat Biofilm Streptococcus mutans Serotipe d Minyak atsiri selain digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan, seperti minyak atsiri jahe, kayu manis dan kunyit, minyak atsiri digunakan pula pada produk-produk kosmetika dan farmasi, karena kemampuannya membunuh bakteri dan jamur penyebab penyakit. Berdasarkan penelitian Camberlain 1887 di dalam Cade 1957 melaporkan untuk pertama kali adanya aktivitas anti mikroorganisme minyak atsiri dengan penelitiannya yang membuktikan bahwa minyak atsiri kayu manis mampu membunuh spora dan sel vegetatif Bacillus anthraxis. Dari penelitian diatas dapat terlihat adanya potensi minyak atsiri sebagai zat antimikroba Minyak atsiri kayu putih berdasarkan penelitian Penfold dan Grant 1922 di dalam Cade 1957 dilaporkan memiliki kemampuan germisidal yang disebabkan oleh senyawa kimia penyusun minyak atsiri kayu putih seperti simen, thimol, menthol, menthon, borneol, citronelol, safrol dan isosafrol. Hasil penelitian Myera dan Thienes 1925 yang dikutip oleh Cade MK [x] dan MP [y] MK [x] MP [y] 100 59,76 62,19 71,95 0,059 + 0,004 0,051 + 0,001 0,049 + 0,007 0,082 + 0,003 Pertumbuhan mikroba 1957 menunjukkan bahwa senyawa thimol memiliki sifat membunuh khamir, dan lebih kuat dibandingkan dengan larutan fenol 1. Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh minyak atsiri kayu putih dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi minyak atsiri kayu putih terhadap pertumbuhan dan pembentukan biofilm.

B. PENGARUH KONSENTRASI MINYAK ATSIRI KAYU PUTIH