PENGARUH KONSENTRASI MINYAK ATSIRI KAYU PUTIH mutans SEROTIPE C dan D

1957 menunjukkan bahwa senyawa thimol memiliki sifat membunuh khamir, dan lebih kuat dibandingkan dengan larutan fenol 1. Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh minyak atsiri kayu putih dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan konsentrasi minyak atsiri kayu putih terhadap pertumbuhan dan pembentukan biofilm.

B. PENGARUH KONSENTRASI MINYAK ATSIRI KAYU PUTIH

TERHADAP VIABILITAS SEL DAN LAJU PEMBENTUKAN BIOFILM

S. mutans SEROTIPE C dan D

Penelitian selanjutnya dilakukan untuk melihat pengaruh perbedaan konsentrasi minyak atsiri kayu putih terhadap viabilitas sel dan laju pembentukan biofilm S. mutans c dan d. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tiga konsentrasi minyak atsiri kayu putih terpilih yaitu 0,5, 0,7 dan 0,78. Pemilihan tingkat konsentrasi ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian Halimah dan Kindly 1997 bahwa pada taraf konsentrasi tersebut permen minyak atsiri kayu putih dapat diterima secara baik oleh konsumen melalui uji organoleptik. Berdasarkan penelitian ternyata pada konsentrasi 0,5, minyak atsiri minyak atsiri kayu putih telah mampu menghambat pembentukan biofilm kedua mikroba uji yaitu S. mutans c dan d Tabel 6. Penurunan populasi bakteri tersebut semakin nyata dengan meningkatnya konsentrasi minyak atsiri kayu putih. Pada Tabel 6. terlihat bahwa semakin meningkatnya konsentrasi minyak atsiri kayu putih kemampuannya dalam menghambat pembentukan biofilm S. mutans c semakin besar. Data yang diperoleh kemudian diuji kenormalannya dengan menggunakan kolmogrov simirnof, ternyata setelah diuji data menyebar normal dengan nilai p0,150. Data yang telah normal kemudian diuji F dengan menggunakan alat uji ANOVA atau analisis of varian pengujian ini untuk melihat apakah ada pengaruh perbedaan konsentrasi minyak atsiri kayu putih terhadap pembentukan biofilm, ternyata setelah diuji pada taraf 5 terlihat ada perbedaan nyata antara kontrol dan perlakuan yang digunakan. Agar diperoleh informasi lebih lanjut mengenai data yang diperoleh, lalu dilakukan uji lanjut Duncan. Ternyata hasilnya, konsentrasi yang satu dan konsentrasi yang lain berbeda nyata pada taraf 5, begitu pula dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi minyak atsiri kayu putih yang tidak terlalu besar. mampu menurunkan kemampuan mikroba S. mutans c untuk membentuk biofilm pada permukaan gigi yang cukup signifikan. Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Minyak atsiri kayu putih Terhadap Pembentukan Biofilm S. mutasn serotipe c. Jenis Mikroba Perlakuan OD 490 nm Persen Penghambatan S.mutans serotipe c a. Kontrol b. M. atsiri kayu putih [x-0,2] c. Minyak atsiri kayu putih [x] d. Minyak atsiri kayu putih [x+0,1] 0,074 + 0,004 0,056 + 0,004 0,036 + 0,002 0,022 + 0,003 24,3 51,4 70,3 Hal serupa terlihat juga pada hasil pengujian perbedaan konsentrasi minyak atsiri kayu putih terhadap pembentukan biofilm S. mutans serotipe d, hanya saja penurunan pada mikroba ini tidak terlalu signifikan dibandingkan mikroba uji pertama. Hasil pengujian untuk mikroba ini dapat dilihat pada Tabel 7. Sama halnya dengan S. mutans serotipe c, untuk S. mutans serotipe d pun dilakukan tahap pengujian yang sama Tabel 7, dan menunjukkan bahwa setiap perlakuan menunjukkan hal yang berbeda nyata pada taraf 5. Penurunan viabilitas sel S. mutans serotipe c dan d yang disebabkan oleh komponen fenol yang dimiliki oleh minyak atsiri kayu putih, seperti simen, cineol, terpineol, pinene, bezaldehyde, limonene, sesquiterpene, thimol, menthol, menthon, borneol, citronelol, safrol dan isosafrol yang tergolong senyawa anti mikroorganisme Davis et al., 1973. Tabel 7. Pengaruh Konsentrasi Minyak atsiri kayu putih Terhadap Pembentukan Biofilm S. mutasn serotipe d. Jenis Mikroba Perlakuan OD 490 nm Persen Penghambatan S.mutans serotipe d a. Kontrol tanpa perlakuan b. Minyak atsiri kayu putih [x-0,2] c. Minyak atsiri kayu putih [x] d. Minyak atsiri kayu putih [x+0,1] 0,082 + 0,003 0,071 + 0,002 0,051 + 0,001 0,037 + 0,002 13,4 37,4 54,9 Menurut Pelczar dan Reid 1972 beberapa grup senyawa kimia utama yang memiliki sifat anti mikroorganisme adalah : 1 fenol dan senyawa fenolik, 2 alkohol, 3 halogen, 4 logam berat, 5 zat warna, 6 deterjen, 7 senyawa amonium kuartener, 8 asam dan basa, serta 9 gas khemosterilan. Senyawa fenolik tersebut diduga dilepaskan oleh minyak atsiri kayu putih ke dalam medium kontak dan mengganggu sistem pertahanan kedua jenis mikroba uji. Kerja dari senyawa antimikroorganisme ada beberapa cara yaitu : 1 merusak dinding sel mikroorganisme sehingga menyebabkan lisis, 2 mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel, 3 menyebabkan terjadinya denaturasi protein sel, 4 menghambat kerja enzim di dalam sel Gronroos, 2000 Senyawa-senyawa fenol seperti simen, cineol, terpineol, pinene, bezaldehyde, limonene, sesquiterpene, thimol, dan menthol diduga membunuh S. mutans serotipe c dan d dengan merusak membran selnya. Hal ini akan berakibat terjadinya kebocoran sel S. mutans serotipe c dan d yang ditandai dengan keluarnya makromolekul seperti protein dan asam nukleat dari dalam sel. Terjadinya kebocoran nutrient sel S. mutans serotipe c dan d diduga karena rusaknya ikatan hidrofobik komponen penyusun membran sel seperti protein dan fosfolipida, serta larutnya komponen-komponen yang berikatan secara hidrofobik, yang berakibat meningkatnya permeabilitas sel. Sehingga memungkinkan masuknya senyawa-senyawa fenol dan ion-ion organik ke dalam sel dan keluarnya substansi sel seperti protein dan asam nukleat, yang mengakibatkan kematian sel Ingram, 1981. Hidrofobisitas permukaan sel merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam pelekatan bakteri mulut ke permukaan gigi. Yamanaka et al. 2004, menunjukkan bahwa dengan berkurangnya permukaan hidrofobik pada mutan S. sanguinis dan S. mutans, menyebabkan pelekatan bakteri pada s-HA beads tidak terjadi. Sifat hidrofobik dari s.mutans diyakini berkaitan dengan permukaan protein selnya. Matsumoto et al. 2000, telah melaporkan bahwa ekstrak polifenol teh oolong dapat menghambat pelekatan bakteri ke permukaan gigi dengan mengurangi tingkat hidrofobisitas permukaan sel Streptococcus mutans. Senyawa fenolik diduga mampu memutuskan ikatan silang cross linkage peptidoglikan dalam usahanya menerobos dinding sel S. mutans serotipe c dan d. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut akan menginaktifkan enzim glukopeptida transpeptidase dan karboksi peptidase yang berperan dalam sintesa peptidoglikan Ingram, 1981. Kemampuan senyawa fenolik di dalam minyak atsiri kayu putih untuk menembus dinding sel S. mutans serotipe c akan jauh lebih mudah bila dibandingkan dengan dinding sel S. mutans serotipe d. Hal ini dikarenakan polisakarida penyusun dinding sel S. mutans serotipe d lebih kompleks dibandingkan S. mutans serotipe c yang hanya tersusun dari dua polisakarida saja Gronroos, 2000. Kerusakan pada membran sel barakibat terhambatnya aktivitas dan biosintesa enzim-enzim spesifik yang diperlukan dalam reaksi metabolism, seperti biosintesa protein dan asam nukleat, enzim yang berperan dalam penyerapan senyawa-senyawa tertentu, degradasi makanan dan biosintesa peptidoglikan. Hal ini dapat terjadi karena enzim-enzim tersebut terdapat pada membran sel. Senyawa fenolik diduga mampu mengganggu proses respirasi bakteri S. mutans serotipe c dan d di dalam memperoleh energy, yaitu dengan menghambat aktivitas enzim-enzim resporasi seperti nitrat reduktase di dalam proses respirasi aerobik, enzim-enzim dalam siklus Kreb, sistem transport elektron dan sitokrom, yang terdapat dalam membran sel. Hal ini berakibat rendahnya energi yang dihasilkan dan akan menghambat pertumbuhan sel Kapralek et al., 1982. Berdasarkan data di atas tampaknya S. mutans serotipe d lebih resisten terhadap senyawa fenol dibandingkan S. mutans serotipe c. Perbedaan viabilitas sel terhadap senyawa-senyawa fenol minyak atsiri kayu putih kemungkinan disebabkan oleh besar kecilnya kerusakan membran sel yang terjadi sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Diduga senyawa-senyawa fenol tersebut menyebabkan kerusakan membran sel S. mutans serotipe d yang lebih kecil dibandingkan dengan kerusakan membran sel S. mutans serotipe c. Hal ini mungkin terjadi karena S. mutans serotipe d memiliki polisakarida penyusun dinding sel yang lebih kompleks disbanding S. mutans serotipe c, sehingga akan mempersulit masuknya senyawa-senyawa fenol ke dalam sel Minor dan Marth, 1976 dan S. mutans serotipe d berhasil melewati fase lag sehingga masih dapat tumbuh pada fase log. Fase dimana pembelahan sel terjadi dengan cepat Levinson, 2004. Material sel baru disintesis dengan kecepatan konstan, tetapi material baru mengkatalitik dirinya sendiri dan peningkatan massa terjadi secara eksponensial. Hal ini berlanjut sampai nutrien habis atau akumulasi hasil metabolik toksik dan menghambat pertumbuhan Jawetz et al., 2005. Menurut Commager dan Judis 1965, terjadinya kerusakan pada membran sel dapat dipulihkan kembali asalkan tersedia energi yang cukup untuk pertumbuhan. S. mutans serotipe d dengan menggunakan energi yang berasal dari medium, sel-sel S. mutans serotipe d yang telah mati dan asam- asam amino dari minyak atsiri kayu putih dapat memulihkan kerusakan membran selnya, sehingga dapat mempertahankan viabilitasnya. Sementara S. mutans serotipe c memiliki ploisakarida penyusun dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan dengan S. mutans serotipe d, sehingga akan mempermudah senyawa-senyawa fenol yang dapat melewati dinding sel semakin banyak dan akan menimbulkan kerusakan pada membran sel yang lebih besar. Kerusakan membran sel S. mutans serotipe c yang lebih besar diduga tidak cepat dipulihkan kembali, karena tidak tersedianya energi yang cukup untuk pertumbuhan, walaupun di dalam medium tersedia nutrient yang cukup lengkap. Hal ini yang menyebabkan S. mutans serotipe c tidak mampu mempertahankan viabilitasnya. Komponen minyak atsiri kayu putih dengan komponen fenol yang tinggi ekstrak mampu menghambat pembentukan biofilm dari bakteri Streptococcus yang diujikan, termasuk strain cariogenic. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan permen minyak kayu putih atau dikenal dengan cajuput candy sehari-hari memiliki potensi sebagai penghambat perkembangan plak gigi.

C. ANALISIS KUANTITATIF S. mutans SEROTIPE c Dan S. mutans