Kelembagaan pada kemitraan rantai pasokan komoditas brokoli didukung oleh pelaku individu atau kelompok, seperti petani, pedagang, pemasok sarana
produksi, dan pelaku pada usaha kecil menengah atau besar dalam suatu jaringan rantai pasokan yang disertai pembinaan dan pengembangan oleh pihak-pihak
terkait. Interaksi antar pelaku dalam kelembagaan diharapkan dapat terjalin dengan
prinsip saling
memerlukan, saling
memperkuat, dan
saling menguntungkan. Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam kelembagaan
kemitraan rantai pasokan komoditas brokoli adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok
atau petani mitra, peningkatan skala usaha, menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra.
Kemitraan terjalin antara petani dan bandar dengan mekanisme petani menanam brokoli dengan usahatani sendiri ketika brokoli sudah berumur sekitar
dua bulan, petani membutuhkan dana untuk berbagai kebutuhannya. Bandar akan mulai menawarkan tanaman brokoli dengan cara sistem panjar. Sisanya dibayar
oleh bandar pada saat panen dengan menghitung hasil produksi dengan tingkat harga jual yang berlaku saat transaksi tersebut.
Kemitraan juga dapat terjalin antara petani dengan pedagang input usaha tani pupuk, obat-obatan seperti kios saprotan dan pestisida. Mekanisme
kerjasama terjalin karena kesepakatan kedua belah pihak. Petani dapat membayar cicilan atau dibayar pada waktu panen dengan adanya penetapan bunga yang kecil
sebesar lima persen. Kerjasama yang terjadi relatif mudah dan sederhana dengan dasar saling percaya. Petani juga bisa membayar tunai dengan prinsip langganan.
4.4. Manajemen Rantai Pasokan
Manajemen rantai terdiri dari struktur manajemen, pemilihan mitra, kesepakatan kontraktual, sistem transaksi dukungan kebijakan dan permodalan.
4.4.1. Struktur Manajemen
Pada rantai pasokan brokoli Cipanas, anggota rantai pasokan mulai dari petani, bandar dan UD belum menggunakan koordinasi dan strategi rantai
pasokan yang baik. Petani bertindak sebagai produsen yang tugasnya adalah menanam dan menbudidayakan brokoli. UD dan bandar membeli hasil panen
brokoli dari petani, melakukan proses sortasi, grading dan pengemasan kemudian menjualnya ke konsumen. Tindakan ini berjalan secara alami tanpa ada
perencanaan khusus.
4.4.2. Pemilihan Mitra
Kriteria yang dipakai dalam pemilihan petani pada rantai pasokan brokoli adalah petani mampu memproduksi brokoli sesuai dengan kualitas yang
diinginkan dan sanggup memasok secara kontinu. Sedangkan untuk pemilihan UD dan ritel kriteria yang dipakai adalah memiliki reputasi yang baik dalam hal
kepastian pembayaran.
4.4.3. Kesepakatan Kontraktual
Penjualan dan pembelian membutuhkan sistem perjanjian agar tidak saling merugikan di antara kedua belah pihak. Dalam mengelola rantai pasokan brokoli,
masing-masing UD mempunyai dua bentuk perjanjian yaitu perjanjian secara tertulis dan tidak tertulis yang bersifat kekeluargaan. Antara petani dengan UD
dan bandar dengan UD yang dilakukan adalah perjanjian tidak tertulis. Sementara itu, bentuk kerja sama antara UD dengan ritel dan pengusaha
borongan dilakukan secara tertulis. Keseluruhan perjanjian diatur dalam perjanjian kerja sama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak namun jarang
diperbaharui setiap tahun. Hal ini sering menimbulkan kerugian bagi pihak prosesor baik bandar maupun UD sebagai pihak distributor.
Sistem kontrak berdasarkan kuantitas, kualitas, dan harga. UD menyediakan brokoli sesuai dengan jumlah pesanan, kualitas produk. Penentuan harga
disesuaikan dengan masing-masing ritel, namun rata-rata harga penjualan produk selama tahun 2008 berkisar Rp.9.000,00 sampai Rp.18.000,00 per kilogram.
Penentuan harga untuk Giant didasarkan pada pajak.
4.4.4. Sistem Transaksi
Sistem transaksi antara UD dengan petani dilakukan dengan sistem kredit. Pembayaran ada yang dilakukan seminggu atau sebulan setelah produk diambil.
Sistem transaksi dari UD dengan ritel ada yang dilakukan dengan sistem beli putus kredit artinya setelah proses transaksi selesai maka tidak ada kewajiban bagi
UD selaku perusahaan pemasok terhadap konsumen maupun sebaliknya.
Sedangkan pembayaran dilakukan setiap satu bulan sekali. Ada juga sistem beli kredit yang terikat. Begitu juga halnya dengan pembelian bahan pengemasan
pada anggota sekunder dalam rantai pasokan, juga dilakukan dengan sistem kredit. Pembayaran dilakukan sebulan sekali, sedangkan untuk pembelian yang
tidak pada pemasok tetap dilakukan dengan sistem cash. Dalam rantai pasokan brokoli di Cipanas belum ada sistem komunikasi
yang terintegrasi. Komunikasi antara bandar dan UD dilakukan dengan menggunakan telepon. Sedangkan antara bandar dan petani tidak ada media
komunikasi. Komunikasi antara UD dengan ritel dilakukan dengan telepon dan faximile. Sedangkan antara UD dengan pemasok bahan-bahan kemasan brokoli
dilakukan melalui telepon dan faximile untuk menghindari kesalahpahaman dalam pemesanan barang.
4.4.5. Dukungan Kebijakan
Ditetapkannya Kabupaten Cianjur sebagai kawasan agropolitan dalam Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997, tentang Rancangan Tata Ruang
Wilayah RTRW Nasional dimana kawasan Puncak ditetapkan sebagai kawasan andalan dengan sektor pertanian, serta Keputusan Presiden No.114 tahun 1999
tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur, Bopunjur, yang menetapkan kawasan Bopunjur sebagai kawasan konservasi tanah dan air.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.312TU.210AX2002, SK Gubernur No.66039Dalprog2002, dan SK Bupati No.521.3 Kep 175-Pc 2002 Cakupan
wilayah kawasan Agropolitan Cianjur meliputi kecamatan Pacet dan Cipanas sebagai kecamatan inti wilayah inti pengembangan dan Kecamatan Cugenang
dan Sukaresmi sebagai wilayah hinterland penunjang. Secara fungsional program pengembangan kawasan agropolitan hanya berlangsung di Kecamatan
inti yaitu Kecamatan Pacet dan Cipanas. Beberapa program pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di
kawasan agropolitan diantaranya adalah pembangunan gedung pengelola kawasan agropolitan, infrastruktur transportasi, jalan usaha tani, infrastruktur pengairan ke
hamparan petani, parking house yang berfungsi sebagai tempat penanganan pasca panen dan Sub Terminal Agribisnis STA Cigombong yang dilengkapi cool
storage.
Setelah agropolitan, intensitas penyuluhan pertanian termasuk kepada petani brokoli mengalami peningkatan, baik kunjungan penyuluh pertanian ke petani,
pelatihan bagi petani, temu usaha dengan pihak swasta, studi banding maupun peta percontohan keberhasilan pengembangan brokoli di Lembang.
Meningkatnya pelaksanaan penyuluhan pertanian belum signifikan meningkatkan produktivitas karena keterbatasan permodalan petani brokoli
berusaha tani. Rendahnya modal petani mengakibatkan pelaksanaan penyuluhan pertanian menjadi kurang efektif. Keterbatasan modal merupakan alasan petani
untuk mengurangi dosis pupuk dan menggunakan bibit sesuai kemampuan modal. Program agropolitan dalam kenyataannya tidak meningkatkan akses petani
terhadap permodalan. Kalaupun ada pinjaman hanya diberikan kepada sebagian kecil kelompok tani. Sementara untuk meminjam secara personil kepada
perbankan sangat sulit karena cukup banyak petani yang tidak mempunyai lahan karena hanya berstatus sebagai penggarappenyewa. Sedangkan petani yang
mempunyai lahan banyak yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat bukti kepemilikan tanah.
4.4.6. Permodalan
Budidaya brokoli merupakan usaha agribisnis yang memerlukan banyak modal yaitu lebih kurang sebesar 50 juta. Tetapi sampai saat ini aspek
permodalan pada rantai pasokan brokoli masih banyak menghadapi kendala. Pembiayaan khususnya di sektor pertanian masih cukup sulit karena bagi pihak
perbankan pertanian merupakan sektor yang berisiko tinggi. Selain itu dilihat dari aspek kelayakan usaha kondisi fisik, sarana produksi dan penjualan juga masih
banyak yang bermasalah. Selama ini belum ada petani brokoli yang meminjam ke bank karena mereka tidak punya jaminan. Petani hanya mengandalkan pinjaman
bandar.
4.5. Proses Bisnis Rantai Pasokan