BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanskap dan Perencanaannya
Lanskap, menurut Simonds dan Starke 2006 merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera
manusia, dimana suatu lanskap dikatakan alami jika area atau kawasan tersebut memiliki keharmonisan dan kesatuan antar elemen-elemen pembentuk lanskap.
Rachman 1984 menyatakan bahwa lanskap sebagai wajah karakter lahan atau tapak dan bagian dari muka bumi dengan segala sesuatu dan apa saja yang ada di
dalamnya, baik yang bersifat alami maupun buatan manusia yang merupakan total dari
bagian hidup
manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap, dan sejauh imajinasi dapat
menangkap dan membayangkannya. Tarigan 2005 mengemukakan bahwa perencanaan berarti mengetahui
dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable
yang relevan,
memperkirakan faktor-faktor
pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Knudson 1980 perencanaan
adalah mengumpulkan
dan menginterpretasikan
data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi
pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Perencanaan merupakan proses yang rasional untuk mencapai tujuan dan sasaran
di masa mendatang berdasarkan kemampuan sumberdaya alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien. Lebih lanjut, Simonds dan Starke
2006 menyatakan bahwa perencanaan yang baik harus dapat melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral,
menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk rekreasi dan suaka margasatwa serta melindungi tapak yang memiliki nilai
keindahan dan ekologis. Penilaian yang baik mempertimbangkan aspek-aspek seperti: ekosistem alami, kualitas dan kuantitas air, kualitas udara, tingkat
kebisingan, erosi, banjir, tapak bersejarah, bentukan lanskap, flora dan fauna, serta keterkaitan dengan ruang terbuka.
Perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan land based planning melalui kegiatan pemecahan masalah yang
dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional,
estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya Nurisjah dan
Pramukanto, 1995. Masih menurut Nurisjah dan Pramukanto, proses perencanaan biasanya bersifat holistik dan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis,
saling terkait, dan saling mendukung satu dengan lainnya. Suatu proses perencanaan yang baik merupakan suatu alat yang terstruktur dan sistematis yang
digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentukan fisik dan fungsi lahantapakbentang alam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan berbagai
rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut.
Perencanaan tapak menurut Laurie 1990 dapat dipikirkan sebagai suatu kompromi antara penyesuaian pada tapak untuk mencocokkan dengan program
dan adaptasi pada program dikarenakan tapaknya. Marsh 1991 mengungkapkan, perencanaan lanskap merupakan suatu penyesuaian antara lanskap dan program
yang akan dikembangkan untuk menjaga kelestarian ekosistem dan pemandangan lanskap sehingga tercapai penggunaan terbaik.
Menurut Gold 1980, perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk
pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1. pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya; 2.
pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan
kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang;
3. pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi
kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi; 4.
pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia.
Nurisjah dan Pramukanto 1995 mengemukakan, terdapat hal-hal penting
yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, di antaranya: 1.
mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar; 2.
memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan;
3. menjadikan sebagai obyek yang menarik;
4. merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu
kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya.
2.2 Wisata, Kawasan Wisata, dan Objek Wisata
Wisata merupakan kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya berkeliling atau perjalanan, sedangkan pariwisata adalah industri yang berkaitan
dengan perjalanan untuk mendapatkan rekreasi. Daya tarik pariwisata atau rekreasi terletak pada keindahan yang dapat dinikmati wisatawan dan tersedianya
jenis makanan atau sesuatu yang khas di daerah tujuan wisata Derous, 1990 dalam Bonanza, 2008.
Kawasan adalah bentangan permukaan alam dengan batas-batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Wisata berarti perjalanan atau
bepergian. Jadi kawasan wisata adalah bentangan permukaan yang dikunjungi atau didatangi oleh banyak orang wisatawan karena kawasan tersebut memiliki
objek wisata yang menarik.
Objek wisata, menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Pariwisata yang dikutip dalam Adisasmita 2010 adalah suatu tempat yang
menjadi kunjungan wisatawan karena memiliki sumberdaya, baik alamiah, maupun buatan manusia, seperti keindahan alampegunungan, pantai, flora dan
fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen, candi- candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas lainnya, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kawasan wisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang