11
2.4.1 Gelasi Protein
Kinsella 1976, mendefinisikan gelasi sebagai sifat struktural, hidrasi, tekstural, dan reologi dari protein. Sedangkan Schmidt 1981 mendefinisikan gel sebagai fenomena agregasi protein di
mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven setimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Dan gel menurut Foegeding 1989 adalah suatu unit struktur yang konsisten dan saling
berhubungan dengan fase cair berada di seluruh matriks tiga dimensinya. Gel terbentuk ketika sebagian protein unfolded membentuk segmen uncoilded yang berinteraksi pada titik tertentu sehingga
membentuk jaringan tiga dimensi. Zayas 1997 menambahkan bahwa formasi gel tiga dimensi tersebut merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ion dan hidrofobik, ikatan Van der Waals, dan
ikatan kovalen disulfida. Gel bervariasi dalam hal sifat reologinya, yang meliputi kekerasan, kelengketan, kohesivitas, dan adhesivitas. Oleh karena itu, protein sering digunakan untuk
menghasilkan sifat reologi tekstur tertentu melalui fenomena gelasi protein. Sifat unik dari gel protein adalah bentuknya yang padat tetapi memiliki karakteristik seperti cairan.
Mekanisme gelasi dalam pembuatan tahu melibatkan dua tahap utama, yaitu denaturasi protein akibat panas dan agregasi hidrofobik akibat koagulasi. Pada tahap pertama, sisi hidrofobik dari
protein kedelai yang terletak di sebelah dalam molekul akan terekspos ke luar. Maka, protein yang terdenaturasi bermuatan negatif akan dinetralkan oleh ion positif dari koagulan, seperti ion Ca
2+
Kohyama and Nishinari 1993. Selanjutnya, pada tahap kedua, protein yang telah dinetralisasi tersebut akan teragregasi oleh adanya interaksi hidrofobik. Interaksi hidrofobik ini terjadi secara acak
deMan et al. 1986, dan berperan dalam pembentukan struktur gel Kohyama et al. 1995. Ilustrasi mekanisme pembentukan gel oleh koagulan CaSO
4
tahap demi tahap dapat dilihat pada Gambar 3. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3, berbeda dengan tahu yang dikoagulasi oleh GDL,
GDL mengkoagulasi protein dengan cara mengubah nilai pH suspensi dan meningkatkan konsentrasi ion H
+
. Sehingga ion H
+
inilah yang menetralkan muatan negatif protein. Sedangkan, pada koagulasi yang dilakukan garam kalsium, kalsium berikatan dengan gugus karboksil bebas dari protein kedelai
Saio et al.1969. Sebagian besar sisi protein yang diikat oleh kalsium adalah gugus imidiazole dari histidin Appu Rao Narasinga Rao 1975. Dengan kata lain, ion kalsium akan berikatan silang
dengan molekul protein. Fenomena inilah yang dikatakan dengan terkoagulasinya susu kedelai membentuk curd Lee Ra 1978. Dengan adanya ikatan silang tersebut, koagulasi akan
berlangsung lebih cepat daripada koagulasi oleh GDL. Namun, koagulan CaSO
4
masih tergolong koagulan lambat seperti GDL Blazek 2008. Adapaun garam kalsium yang dapat mengkoagulasi
protein kedelai dengan cepat adalah CaCl
2
dan MgCl
2
. Hal tersebut dikarenakan kelarutan CaSO
4
0.24 g100mL pada 20°C dalam bentuk dihidrat CaSO
4
.2H
2
O dalam air yang lebih rendah daripada garam kalsium lainnya CaCl
2
74.5 g100mL pada 20 °C American Chemical Society 2006. Zayas 1997 mengutarakan kembali bahwa gel dapat terbentuk karena adanya pemanasan,
penambahan koagulan kalsium ataupun keduanya. Pada proses pembentukan gel, transisi dari bentuk alami menjadi bentuk terdenaturasi merupakan prekursor penting dalam interaksi protein-protein.
Derajat denaturasi protein penting dibutuhkan dalam pembentukan gel. Jaringan gel akan terbentuk setelah sebagian protein terdenaturasi. Pembentukan gel protein mempengaruhi sifat fungsional
lainnya seperti kemampuan menahan air dan pengikatan lemak. Kapasitas pembentukan gel ini merupakan kriteria yang seringkali digunakan untuk mengevaluasi protein dalam bahan pangan.
Karena karakteristik mutu suatu produk pangan, khususnya sifat tekstur dan juiciness, ditentukan melalui kapasitas gelasi protein.
12 Gambar 3. Mekanisme gelasi tahu yang dikoagulasi oleh CaSO
4
Kohyama et al. 1995
Menurut Wang Damodaran 1990, kekuatan gel berhubungan dengan ukuran dan bentuk polipeptida dalam matriks gel. Protein dengan berat molekul yang tinggi serta kandungan asam amino
dengan gugus hidrofobik yang tinggi akan membentuk sistem gel dengan jaringan yang kuat. Keberadaan asam amino hidrofobik akan mempengaruhi perubahan protein selama pemanasan.
Peningkatan jumlah gugus -SH dan ikatan -SS- selama denaturasi akan meningkatkan kekuatan jaringan intermolekul. Berat molekul minimum untuk pembentukan gel adalah 23000.
13
2.4.2 Tahu sebagai