BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Koagulasi yang sempurna ditentukan oleh konsentrasi CaSO
4
dan suhu koagulasi yang digunakan. Mekanisme proses tersebut selanjutnya akan berpengaruh terhadap tekstur curd yang
dihasilkan. Parameter kesempurnaan proses koagulasi secara langsung dapat diamati dari volume whey dan kejernihan whey ada tidaknya flokulasi lebih lanjut setelah whey didiamkan. Dan secara
tidak langsung adalah melalui analisis transmittan dan kadar protein dalam whey. Keberhasilan koagulasi dipengaruhi oleh nilai pH yang merujuk pada nilai pI spesifik. Nilai pI merepresentasikan
kekuatan ionik molekul protein dalam larutan. Kecepatan koagulasi dipengaruhi oleh suhu yang akan mempengaruhi tekstur curd yang dibentuk. Keberhasilan koagulasi menentukan kemampuan struktur
jaringan curd dalam mengikat air dan menahan gaya tekan dari luar. Daya ikat air menentukan terjadi atau tidaknya sineresis curd ketika curd didiamkan beberapa lama tanpa perlakuan perendaman.
Kemampuan curd menahan gaya tekan dari luar selanjutnya disebut sebagai kekerasan yang termasuk atribut kekerasan. Atribut ini mendeskripsikan besar gaya yang dibutuhkan mulut manusia ketika
curd dikonsumsi, yang dapat diukur secara objektif maupun subjektif. Data menunjukkan bahwa nilai transmittan whey tertinggi diperoleh whey C [23.52 60° dan
19.30 80°C], kadar protein whey terendah oleh whey B [0.448 mgml 80° dan 0.390 mgml 60°C], pH whey tidak berbeda signifikan dalam kisaran 5.72-5.90, kadar air curd tertinggi oleh curd
C [20.63 80°C dan 18.69 60°C], total padatan tertinggi curd basis bahan baku kedelai oleh curd C [40.88 60°C dan 37.75 80°], dan kekerasan curd tertinggi 2.474 agak keras diperoleh
oleh curd C suhu 80°C serta kekerasan terendah 1.164 lunak oleh curd A suhu 60°C. Penentuan nilai kekerasan subjektif dilakukan dengan memasukkan nilai kekerasan objektif ke dalam persamaan
tekstur yang diperoleh dengan pengujian organoleptik 8 tahu komersil. Fungsi tekstur objektif x terhadap tekstur subjektif y menggunakan persamaan y = 2.896x + 1.358.
Koagulasi protein terjadi sempurna pada konsentrasi koagulan dan suhu yang optimum dengan waktu yang tepat sehingga jumlah protein sari kedelai yang terendapkan semakin banyak dan
rendemen yang dihasilkan semakin besar. Struktur mikroskopis curd merupakan manifestasi dari jaringan molekul protein yang dibangun oleh ikatan intermolekul yang bersifat hidrofobik maupun
elektrostatik. Dari titik konsentrasi 0.015, 0.030, dan 0.045 N, konsentrasi 0.030 dan 0.045 N memberikan kondisi koagulasi yang lebih baik dari konsentrasi 0.015 N. Dan dari rentang suhu 60-
80°C, suhu koagulasi 80°C menghasilkan curd yang memiliki total padatan dan kadar air yang lebih banyak daripada suhu 60°C. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi 0.030-0.045 N memberikan
kondisi koagulasi yang lebih baik daripada kosentrasi 0.015 N dan suhu 80°C lebih baik daripada suhu 60°C.
Sementara profil protein curd terdiri dari subunit protein globulin 7S β-conglisinin dan globulin 11S glisinin. Protein 7S terdiri dari subunit α, α’, dan β, sedangkan protein 11S terdiri dari
subunit asam A
1
, A
2
, A
4
, A
6
dan basa. Persen subunit 7S dalam curd menurun seiring peningkatan konsentrasi koagulan di kedua suhu koagulasi, begitu juga dengan komponen α+α’ dan β. Sedangkan
persen subunit 11S menunjukkan hal yang sebaliknya, walaupun kondisinya tidak serupa untuk komponen protein di dalamnya. Dari semua subunit, subunit protein yang memiliki pengaruh
58 terhadap tekstur adalah subunit A
1
dan subunit basa dari protein 11S dengan korelasi Pearson tertinggi pada atribut daya kohesif curd.
Protein 11S menempati porsi paling besar dalam curd. Antar subunit protein dan variabel terukur yang menjadi parameter mutu tekstur curd memiliki korelasi satu sama lain yang diukur
dengan analisis regresi linear. Keterkaitan antara atribut tekstur dan subunit protein tertinggi dimiliki oleh daya kohesif dan subunit A
1
korelasi Pearson = 0.4049, Y
x
= 0.4003 – 0.0610X
j
namun efeknya tidak signifikan. Efek yang signifikan dan memiliki keterkaitan tertinggi dimiliki oleh daya kohesif
dan subunit basa korelasi Pearson = 0.3660, Y
x
= 0.1687 + 0.0470X
j
dengan efek linieritas yang berarti, namun masih perlu dilakukan pengujian regresi lengkung. Keterkaitan tertinggi dimiliki oleh
daya kohesif dan total padatan BBBK korelasi Pearson = 0.9613, Y
x
= 0.4921 – 0.1237X
j
. Linieritas terbaik tidak perlu pengujian regresi lengkung dimiliki oleh daya kohesif dan total padatan
BB korelasi Pearson = 0.6894, Y
x
= 0.7935 + 0.0245X
j
. Kekerasan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan kadar air BB korelasi Pearson = 0.6513, Y
x
= 0.1755 + 0.0048X
j
. Sementara kelengketan curd memiliki keterkaitan paling besar dengan total padatan BB korelasi
Pearson = 0.6124, Y
x
= 0.8207 – 0.0096X
j
. Keterkaitan tertinggi dan linieritas terbaik selanjutnya dimiliki oleh total padatan BBBK curd dan subunit basa korelasi Pearson = 0.5258, Y
x
= 0.3806 - 0.0053X
j
. Linieritas yang berarti pula dimiliki oleh total padatan BBBK dengan subunit A
1
korelasi Pearson = 0.5156, Y
x
= 0.1512 + 0.0060X
j
namun efeknya tidak signifikan. Maka secara umum, di antara subunit A
1
dan subunit basa, subunit basa yang memiliki pengaruh paling tinggi terhadap atribut tekstur, kadar air, dan total padatan. Sementara itu, subunit
basa juga berpengaruh terhadap total padatan BBBK yang merepresntasikan kesempurnaan koagulasi protein kedelai. Dan atribut tekstur yang paling dipengaruhi adalah daya kohesif curd, yaitu
kemampuan curd dalam menahan deformasi kedua dengan alat objektif maupun kunyahan subjektif. Tekstur curd juga merupakan produk kestabilan struktur jaringan molekul protein bersama
molekul organik lain di dalamnya untuk mengikat air. Daya ikat curd terhadap air menentukan kadar air tahu dipengaruhi oleh suhu koagulasi. Semakin tinggi suhu, semakin cepat koagulasi terjadi,
semakin kasar matriks protein, semakin sedikit air yang terikat, semakin padat curd yang dibentuk. Semakin tinggi kadar air ketika struktur curd menyerupai gel pada konsentrasi tidak optimum,
kemungkinan sinersesis terjadi akan semakin besar karena kekuatan ionik antarmolekul protein tidak maksimal.
Kondisi optimum dipengaruhi oleh ketercapaian nilai pI dari suatu protein. Perbedaan parameter proses menghasilkan pH whey pada kisaran nilai 5.72-5.90 yang tidak berbeda signifikan.
Semakin tinggi konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi, nilai pH semakin mendekati pI glisinin globulin 11S yaitu 6.3-7.0. Semakin rendah konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi, nilai pH
semakin mendekati pI β-conglisinin globulin 7S yaitu 4.5-5.0. Suhu yang rendah mengakibatkan proses koagulasi berlangsung lebih lama, sehingga kemungkinan terjadinya pengasaman whey karena
kadar protein yang tinggi lebih besar. Adanya keterkaitan antara komposisi protein 11S-7S dan tekstur serta daya ikat air curd
disebabkan oleh ikatan disulfida ikatan –SS–. Jaringan protein 11S memiliki ikatan disulfida yang lebih banyak daripada jaringan protein 7S. Oleh karena itu jumlah protein 11S dalam curd yang tinggi
akan diikuti oleh tektstur curd yang lebih keras. Tetapi ketika jumlah protein 7S dalam curd mulai meningkat, tekstur curd mulai menurun. Dan kisaran 0.030-0.045 N pada suhu 80°C merupakan
kondisi lebih baik bagi koagulasi protein 11S. Kondisi ini akan membentuk tahu yang agak keras yang dapat dicetak dengan alat pembuat tahu. Jika kondisi dibuat optimum bagi koagulasi protein 7S,
tahu yang dihasilkan adalah tahu lembut yang berwujud gel dan tidak bisa dicetak dengan alat.
59 Daya ikat curd terhadap air yang menentukan kestabilan kadar air tahu dipengaruhi oleh suhu
koagulasi. Semakin tinggi suhu, semakin cepat koagulasi terjadi, semakin kasar matriks protein, semakin sedikit air yang terikat. Semakin tinggi kadar air ketika struktur curd menyerupai gel,
kemungkinan sinersesis terjadi akan semakin besar. Fenomena ini akan lebih jelas dianalisis dengan menggunakan scanning electron microscope SEM. Dengan analisis tersebut, pengaruh konsentrasi
koagulan dan suhu koagulasi terhadap perbedaan keturbidan matriks dan daya iakt air dapat diketahui.
5.2 SARAN