Analisis terhadap EKSTRAKSI DAN KOAGULASI PROTEIN KEDELAI

33 Koagulasi menghasilkan produk utama curd berupa padatan tahu dan produk samping berupa larutan whey. Dengan melihat diagram kesetimbangan massa tahu pada Gambar 9, jumlah curd yang semakin banyak akan diimbangi dengan jumlah whey yang semakin sedikit. Koagulasi yang berlangsung sempurna akan menghimpun protein lebih banyak ke dalam bentuk curd sehingga protein dalam whey berkurang. Kadar protein whey diinterpretasikan melalui nilai transmittan dan kadar protein whey. Maka hipotesa awal yang diambil adalah semakin tinggi nilai transmittan whey, maka kadar protein whey semakin rendah dan jumlah protein dalam curd semakin tinggi atau koagulasi berlangsung semakin sempurna.

4.1.1 Analisis terhadap

Whey Koagulasi sari kedelai menghasilkan dua bagian utama, yaitu curd dan whey. Curd adalah endapan hasil penggumpalan protein kedelai. Curd merupakan gel protein kedelai, yaitu matriks protein yang mampu mengikat air, sehingga tahu curd kedelai tergolong produk pangan semisolid basah. Sedangkan whey adalah larutan yang tersisa dari sari kedelai setelah curd diambil. Whey terdiri dari komponen organik larut air, seperti protein, asam amino yang berbobot molekul kecil serta beberapa lemak dan pati berbobot molekul rendah yang diasimilasi oleh pengemulsi alami yang terdapat dalam kedelai, yaitu lesitin. Koagulasi yang sempurna telah tercapai jika curd telah terpisah dan terlihat jelas batas koagulasinya. Adapun parameterrespon yang dapat diukur untuk menyatakan keberhasilan proses koagulasi antara lain nilai transmittan whey, volume whey dan rendemen tahu, nilai pH, dan komposisi protein tahu. Dari parameter-parameter tersebut, titik optimum koagulasi dapat ditentukan, khususnya terkait dengan konsentrasi koagulan optimum Shurtleff Aoyagi 1979. Gambar 10. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap nilai transmitan whey Perbedaan komponen terlarut dalam whey mengakibatkan perbedaan kemampuan larutan whey untuk meneruskan gelombang cahaya. Sifat ini divisualisasikan sebagai kejernihan larutan. Semakin sedikit konsentrasi partikel dalam larutan, semakin jernih larutan, semakin banyak gelombang cahaya 3.19 8.30 23.52 6.12 10.47 19.30 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 0.015 0.030 0.045 T r a n sm it a n W h ey Konsentrasi CaSO 4 N Suhu koagulasi 60°C Suhu koagulasi 80°C 34 yang dapat diteruskan, yang diinterpretasi melalui nilai transmitan pada panjang gelombang 400 nm, yang dapat dilihat pada Gambar 10. Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan konsentrasi koagulan memberikan efek yang nyata terhadap transmittan whey, namun tidak dengan perubahan suhu koagulasi. Dan adanya interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memberikan efek yang juga nyata terhadap transmittan whey metode analisis varian data analisis whey beserta langkah perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai Lampiran 4. Dari Gambar 10, terlihat bahwa transmitan meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi koagulan CaSO 4 . Transmittan tertinggi dicapai oleh whey yang dibentuk oleh konsentrasi 0.045 N. Suhu 80°C memberikan nilai transmittan lebih tinggi daripada suhu 60°C, tetapi tidak pada konsentrasi 0.045 N. Mulanya nilai transmittan dianggap dapat merepresentasikan kadar protein di dalam whey, tetapi data melalui Gambar 11 menunjukkan hasil yang tidak sejalan. Kurva pada Gambar 10 menunjukkan kecenderungan yang positif dari pengaruh konsentrasi koagulan terhadap nilai transmittan whey. Semakin tinggi konsentrasi koagulan, semakin tinggi nilai transmittan whey. Namun, setelah diklarifikasi dengan pengukuran kadar protein dalam whey, perubahan konsentrasi tidak selamanya memberikan pengaruh positif. Sementara itu, suhu kogulasi yang diasumsikan dapat meningkatkan optimasi koagulasi protein yang akan berdampak pada menurunnya kadar protein whey, tidak sejalan dengan data dari Gambar 11. Suhu yang lebih tinggi justru memberikan kadar protein yang lebih tinggi pula. Oleh sebab itu, transmitan whey ini belum dapat mewakili jumlah protein terkandung dalam whey. Semakin tinggi transmitan belum tentu mengartikan semakin rendah protein whey. Hal ini disebabkan oleh kehadiran partikel selain protein globular, yakni asam amino larut air, lemak, dan karbohidrat, yang dapat menghalangi cahaya diteruskan. Gambar 11. Pengaruh konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi terhadap jumlah protein whey Pada taraf signifikasi 0.05, perubahan konsentrasi koagulan, perubahan suhu koagulasi, serta interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memberikan efek yang nyata terhadap kadar protein whey analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Gambar 11 menunjukkan adanya titik konsentrasi CaSO 4 tertentu di antara rentang 0.015-0.045 N yang memberikan kadar protein terendah yang diinginkan. Karena jika kadar protein dalam whey rendah, 0.544 0.390 0.743 0.541 0.448 0.806 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 0.015 0.030 0.045 P r o te in m g m l Konsentrasi CaSO 4 N Suhu koagulasi 60°C Suhu koagulasi 80°C 35 keberhasilan koagulasi protein menjadi curd semakin tinggi. Konsentrasi koagulan tersebut dapat dinyatakan sebagai konsentrasi koagulan optimum [optimum coagulant concentration OCC] yang akan membentuk curd yang maksimal dan mengurangi protein whey yang terbentuk. Semakin optimum pembentukan gel curd, semakin rendah jumlah protein yang terdapat dalam whey. Dari Gambar 11 terlihat bahwa kondisi ini ditunjukkan ketika curd dibuat dengan penambahan koagulan CaSO 4 .H 2 O 0.030 N baik pada suhu 60°C maupun 80°C. Koagulasi yang dilakukan oleh CaSO 4 pada konsentrasi optimum diharapkan mencapai proses koagulasi mendekati sempurna. Sun Breene 1991 menambahkan bahwa selesainya proses koagulasi ditandai dengan bebasnya whey dari partikel yang kemudian terendapkan kembali jika whey didiamkan. Jika diamati secara kasat mata, semakin rendah konsentrasi koagulan dan semakin rendah suhu koagulasi, semakin banyak partikel terendapkan setelah whey didiamkan. Endapan tersebut menyerupai gel tahu dan bersifat irreversible tidak dapat larut kembali. Partikel tersebut adalah protein globular yang belum terkoagulasi. Lama koagulasi yang dilakukan adalah seragam 10 menit. Jika koagulasi diperlama, jumlah curd akan semakin banyak setelah dilakukan pengepressan, dan jumlah protein dalam whey akan semakin sedikit. Grafik pada Gambar 12 berikut menunjukkan korelasi antara nilai transmittan whey dan jumlah protein dalam whey. Pada taraf signifikasi 0.05, kedua variabel tersebut memiliki nilai korelasi Pearson = 0.7656 dengan persamaan Y x = 0.3919 + 0.0158 X j analisis regresi linier dapat dilihat pada Lampiran 6. Nilai korelasinya berada pada selang 0.70-1.00 yang menandakan bahwa transmittan dan kadar protein whey memiliki keterkaitan yang kuat. Rendahnya transmittan whey pada konsentrasi 0.045 N whey C yang tidak diimbangi dengan rendahnya konsentrasi protein, dapat disebabkan oleh adanya partikel lain yang mengganggu jalannya cahaya seperti asam amino larut air, lemak, dan karbohidrat. Jumlah partikel tersebut lebih banyak dari protein globular yang ada, sehingga jika whey didiamkan partikel terendapkan tetap paling sedikit dibandingkan koagulasi pada konsentrasi yang lebih rendah. Dan pada konsentrasi 0.030 N, nilai transmittan masih rendah tetapi kadar proteinnya terendah dan jumlah partikel terendapkan masih lebih banyak dari yang whey C. Hal ini disebabkan oleh masih adanya protein globular dalam whey. Untuk mendapatkan informasi lebih jelas mengenai hal tersebut, perlu dilakukan analisis komponen organik whey lebih lanjut. Namun curd memiliki kemampuan mengikat air yang baik, sehingga partikel lain yang larut air seperti asam amino larut air, lemak, dan karbohidrat ikut terendapkan bersama curd. Gambar 12. Grafik hubungan antara transmitan whey dan jumlah protein whey 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 P r o te in m g m l Transmitan 36 Selain sifat fisik protein yang dapat diukur dengan analisis transmittan dan kadar protein berdasarkan kemampuannya menahan partikel cahaya, molekul protein memiliki sifat fisikokimia yng khas yakni protein memiliki gugus fungsi bermuatan positif dan negatif dalam satu molekulnya, yang kemudian disebut molekul zwitter ion. Perbedaan besar muatan menimbulkan kekuatan ionik yang mempengaruhi kestabilan molekul dalam larutan. Kekuatan ionik molekul protein tersebut dapat direpresentasikan oleh nilai pH larutan. Muatan total protein dapat bernilai positif, negatif, ataupun netral, yang dipengaruhi oleh nilai pH larutan. Nilai pH yang menjadi acuan untuk menentukan nilai muatan total protein disebut titik isoelektrik pI. Kitchener 1968 mengutarakan bahwa titik isoelektrik merupakan keadaan pH suspensi protein dengan muatan total protein yang bernilai nol dan gaya tolak elektrostatik antar koloid protein yang bernilai minimun. Di titik ini, interkasi antarmolekul yang dominan adalah gaya van der Waals. Suspensi akan mengalami flokulasi pengendapan dan berubah menjadi sistem koloid liofobik. Pada titik ini pula, proses koagulasi terjadi. Namun, jika pH larutan berada di bawah pI, protein bermuatan total positif. Muatan positif protein berasal dari ion NH 4 + yang tersisa, karena gugus karbolsilat COO - telah berikatan dengan ion H + yang melimpah. Sedangkan jika pH larutan berada di atas pI, protein bermuatan total negatif. Muatan negatif protein berasal dari ion COO - yang tersisa, karena gugus amino NH 4 + telah berikatan dengan ion OH - yang lebih banyak. Koagulasi sari kedelai dengan koagulan CaSO 4 berlangsung pada kisaran pH asam. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pH whey yang terbentuk seperti pada Tabel 10. Data tersebut dapat mewakili kondisi pH koagulasi karena pengukuran whey segar dilakukan segera setelah curd tahu dipress. Tabel 10 menunjukkan bahwa koagulasi terjadi pada rentang pH 5.70-5.90 dengan nilai pH yang tidak berbeda nyata, di bawah pH netral. Pada taraf signifikasi 0.05, baik perubahan konsentrasi koagulan, perubahan suhu koagulasi, maupun interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi tidak memberikan efek yang nyata terhadap nilai pH whey analisis varian dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. Kondisi asam dapat meningkatkan daya tarik molekul protein terhadap ion positif dari koagulan CaSO 4 . Menurut Moizuddin 1999, dalam larutan, gugus fungsi anion protein memiliki afinitas terhadap kation Ca 2+ dan H + . Nilai konsentrasi H + yang besar yang menghasilkan nilai pH di antara 3 dan 7, akan menghasilkan ikatan Ca-protein yang banyak. Sehingga dengan kata lain, semakin tinggi jumlah H + semakin rendah nilai pH, maka afinitas molekul protein terhadap ion Ca 2+ semakin tinggi. Sementara ion SO 4 2- akan berikatan dengan gugus bermuatan positif dari komponen organik termasuk protein dalam sari kedelai. Peningkatan afinitas tersebut akan menurun setelah semua molekul protein terkoagulasi. Tabel 10. Nilai pH whey yang terpisah dari curd Kosentrasi CaSO 4 N Suhu Koagulasi ºC 60 80 0.015 5.72 5.85 0.030 5.76 5.85 0.045 5.90 5.79 37 Menurut Tay Perera 2004, kondisi pH koagulasi yang sama akan menghasilkan sifat fisik curd yang sama, antara lain tekstur, penampakan visual, dan water holding capacity WHC. Perbedaan pH di akhir pemberntukan gel akan mempengaruhi perbandingan jumlah protein 11S dalam gel. Proporsi protein 11S yang lebih tinggi akan membuat gel memiliki nilai kekerasan, kohesivitas, daya kunyah, dan kecerahan L yang lebih tinggi. Protein globulin 7S memiliki titik isoelektrik yang lebih rendah pH 4.5-5.0 daripada globulin 11S pH 6.3-7.0 Brooks Morr 1985.

4.1.2 Pengaruh Parameter Proses