Suhu Koagulasi Pengaruh Parameter Proses

37 Menurut Tay Perera 2004, kondisi pH koagulasi yang sama akan menghasilkan sifat fisik curd yang sama, antara lain tekstur, penampakan visual, dan water holding capacity WHC. Perbedaan pH di akhir pemberntukan gel akan mempengaruhi perbandingan jumlah protein 11S dalam gel. Proporsi protein 11S yang lebih tinggi akan membuat gel memiliki nilai kekerasan, kohesivitas, daya kunyah, dan kecerahan L yang lebih tinggi. Protein globulin 7S memiliki titik isoelektrik yang lebih rendah pH 4.5-5.0 daripada globulin 11S pH 6.3-7.0 Brooks Morr 1985.

4.1.2 Pengaruh Parameter Proses

4.1.2.1 Konsentrasi Koagulan

Perubahan konsentrasi memberikan efek nyata baik terhadap nilai transmittan maupun kadar protein whey. Dengan pengamatan visual dan analisis whey tersebut, kisaran konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi yang optimum dapat diketahui. Grafik pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12 menunjukkan bahwa proses koagulasi yang optimum terjadi ketika sari kedelai dikoagulasi oleh koagulan dengan kisaran konsentrasi CaSO 4 0.030 N. Pada daerah tersebut, terdapat nilai transmittan whey yang lebih tinggi dan konsentrasi protein whey terendah. Hal tersebut menggambarkan bahwa protein dalam sari kedelai hampir seluruhnya terkoagulasi oleh koagulan sehingga protein yang terlarut dalam whey tersisa sedikit. Dua variabel ini dapat diketahui secara tidak langsung dengan pengamatan visual. Whey yang dihasilkan pada rentang ini lebih jernih dan tidak mengandung banyak partikel protein globular. Hal tersebut ditandai oleh lebih sedikitnya pengendapan partikel-partikel tersebut dalam 30 menit setelah pengepresan. Koagulasi protein yang optimum secara umum terjadi pada titik isoelektrik pI. Protein globulin 7S memiliki titik isoelektrik yang lebih rendah pH 4.5-5.0 daripada globulin 11S pH 6.3- 7.0 Brooks Morr 1985. Dan dalam kedelai termasuk sari kedelai, jumlah protein globulin 11S lebih banyak dari protein globulin 7S. Titik ini direpresentasikan oleh nilai pH koagulasi. Karena keterbatasan alat pH meter yang tidak dapat mengukur pH pada suhu tinggi lebih tinggi dari suhu ruang seperti suhu koagulasi yang dilakukan, nilai pH koagulasi diamati dari nilai pH whey yang terbentuk. Meskipun tidak signifikan, peningkatan konsentrasi memberikan nilai pH yang semakin dekat dengan pI globulin 11S, sehingga diasumsikan jumlah protein terkoagulasi semakin banyak yang dibuktikan dengan analisis kadar protein curd. Peningkatan nilai pH juga berpengaruh terhadap kekuatan ionik protein. Semakin dekat dengan pH 7, afinitas protein globulin 11S dengan ion Ca semakin tinggi, sehingga selain meningkatkan jumlah protein terikat, proses koagulasi pun berlangsung lebih cepat. Keadaan ini pun akan menurunkan jumlah partikel-partikel makro dalam whey yang akan terflokulasi kemudian.

4.1.2.2 Suhu Koagulasi

Interaksi antara konsentrasi koagulan dan suhu koagulasi memberikan efek yang nyata terhadap transmittan dan kadar protein, tetapi tidak pada pH whey. Sedangkan perubahan suhu koagulasi tersendiri memberikan efek yang nyata terhadap kadar protein whey, tetapi tidak terhadap nilai transmittan dan pH whey. Suhu koagulasi berpengaruh terhadap kinetika molekul-molekul yang bereaksi meliputi molekul CaSO 4 dam protein globular. Peningkatan suhu meningkatkan energi kinetik molekul sehingga rekasi berjalan lebih cepat kecepatan reaksi lebih tinggi. Oleh sebab itu 38 waktu koagulasi pada suhu 80°C lebih cepat dari pada suhu 60°C. Whey yang dihasilkan lebih jernih dan memiliki transmittan yang lebih tinggi kecuali pada konsentrasi CaSO 4 0.045 N. Pada suhu 60°C, waktu 10 menit untuk koagulasi masih belum cukup. Dengan demikian, pada suhu yang lebih tinggi 80°C, probabilitas kondisi optimum koagulasi lebih besar. Suhu yang lebih rendah 60°C membutuhkan usaha lebih banyak untuk mencapai hasil maksimal. Sehingga, konsentrasi koagulan lebih tinggi sampai dekat dengan nilai pI tetap membutuhkan waktu koagulasi yang lebih lama. Untuk memastikan denaturasi dan agregasi semua subunit protein pada waktu yang bersamaan, dilakukan pengadukan sebanyakan tiga kali sesaat setelah koagulan dimasukkan ke dalam suspensi kedelai. Homogenisasi ini diperlukan karena koagulan CaSO 4 .H 2 O akan terdispersi perlahan di dalam sari kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat Shurtleff Aoyogi 1984. Lama koagulasi pada data yang ditampilkan adalah 10 menit. Namun, dengan waktu 10 menit koagulasi pada suhu 60°C konsentrasi 0.015 N dan 0.030 N serta pada suhu 80°C konsentrasi 0.015 N, koagulasi yang terjadi masih belum sempurna. Hal tersebut ditandai dengan peerbedaan penampakan whey sebelum dan sesudah pengepresan. Pada suhu rendah 60°C dan konsentrasi rendah 0.015 N, sebelum pengepresan, whey tampak seperti suspensi susu. Jika didiamkan selama 30 menit berikutnya, akan terlihat endapan seperti tahu yang menandakan proses koagulasi lanjutan setelah pemisahan curd untuk dicetak. Kemudian, selama pengepreasan, whey yang terbentuk lebih bening transparan seperti whey pada umumnya. Data menunjukkan bahwa proses koagulasi pada suhu 60°C memiliki nilai transmittan whey lebih rendah dan jumlah protein whey yang lebih tinggi.

4.2 PROFIL PROTEIN