Uji Organoleptik Tahap III

30 diberi nilai 1 samapi terlunak diberi nilai 3, dan mengisinya di lembar jawaban, seperti yang terdapat pada Lampiran 2.

3.2.3.2 Uji Organoleptik

Tahu yang digunakan adalah tahu komersil dari jenis tofu tahu gel tanpa penambahan telur ataupun rasa dan tahu press dari berbagai merk. Semua sampel yang akan dijui selama tahap III telah diukur kekerasannya secara objektif dengan metode Texture Profile Analyser TPA. Sampel tahu segar dipotong ukuran 1 x 1 x 1 cm 3 . Sampel disajikan pada suhu ruang segera setelah tahu dipotong. Kemudian, sampel dinilai kekerasannya secara subjektif dengan menggunakan skala garis. Garis sepanjang 15 cm mewakili parameter tekstur paling lunak nilai 0 di titik 0 cm sampai paling keras nilai 15 di titik 15 cm. Penilaian dilakukan dengan menekan tahu, mengapitnya dengan ujung ibu jari dan telunjuk di sisi vertikal tahu, tanpa mengangkat potongan tahu. Panelis hanya menilai atribut kekerasan, tanpa dipengaruhi oleh atribut sensori lain. Tahap uji organoleptik terdiri dari 2 langkah, yaitu Focus Group Discussion FGD dan pengujian sampel. Langkah pertama, panelis terlebih dahulu diberi standar tahu terlunak yang diberi nilai 1 dan tahu terkeras yang diberi nilai 14. Setelah itu panelis diberi 3 buah sampel tahu yang berbeda dan dinilai kekerasannya. Nilai berada di antara rentang 1 sampai 14. Pemberian nilai dilakukan meletakkan garis vertikal di titik yang sesuai. Setelah itu, penguji berdiskusi bersama panelis untuk membahas hasil pengujian sebelumnya. FGD dilakukan sampai panelis memiliki persepsi yang sama terhadap nilai kekerasan tahu, yang ditandai dengan semakin menurunnya standar deviasi data setiap tahu. Langkah berikutnya adalah pengujian 2 sampel baru. Semua hasil penilaian yang mencakup 2 sampel standar, 3 sampel FGD, dan 2 sampel baru kemudian diplotkan bersama data objektif dan diregresikan sehingga diperoleh sebuah persamaan garis linear.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 EKSTRAKSI DAN KOAGULASI PROTEIN KEDELAI

Bahan baku curd tahu adalah sari kedelai hasil ekstraksi kedelai kering yang telah direndam selama 6 jam. Setiap batch pembuatan tahu untuk penelitian tahap I menggunakan 525 gram kedelai kering. Perendaman dilakukan pada suhu ruang dengan jumlah air 3150 mL 6 kali lipat dari bobot kedelai kering. Selama perendaman, sel-sel dalam biji kedelai mengalami osmosis dan mengembang hingga massanya menjadi 1150 gram 2 kali lipat dari semula. Air rendaman kedelai berwarna kuning seperti warna whey tetapi transmittannya bernilai nol atau negatif. Pengukuran transmittan dilakukan pada panjang gelombang yang sama dengan pengukuran transmittan whey, yaitu pada gelombang λ = 595 nm. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa air rendaman tidak mengandung protein dan proses perendaman tidak mengurangi kadar protein kedelai. Ekstraksi didahului oleh tahap penghancuran kedelai dengan menggunakan blender. Sejumlah 3150 mL air yang bersuhu normal tanpa pemanasan ditambahkan untuk membantu proses penghancuran. Langkah ini dilakukan selama 3 menit dengan kecepatan yang meningkat bertahap. Penghancuran bertujuan memecah jaringan sel sehingga protein dapat diekstrak maksimal. Bubur kedelai yang dihasilkan kemudian ditambah air 2100 mL dan dipanaskan sampai mendidih. Tahap berikutnya adalah tahap ekstraksi. Bubur kedelai disaring dengan menggunakan kain blacu sebagai filter. Ampas dibilas dengan air panas yang suhunya berkisar 90-95°C sejumlah 2100 mL. Dengan demikian, total air yang ditambahkan adalah 14 kali lipat dari bobot kedelai kering. Tahap ini menghasilkan sari kedelai yang memiliki massa jenis 1 gmL dan ampas kedelai sebanyak 810±50 gram. Variabel proses pemanasan seperti kecepatan pengadukan, lama pemanasan, dan jeda waktu tunggu antar tahapan selama perlakuan dapat mempengaruhi karakter sari kedelai yang terbentuk. Karakter tersebut meliputi total padatan terlarut TPT, kadar protein yang dapat terkoagulasi, total fitat, nilai pH, total asam tertitrasi TAT, kadar mineral, dan perbandingan jumlah protein 11S7S Liu et al. 2004. Maka kondisi pemasakan suspensi kedelai akan mempengaruhi titik kritis konsentrasi koagulan. Dan setiap koagulan pun memiliki titik kritistitik optimum penambahan koagulan pada konsentrasi tertentu. Penelitian ini mengamati proses koagulasi dengan perbedaan suhu koagulasi sari kedelai pada suhu 60ºC dan 80ºC. Untuk memperkecil variasi atribut produk tahu yang akan diukur, varibel proses pemanasan diseragamkan kecuali suhu koagulasi. Pemanasan sari kedelai untuk pembuatan tahu pres dilakukan di dalam wadah yang jenis dan ukurannya sama, serta suhu pemanasan yang sama. Pengadukan dilakukan selama pemanasan untuk mencegah suspensi berkerak dan berbusa. Kecepatan pengadukan berkisar 1 putaran per detik. Pada kedua jenis pemanasan tersebut, suhu proses terus dipantau dengan termometer untuk menciptakan suhu koagulasi yang sesuai, yaitu 60ºC dan 80ºC. Setiap koagulasi dilakukan terhadap 1.2 L sari kedelai untuk tahu press dan 12.5 mL pada skala lab pada tabung sentrifuge. Setelah suhu koagulasi 60°C atau 80°C tercapai, larutan koagulan CaSO 4 dengan konsentrasi 0.015 N, 0.030 N, 0.045 N dimasukkan ke dalam wadah. Suhu diatur lebih tinggi 1°C dari target, sehingga dipastikan suhu tidak menurun terlalu besar dari suhu koagulasi target selama koagulasi berlangsung maksimal sampai 2°C di bawah suhu target. Pengadukan dilakukan untuk meratakan koagulan dalam sari kedelai, agar seluruh protein terkoagulasi. Pengadukan dilakukan 3 kali dengan kecepatan pengadukan 2 putaran per 3 detik. Sedangkan homogenisasi