Health certificate dapat diberikan apabila UPI konsisten dalam memenuhi persyaratan penerapan HACCP.
Dokumen Jalur Distribusi Produk :
ketika diperlukan, suatu sistem traceability harus mampu menyediakan informasi mengenai jalur distribusi mana saja
yang dilalui oleh suatu produk sebelum sampai ke tangan konsumen akhir minimal satu langkah ke belakang dan satu langkah ke depan one step
backward, one step forward. Raspor 2005 menyatakan suatu sistem traceability mampu memberikan informasi mengenai posisi suatu produk dan
jalur distribusi yang ditempuh yang dapat memudahkan upaya pelacakan produk. Sebagai contoh adalah ketika suatu produk tuna terdeteksi mempunyai
potensi gangguan keamanan pangan, maka sangat penting untuk mengetahui berada dimanakah produk yang diduga mempunyai gangguan keamanan
pangan tersebut langsung pada saat dibutuhkan.
4.3.2 Traceability internal
Traceability internal mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung traceability tuna secara keseluruhan chain traceability Thakur dan
Hurburgh 2009. Oleh karena itu pengembangan traceability internal pada industri pengolahan tuna penting karena jika terjadi masalah pangan selama jalur
distribusinya maka traceability internal dapat digunakan untuk mencari penyebabnya. Traceability internal disini dikembangkan secara teoritis untuk
memberikan suatu acuan yang baku dalam pengembangan traceability internal pada dalam suatu organisasi khususnya pada industri pengolahan tuna loin beku
menggunakan teknik yang disebut Integrated Definition Modelling IDEF0. Berdasarkan standar ISO 22005:2007, suatu sistem traceability
dipengaruhi oleh regulasi, karakterisasi produk, dan harapan konsumen. Di Indonesia produk hukum yang mengatur tentang traceability produk perikanan
yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.19MEN2010 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yaitu
pada Bab II pasal 3 huruf C. Lebih lanjut ISO 22000:2005 yang merupakan sistem manajemen keamanan pangan bagi organisasi dalam rantai produksi pangan pada
klausul 7.9 juga mempersyaratkan adanya sistem mampu telusur traceability system.
Ikan tuna sebagaimana ikan pada umumnya merupakan bahan pangan yang dikategorikan highly perishable yaitu bahan pangan yang sangat mudah
busuk dan membutuhkan penanganan yang baik dalam rantai distribusinya Venugopal 2006. Teknik penanganan bahan baku tuna segar dilakukan secara
hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4
o
C, sedangkan penanganan bahan baku tuna beku sama seperti halnya tuna segar
namun dilakukan dengan menjaga suhu pusat produk maksimal -18
o
C SNI 01- 4103.3-2006. Hal lain yang mempengaruhi sistem traceability adalah harapan
konsumen terhadap suatu produk. Sebagai contoh jika konsumen mengharapkan adanya jaminan terhadap produk tuna yang dikonsumsi merupakan ikan yang
bebas dari bahaya keamanan pangan, maka produsen akan berusaha untuk mencapai harapan konsumen tersebut. Dari berbagai penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa regulasi, karakterisasi produk, dan harapan konsumen merupakan masukan bagi teknik IDEF0 pengembangan sistem traceability pada
tuna. Suatu sistem traceability dikembangkan untuk memenuhi regulasi yang
berlaku Thakur dan Hurburgh 2009. Sistem traceability produk perikanan Indonesia dilakukan untuk memenuhi PER.19MEN2010 tentang Pengendalian
Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan, sedangkan dalam penerapannya dibutuhkan suatu standar yang digunakan sebagai batasan untuk menghasilkan
keluaran yang tepat yaitu standar Codex Alimentarius Commission CACRPC 1- 1969, Rev. 4-2003 mengenai prinsip umum untuk higiene pangan General
Principles of Food Hygiene. Standar ini dipilih karena merupakan standar internasional dari negara Amerika yang menjadi tujuan ekspor PT X dimana
pemilihan standar sebaiknya disesuaikan dengan negara tujuan ekspor atau menggunakan standar yang lebih ketat persyaratannya untuk alasan kesehatan.
Oleh karena itu, standar CACRPC 1-1969, Rev. 4-2003 dikategorikan sebagai kontrol control bagi model ini. Berbagai mekanisme mechanism diperlukan
untuk mengembangkan sistem traceability, diantaranya standar industri, personal pihak yang terlibat, dan prosedur-prosedur yang ada. Keluaran output dari
model ini akan tergantung dari jenis produk akhir tuna yang dihasilkan dan aktor yang terlibat didalamnya. Secara umum, output yang dapat dihasilkan dalam
sistem traceability internal ini adalah adanya berbagai macam dokumentasi seperti dokumentasi proses produksi, sertifikat-sertifikat yang telah divalidasi, dan
pemenuhan terhadap regulasi sebagai jaminan kualitas dan keamanan pangan. Model pada sistem ini harus dapat membuktikan klaim terhadap suatu produk,
misalnya klaim terhadap ikan tuna yang digunakan dalam proses produksi ditangkap dari daerah penangkapan yang tidak melanggar undang-undang illegal,
unreported, and unregulated IUU fishing. Selain itu sistem traceability yang dibuat juga harus menyediakan suatu tolak ukur untuk kepuasan konsumen.
Teknik IDEF0 Integrated Definition Modelling untuk pengembangan sistem internal traceability pada suatu Unit Pengolahan Ikan UPI dapat dilihat pada
Gambar 16.
Gambar 16 Teknik IDEF0 untuk pengembangan traceability internal pada Unit Pengolahan Ikan UPI.
Berdasarkan Gambar 16. maka dibuatlah detail dari teknik tersebut untuk menunjukkan langkah-langkah yang dilakukan terkait dengan pengembangan
traceability internal pada UPI dalam hal ini PT X yang melakukan pengolahan ikan tuna beku. Model ini digambarkan lebih detail didekomposisi untuk
memudahkan pemahaman mengenai rangkaian pengembangan traceability internal pada UPI dan ditujukan untuk mendapatkan sertifikasi sistem manajemen
keamanan pangan food safety management system certificate seperti ISO 22000 oleh Thakur dan Humburgh 2009 dengan tahapan sebagai berikut :
1 Menentukan rencana sistem traceability : langkah pertama untuk pengembangan sistem traceability internal adalah menentukan rencana
traceability. Masukan input bagi tahapan ini adalah kebutuhan akan regulasi,
Dokumentasi Proses Produksi Sertifikat yang divalidasi
Jaminan Kualitas dan Keamanan Pangan Kepuasan Konsumen
Kebutuhan Regulasi
PENGEMBANGAN SISTEM
TRACEABILITY INTERNAL TUNA
A0
Karakteristik Produk Harapan Konsumen
Pemenuhan Regulasi
Prosedur Personal
Standar Industri
karakteristik produk dan harapan konsumen. Kebutuhan akan regulasi ditujukan untuk memenuhi CACRPC 1-1969, Rev. 4-2003 yang merupakan
regulasi Amerika Serikat karena negara tujuan ekspor PT X. Karakteristik hasil perikanan yang highly perishable mempengaruhi rencana traceability dimana
penggunaan bahan-bahan seperti air atau es harus ada jaminan bahwa air berasal dari air dengan kualitas air minum sehingga ikan tidak mudah rusak.
Penggunaan kemasan yang khusus bagi produk pangan food grade dan peralatan yang digunakan juga perlu diperhatikan mengingat ikan merupakan
bahan pangan yang mudah busuk. Hal terakhir yang mempengaruhi suatu sistem traceability adalah harapan konsumen dimana produsen akan senantiasa
berusaha memenuhi harapan dari konsumennya. Rencana sistem traceability ditentukan berdasarkan keperluan-keperluan tersebut.
Selain masukan, diperlukan juga suatu standar bagi sistem ini dimana standar CACRPC 1-1969, Rev. 4-2003 dapat digunakan sebagai kontrol control.
Berbagai mekanisme mechanism diperlukan untuk menentukan sistem traceability, diantaranya standar industri, personal pihak yang terlibat, dan
prosedur-prosedur yang ada. Personal yang terlibat dalam sistem ini harus merupakan tim yang memiliki pengetahuan dan pengalaman multi disiplin, dan
merupakan orang-orang yang berasal dari berbagai departemen yang ada pada suatu Unit Pengolahan Ikan UPI. Selain itu, menurut Derrick dan Dillon
2004 penting bagi suatu UPI menunjuk seseorang yang memiliki kemampuan untuk memimpin tim, memiliki pengetahuan mengenai traceability, dan
memiliki posisi penting dalam kegiatan produksi. Rencana sistem traceability harus didefinisikan secara jelas dalam format yang
tetap dan termasuk di dalamnya mengenai informasi yang dibutuhkan untuk dicatat dan informasi yang akan dibagi kepada aktor lain yang terlibat dalam
rantai distribusi produk. Selain itu dalam sistem ini juga perlu didefinisikan parameter yang tepat untuk mengukur kesuksesan sistem. Keluaran output
pada tahapan ini adalah terbentuknya manual sistem traceability yang mendefinisikan prosedur untuk penerapan rencana sistem traceability dimana
secara umum prosedur meliputi dokumentasi proses produksi dan informasi
terkait proses produksi, termasuk perawatan dokumen dan verifikasi ISO 22005:2007.
2 Penerapan rencana traceability : Keluaran pada tahapan 1 merupakan masukan bagi tahapan ini. Manual sistem traceability yang telah dibuat digunakan untuk
diterapkan pada tahapan ini. Tahapan ini memiliki kontrol dan mekanisme yang sama dengan yang ada pada tahap 1. Pada sistem informasi yang
dikembangkan, dilakukan desain basis data traceability perusahaan yang direpresentasikan menggunakan entity relationship diagram ERD. ERD
merupakan suatu diagram yang dapat menunjukkan bagaimana data dan informasi akan disimpan di dalam basis data beserta hubungan antar data.
Bagian yang digunakan untuk membangun suatu entity relationship diagram adalah entitas entity, atribut, dan hubungan relationship. Pengguna user
dalam hal ini pihak UPI dapat mendesain entitas yang berkaitan dengan aktifitas ikan tuna per batch baik kualitas maupun proses yang dikenakan.
Entity relationship diagram ini menghubungkan berbagai macam data mulai dari kedatangan bahan baku tuna, proses produksi per batch, dan hasil akhir
dari tiap batch yang keluar dari ruang penyimpanan storage UPI. Setelah selesai membuat ERD dilanjutkan dengan penerjemahan desain basis data
database pada sistem yang telah dibuat kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk perintah-perintah yang dimengerti komputer dengan mempergunakan
suatu bahasa pemrograman dan penyimpanan ke dalam database tergantung dari keperluan pengguna. Hanya terdapat satu basis data terpusat untuk
menyimpan semua informasi yang dibutuhkan. Salah satu bahasa yang dapat digunakan untuk merepresentasikan data adalah XML Extensible Markup
Language. XML dipilih karena dalam industri perikanan terdapat suatu standar yang disebut
“tracefish” yang dapat digunakan untuk mencapai sistem traceability secara menyeluruh pada suatu rantai distribusi dimana standar ini
menurut Larsen 2003 merupakan suatu konsep yang menggunakan sistem elektronik untuk mencapai penelusuran rantai distribusi chain traceability.
Selanjutnya Folinas et al. 2007 menyatakan bahwa tracefish menggunakan XML extensible markup language untuk memfasilitasi pertukaran informasi
yang berhubungan dengan sistem traceability secara elektronik electronic
exchange antara berbagai pihak atau organisasi dalam suatu rantai distribusi. Setelah tahap ini selesai, sebuah laporan penerapan traceability akan
dihasilkan. Laporan ini akan terdiri dari deskripsi detail sistem database dan penggunaannya.
3 Evaluasi pelaksanaan sistem : pelaksanaan sistem traceability akan dievaluasi pada tahap ini. Evaluasi yang dilakukan mencakup evaluasi efisiensi
penggunaan database untuk kecepatan reaksi terhadap kasus keamanan pangan. Laporan pelaksanaan sistem manajemen keamanan pangan seperti
HACCP atau ISO 22000 dan laporan hasil audit merupakan keluaran dari tahapan ini. Tahapan ini memiliki kontrol dan mekanisme yang sama dengan
tahap sebelumnya. 4 Validasi sistem: validasi dibutuhkan untuk memastikan bahwa pelaksanaan
sistem sesuai dengan rencana traceability yang telah dibentuk. Laporan pelaksanaan dan laporan hasil audit dari tahap 3 digunakan sebagai dasar untuk
pemvalidasian sistem traceability menggunakan standar CACRPC 1-1969, Rev. 4-2003 sebagai kontrol dan mekanisme yang sama dengan tahapan-
tahapan sebelumnya. Setelah sistem traceability divalidasi, pemenuhan CACRPC 1-1969, Rev. 4-2003 dapat dicapai. Dokumentasi lainnya seperti
dokumentasi proses produksi, sistem manajemen keamanan pangan, dan validasi sistem sertifikat dapat dicapai. Bukti dari kepuasan konsumen juga
merupakan keluaran yang diharapkan dari proses pengembangan sistem traceability internal ini.
5 Perawatan sistem: Perawatan dari sistem traceability merupakan tahapan yang sangat penting dari keseluruhan proses. Perawatan dibutuhkan untuk menjaga
agar sistem tetap berjalan dan juga untuk melakukan perbaikan terus-menerus. Tahapan ini merupakan proses yang terus-menerus dilakukan siklus berulang
dan rencana sistem traceability sebaiknya dimodifikasi berdasarkan perubahan regulasi yang ada, permintaan konsumen dan faktor lainnya yang dapat
menyebabkan perubahan pada proses bisnis. Tahapan selanjutnya akan dimodifikasi ulang setiap adanya perubahan rencana sistem traceability.
Keseluruhan tahapan pengembangan traceability internal ini dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17 Teknik IDEF0 untuk pengembangan dan penerapan sistem traceability internal pada UPI Modifikasi Thakur dan Hurburgh 2009.
51
Laporan Penerapan traceability
Jaminan kualitas dan keamanan pangan
Penerapan Traceability
2 Evaluasi
Pelaksanaan Sistem
3 Validasi
Sistem 4
Perawatan Sistem
5
Pemenuhan Regulasi CACRCP 1-1969,Rev. 4-2003
Manual Traceability
Standar Industri
Personal Prosedur
Menentukan Rencana
Sistem Traceability
1
Dokumentasi Proses Produksi Sertifikat yang divalidasi
Kepuasan Konsumen Laporan Penerapan Sistem
Manajemen Keamanan Pangan Laporan Audit
Jenis Produk Akhir Harapan Konsumen
Highly Perishable Karakterisasi Produk
CACRCP 1-1969,Rev. 4-2003 Kebutuhan Regulasi
4.3.3 Pertukaran informasi traceability pada rantai distribusi tuna