4.3.3 Pertukaran informasi traceability pada rantai distribusi tuna
Peraturan pangan Uni Eropa yaitu General Food Law EC No. 178, artikel 18 menyebutkan perlunya sistem traceability pada rantai distribusi pangan food
supply chain untuk mencapai kemampuan pelacakan secara utuh Official Journal of the Europan Communities 2002. Setiap aktor yang terlibat di
dalamnya harus menyimpan dan memelihara informasi yang berkaitan dengan dari mana suatu bahan pangan berasal dan tetap menelusuri mengikuti jalur dan
perubahan bentuk yang dialami suatu produk sepanjang proses produksi dan kemudian mentransfer informasi tersebut ke aktor selanjutnya dalam rantai
distribusinya Thakur dan Humburgh 2009. Berbagi informasi share antar aktor dalam rantai distribusi produk penting dilakukan untuk mencapai sistem
traceability yang efektif Derrick dan Dillon 2004. Untuk memahami hal tersebut maka dibuatlah suatu gambaran yang menunjukkan bagaimana suatu produk
diidentifikasi, struktur datanya, data carrier yang digunakan, dimana saja lokasi pengumpulan data data capture point dan bagaimana datainformasi
dipertukarkan antar aktor dalam rantai distribusi tuna loin beku. Sebelum mencapai traceability pada keseluruhan rantai distribusi chain
traceability penting untuk memahami lokasi-lokasi pengidentifikasian unit produk pada traceability internal dan hubungannya dengan chain traceability.
Lokasi pengidentifikasian produk pada chain traceability mengacu pada Senneset et al. 2007 dan dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Lokasi pengidentifikasian produk sistem traceability Modifikasi Senneset et al. 2007.
Lokasi pengidentifikasian produk pada traceability internal
Lokasi pengidentifikasian produk pada chain traceability
Aliran Informasi
Lokasi pengidentifikasian produk pada chain traceability
Aliran Produk tuna loin beku
TRANSIT IMPORTIR
UPI PT X
Penerimaan Proses
Stuffing
Tahapan yang penting untuk dilakukan pengidentifikasian produk dan perekaman secara internal di PT X adalah pada tahap penerimaan bahan baku dan
pengisian stuffing karena kedua tahapan ini merupakan tahapan yang menjadi penghubung informasi antara supplier transitdengan perusahaan dan perusahaan
dengan pihak importir. Pada tahap penerimaan bahan baku merupakan awal dari pengumpulan informasi dari supplier mengenai bahan baku atau bahan tambahan
yang digunakan, sedangkan pada tahap stuffing merupakan tahapan dimana informasi baru ditambahkan setelah proses produksi selesai dilaksanakan.
Senneset et al. 2007 menyatakan penting bagi suatu organisasi menetapkan identitas untuk melakukan penelusuran dimana identitas tersebut direkam pada
tahapan penerimaan dan pada saat suatu produk akan didistribusikan ke pihak selanjutnya setelah proses produksi selesai dilaksanakan.
Penerapanan traceability di industri perikanan, berdasarkan Larsen 2003 memperlihatkan praktek pendistribusian ikan pada industri perikanan seperti
distribusi ikan segar sering mengalami pengemasan ulang repacking beberapa kali. Label baru diberikan setiap kali pengemasan ulang oleh pelaku atau
organisasi yang berbeda. Praktek pendistribusian ikan tuna beku frozen tuna dari satu aktor ke aktor lainnya juga mengalami berbagai macam aktivitas termasuk
pengemasan ulang diantaranya: Pergerakan: Ikan tuna bergerak dari satu pihak ke pihak lain dalam rantai
distribusi sebelum akhirnya sampai ke konsumen akhir. Sebagai contoh adalah nelayan menjual tuna ke pihak transit dan kemudian pihak transit menjualnya
ke PT X. Penyortiran: Ikan selama distribusi mengalami aktivitas penyortiran untuk
pembedaan berdasarkan mutu. Contohnya ketika ikan yang disortir secara organoleptik di transit oleh checker menjadi 4 tingkat grade mutu, yaitu:
ikan tuna dengan grade A, B, C, dan D. Penyimpanan storage: Ikan tuna sejak penangkapan disimpan dalam periode
tertentu oleh tiap-tiap aktor sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen akhir. Ikan yang disimpan dalam periode tertentu sebelum dikonsumsi dapat
mempengaruhi kondisi fisik, kimia maupun biologinya. Sebagai contoh menurut Keer et al. 2002 ikan tuna yang disimpan pada suhu rendah oleh
retailer yaitu hanya menutup ikan menggunakan es atau secara sederhana ikan hanya diletakkan di atas es untuk mencegah kebusukan, dalam jangga waktu
yang lama hal ini akan menyebabkan pertumbuhan bakteri yang memicu terbentuknya histamin pada tuna.
Perubahan bentuk: Sepanjang rantai distribusi, ikan tuna tidak hanya di ekspor dalam bentuk utuh segar melainkan juga di ekspor dalam bentuk yang
bermacam-macam seperti loin, steak, cubes dan ground meat. Pengemasan ulang: Ikan tuna beku hasil diversifikasi pihak UPI PT X
diekspor ke Amerika tidak langsung ditujukan ke konsumen akhir melainkan dijual ke pihak wholesaler grosir yang akan melakukan pengemasan ulang
sebelum didistribusikan kembali ke pihak retailer yang meneruskan ke konsumen akhir.
Aktivitas-aktivitas yang terjadi pada ikan tuna sepanjang rantai distribusi tersebut penting untuk direkam. Thakur dan Humburgh 2009 juga menyatakan
mendokumentasikan aktivitas yang terjadi pada suatu produk dan transfer informasi kepada pihak selanjutnya pada rantai distribusi penting dilakukan.
Untuk memahami hal tersebut maka dibuatlah suatu gambaran yang menunjukkan informasi apa saja yang harus didokumentasikan dan dibagi transfer informasi
kepada pihak-pihak aktor yang terlibat dalam rantai distribusi tuna tuna supply chain yang dapat dilihat pada Gambar 19.
Kapal Transit
Transportasi Distributor
Retailer
Distributor Retailer
UPI
Pasar Lokal Transportasi
Gambar 19 Pertukaran informasi antar aktor yang terlibat pada rantai distribusi tuna Modifikasi Thakur dan Hurburgh 2009.
Nama kapal
1
ID kapal
1
ID produk
1
No registrasi kapal Metode penangkapan
Spesies berat ikan Cara penanganan
diatas kapal Area dan tanggal
penangkapan
1
Tanggal dan waktu pengiriman
Identitas transit
1
Identitas UPI
3
Identitas distributor
4
Nama produk
3
ID berkaitan dengan produk
Identitas pengiriman Spesies ikan
Jenis pengolahan Jenis dan jumlah
kemasan Berat bersih
Pengecekaan suhu Tanggal kadaluarsa
ID produk
1
Nama kapal
1
Id kapal
1
Control check Area dan tanggal
penangkapan
1
Tanggal dan waktu penerimaan
Identitas transit
2
Jumlah, spesies dan berat ikan
Waktu dan tanggal pengiriman
Identitas UPI
3
Bukti pembelian Identitas UPI
3
Identitas transit
2
Tanggal dan waktu penerimaan
ID berkaitan dengan produk
Quality control check Metode pendinginan
Jenis, jumlah dan berat ikan
Suhu ikan selama pengangkutan
Nama produk Berat bersih
Tahapan proses Tipe kemasan
Suhu selama pengolahan dan
penyimpanan Hasil uji mutu produk
Berat bersih produk Tanggal produksi
Kode produksi No registrasiUPI
Waktu dan tanggal
pengiriman Suhu selama
penyimpanan dan transportasi
Identitas tujuan ekspo distributor
4
55
Gambar 19. menunjukkan bahwa tidak semua informasi pada tiap-tiap aktor dibagi kepada aktor selanjutnya dalam jalur distribusi. Angka-angka 1, 2,
dan 3 superscript menunjukkan informasi apa saja yang dibagi oleh tiap-tiap aktor dalam rantai distribusi tuna. Ketika suatu informasi mengenai bacth tuna
didapatkan, informasi tersebut dapat digunakan untuk melacak ke belakang hingga asal ikan. Sebaliknya setelah ikan tuna selesai di proses, informasi kepada
siapa bacth dari ikan tersebut dikirim dapat digunakan untuk mengikuti jalur distribusinya bahkan hingga ke pihak retailer.
Informasi-informasi pada Gambar 19. untuk pihak Kapal Penangkap berasal dari log book penangkapan ikan tuna menggunakan alat tangkap rawai
tuna dan pancing ulur Lampiran 1. Untuk pihak Transit dan Distributor wholesaler informasi berasal dari standar Tracefish CEN 14660:2003,
sedangkan informasi pada pihak UPI berasal dari PT X sebagai perusahaan pengolah ikan tuna loin beku.
Informasi-informasi yang sebaiknya didokumentasikan oleh tiap-tiap aktor dalam rantai distribusi untuk mencapai ketertelusuran traceability produk
perikanan dapat dilihat dalam standar Tracefish CEN 14660:2003 dimana pada standar ini terdapat tiga kategori informasi yaitu kategori Shall, Should dan May.
Kategori shall merupakan kategori informasi yang berkaitan dengan data pokok untuk sistem traceability. Data pada kategori ini dibutuhkan untuk melakukan
penelusuran mengenai sejarah, aplikasi maupun lokasi dari suatu produk dalam prinsip satu langkah ke belakang dan satu langkah ke depan sehingga mampu
untuk memfasilitasi penarikan produk. Kategori should dan may merupakan kategori informasi pendukung untuk mendeskripsikan dan menyediakan informasi
pendukung mengenai produk yang akan dilacak. Perbedaannya adalah kategori should merupakan kategori informasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan suatu
sertifikasi misal sertifikasi GMP sedangkan kategori may tidak. Selain gambaran mengenai informasi yang harus didokumentasikan dan
dibagi oleh tiap aktor dalam rantai distribusi tuna loin, sebuah sequence diagram dikembangkan untuk menggambarkan pertukaran informasi ketika salah satu
aktor meminta informasi tambahan terhadap suatu produk olahan tuna pada aktor sebelumnya. Menurut Thakur dan Humburgh 2009 tujuan utama dari sequence
diagram adalah untuk mendefinisikan rangkaian peristiwa yang menghasilkan suatu output yang diinginkan. Sequence diagram pada tuna supply chain dapat
dilihat pada Gambar 20.
Kapal
Transit UPIPT X
Distributor Retailer
Kirim data tuna Kirim data produk
Kirim data tuna Kirim data produk
Minta informasi tambahan Minta informasi tambahan
Minta informasi tambahan Minta informasi tambahan
Mengembalikan informasi tambahan Mengembalikan informasi tambahan
Mengembalikan informasi tambahan Mengembalikan informasi tambahan
Pengguna informasi
Gambar 20 Sequence diagram untuk pertukaran informasi ketika informasi tambahan mengenai produk yang diduga berbahaya diminta Modifikasi Thakur dan Hurburgh 2009.
58
Gambar 20. menunjukkan rangkaian dari pertukaran suatu informasi. Ketika suatu produk didistribusikan dari satu aktor ke aktor lain, informasi data
yang berkaitan dengan produk juga diikutsertakan. Namun pada kasus khusus yaitu berkaitan dengan masalah keamanan pangan, maka lembaga berwenang
akan meminta informasi tambahan mengenai produk yang diduga berbahaya. Ketika hal ini terjadi, aktor dalam suatu rantai distribusi harus mampu
menyediakan informasi yang dibutuhkan secara cepat real time. Sebagai contoh Thakur dan Humburgh 2009 menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, suatu
perusahaan memiliki waktu 24 jam untuk menyediakan informasi yang diperlukan sejak informasi tambahan mengenai produk yang diduga berbahaya diminta.
4.3.4 Desain basis data