Analisis sistem pengkodean Analisis Praktek Implementasi Sistem Traceability

pada daging dalam kemasan plastik dengan penanda batch di suatu ruang khusus yang terpisah dengan ruang lainnya. Gas CO yang diberikan hanya diatur tekanan gas saja tanpa memperhitungkan volume atau kuantitasnya, selain itu juga tidak memperhatikan mutu daging yang akan diberi gas CO atau antara mutu daging yang berbeda-beda cenderung mendapat pemberian gas dengan volume yang sama. Akibat proses yang kurang tepat tersebut, setelah pemberian gas CO dan pendinginan terkadang masih ditemukan beberapa produk yang tidak memenuhi standar kriteria warna daging yang ditetapkan sehingga harus dilakukan pemberian ulang gas CO. Adanya ruang proses khusus, perlakuan gas CO dan terkadang waktu tunggu proses yang lama dari tahapan ini serta potensi kegagalan proses akibat standard operational procedur SOP yang kurang lengkap maka diperlukan rekaman tersendiri yang berbeda dengan rekaman dari tahap proses sebelumnya atau sesudahnya. Rekaman yang lengkap pada proses pemberian gas CO akan memudahkan dalam melakukan penelusuran traceback apabila suatu saat dilakukan penarikan produk withdrawl atau recall. Rekaman proses pemberian gas CO seharusnya meliputi waktu proses, kode batch loin, suhu ruang, tekanan gas dan volume gas yang dipakai, jenis, ukuran dan kualitas loin. Tahapan terakhir untuk melakukan perekaman secara internal oleh perusahaan adalah ketika produk telah siap untuk di ekspor yaitu dilakukan pada proses stuffing atau pengisian kontainer. Perekaman ini dicatat di report of stuffing Lampiran 11, yang meliputi suhu kontainer, kode produksi, jenis dan jumlah produk. Perekaman selanjutnya adalah customer traceability yang dilakukan oleh pihak pengimpor, yaitu pada waktu produk telah sampai di port of entry negara pengimpor. Pihak pengimpor menginformasikan tentang kondisi produk kepada pengekspor setelah dilakukan proses pengiriman produk melalui jalur laut dengan estimasi waktu pengiriman selama 1-2 bulan.

4.2.3 Analisis sistem pengkodean

Salah satu kunci sukses dalam penerapan sistem traceability adalah pemberian kode identifikasi batch pada suatu produk dan menjaga keutuhan kode bersama dengan informasi yang terkandung di dalamnya sepanjang proses produksi Derrick dan Dillon 2004. Sistem pengkodean untuk traceability produksi tuna pada pihak Transit menggunakan plastik warna-warni yang diikatkan pada ekor ikan tuna. Masing-masing warna pada plastik mewakili tingkat mutu, dimana tingkat mutu telah disortir terlebih dahulu oleh checker. Ikan tuna dengan mutu A diberi plastik berwarna merah, mutu B diberi plastik berwarna biru, mutu C plastik berwarna kuning dan terakhir mutu D diberi plastik berwarna hitam. Sistem pengkodean untuk traceability produksi tuna loin beku di PT X menggunakan dokumen kertas paper based dimana kode bacth diikutsertakan bersama produk sepanjang proses produksi. Cara ini lebih praktis digunakan karena perusahaan dapat mengubah kode setiap hari atau setiap shift Morrison 2003 Pengkodean di PT X dibagi menjadi dua, yaitu pengkodean tahap pembelian sampai tahap penimbangan akhir penimbangan IV dan pengkodean tahap pengemasan sampai pemuatan stuffing. Pengkodean pada tahap pembelian-penimbangan akhir menggunakan selembar kertas atau plastik pembungkus produk yang dituliskan kode produk. Kode produk terdiri dari 2 huruf dan 3 angka dimana kode ini akan berubah menjadi kode produksi pada pengkodean tahap pengemasan sampai stuffing. Digit pertama merupakan kode tempat perusahaan produksi, digit ke-2 sampai ke-4 merupakan nomor urut penerimaan bahan baku yang dimulai dari 001 sampai 999, digit ke-5 merupakan kode asal supplier bahan baku. Contoh kode produksi tahap pembelian-penimbangan akhir dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Contoh kode produksi tahap pembelian-penimbangan akhir. Pada tahap pengemasan-stuffing kode produksi dari tahap pembelian- penimbangan diterjemahkan menjadi kode produksi. Kombinasi huruf dan angka sebanyak 5 digit diubah menjadi huruf seluruhnya. Digit ke-2, ke-3 dan ke-4 yang semula angka diubah menjadi huruf dengan metode penyandian yaitu SEA PRODUCT dimana S=0, E=1, A=2, P=3, R=4, O=5, D=6, U=7, C=8, dan T=9. Kode produksi dicetak pada kedua sisi master carton sebagai kode identifikasi proses tuna loin. Contoh kode produksi tahap pengemasan-stuffing dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Contoh kode produksi pengemasan-stuffing pada master carton. Kode yang diterapkan di PT X cukup singkat, mudah dibaca dan mempunyai ciri khusus akan tetapi kode tersebut tidak dapat menunjukkan jenis produk yang lebih spesifik. Satu kode yang sama dipakai untuk beberapa macam produk hasil perikanan yang dihasilkan oleh perusahaan. Sehingga tidak ada perbedaan antara kode tuna loin dengan kode produk lain, misalnya tuna steak. Hal ini dapat menyulitkan pihak tim traceability apabila suatu saat dilakukan proses recall product. Apabila dalam suatu proses dengan sumber bahan baku yang sama dihasilkan bermacam-macam produk maka seharusnya dilakukan pengkodean khusus ketika proses bahan baku mengalami pemisahan splitting. Kode yang sama pada produk yang berbeda mengakibatkan perusahaan tidak dapat mengidentifikasi atau menelusuri rekaman produksi dengan tepat. Hal ini terjadi karena masing-masing produk mempunyai tahap proses dan waktu produksi berbeda. Kode baru yang lebih spesifik atau tambahan pada kode sebelumnya kode bahan baku seharusnya diberikan pada masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan. Pengkodean pada pihak wholesaler dilakukan menggunakan label kertas dengan barcode yang ditempelkan pada kotak pengemas produk. Pengemasan ulang dilakukan di pihak ini dimana barcode ditempelkan pada produk yang dikemas ulang setelah dibeli dari PT X. Sistem pengkodean hanya diketahui oleh pihak wholesaler dimana pengkodean dimaksudkan untuk memudahkan penjualan produk. Pengkodean yang lebih spesifik untuk mengidentifikasi produk dapat dilakukan menggunakan EAN.UCC sistem Europan Article Numbering system yaitu GS1 identification number yang telah digunakan di seluruh dunia sebagai standar sistem pengkodean. Sistem ini dapat menggunakan berbagai macam media seperti barcode maupun RFID Radio Frequency Identification GS1 2011. Perbedaan antara paper based system dengan barcode system atau RFID adalah ketepatan dan kemudahan manajemen data. Paper based system memindahkan kode bacth bersamaan dengan produk sepanjang proses produksi sedangkan barcode dan RFID dapat menghubungkan masing-masing kode bacth dalam suatu basis data pada tiap proses, tempat ikan atau rekaman dengan cara mengidentifikasi barcode atau RFID Derrick dan Dillon 2004.

4.3 Analisis dan Desain Sistem Informasi pada Rantai Distribusi Tuna