Pembekuan
Selama proses pembekuan dilakukan pencatatan alat Air Blast Freezer ABF -40
o
C yang dicatat dalam freezing monitoring report Lampiran 8.
Penimbangan IV
Selama proses penimbangan IV dilakukan pencatatan suhu ruang sekitar 20
o
C yang dicatat dalam record of daily temperature Lampiran 5.
Pengemasan dalam master carton dan pelabelan
Selama proses pengemasan dan pelabelan dilakukan perekaman yang meliputi jenis produk, no batch, kualitas kemasan vakum, berat bersih, kualitas
pengemasan dan label. Perekaman ini dicatat dalam daily report of packing and labelling Lampiran 9.
Penyimpanan
Selama proses penyimpanan dilakukan pencatatan suhu cold storage yaitu sekitar -20
o
C dipantau oleh staf QC 1 jam sekali dalam cold storage temperature report Lampiran 10.
Pengisian stuffing
Selama proses pengisian dilakukan pencatatan suhu dalam kontainer yaitu sekitar -20
o
C dipantau setiap jam oleh staf QC, kode produksi, jenis dan jumlah produk dalam report of stuffing Lampiran 11.
3 Wholesaler Analisis prosedur perekaman bagi aktor wholesaler dilakukan berdasarkan
standar tracefish CEN 14460:2003. Prosedur perekaman meliputi identitas wholesaler, kemudian identitas, sumber dan control suhu dari tiap unit produk
yang diterima, sejarah proses produksi unit produk dan tujuan dari unit produk dipasarkan.
4.2.2 Analisis manajemen perekaman
Menurut Notermans dan Beumer 2003 dalam Derrick dan Dillon 2004 perekaman dilakukan pada semua ruang lingkup traceability, yaitu Supplier
traceability, Process traceability dan Customer traceability. Kajian Larsen 2003 memperlihatkan bahwa terdapat beberapa metode untuk melakukan perekaman
yaitu mulai dari media dokumen kertas hingga yang lebih kompleks berbasis teknologi informasi.
Sistem perekaman produk tuna loin yang dihasilkan oleh PT X berdasarkan ruang lingkup telah terbagi menjadi tiga, yaitu Supplier traceability
yang dilakukan oleh pihak transit PT Samudra Agung Permai, Process traceability oleh PT X dan Customer traceability oleh importir dari Amerika.
Perekaman di tahap supplier berisi informasi-informasi tentang metode penangkapan dan penanganan ikan selama di kapal dan transit. Rekaman tersebut
dicatat dalam record of harvest vessel Lampiran 3 oleh staf produksi PT X, yang meliputi tanggal pembelian, berangkat dan berlabuh kapal, area penangkapan,
metode penangkapan, pendinginan dan penanganan, uji organoleptik, penyortiran, nama penyortir dan pengirim.
Informasi suhu setiap ikan dalam satuan derajat celcius ketika pendaratan ikan dari kapal tertera dalam record of harvest vessel, akan tetapi dalam
pelaksanaannya tidak dilakukan perekaman suhu ketika di transit karena asumsi supplier ikan masih dalam keadaan setengah beku dengan suhu sekitar 0
o
C akibat pendinginan RSW Refrigerated Sea Water di dalam palka kapal dan waktu
penanganan di transit tidak memakan waktu lama 30-45 menit serta suhu ruang transit yang rendah sekitar 20
o
C. Suhu yang tertera dalam record of harvest vessel dalam kenyataannya adalah suhu pusat ikan ketika sampai di perusahaan.
Meskipun pendaratan ikan dari kapal tidak membutuhkan waktu yang lama dan kondisi ikan relatif dalam keadaan setengah beku akan tetapi rekaman suhu ikan
selama di transit dan selama di palka kapal tetap dibutuhkan untuk menjamin kualitas ikan tuna mulai dari proses penangkapan sampai pendaratan di transit.
Sistem perekaman produksi tuna loin beku di PT X dilakukan secara berurutan pada setiap tahapan proses, mulai dari pembelian sampai dengan
pengisian produk akhir untuk di ekspor. Akan tetapi dalam pelaksanaannya terdapat tahapan produksi penting yang tidak dilakukan perekaman oleh pihak
perusahaan, yaitu pemberian gas CO karbon monoksida. Hal ini dapat dilihat dari asesmen sistem traceability tuna loin pada Lampiran 12.
Pada tahap pemberian gas CO bahan baku tuna loin tidak ada perekaman dari staf quality control maupun dari staf lainnya. Pemberian gas CO dilakukan
pada daging dalam kemasan plastik dengan penanda batch di suatu ruang khusus yang terpisah dengan ruang lainnya. Gas CO yang diberikan hanya diatur tekanan
gas saja tanpa memperhitungkan volume atau kuantitasnya, selain itu juga tidak memperhatikan mutu daging yang akan diberi gas CO atau antara mutu daging
yang berbeda-beda cenderung mendapat pemberian gas dengan volume yang sama. Akibat proses yang kurang tepat tersebut, setelah pemberian gas CO dan
pendinginan terkadang masih ditemukan beberapa produk yang tidak memenuhi standar kriteria warna daging yang ditetapkan sehingga harus dilakukan
pemberian ulang gas CO. Adanya ruang proses khusus, perlakuan gas CO dan terkadang waktu tunggu proses yang lama dari tahapan ini serta potensi kegagalan
proses akibat standard operational procedur SOP yang kurang lengkap maka diperlukan rekaman tersendiri yang berbeda dengan rekaman dari tahap proses
sebelumnya atau sesudahnya. Rekaman yang lengkap pada proses pemberian gas CO akan memudahkan dalam melakukan penelusuran traceback apabila suatu
saat dilakukan penarikan produk withdrawl atau recall. Rekaman proses pemberian gas CO seharusnya meliputi waktu proses, kode batch loin, suhu
ruang, tekanan gas dan volume gas yang dipakai, jenis, ukuran dan kualitas loin. Tahapan terakhir untuk melakukan perekaman secara internal oleh
perusahaan adalah ketika produk telah siap untuk di ekspor yaitu dilakukan pada proses stuffing atau pengisian kontainer. Perekaman ini dicatat di report of stuffing
Lampiran 11, yang meliputi suhu kontainer, kode produksi, jenis dan jumlah produk. Perekaman selanjutnya adalah customer traceability yang dilakukan oleh
pihak pengimpor, yaitu pada waktu produk telah sampai di port of entry negara pengimpor. Pihak pengimpor menginformasikan tentang kondisi produk kepada
pengekspor setelah dilakukan proses pengiriman produk melalui jalur laut dengan estimasi waktu pengiriman selama 1-2 bulan.
4.2.3 Analisis sistem pengkodean