3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di perusahaan pengolahan ikan tuna PT X, yang terletak pada kawasan Pelabuhan Perikanan Samudra Muara Baru, Jakarta Utara.
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Agustus-September 2010.
3.2 Tahapan Penelitian
Penelitian ini mencakup evaluasi sistem dokumentasi rantai distribusi penanganan tuna yang memiliki kaitan dengan PT X dan dilakukan dalam
beberapa tahapan, yaitu: 1. Mempelajari, mendeskripsikan dan memverifikasi jaringan distribusi
penanganan ikan tuna yang memiliki kaitan dengan PT X, sebagai mata rantai industri pengolahan tuna loin.
2. Melakukan analisis dan asesmen terhadap praktek implementasi sistem dokumentasi program traceability pada jaringan distribusi penanganan tuna
yang memiliki kaitan dengan PT X. Pelaksanaan penerapan dokumentasi program traceability meliputi prosedur perekaman, manajemen perekaman
dan sistem pengkodean. Adapun asesmen yang dilakukan menggunakan traceability decission tree, untuk memastikan keperluan tahapan terhadap
proses ketelusuran. 3. Analisis dan desain pengembangan sistem informasi dalam jaringan rantai
distribusi tuna untuk pelaksanaan penerapan dokumentasi program traceability. Kegiatan pelaksanaan pengembangan sistem informasi yang
dilakukan meliputi identifikasi kebutuhan sistem, pengembangan model traceability internal, pengembangan model untuk pertukaran informasi antar
aktor pihak-pihak yang terlibat dalam rantai distribusi tuna, dan terakhir adalah desain basis data.
Secara lengkap masing-masing tahapan tersebut adalah :
3.2.1 Mempelajari, mendeskripsikan dan memverifikasi jaringan distribusi
penanganan tuna yang memiliki kaitan dengan PT X.
1 Mempelajari jaringan rantai distribusi tuna yang berkaitan dengan PT X mulai dari penangkapan hingga ekspor.
2 Pembuatan jaringan rantai distribusi tuna. 3 Verifikasi dan presentasi jaringan rantai distribusi tuna di PT X. Verifikasi
dan presentasi dilakukan dengan konsultasi dan diskusi kepada QC dan manajer umum PT X.
3.2.2 Analisis dan asesmen terhadap praktek implementasi sistem
dokumentasi program
traceability pada
jaringan distribusi
penanganan tuna yang berkaitan dengan PT X
Analisis sistem merupakan langkah pertama dalam mengembangkan sistem dokumentasi program traceability yaitu melakukan analisis prosedur-prosedur
yang ada dalam industri pengolahan ikan tuna untuk menetapkan elemen apa yang telah ada dan memastikan langkah kunci dalam pengembangan sistem telah
teridentifikasi. Sedangkan asesmen traceability merupakan sebuah kegiatan menentukan kemampuan suatu prosedur dan perekaman mendukung penerapan
sistem traceability di unit pengolahan.
3.2.2.1 Analisis praktek implementasi sistem traceability
Analisis sistem traceability yang dilakukan menggunakan data primer maupun data sekunder berupa prosedur-prosedur yang diperoleh di industri
penanganan dan pengolahan tuna. Inventarisasi data primer dilakukan secara langsung di lapangan melalui wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder
melalui studi pustaka, analisis dokumen, serta informasi dari instansi terkait. Data yang diperoleh di evaluasi kesesuaiannya dengan mengacu pada standar aturan
yang berlaku di Uni Eropa EC No. 1782002 maupun Amerika Bioterrorism Act 2002 sebagai negara tujuan ekspor, selain itu juga mengacu kepada standar
internasional, Codex Alimentarius Commission CACGL 60-2006 mengenai prinsip traceability sebagai alat untuk inspeksi makanan dan sistem sertifikasi dan
The International for Standarization seperti sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000.
Analisis sistem traceability menurut Derrick dan Dillon 2004 meliputi : 1 Analisis prosedur perekaman proses produksi
Analisis prosedur perekaman disusun berpatokan pada diagram alir proses produksi tuna loin beku masing-masing aktor. Pada tahap ini, semua informasi
yang berkaitan dengan produk sepanjang proses produksi dipastikan telah didokumentasikan.
2 Analisis manajemen perekaman Analisis manajemen perekaman dilakukan meliputi semua ruang lingkup
traceability yaitu Supplier traceability, Process traceability dan Customer traceability.
3 Analisis sistem pengkodean Analisis sitem pengkodean dilakukan untuk melihat bagaimana perusahaan
memberikan kode identifikasi pada suatu produk dan menjaga keutuhan kode bersama dengan informasi yang terkandung di dalamnya sepanjang proses
produksi. Masing-masing analisis diatas dilakukan di seluruh tahap penanganan dan
pengolahan yang terjadi di rantai distribusi tuna loin.
3.2.2.2 Asesmen praktek implementasi sistem traceability
Tahap selanjutnya adalah melakukan asesmen terhadap praktek implementasi sistem dokumentasi program traceability. Asesmen sistem dokumentasi program
traceability adalah penentuan kemampuan prosedur perekaman dan kegiatan perekaman di unit pengolahan yang mampu mendukung penerapan sistem
traceability. Metode yang digunakan mengacu pada konsep traceability decision tree Derrick dan Dillon 2004.
Traceability Decision Tree diawali dengan pertanyaan pada masing-masing proses produksi secara berurutan yang meliputi :
4 Identifikasi prosedur dan dokumen perusahaan yang menyangkut traceability. Apabila dokumen dalam tiap proses yang dibutuhkan untuk menjamin
traceability tidak ada, maka prosedur harus diganti. 5 Identifikasi apakah kode pengenal suatu batch batch identification codes
yang dicatat berdasarkan hubungan data proses dengan masing-masing batch. 6 Identifikasi apakah kode pengenal suatu batch batch identification codes
dipindahkan dengan produk ke tahap selanjutnya. Apabila jawaban semua pertanyaan tersebut adalah tidak, maka perlu
dilakukan perubahan prosedur pencatatan untuk memperbaiki pelaksanaan traceabiliy selama di dalam industri. Diagram alir metode traceability decision
tree dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Skema Traceability Decision Tree Derrick dan Dillon 2004.
3.2.3 Analisis dan desain atau perancangan sistem informasi untuk mendukung penerapan
traceability pada rantai distribusi tuna loin beku
Konsep desain atau perancangan sistem informasi berbasis teknologi informasi mengacu pada Thakur dan Hurburgh 2009. Tahapan perancangan
sistem informasi dilakukan untuk memberikan gambaran tentang Unit Pengolahan Ikan, dalam hal ini PT X dan kaitannya dengan supplier pemasok maupun
konsumennya buyer. Tahapan ini dilaksanakan dalam 4 empat aktivitas atau kegiatan yaitu identifikasi kebutuhan sistem, pengembangan model traceability
internal, desain model untuk pertukaran informasi antar aktor pihak-pihak yang terlibat dalam rantai distribusi tuna, dan terakhir adalah desain basis data.
Skematis tahapan pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Apakah pada tahap ini dibuat rekaman ?
Q1
Melanjutkan ke tahap selanjutnya Apakah rekaman diperlukan untuk
menelusuri produk ? Q1a
Tindakan yang diperlukan : Membuat rekaman pada tahap ini
Tindakan yang diperlukan : Memodifikasi rekaman termasuk
nomor lot
Tindakan yang diperlukan : Mengembangkan metode termasuk
kode nomor lot ya
ya
tidak
tidak
tidak Apakah kode nomor lot
diikutsertakan dalam rekaman ? Q2
Apakah kode nomor lot pada produk diikutsertakan pada
tahapan proses selanjutnya ? Q3
tidak
Gambar 5 Tahapan perancangan sistem informasi mengacu Thakur dan Hurburgh 2009.
3.2.3.1 Identifikasi kebutuhan sistem
Identifikasi kebutuhan sistem merupakan langkah pertama dari analisis dan desain sistem informasi untuk mendukung implementasi dokumentasi program
traceability pada rantai distribusi ikan tuna. Tahapan identifikasi kebutuhan sistem bertujuan memenuhi dan menyelaraskan antara berbagai kebutuhan dari
seluruh aktor yang terlibat. Pelaksanaan identifikasi kebutuhan sistem meliputi penentuan dari pihak-
pihak aktor yang terlibat dalam rantai distribusi tuna. Batasan terhadap pihak- pihak aktor dalam penelitian ini adalah aktor yang terkait dengan PT X, baik
pihak supplier maupun pihak yang menerima produk akhir hasil produksi dari perusahaan. Secara umum aktor-aktor yang terlibat dengan PT X adalah kapal
penangkap ikan, tempat pendaratan ikan transit, unit pengolah ikan PT X, grosir wholesalers, dan retailer.
Selanjutnya dari aktor-aktor yang terlibat dibuat interaksinya dalam bentuk gambar model sistem traceability dari rantai distribusi tuna. Gambar model
tersebut menggunakan model diagram use case yang mengacu pada Lee dan Xue 1999. Diagram use case ini membantu menjelaskan mengenai hubungan antara
aktor dengan setiap use case dalam sistem traceability rantai distribusi tuna yang ada Gambar 6.
Identifikasi kebutuhan sistem
Pengembangan model traceability internal
Desain model untuk pertukaran informasi antara aktor yang terlibat dalam sistem
Desain basis data
Gambar 6 Model use case diagram dan bagian-bagiannya.
3.2.3.2 Pengembangan model traceability internal
Langkah selanjutnya adalah pengembangan model traceability internal. Traceability internal memiliki peranan yang sangat penting dalam traceability
secara keseluruhan chain traceability. Traceability internal dikembangkan sebagai dasar bagi pengembangan pertukaran informasi pada chain traceability
tuna. Traceability internal yang baik akan memudahkan dalam pelacakan produk secara keseluruhan dalam suatu rantai distribusi.
Pengembangan model
traceability internal
dikembangkan dengan
menggunakan teknik Integrated Definition Modelling IDEF0 yang mengacu IDEF0 1993. Teknik Integrated Definition Modelling IDEF0 menerangkan
mengenai masukan input, keluaran output, kontrol control dan mekanisme mechanisms dari suatu proses Gambar 7. Model ini dapat disusun secara
Aktor Use case
Batasan sistem Sistem
Use case
Use case
Use case
Use case Sistem traceability rantai distribusi tuna
Aktor Aktor
Aktor Aktor
Aktor
Keterangan:
Garis penghubung
hierarki dalam bentuk struktur pohon tree stucture, yaitu berupa sub proses-sub proses dari proses utama parent process.
Gambar 7 Model umum IDEF0. Langkah pertama dari teknik IDEF0 adalah mengidentifikasi fungsi proses
utama. Proses utama pada penelitian ini adalah pengembangan sistem traceability internal pada UPI Unit Pengolahan Ikan tuna. Setelah mengetahui proses utama
maka dilakukan pendefinisian input sesuatu yang dapat digunakan dari suatu proses untuk menghasilkan suatu output, kontrol kondisi atau prinsip atau
batasan yang dibutuhkan sehingga suatu proses dapat menghasilkan output, mekanisme bagaimana suatu proses direalisasikan dan output data atau obyek
yang dihasilkan dari suatu proses dari proses utama tersebut. Input dan kontrol dipilih secara teoritis mengacu pada standar ISO 22005 :
2007, sedangkan mekanisme dan untuk mencapai output yang diinginkan mengacu pada Thakur dan Humburgh 2009. Input pada penelitian ini adalah
regulasi, karakteristik produk dan harapan konsumen dengan acuan standar ISO 22005 : 2007. Mekanisme yang digunakan adalah standar industri, personal dan
prosedur-prosedur yang ada, sedangkan output yang ingin dihasilkan adalah dokumentasi proses produksi, sertifikat yang divalidasi, jaminan kualitas
keamanan pangan, kepuasan konsumen dan pemenuhan regulasi yang berlaku. Langkah selanjutnya dari teknik IDEF0 ini adalah menguraikan proses
utama menjadi sub proses-sub proses. Penguraian proses utama ini dibagi menjadi 5 tahap dimana output dari suatu tahapan merupakan input bagi tahapan yang lain
Thakur dan Humburgh 2009. Kelima tahapan tersebut adalah untuk melihat rencana sistem traceability, penerapan traceability, evaluasi pelaksanaan sistem,
validasi sistem dan perawatan sistem Gambar 8.
NAMA PROSES
Masukan Keluaran
Kontrol
Mekanisme
Gambar 8 Penguraian model IDEF0 pengembangan sistem traceability internal tuna.
3.2.3.3 Model pertukaran informasi traceability
Model pertukaran informasi pada rantai distribusi tuna tuna supply chain dibuat untuk menggambarkan informasi apa saja yang harus disimpan dan
dipertukarkan dalam rantai distribusi. Langkah yang dilakukan untuk memodelkan pertukaran informasi dibagi menjadi tiga
bagian yang mengacu pada Thakur dan Hurburgh 2009.
Langkah pertama adalah memodelkan aliran produk tuna dan aliran informasinya yang terlihat dari gambar rantai distribusi tuna beku. Dari gambar
tersebut akan terlihat aktivitas-aktivitas yang terjadi pada suatu produk tuna dan informasi-informasi yang sebaiknya diteruskan oleh masing-masing aktor
sepanjang jalur distribusinya. Langkah selanjutnya adalah menggambarkan pertukaran informasi ketika
salah satu aktor meminta informasi tambahan terhadap suatu produk yang diduga berbahaya menggunakan sequence diagram mengacu pada Pender 2002.
Sequence diagram mengilustrasikan bagaimana suatu obyek berinteraksi dengan obyek lainnya interaksi antar obyek. Tipe interaksi pada sequence diagram
dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan model sequence diagram yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Masukan Keluaran
Mekanis Kontrol
Penerapan Implementasi
Traceability Evaluasi
Pelaksanaan Sistem
Validasi Sistem
Perawatan Sistem
Menentukan Rencana
Sistem Traceability
Kirim data produk Kirim data produk
Kirim data produk Pesan tambahan
Pesan tambahan
Tanggapan pesan tambahan Tanggapan pesan tambahan
Pesan tambahan Tanggapan pesan tambahan
Gambar 9 Tipe interaksi pada sequence diagram.
Sumber: Pender 2002
Gambar 10 Model sequence diagram yang digunakan pada penelitian. Langkah terakhir adalah memfasilitasi bagaimana suatu datainformasi
dipertukarkan antar aktor dalam suatu rantai distribusi. Hal ini dapat dilakukan menggunakan XML Extensible Markup Language Folinas et al. 2007. XML
merupakan bahasa yang digunakan untuk memfasilitasi pertukaran informasi yang berhubungan dengan sistem traceability secara elektronik electronic exchange
antara berbagai pihak atau organisasi dalam suatu rantai distribusi.
3.2.3.4 Desain basis data
Penggunaan basis data pada sistem traceability perusahaan bertujuan untuk mengurangi adanya program data dependence, duplikasi data dan
keterbatasan berbagi informasi yang direpresentasikan menggunakan entity relationship diagram ERD. ERD merupakan suatu diagram yang dapat
menunjukkan cara data dan informasi akan disimpan di dalam basis data beserta hubungan antar data. Bagian yang digunakan untuk membangun suatu entity
relationship diagram adalah entitas entity, atribut, dan hubunganrelasi antar entitas relationship mengacu pada Hoffer et al. 2002. Tahapan-tahapan dalam
dalam melakukan desain basis data dapat dilihat dari Gambar 11.
Pesan yang membutuhkan tanggapan Tanggapan dari suatu pesan
Aktor Aktor
Aktor Aktor
Persyaratan Data
E-R model Definisi entitas
Rancangan skema eksternal konseptual
terlepas dari DBMS Tahap I:
Koleksi analisis persyaratan
Tahap II: Rancangan konseptual
Tahap III: Pemilihan DBMS
Tahap IV: Rancangan logikal
Tahap V: Rancangan fisik
Tahap VI: Implementasi
Rancangan skema eksternal konseptual
sesuai dengan DBMS terpilih
Rancangan skema internal sesuai dengan DBMS terpilih
Pembangunan Basis Data Persyaratan Proses
Rancangan Transaksi Data
Rancangan program aplikasi
Penyusunan program aplikasi
Operasional program aplikasi
Definisi: tabel, index,
view, jalur, akses, format
penyimpanan
Gambar 11 Tahapan perancangan basis data Elmasri dan Navathe 1994. Langkah yang digunakan pada penelitian ini hanya sampai pada tahap 2.
Persyaratan data tahap 1 berisikan data-data yang dibutuhkan untuk pengembangan basis data yaitu sesuai dengan data-data proses produksi tuna beku
di perusahaan. Rancangan konseptual basis data tahap 2 menghasilkan skema konseptual dari basis data yang bebas dari DBMS database management system
tertentu. Dalam hal ini digunakan pemodelan ERD Entity Relationship Diagram menggunakan program microsoft office visio 2007.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rantai Distribusi Ikan Tuna
Rantai produksi perikanan khususnya untuk ikan hasil tangkapan bisa sangat panjang dan melibatkan banyak pihak. Secara umum, rantai distribusi ikan
hasil tangkapan melibatkan berbagai aktor pihak antara lain kapal penangkap ikan, tempat pendaratan ikan vessel landing businesses dan tempat pelelangan
ikan, unit pengolah, perusahaan pengangkutan, grosir wholesalers, dan retailer CEN 14660:2003. Dalam suatu rantai distribusi ikan beberapa pihak atau
seluruh pihak dalam standar tersebut dapat terlibat. Rantai distribusi tuna tuna supply chain di PT X di mulai dari hasil
tangkapan tuna oleh nelayan didistribusikan untuk dibongkar muat di pelabuhan transit. Pada bagian transit ikan tuna yang masuk disortir secara organoleptik
oleh checker untuk dibedakan berdasarkan mutunya, yaitu: ikan tuna dengan mutu A, B, C, dan D. Hasil sortir mutu ikan tuna sebagian akan diekspor langsung ke
Jepang, sedangkan bagian lainnya akan dijual kepada Unit Pengolahan Ikan UPI dan pasar lokal. Rantai distribusi tuna ini dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Rantai distribusi ikan tuna. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12. Kapal penangkap ikan
melakukan penangkapan ikan tuna yang kemudian didaratkan dan dijual ke pihak transit. Pihak transit melakukan penjualan ikan tuna yang masuk ke berbagai
pihak mulai dari melakukan kegiatan ekspor secara langsung maupun melakukan penjualan kepada pihak UPI PT X dan pasar lokal. Ikan tuna segar dengan mutu
A dan B di ekspor utuh whole ke Jepang menggunakan pesawat terbang sebagai alat transportasinya, ikan tuna ini nantinya akan digunakan sebagai bahan baku
Kapal Transit
Transportasi Distributor
Retailer Distributor
Retailer UPI
Pasar Lokal Transportasi
untuk pembuatan sushi dan sashimi. Untuk ikan tuna dengan mutu C dan D, dijual kepada pihak UPI yang tersebar di muara baru dengan spesifikasi ukuran size 16
up 16-19 kg, 20 up 20-29 kg dan 30 up lebih dari 30 kg untuk diolah menjadi produk diversifikasi tuna. Produk hasil diversifikasi tuna kemudian di
transportasikan menggunakan kapal untuk di ekspor ke pihak importir grosir, untuk selanjutnya didistribusikan kepada konsumen akhir oleh pihak retailer.
Selanjutnya, ikan tuna yang tidak masuk spesifikasi untuk ekspor maupun spesifikasi UPI, akan dijual oleh pihak transit ke pasar lokal.
4.2 Analisis Praktek Implementasi Sistem Traceability