Ekstraksi Oleoresin Analisis Warna setelah ekstraksi oleoresin Analisis Tingkat Kepedasan

23 masih kasar dan tertahan pada ayakan digiling kembali hingga berukuran 30 mesh. Hasil ayakan ini menghasilkan bubuk cabe dengan ukuran diameter sekitar 0.6 mm. Pengayakan dilakukan agar bubuk cabai merah berukuran seragam sehingga memudahkan pada saat analisis warna dan ekstraksi oleoresin. Proses penggilingan ini dilakukan satu kali untuk setiap sampel.

3.3.4 Analisis Warna

Analisis warna dilakukan menggunakan chromameter. Bahan yang telah digiling dan berukuran seragam diletakkan pada cawan petri dan ditembak dengan menggunakan chromameter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L , a dan b. Pengukuran ini dilakukan sekali untuk setiap sampel.

3.3.5 Uji Stabilitas Warna

Warna bubuk cabai merah diuji stabilitasnya dalam beberapa kondisi. Bubuk cabai merah diletakkan dalam cawan petri dan stabilitasnya karena hal-hal sebagai berikut diuji Samsudin dan Khoirudin 2008 : a. Pengaruh sinar matahari Bubuk dijemur di bawah sinar matahari mulai pukul 8 pagi hingga pukul 2 siang. Pengukuran warna menggunakan chromameter dilakukan dengan interval 3 jam sekali. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan warna kosmetik pada saat digunakan oleh konsumen yang berada diluar ruangan. b. Pengaruh sinar lampu Bubuk disinari lampu TL dengan kekuatan 20 watt 560 lumen selama 48 jam dan pengukuran warna dilakukan setiap 12 jam sekali. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan warna kosmetik ketika digunakan oleh konsumen yang berada di dalam kotak hitam berukuran 50 x 50 cm yang diberi lampu sebagai sumber cahaya. c. Pengaruh kondisi penyimpanan Bubuk disimpan dalam suhu kamar 25 – 27 o C dan pada suhu dingin 8 – 10 o C. Setelah 2 hari, warnanya diukur menggunakan chromameter. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan perilaku sebagian konsumen yang menyimpan produk kosmetiknya dalam lemari pendingin. d. Pengaruh oksidasi Bubuk dimasukkan kedalam wadah tertutup rapat dan warnanya diukur setelah 2 hari penyimpanan. Sementara, bubuk lainnya dibiarkan dalam wadah terbuka.

3.3.6 Ekstraksi Oleoresin

Ekstraksi oleoresin bertujuan untuk menghilangkan zat pedas kapsaisin dari bubuk cabai agar aman untuk diaplikasikan pada kulit. Ekstraksi oleoresin dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1. Bubuk cabai merah bahan ditimbang. 2. Bahan dimasukkan kedalam wadah berbahan stainless steel. 3. Bahan kemudian ditambah pelarut ethanol 96 dengan perbandingan 1 bagian bahan dengan 5 bagian pelarut. 4. Bahan dan pelarut kemudian dicampur dengan menggunakan pengaduk dengan kecepatan putar 200 rpm selama kurang lebih 3 jam. 24 5. Bahan diendapkan semalam. 6. Bahan kemudian disaring untuk memisahkan ampas dan hasil ekstraksi dengan menggunakan kertas saring. 7. Hasil ekstraksi yang masih mengandung pelarut diuapkan pada suhu 50 o C selama 1 – 5 jam. 8. Hasil ekstraksi ditimbang untuk mengetahui rendemen oleoresin. Ekstraksi ini dilakukan sekali untuk setiap sampel.

3.3.7 Analisis Warna setelah ekstraksi oleoresin

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstraksi oleoresin terhadap warna dari bubuk cabai. Setelah bubuk cabai diekstraksi oleoresinnya, pengukuran warna dilakukan kembali untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada saat ekstraksi. Hasil pengukuran dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L , a dan b. Warna bubuk cabai sebelum diekstraksi digunakan sebagai kontrol. Analisis warna ini dilakukan satu kali untuk setiap sampel.

3.3.8 Analisis Tingkat Kepedasan

Analisis tingkat kepedasan dilakukan untuk memastikan apakah bubuk cabai merah masih mengandung zat pedas atau tidak. Tingkat kepedasan dinyatakan dalam Scoville Heat Unit SHU yang ditentukan dengan Metoda Official FCC Farrel, 1985. Prosedur untuk menguji tingkat kepedasan adalah sebagai berikut: A. Bubuk cabai ditimbang sebanyak 200 mg dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Ethanol 95 ditambahkan sampai tanda tera, dihomogenisasi selama 12 jam untuk memastikan kapsaisin larut dalam alkohol. Larutan ini kemudian didiamkan hingga bagian padatan mengendap. B. Larutan sukrosa. Larutan sukrosa dibuat dengan melarutkan sukrosa bubuk sebanyak 100 gram ke dalam air sebanyak 1 liter sehingga konsentrasi larutan sukrosa adalah 10 bv. C. Larutan standar. Larutan standar dibuat dengan mencampur 140 ml larutan sukrosa yang dibuat pada langkah B dengan 0.15 ml filtrat dari larutan A. Larutan standar diencerkan dengan menggunakan larutan sukrosa 10. Tingkat pengencerannya yaitu 20 ml larutan standar masing-masing ditambah larutan sukrosa 0 ml, 20 ml dan seterusnya seperti terlihat pada Tabel 8. Larutan standar yang telah diencerkan dengan pengenceran tertentu tersebut diuji secara organoleptik oleh 5 panelis terlatih yang telah memiliki sertifikat uji organoleptik. Pengujian ini dilakukan dari tingkat pengenceran terendah. Pedas di sini dianalogikan dengan sensasi panans di mulut. Setiap panelis mendapatkan 5 ml larutan uji untuk dirasakan rasa panasnya. Jika 3 dari 5 panelis menyetujui adanya rasa panas, maka pada tingkat pengenceran tersebut dilihat nilai Scoville Heat Unit SHU pada Tabel 8. Jika tingkat kepedasan bahan kurang dari 240,000 SHU, maka penentuan tingkat kepedasan adalah sebagai berikut : 0.15 larutan filtrat yang diperoleh dari langkah 1 diencerkan dengan larutan sukrosa 10 berturut-turut 60 ml, 70 ml, 100 ml dan 120 ml. Prosedur yang dilakukan sama dengan penentuan sebelumnya. Penentuan tingkat kepedasan bahan dilakukan dengan menggunakan Tabel 9. 25 Tabel 8. Tingkat pengenceran dan nilai SHU pada uji kepedasan Larutan standar ml Larutan sukrosa ml Total volume larutan uji ml SHU 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 240,000 360,000 480,000 600,000 720,000 840,000 960.000 1,080,000 1,200,000 1,320,000 1,440,000 1,560,000 1,680,000 1,800,000 1,920,000 Tabel 9. Tingkat kepedasan dan nilai SHU pada uji kepedasan bahan di bawah 240,000 SHU Larutan filtrat ml Larutan sukrosa ml SHU 0.15 0.15 0.15 0.15 60 70 100 120 100,000 117,000 170,000 205,000

3.3.9 Metode Pengolahan Data