45 Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa dari semua perlakuan uji kestabilan warna yang diberikan pada
bubuk cabai dengan perlakuan pendahuluan blanching selama 9 menit memiliki penurunan intensitas warna merah paling kecil dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini terjadi akibat pengaruh
natrium bisulfit yang ditambahkan pada air sebagai medium blanching dan lama perendaman dalam larutan blanching tersebut. Iswari et al 2004 menyatakan bahwa penambahan natrium bisulfit 0.2
pada saaat blanching dapat mempertahankan warna merah pada bubuk cabai selama penyimpanan 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa natrium bisulfit mampu memberikan lingkungan yang cukup
alkalis untuk mempertahankan warna, aroma dan kecerahan. Menurut Desrosier 1988, lingkungan alkalis saat blanching sayuran sebelum dikeringkan dapat mempertahankan pigmen sayuran. Lama
blanching juga berpengaruh terhadap perubahan warna pada bubuk cabai merah. Hal ini dikarenakan pada bubuk cabai merah dengan perlakuan pendahuluan blanching yang lebih lama dapat
menonaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan browning pada bubuk cabai merah dengan optimal.
4.4.4 Analisis Warna Setelah Ekstraksi Oleoresin
Tahap selanjutnya adalah ekstraksi oleoresin bubuk cabai untuk menghilangkan kepedasan bubuk cabai. Jika bahan masih memiliki tingkat kepedasan yang tinggi maka akan menimbulkan
iritasi kulit dan kulit akan terasa panas. Bubuk yang telah diekstrak oleoresinnya kemudian dilakukan analisis warna untuk mengetahui apakah ekstraksi oleoresin berpengaruh terhadap warna produk.
Gambar 29. Perubahan nilai L setelah ekstraksi oleoresin.
46 Gambar 30. Perubahan a setelah ekstraksi oleoresin.
Hasil yang tersaji pada Gambar 29 dan 30 menunjukkan bahwa ekstraksi oleoresin dapat menurunkan intensitas warna bubuk cabai merah. Nilai a dari grafik pada Gambar 30 di atas terlihat menurun
pada kondisi setelah ekstraksi. Hal ini terjadi karena sebagian warna merah ikut larut bersama oleoresin. Pelarutan ini juga mengakibatkan perubahan pada nilai L. Nilai L meningkat setelah
ekstraksi pada perlakuan kontrol, dan perlakuan blanching 5 menit. Untuk perlakuan blanching 3 menit, perlakuan blanching 7 menit dan perlakuan blanching 9 menit nilai L menurun.
Tabel 16. Persentase penurunan intensitas warna merah Setelah ekstraksi oleoresin
lama blanching Sebelum
Setelah 100
-9.90 3
100 -10.51
5 100
-3.60 7
100 -9.28
9 100
-3.51 Untuk bubuk cabai merah dengan perlakuan blanching 9 menit dapat mempertahankan warna merah
dengan baik. Hal ini terlihat pada Tabel 16 dimana penurunan intensitas warna merah paling kecil dibandingkan perlakuan lain.
Setelah dilakukan analisis warna tidak dilakukan kembali uji stabilitas warna. Hal ini terjadi karena hanya pada bubuk cabai merah dengan perlakuan pendahuluan blanching 9 menit saja yang
masih berwarna merah sedangkan pada bubuk cabai dengan perlakuan lain berwarna kuning pucat.
4.4.5 Analisis Tingkat Kepedasan
Ekstraksi oleoresin bertujuan untuk menghilangkan kepedasan pada bubuk cabai. Oleh karena itu dilakukan analisis tingkat kepedasan untuk mengetahui apakah ekstraksi berlangsung secara
sempurna atau tidak. Analisis ini dilakukan dengan uji organoleptik pada panelis terlatih sebanyak 5
47 orang. Awalnya analisis ini dilakukan dengan mengoleskan bahan yang telah dilakukan proses
pengenceran seperti pada prosedur penelitian Bagian 3.3.8 ke kulit panelis selama 5 menit. Namun semua panelis tidak merasakan efek apapun pada kulit mereka. Kemudian pengujian ini dilakukan
dengan merasakan pedas bubuk cabai yang telah diencerkan pada rongga mulut. Pengujian ini akan valid bila 3 dari 5 panelis dapat mengenali rangsangan pada satu tingkat kepedasan tertentu.
Kepedasan di sini dianalogikan dengan rasa panas di rongga mulut. Namun setelah dilakukan uji kepedasan, panelis mengatakan bahwa rasa panas tersebut terasa pada sudut bibir saja sedangkan pada
rongga mulut terasa seperti ada sensasi menusuk. Pada sampel pertama dengan perlakuan kontrol, semua panelis setuju bahwa bubuk cabai
sudah tidak terasa panas dimulut. Sampel kedua yaitu ulangan dari sampel pertama, semua panelis menyetujui bahwa bubuk cabai tersebut masih memiliki tingkat kepedasan sebesar 117,000 SHU.
Sampel ketiga dengan perlakuan blanching selama 3 menit, 4 dari 5 panelis setuju bahwa bubuk cabai tersebut masih memiliki tingkat kepedasan sebesar 170,000 SHU. Pada sampel keempat yaitu ulangan
dari sampel ketiga, 4 dari 5 panelis setuju bahwa bubuk cabai masih sudah tidak pedas lagi. Pada sampel kelima yaitu perlakuan blanching selama 5 menit, semua panelis setuju bubuk cabai memiliki
tingkat kepedasan sebesar 117,000 SHU. Sempel keenam yaitu sampel ulangan dari sampel 5, semua panelis setuju bahwa tingkat kepedasan bubuk cabai sama dengan sampel 5. Pada sampel ketujuh
yaitu perlakuan blanching selama 7 menit, semua panelis setuju bahwa tingkat kepedasan bubuk cabai ini adalah 100,000 SHU. Begitu pula dengan sampel kedelapan yang merupakan ulangan dari sampel
ketujuh. Pada sampel kesembilan yaitu perlakuan blanching selama 9 menit, semua panelis menyetujui tingkat kepedasan bubuk cabai merah ini sebesar 100,000 SHU. Begitu pula pada sampel
kesepuluh yang merupakan ulangan dari sampel kesembilan. Tabel 17 menunjukkan tingkat kepedasan pada tiap perlakuan blanching.
Tabel 17. Tingkat kepedasan bubuk cabai merah
Kode sampel
Tingkat kepedasan SHU
N0U1 N0U2
117,000 N1U1
170,000 N1U2
N2U1 117,000
N2U2 117,000
N3U1 100,000
N3U2 100,000
N4U1 100,000
N4U2 100,000
Nilai SHU pada Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa bubuk cabai merah masih pedas. Tingkat kepedasan bubuk cabai merah ini tidak seragam. Bubuk cabai merah dengan tingkat
kepedasan 170,000 SHU lebih terasa panas bila dibandingkan dengan bubuk cabai merah dengan tingkat kepedasan 117,000 SHU dan 100,000 SHU. Bubuk cabai merah yang masih tinggi tingkat
kepedasannya tidak aman jika digunakan untuk pewarna kosmetik karena kulit akan terasa panas dan mungkin dapat terjadi iritasi atau ruam pada kulit. Perbedaan tingkat kepedasan pada masing
– masing ulangan mungkin diakibatkan oleh tingkat kepedasan awal dari bubuk cabai merah yang berbeda.
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan