4 Cabai dapat dipanen pada saat buah memiliki bobot maksimal, bentuknya padat, dan
warnanya tepat merah menyala dengan sedikit garis hitam 90 masak. Umur panen cabai ditentukan oleh tiga hal, yaitu varietas, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan. Cara
pemanenan cabai dengan dipetik dan disertakan tangkai buahnya. Cabai yang dipanen tanpa tangkai buah akan cepat busuk. Waktu panen yang baik pada pagi hari karena bobot buah dalam keadaan
optimal sebagai hasil penimbunan zat-zat makanan pada malam harinya dan belum banyak mengalami penguapan Prajnanta 2007.
2.1.2 Komposisi Kimia Cabai
Secara umum buah cabai mempunyai banyak kandungan gizi yang masing-masing jenisnya akan berlainan. Tabel 1 menunjukkan kandungan gizi buah dari beberapa jenis cabai, baik bentuk
segar maupun kering. Pengeringan cabai biasa dilakukan untuk mengawetkan pada saat panen raya serta untuk
memperpanjang umur simpan dari cabai tersebut. Di Indonesia cabai kering biasanya digunakan sebagai bumbu penyedap dan pewarna masakan. Namun penggunaan cabai tidak terbatas hanya untuk
penyedap masakan saja. Menurut Wiryanta 2002, cabai juga digunakan sebagai penggugah selera makan appetizer selain sebagai penyedap makanan. Cabai banyak digunakan untuk terapi kesehatan.
Cabai juga dapat membantu melancarkan sirkulasi darah dalam jantung serta dapat digunakan sebagai obat oles untuk meringankan rasa pegal dan dingin akibat rematik dan encok. Khasiat cabai yang
begitu banyak tersebut disebabkan oleh senyawa kapsaisin C
18
H
27
NO
3
. Cabai juga mengandung senyawa kapsikidin yang berfungsi untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi
sistem pencernaan. Cabai yang akan dikeringkan harus memenuhi standar mutu tertentu untuk memperoleh produk yang seragam. Tabel 2 menunjukkan syarat mutu cabai merah sesuai dengan SNI
01-4480-1998. Hasil penelitian Komara 1991 menunjukkan bahwa komponen pemberi rasa pedas pada
cabai dapat diekstrak menggunakan pelarut organik. Komponen pemberi rasa pedas ini kemudian diidentifikasi sebagai kapsaisin. Ekstraksi ini dapat menggunakan pelarut ethanol atau eter. Ethanol
memberikan rendemen oleoresin yang baik sedangkan eter merupakan pelarut yang mempunyai kemampuan mengekstrak kapsaisin terbaik. Masih menurut Komara 1991, ekstraksi 100 gram bubuk
cabai ukuran 30 – 40 mesh dengan metode perkolasi, menggunakan pelarut ethanol 96 pada suhu
40
o
C, dan dengan perbandingan jumlah bahan dan pelarut 1:6 bv selama 120 menit, memberikan hasil oleoresin yang optimal.
Menurut Udin dan Mochtar 1993, cabai besar memiliki tingkat kepedasan 500,000 SHU. Menurut Guci 2012, tingkat kepedasan cabai dapat diukur menggunakan Scoville Organoleptic Test.
Pengukuran ini dilakukan oleh seorang kimiawan bernama Wilbur Scoville pada tahun 1912. Prinsip Scoville Organoleptic Test adalah ekstrak cabai dicairkan dengan sirup gula sehingga rasa pedasnya
tidak terasa lagi. Derajat pencairan cabai ini dinilai di Scoville Scale dan hasil pengukuran dapat dinyatakan dengan satuan Scoville Heat Unit SHU. Gula atau cabai manis paprika akan mendapat
nilai 0 SHU, ini menandakan tidak adanya kandungan zat kapsaisin sebagai pendeteksi rasa pedas. Pada percobaan lain, cabai “bhut jolokias” mempunyai tingkat kepedasan 1,000,000 SHU. Ini
menunjukkan ekstrak cabai ini perlu dicairkan sejuta kali supaya kapsaisin tidak terasa lagi. Pada saat
percobaan pertama yang dilakukan Wilbur, pengukuran ini menunjukkan hasil yang tidak tepat. Hal ini terjadi karena panelis yang melakukan organoleptik belum terbiasa dengan pengenalan rasa pedas.
Agar hasil pengukuran yang dilakukan tepat, maka dilakukan pengujian pada panelis yang telah terlatih.
5 Tabel 1. Kandungan zat gizi buah cabai segar dan kering setiap 100 gram bahan
Kandungan Segar
Kering Cabai
Hijau Besar Cabai
Merah Besar Cabai
Rawit Cabai
Hijau Besar Cabai
Merah Besar Cabai
Rawit Kalori kal
23 31
103 -
311 -
Protein g 0.7
1 4.7
- 15.9
15 Lemak g
0.3 0.3
2.4 -
6.2 11
Karbohidrat g 5.2
7.3 19.9
- 61.8
33 Kalsium mg
14 29
45 -
160 150
Fosfor mg 23
24 85
- 370
- Besi mg
0.4 0.5
2.5 -
2.3 9
Vit. A SI 260
470 11,050
- 576
1,000 Vit. B1 mg
0.05 0.05
0.05 -
0.04 0.5
Vit. C mg 84
18 70
- 50
10 Air g
93.4 90.9
71.2 -
10 8 ml
b. d. d 82
85 85
- 85
-
Catatan : b.d.d = bagian yang dapat dimakan Susila, 1989
Tabel 2. Standar mutu cabai merah Jenis Uji
Persyaratan Mutu I
Mutu II Mutu III
Keseragaman warna merah ≥ 95
≥ 95 ≥ 95
Keseragaman - Bentuk normal
98 96
95 Keseragaman ukuran cm
a. Cabai merah besar - Panjang buah
12 – 14
9 – 11
9 - Garis tengah pangkal
1.5 – 1.7
1.3 – 1.5
1.3 b. Cabai merah kering
- Panjang buah 12
– 17 10
– 12 10
- Garis tengah pangkal 1.5
– 1.7 1.3
– 1.5 1.3
Kadar kotoran 1
2 5
Tingkat kerusakan dan busuk a. Cabai merah besar
1 2
b. Cabai merah kering 1
2 Sumber : SNI no. 01-4480-1998 Deptan
Menurut Purseglove, Brown, Green, dan Robbins 1981, pigmen yang menyebabkan cabai berwarna merah atau merah menyala bila telah masak adalah pigmen karotenoid. Karotenoid yang
terdapat dalam cabai merah sebanyak 0.1 – 0.5 yang terdiri dari capsanthin, capsorubin, β-caroten,
zeaxanthin, cryptoxanthin, violaxanthin, anteraxanthin, cryptocapsin dan lutein. Persentase komponen pigmen karotenoid pada cabai merah dapat dilihat pada Tabel 3.
6 Tabel 3. Persentase komponen pigmen karatenoid pada cabai merah
besar dan yang masih hijau Pigmen
Merah Hijau
Capsanthin 35
- Capsorubin
6 -
β-caroten 10
13 Zeaxanthin
2 1
Cryptoxanthin 6
1 Violaxanthin
10 15
Neoxanthin 1
15 Anteraxanthin
2 -
Cryptocapsin 4
- Lutein
- 41
Sumber : Purseglove et al., 1981
Warna cabai merah yang berpotensi untuk digunakan sebagai pewarna tergantung pada beberapa faktor, antara lain kematangan dan suhu yang digunakan selama proses pengeringan atau
proses lainnya dalam kondisi penyimpanan terutama kontak udara dan cahaya.
2.2 Blanching